Anda di halaman 1dari 5

PROSES PERADANGAN DAN PENYEMBUHAN LUKA

A. Proses Inflamasi
Inflamasi adalah salah suatu respon terhadap cedera jaringan ataupun infeksi.
Inflamasi merupakan proses alami untuk mempertahankan homeostasis tubuh akibat
adanya agen atau senyawa asing yang masuk(Ikawati, 2011). Proses inflamasi dimediatori
oleh histamin, prostaglandin, eicosanoid, leukotrien, sitokin, nitrit oksida, dan lain-lain.
Menurut Roman (2009), proses terjadinya inflamasi dimulai dengan kerusakan jaringan
akibat stimulus yang menyebabkan pecahnya sel mast diikuti denganpelepasan mediator
inflamasi, dilanjutkan dengan terjadinya vasodilatasi yang kemudian menyebabkan migrasi
sel leukosit.
Inflamasi dibagi menjadi dua, yaitu inflamasi akut dan kronis. Pada inflamasi akut
terjadi dalam waktu yang lebih singkat yang melibatkan sistem vaskular lokal, sistem imun
dan beberapa sel. Tanda-tanda paling khas yang menandakan adanya inflamasi adalah
kemerahan (rubor), panas Gambar 2. Proses terjadinya inflamasi 7 (kalor), nyeri (dolor),
bengkak (tumor) dan disertai dengan perubahan fungsi lokal. Sedangkan pada inflamasi
kronis berlangsung pada waktu yang lebih lama (beberapa bulan bahkan bertahun). Pada
inflamasi kronis melibatkansel darah putih terutama pada sel mononuklear pada prosesnya
(Nugroho,2012).
B. Penyembuhan Luka
Yang dimaksud dengan kesembuhan luka adalah proses pergantian sel-sel atau jaringan
rusak dan mati dengan jaringan yang sehat derivat parenkim atau jaringan konektivus
(Celluti dan Lauferb, 2001). Kesembuhan luka merupakan respon alamiah terhadap jaringan
yang rusak, merupakan interaksi dari cascade kompleks dari sel-sel yang menghasilkan
pembentukan jaringan baru sehingga jaringan yang rusak akan kembali baik dan memiliki
kekuatan seperti sedia kala (Romo, 2001). Kesembuhan luka merupakan proses yang
dinamis, interaktif yang melibatkan mediator, sel-sel darah, matriks ekstraseluler dan sel-sel
parenkim (Singer and Clarck, 1999). Proses kesembuhan luka ini secara umum dibedakan
atas 3 fase (1) Keradangan (2) Formasi jaringan dan (3) Pembentukan kembali jaringan luka
(Singer dan Ciarck, 1999) sedangkan Romo (2001) membedakan fase kesembuhan menjadi
(1) keradangan, (2) proliferasi dan (3) maturasi.
1. Keradangan
Jaringan yang mengalami kerusakan menyebabkan disrupsi pembuluh darah dan
ekstravasasi darah ketempat luka. Darah yang membeku sebagai hasil hemostasis
dipergunakan untuk migrasi sel matriks ekstraseluler. Platelet tidak hanya memfasilitasi
formasi proses hemostasis, namun jugs mensekresikan beberapa mediator kesembuhan
luka seperti PDGF (Platelet Derived Growth factor), yang mengaktivasi makrofag dan
fibroblas. Dalam keadaan tidak ada hemoragi, platelet tidak akan bermanfaat terhadap
kesembuhan luka. Berbagai vasoaktif mediator dan kemotaktik faktor yang dihasilkan
melalui proses koagulasi dan jalur faktor kemotaksis dan sel parenkim aktif atau luka.
Substansi ini akan menarik leukosit pada daerah luka (Singer dan Clarck, 1999).
Infiltrasi neutrofil akan membersihkan daerah luka terhadap adanya partikel asing
dan bakteri kemudian dihancurkan oleh proses fagositosis makrofag. Sebagai respon
terhadap kemoatraktan spesifik (protein matriks ekstraseluler, Transforming growth
factor β, dan monocyte chemoattracttant-1), monosit juga menginfiltrasi tepi luka
kemudian menjadi makrofag aktif yang mengeluarkan growth factor seperti PDGF dan
VEGF (vascular endothelial growth factor) yang menginisiasi formasi jaringan granulasi.
Makrofag berikatan dengan protein spesifik dari matriks ekatraseluler melalui reseptor
integrin, yang selanjutnya akan menstimulasi fagositosis mikroorganisme dan fragmen
dari matriks ekstraseluler. Sitokin Iainnya seperti : transforming Growth factor,
transforming growth factor β, lnterleukin-1 dan Insulin-like growth factor 1 juga
Universitas Gadjah Mada 8 diekspresikan oleh monosit. Monocyte dan Makrophag
derived growth factor selalu diperlukan untuk inisisasi dan propagasi formasi jaringan
Baru di daerah Iuka.
2. Epitelialisasi
Reepitelialisasi dimulai dalam beberapa jam setelah luka. Sel epidermis kulit akan
mengeluarkan jendalan darah dan stroma yang rusak dari permukaan luka. Pada waktu
yang sama, sel akan berubah termasuk retraksi tenofilamen intraseluler; terputusnya
kebanyakan desmosoma interseluler yang memungkinkan adanya hubungan antar sel;
dan formasi filamen aktin sitoplasma perifer yang menyebabkan sel-sel bergerak.
Selanjutnya sel-sel epidermis dan dermis akan lepas, disebabkan terputusnya hubungan
hemidesmosomal dengan membrana basalis, yang memungkinkan sel epidermis dapat
bergerak ke lateral.
Ekspresi reseptor integrin pada sel epidermis memungkinkan untuk berinteraksi
dengan berbagai protein matriks ekstraseluler (fibronektin dan vitronektin) yang akan
berselang seling dengan kolagen stromal tipe-1 pada tepi luka dan menjalin dengan
jendalan fibrin pada ruang luka. Migrasi epidermis akan memotong luka, memisahkan
dan mengeringkan keropeng dari jaringan hidup. Degradasi matriks ekstraseluler, yang
dibutuhkan jika sel epidermis bermigrasi antara kolagen dermis dan fibrin keropeng
tergantung pada produksi kolagenase oleh sel epidermis sebagaimana aktivasi plasmin
oleh aktivator plasminogen yang diproduksi oleh sel epidermis. Aktivator epidermis juga
mengaktifkan kolagenase (matriks metalloproteinase-1) dan memfasilitasi degradasi
kolagen dan protein matriks ekstraseluler. Satu sampai dua hari setelah luka, sel
epidermis tepi luka mulai berproliferasi. Stimulus migrasi dan proliferasi sel epidermis
selama reepitelialisasi mungkin berkaitan dengan tidak adanya sel tetangga pada tepi
luka (the free edge effect) yang memberi sinyal untuk bermigrasi dan berproliferasi.
Keluarnya growth factor lokal dan meningkatnya ekspresi reseptor growth factor
kemungkinan juga akan menstimulasi proses ini. Menyebabkan persaingan termasuk
epidermal growth factor, transforming growth factor  dan keratinocyte growth factor.
Seperti reepitelialisasi yang terjadi , protein membran basalis muncul kembali dengan
rangkaian yang urut dari tepi luka kearah dalam. Sel-sel epidermis kembali ke
fenotipenya, sekali lagi berada pada membrana basalis dan dermis.
3. Formasi jarinqan granulasi
Stroma baru kemudian sering disebut sebagai jaringan granulasi, dimulai dengan
masuk ke ruang luka kira-kira 5 hari setelah luka. Berbagai kapiler mendukung stroma
baru dalam ujud jaringan granuler. Makrofag, fibroblas dan pembuluh darah bergerak ke
ruang luka dalam waktu yang sama. Makrofag menjadi sumber grwoth factor yang perlu
untuk stimulasi fibroplasia dan angiogenesis. Fibroblas menghasilkan matriks
ekstraseluler baru yang perlu untuk mendukung pertumbuhan kedalam, dan pembuluh
darah untuk mengangkut oksigen dan nutrisi yang diperlukan untuk mendukung
metabolisme sel. Growth factor, kususnya PDGF dan TGF β1, bersama-sama dengan
molekui matriks ekstraseluler memacu fibroblas dari jaringan sekitar luka untuk
berproliferasi, mengekspresikan reseptor integrin yang sesuai dan berpindah kedalam
ruang luka. Sebaliknya, PDGF mempercepat kesembuhan luka pada kondisi radang
kronis dan ulcer diabetes, sementara fibroblas growth factor digunakan untuk
menanggulangi gangguan kronis.
Struktur molekul yang baru dibentuk matriks ekstraseluler membentuk jaringan
granulasi yang berupa tangga-tangga atau pipa-pipa untuk migrasi sel. Molekul tersebut
termasuk fibrin, fibronektin dan asam hialuronat. Kenyataannya munculnya fibronektin
dan reseptor integrin yang sesuai akan mengikat fibronektin, fibrin atau keduanya.
Fibroblas bertanggung jawab untuk sintesis, deposisi dan remodelling matriks
ekstraseluler. Sel bergerak ke dalam jendalan darah atau melintasi fibrin atau anyaman
matriks ekstraseluler mungkin membutuhkan sistem proteolitik aktif yang dapat
memecah jalan untuk migrasi sel. Berbagai enzym derivat fibroblas sebagai tambahan
serum derivat plasmin juga merupakan kandidat yang berpotensi pada jalan ini,
termasuk aktivator plasminogen, kolagenase, gelatinase A dan stromelysin. Setelah
bermigrasi kedalam luka, fibroblas memulai sintesis matriks ekstraseluler. Sedikit demi
sedikit posisi matriks ekstraseluler diganti oleh matriks kolagen, kemungkinan sebagai
hasil aksi TGF β1. Fibroblas kemudian berhenti memproduksi kolagen, dan fibroblas yang
kaya jaringan granulasi ditempatkan oleh keropeng yaitu sel yang relatif tanpa inti. Sel
pada luka kemudian mengalami apoptosis yang dipacu oleh sinyal yang tidak diketahui
asalnya.
4. Neovaskularisasi
Formasi pembuluh darah baru sangat perlu untuk mendukung jaringan granulasi
yang baru. Angiogenesis merupakan proses yang kompleks berkaitan dengan matriks
ekstraseluler pada luka seperti halnya migrasi dan stimulasi mitogenik sel endothel.
lnduksi angiogenesis pada awalnya dilengkapi dengan fibroblas growth factor asam atau
basa. Selanjutnya beberapa molekul akan ditemukan pada aktivitas angiogenesis
tersebut. Urutan kejadian angiogenesis adalah sebagai berikut : Luka yang terjadi
menyebabkan destruksi jaringan dan hipoksia. Faktor angiogenesis seperti asam dan
basa fibroblast growth factor selanjutnya dikeluarkan oleh makrofag setelah sel rusak,
dan produksi VEGF oleh sel epidermis yang distimulasi kondisi hipoksia. Enzim proteolitik
kemudian dikeluarkan kedalam jaringan konektif dari protein matriks ekstraseluler
terdegradasi. Fragmen dari protein ini akan menarik monosit darah perifer ke tepi luka.
Ketika monosit menjadi makrofag aktif, makrofag akan mengeluarkan faktor
angiogenesis. Makrofag-faktor angiogenesis menstimulasi sel endotel untuk
mengeluarkan aktivator plasminogen dan prokolagenase. Aktivator plasminogen
mengubah plasminogen menjadi plasmin, sedangkan prokolagenase menjadi kolagenase
aktif. Masing-masing protease kemudian bergerak ke membrana basalis, fragmentasi
membrana basalis memungkinkan sel endotel distimulasi oleh faktor angiogenesis untuk
berpindah dan membentuk pembuluh darah baru. Luka diisi oleh jaringan granulasi
baru, angiogenesis berhenti dan beberapa pembuluh darah baru dihancurkan melalui
proses apoptosis. Program kematian sel kemungkinan diatur melalui berbagai molekul
matriks seperti thrombospondins-1 dan 2, dan faktor antiangiogenesis, seperti
angiostatin, endostatin dan angiopoietin 2.

Faktor-faktor yang mempengaruhi kesembuhan luka.

Meskipun secara alamiah kesembuhan luka berjalan dengan sendirinya, banyak


faktor mempengaruhi kesembuhan luka, sehingga mekanisme yang seharusnya terjadi
menjadi terhambat, sehingga kesembuhan berjalan lambat atau tidak terjadi sama
sekali. Beberapa faktor yang berpengaruh pada proses kesembuhan luka antara lain : (1)
Faktor Umum : defisiensi protein, defisiensi vitamin A, defisiensi asam askorbat,
defisiensi Zn, obesitas, faktor genetik, anemia, leukopenia, hormon dan umur. (2) faktor
Lokal : Vaskularisasi lokal, trauma luka, hematoma, durasi operasi, infeksi, adanya benda
asing, jahitan yang tidak baik serta suplai nervus (Archibald, 1974).
DAFTAR PUSTAKA

Celloti, F and Laufer, S., 2001, Inflammation, Healing and Repair Synopsis, J. Phar. Res., Vol. 43, No.
5, 2001

Singer, A.J. and Clarck, R.A.F., 1999, Cutaneous Wound Healing, NEJM, Vol 341, September 2, 1999,
Number 10, pp. 738-746

Thomson, R.G., 1978, General Veterinary Pathology, W.B. Saunders Company, Phyladelphia, London,
Toronto, 152-211.

Anda mungkin juga menyukai