Anda di halaman 1dari 48

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Indonesia memiliki keanekaragaman hayati di seluruh wilayah

Indonesia. Berdasarkan data terakhir, Indonesia memiliki kekayaan tumbuhan

lima besar di dunia. Tumbuhan adalah bahan baku yang digunakan sebagai

obat herbal. Berdasarkan riwayat penggunaan tumbuhan, obat herbal dapat

diklasifikasikan menjadi obat herbal tradisional dan obat herbal

nontradisional. Obat herbal tradisional Indonesia yang dikenal sebagai obat

tradisional mengandung tumbuhan yang telah digunakan secara turun-

temurun yang merupakan warisan budaya bangsa Indonesia. Obat herbal

nontradisional mengandung tumbuhan yang tidak memiliki riwayat

penggunaan turun-temurun, namun berpotensi memiliki manfaat bagi

kesehatan masyarakat (BPOM RI, 2014).

Obat tradisional menggambarkan sekelompok praktik kesehatan

dengan sejarah yang panjang dan merujuk pada pengetahuan medis yang

dikembangkan oleh budaya masyarakat yang menggabungkan tanaman,

binatang, dan obat-obatan berbasis mineral untuk mengobati penyakit (WIPO,

2014).

Menurut World Helath Organizing (WHO), hingga 80% penduduk

di negara berkembang dan 65% penduduk di negara maju memilih

menggunakan obat tradisional. Faktor pendorong penggunaaan obat

tradisional di negara maju antara lain adalah usia harapan hidup lebih panjang

1
pada prevalensi penyakit kronis meningkat, adanya kegagalan penggunaan

obat modern untuk penyakit tertertu (seperti kanker), dan meluasnya akses

informasi mengenai obat tradisional di seluruh dunia. Data dari sekretariat

Convention on Biological Diversity (CBD) menunjukkan angka penjualan

global obat tradisional dapat menyentuh angka 60 miliar dollar Amerika

Serikat setiap tahunnya (Ismail, 2015).

Menurut data Riset Kesehatan Dasar (2010), sekitar 59,12%

penduduk Indonesia pernah mengkonsumsi jamu dan 95,6% diantaranya

merasakan jamu berkhasiat dalam meningkatkan kesehatan (Peraturan

Menteri Kesehatan RI, 2016).

Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi menyebabkan semakin

banyak penggunaan obat-obatan kimia yang dibuat oleh pabrik obat, karena

sifatnya yang praktis dan efeknya cepat di dalam penyembuan. Akan tetapi

ditinjau dari segi ekonomi harga dari obat-obatan ini sangat mahal. Meski

darijalur pemerintah memberikan keringanan terhadap harga obat dengan

memberikan obat generic yang murah. Namun hal itu diangap masih belum

bias mengatasimasalah. Para ahli mulai berpikir, jika obat-obat kimia yang

dibuat berasal dari tumbuh-tumbuahan dengan kandungan-kandungan zat

tertentu diproses dan dimanfaatkan untuk pengobatan (Ismail, 2015).

Selain harga obat tradisional jauh lebih murah, efek samping yang

ditimbulkan relative kecil, serta dapat jiga sebagai tumbuhan hias di rumah.

Meskipun sudah mulai dibudidayakan oleh Departemen Pertanian yang

berkerja sama dengan Lembaga Penelitian Universitas-Universitas yang

berada di Indonesia khususnya Universitas yang menyediakan penyediakan

2
laboratorium penelitian untuk masa yang akan dating ini dapat dimiliki

prospek yang cerah kasena untuk dibudidayakan dan hemat juga pratis. Selain

ini hampir semua etnis di Indonesia terutama di Papua memiliki pengetahuan

tentang obat-obatan untuk pengobatan secara tradisional (Dinkes Provinsi

Papua, 2019).

Jumlah spesies tanaman obat yang melimpah di Indonesia

membuat penggunaan pengobatan tradisional oleh individu dalam rumah

tangga telah dilakukan secara turun-temurun dari nenek moyang hingga

sekarang, kebiasaan ini telah menjadi warisan budaya bangsa Indonesia.

Pengobatan tradisional masih digunakan oleh individu dalam rumah tangga

dikarenakan beberapa faktor yang menunjang yaitu pengalaman yang

sebelumnya didapat oleh orang tua yang telah turun temurun digunakan, tidak

merepotkan atau lebih praktis karena bahan yang digunakan dapat langsung

diperoleh dari alam yang ada di sekitar rumah, pengobatan tradisional tidak

mengeluarkan biaya, serta manfaat yang dirasakan yaitu ramuan tradisional

yang dikonsumsi beserta bantuan pengobatan dari dukun dapat mrngurangi

rasa sakit (Gazali, dkk, 2011).

Cara-cara penanganan terhadap penyakit malaria yang dikembangkan

dalam suatu budaya pengobatan tradisional didasarkan pada pemahaman atau

pengetahuan lokal kelompok masyarakat tersebut mengenai penyakit

malaria. Menurut Idowu et al (2008), pemahaman tentang penyakit malaria

pada masyarakat berbagai suku bangsa berbeda- beda; hal ini antara lain

berhubungan dengan keyakinan budaya masing-masing. Berbagai hasil

penelitian menunjukkan bahwa masyarakat tradisional dari hampir semua

3
kebudayaan sejak dahulu sudah mengembangkan cara-cara untuk mencegah

serangan penyakit malaria, mengobati dan merawat penderita penyakit ini

(Willcox et al, 2004).

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Ismail (2015) tentang faktor

yang mempengaruhi keputusan masyarakat memilih obat tradisional di

Gampong Lam Ujong menyimpulkan bahwa ada pengaruh antara sumber

informasi, sosial budaya dan pendapatan terhadap keputusan masyarakat

dalam memilih obat tradisional di Gampong Lam Ujong Meunasah Manyang

Kecamatan Krueng Barona Jaya Kabupaten Aceh Besar tahun 2014.

Faktor pendorong penggunaaan obat tradisional di negara maju antara

lain adalah usia harapan hidup lebih panjang pada prevalensi penyakit kronis

meningkat, adanya kegagalan penggunaan obat modern untuk penyakit

tertertu (seperti kanker), dan meluasnya akses informasi mengenai obat

tradisional di seluruh dunia. Data dari sekretariat Convention on Biological

Diversity (CBD) menunjukkan angka penjualan global obat tradisional dapat

menyentuh angka 60 miliar dollar Amerika Serikat setiap tahunnya (Ismail,

2015).

Data Dinas Kesehatan Provinsi Papua tahun 2016 jumlah kasus

malaria 128.517 dengan API 58/1000 penduduk, tahun 2017 jumlah kasus

malaria meningkat menjadi 152.984 dengan API 63,886/1000 penduduk,

tahun 2018 jumlah kasus malaria terus meningkat menjadi 163,443 dengan

API 57,29/1000 penduduk (Dinkes Provinsi Papua, 2019). Berdasarkan data

Dinas Kesehatan Kabupaten Jayapura pada tahun 2016 jumlah kasus malaria

10.239 dengan API 88/1000 penduduk, tahun 2017 jumlah kasus malaria

4
meningkat menjadi 15.720 dengan API 111,30/1000 penduduk, tahun 2018

jumlah kasus malaria meningkat menjadi 21.508 dengan API 181,10/1000

penduduk (Dinkes Kabupaten Jayapura, 2019).

Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan peneliti di Puskesmas

Namblong diperoleh data kasus malaria pada tahun 2017/2018 yang terdapat

9 kampung termasuk kampung Sarmai atas, penyakit yang lebih menonjol

pada masyarakat kampung Sarmai Atas adalah Penyakit Malaria. Pada tahun

2017 berjumlah 31,7% kasus malaria dan pada tahun 2018 meningkat

menjadi 41,7% kasus (Puskesmas Nambong, 2019). Wawancara dengan

tokoh masyarakat di kampung Sarmai diketahui bahwa masyarakat kampung

Sarmai kesulitan untuk mengakses pelayan kesehatan karena jarak pusat

pelayanan kesehatan yang cukup jauh sehingga masyarakat lebih

menggunakan tanaman sebagai obat. Mereka menggunakan tanaman

obatuntuk mengobati berbagai penyakit, salah satunya untuk mengobati

penyakit malaria (Wawancara Kepala Kampung Sarmai)

Dari uraian tersebut di atas peneliti ingin mengangkat masalah tentang

Faktor-faktor apa saja yang berhubungan dengan penggunaan tanaman obat

tradisional untuk pengobatan penyakit malaria pada masyarakat Kampung

Sarmai Atas Distrik Namblong Kabupaten Jayapura sehingga kedepannya

obat tradisional dapat bermanfaat secara teratur.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakan tersebut diatas maka permasalahan

yang timbul adalah : “Faktor-faktor apa saja yang berhubungan dengan

penggunaan tanaman obat tradisional untuk pengobatan penyakit malaria

5
pada masyarakat Kampung Sarmai Atas Distrik Namblong Kabupaten

Jayapura”.

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah yang dikemukakan maka tujuan

penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui Faktor-faktor apa saja yang berhubungan

dengan penggunaan tanaman obat tradisional untuk pengobatan penyakit

malaria pada masyarakat Kampung Sarmai Atas Distrik Namblong

Kabupaten Jayapura

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui hubungan antara umur dengan penggunaan tanaman

obat tradisional untuk pengobatan penyakit malaria pada masyarakat

Kampung Sarmai Atas Distrik Namblong Kabupaten Jayapura.

b. Untuk mengetahui hubungan antara jenis kelamin dengan penggunaan

tanaman obat tradisional untuk pengobatan penyakit malaria pada

masyarakat Kampung Sarmai Atas Distrik Namblong Kabupaten

Jayapura.

c. Untuk mengetahui hubungan antara akses pelayanan kesehatan dengan

penggunaan tanaman obat tradisional untuk pengobatan penyakit

malaria pada masyarakat Kampung Sarmai Atas Distrik Namblong

Kabupaten Jayapura.

d. Untuk mengetahui hubungan antara pendidikan dengan penggunaan

tanaman obat tradisional untuk pengobatan penyakit malaria pada

6
masyarakat Kampung Sarmai Atas Distrik Namblong Kabupaten

Jayapura

e. Untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan dengan penggunaan

tanaman obat tradisional untuk pengobatan penyakit malaria pada

masyarakat Kampung Sarmai Atas Distrik Namblong Kabupaten

Jayapura

f. Untuk mengetahui hubungan antara Dukungan Tokoh Masyarakat

dengan penggunaan tanaman obat tradisional untuk pengobatan

penyakit malaria pada masyarakat Kampung Sarmai Atas Distrik

Namblong Kabupaten Jayapura

1.4 Manfaat Penelitian

1. Bagi Puskesmas

Puskesmas lebih semangat dalam memberikan pendampingan

sosialisasi. Masyarakatpun lebih giat lagi dalam memelihara, merawat

dan terlibat dalam berbagai program puskesmas, terutama berkaitan

dengan asuhan mandiri tanaman obat keluarga (TOGA).

2. Bagi masyarakat Kampung Sarmai Atas

Sebagai sumber informasi bagi masyarakat tentang pemanfaatan

tanaman obat tradisional untuk mengobati penyakit Malaria.

3. Bagi peneliti

Merupakan pengalaman yang berharga dalam memperluas

wawasan dan pengetahuan tentang tumbuhan obat tradisional untuk

penderita penyakit Malaria.

7
1.5 Keaslian Penelitian

Tabel 1.1 Sealian Penelitian

No Judul/Penelitian/Lokasi Tahun Desain Hasil

1. Kajian Beberapa Tumbuhan 2015 Tinjauan Hasil penelitian Terdapat beberapa tanaman yang diuji yaitu daun

Obat Yang Digunakan Literatur pohon kapur (Harmsiopanax aculeatus Harms), buah merah

Dalam Pengobatan Malaria (Pandanus conoideus Lam.), benalu mangga (Dendrophthoe

Secara Tradisional pentandra), manggis (Garcinia mangostana Linn.), cempedak

(Artocarpus champedem), buah sirih (Piper betle (L.) R. Br),

mundu (Garcinia dulcis Kurz), dan bungamatahari (Helianthus

annuus L.). Dari hasil yang diperoleh menunjukan kandungan

senyawa aktif yang terdapat pada jenis tumbuhan obat tersebut telah

teruji dalam pengobatan tradisional anti malaria.

2. Kandungan senyawa kimia Deskriptif Hasil penelitian menujukan hasil uji toksisitas akut ekstrak daun

8
No Judul/Penelitian/Lokasi Tahun Desain Hasil

dan aktivitas farmakologi 2018 kembang bulan, tidak ada perbedaan yang signifikan pada parameter

ekstrak daun kembang bulan enzimatik antara sebelum dengan setelah pemberian ekstrak,

(tithonia diversifolia demikian pula dengan hasil histopatologi organ-organ hewan coba.

(hemsley) a. gray) sebagai Tidak ada perubahan struktur jaringan dalam organ hepar dan ginjal.

antimalaria Hal yang serupa juga dijumpai pada pengujian berat badan tikus

jantan dan tikus betina, tidak ada kelompok tikus yang

menunjukkan perubahan berat badan secara signifikan, rata-rata

terjadi kenaikan berat badan yang konstan secara perlahan-lahan.

3. Pemanfaatan tumbuhan obat 2018 Deskriptif Hasil penelitian menunjukkan ada sekitar 81 spesies tumbuhan yang

secara empiris pada suku Kualitatif digunakan untuk pengobatan yang tercakup dalam 38 famili untuk

mandailing di taman nasional mengobati 41 jenis penyakit. Spesies tumbuhan obat yang paling

batang gadis sumatera utara banyak digunakan berasal dari Famili Compositae. Habitus herba

dominan digunakan masyarakat sebagai tumbuhan obat yang

9
No Judul/Penelitian/Lokasi Tahun Desain Hasil

meliputi 50 spesies tumbuhan. Tingginya keanekaragaman

tumbuhan obat menunjukkan bahwa pemanfaatan tumbuhan untuk

kesehatan adalah prioritas utama Suku Mandailing.

4. Pengetahuan Masyarakat 2018 Cross Berdasarkan hasil wawancara dan identifikasi tumbuhan, terdapat

tentang jenis tumbuhan obat Sectional 45 spesien tumbuhan dari 27 famili yang digunakan masyarakat

di kawasan taman wisata disekitar Taman Wisata Alam Madapangga sebagai bahan

alam Madapangga Sumbawa pengobatan berbagai penyakit

5. Pengobatan Tradisional Pada Deskriptif Hasil Penelitian menunjukan kearifan lokal masyarakat tidung di

Masyarakat Tidung Kota 2018 Kualitatif bidang kesehatan khususnya pengobatan tradisional pada pasien

Tarakan: Study Kualitatif dewasa, menggunakan 3 pendekatan untuk mengatasi masalah

Kearifan Lokal Bidang kesehatan yang dialami nya, yakni; menggunakan pendekatan

Kesehatan tindakan/herbal/ramuan, pendekatan doa/baca-baca (supranatural)

10
No Judul/Penelitian/Lokasi Tahun Desain Hasil

dan pendekatan gabungan dua metode tersebut. Masyarakat tidung

masih aktif menggunakan pendekatan pengobatan tersebut dan

ketika tidak berhasil mengatasi masalah kesehatannya maka mereka

akan meminta bantuan tenaga kesehatan.

Faktor-faktor apa saja yang 2019 Cross

6. berhubungan dengan Sectional study

penggunaan tanaman obat

tradisional untuk pengobatan

penyakit malaria pada

masyarakat Kampung Sarmai

Atas Distrik Namblong

Kabupaten Jayapura

11
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teori

1. Tumbuhan Obat Tradisional

a. Definisi Tanaman Obat

Tanaman obat adalah tanaman yang memiliki khasiat

obat yang digunakan sebagai obat dalam penyembuhan

mengandung zat aktif yang berfungsi mengobati penyakit

tertentu atau jika tidak mengandung zat aktif tertentu tapi

mengandung efek resultan / sinergi dari berbagai zat yang

berfungsi mengobati (Flora, 2008).

Tanaman obat tidak berarti tumbuhan yang ditanam sebagai

tanaman obat. Tanaman obat yang tergolong rempah-rempah atau

bumbu dapur, tanaman pagar,tanaman buah tanaman sayur atau

bahkan tanaman liar juga dapat digunakan sebagai tanaman yang

dimanfaatkan untuk mengobati berbagai macam penyakit salah

satunya malaria. (Hariana, 2008).

Tanaman obat atau biofarmaka didefinisikan sebagai jenis

tanaman yang sebagian, seluru tanaman dan atau eksudat tanaman

tersebut digunakan sebagai obat obat, bahan atau ramuan obat-

obatan. Eksuda tanaman adalah isi sel yang secara spontan keluar

dari tanaman atau dengan cara tertentu sengaja dikeluarkan dari

selnya. Eksudan tanaman dapat berupa zat-zat atau bahan-bahan

12
nabati lainnya yang dengan cara tertentu dipisakan / diisolasi dari

tanamannya (Herdiani, 2012).

b. Pengunaan Tanaman Obat

Dalam penggunaan tanaman obat sebagai obat biasa dengan

cara diminum, ditempel, untuk mencuci / mandi, dihirup sehingga

dapat memenuhi konsep kerja teseptor sel dalam menerima

senyawa kimia atau rangsanga. Hingga sekarang, penggobatan

tradisional masih diakui keberadaanya dikalangan masyarakat

luas. Ini sejalan dengan kebijakan pemerintah yang terus

membina dan mengembangkan. Salah satu pengobatan tradisional

yang sedang tred saat ini adalah ramuan tanaman obat secara

empiric, ramuan tradisional dengan tanaman obat paling banyak

digunakan oleh masyarakat. Penggunaan ramuan tradisional tidak

hanya untuk menyembukan satu penyakit, tetapi juga untuk

menjaga dan memulihkan kesehatan (Stepanus,2011).

Obat tradisional telah berada dalam masyarakat dan

digunakan secara empiris dapat memberikan manfaat dalam

meningkatkan kesehatan tubuh dan penggobatan berbagai

penyakit. Departemen Kesehatan mengklasifikasikan obat

tradisional sebaga obat dalam kehidupan sehari-hari, obat

herbal terstandar, dan fitofarmaka obat tradisional adalah

ramuan dari berbagai macam jenis dari bagian tanaman yang

mampunyai khasiat untuk menyembukan berbagai macam

penyakit sala satunya penyakit malaria. Obat tradisional di

13
Indonesia dikenal dengan nama ramuan / jamu. Obat tradisional

sendiri masih mempunyai berupa senyawa. Sehigga khasiat

obat tradisional mungkin terjadi dengan adanya interaksi

antara senyawa yang mempunyai pengaruh yang lebih kuat

(Nurhayati,2008).

Pengetahuan tentang tanaman obat dari luar seperti India,

China terdapat kemiripan dikarenakan letak geografik

Nusantara di antara dua pusat kebudayaan yaitu Cina dan

India. Hubungan dagang dan penyebaran agama menyadi

media penyaluran pengetahuan tentang tanaman obat. Sejak

zaman kerajaan di nusantara dari mulai kutai kartanegara

nenek moyang bangsa kita adalah tanaman obat playaran

tentang obast modern di Indonesia berawal ketika didirikan

sekolah Dokter Djawa (STOVIA) tahun 1904 di Batavia oleh

pemerintah Hindia Belanda untuk memenuhi kebutuhan tenaga

dokter di lingkugan mereka. Pada zaman itu dimulai plajaran

tentang obat-obatan modern dengan pendekatan kimiawi, sehinga

pada saat itu penggobatan tradisional mulai sedikit terlupakan

(Flora,2008).

Keampuhan pengobatan herbal hanya dibuktikan melalui

pengelaman. Berbagai macam penyakit yang sudah tidak dapat

disembukan melalui pengobatan aleopati (Kedokteran), ternyata

masih bias diatasi dengan pengobatan herbal. Keungulan dari

penggunaan tanaman alami sebagai obat terletak pada bahan

14
dasarnya yang bersifat alami sehinga efek sampingnya dapat

ditekan seminimal mungkin, meskipun dalam beberapa kasus

dijumpai orang-orang yang alergi terhadap tanaman herbal.

Namun alergi tersebut juga dapat terjadi pada obat-obatan kimia.

Tidak dapat dipungkiri bawah obat-obatan medic sering

menimbulkan efek samping yang menyebabkan munculnya

berbagai penyakit lain (Utami, 2008).

Kelebian dari pengobatan dengan menggunakan ramuan

tumbuan secara tradisional tersebut adalah tidak adanya efek

samping yang ditimbulkan seperti yang terjadi pada kimiawi.

Obat-obatan tradisional selain menggunakan bahan ramuan dari

berbagai tumbuh-tumbuhan tertentu yang mudah didapat disekitar

perkarangan rumah kita sendiri, jika tidak mengandung resiko

yang membahayakan bagi pasien dan mudah dikerjakan oleh

siapa saja baik dalam keadaan mendesak sekalipun (Thomas,1992).

c. Bagian-Bagian Tanaman Obat Yang Di Manfaatkan

Tanaman obat pada umumnya memiliki bagian-bagian

tertentu yang digunakan sebagai obat, yaitu :

1. Akar (radix) misalnya pacar air, cempaka dan pepaya

2. Rimpang (rhizome) misalnya kunyit, Jahe, temulawak

3. Umbi (tuber) bawang merah, bawang puti, teki

4. Bunga (flos) misalnya jagung, piretri dan cengkih

5. Buah (fruktus misalnya delima, kapulaga dan makota dewa

6. Biji (Semen) misalnya saga, pinang, jamblang dan pala

15
7. Kayu (lindum) misalnya secang, bidara laut dan cendana

jenggi

8. Kulut kayu (cortes) misalnya pule, kayu manis dan pulosari

9. Batang (cauli misalnya kayu putih, turi, brotowali

10. Daun (folia) misalnya saga, landep, miana, ketapeng, pegagan

dan sembung

11. Seluruh tanaman (herbal) misalnya samiroto, patika kebo

dan meniran

Salah satu prinsip kerja obat tradisional adalah proses

(reaksinya) yang lambat (namun bersifat konstruktif), tidak

seperti obat kimia yang bias langsung beraksi (tapi bersifat

destruktif / merusak). Hal ini karena obat tradisional bukan

senyawa aktif. Obat tradisional berasal dari bagian tanaman

obat yang diiris, dikeringkan, dan di ancurkan. Jika ingin

mendapatkan senyawa yang dapat digunakan secara aman,

tanaman obat harus melalui proses ekstrasi, kemudian

dipisahkan, dimurnikan secara fisik dan kimiawi (di-fraksinasi)

Tentu saja proses tersebut membutuhkan bahan baku dalam

jumlah yang sagat banyak (Herdiani, 2012)

2. TOGA (Tanaman Obat Keluarga)

Menurut Leimen (2015) ditegaskan pembinaan kesehatan

masyarakat dapat dilakukan melalui pengunaan tanaman obat keluarga

dengan demikian diharapkan dapat membantu masyarakat dalam

16
meningkatkan kemampuan untuk hidup sehat terutama di kampong-

kampung dan pemukiman-pemukiman yang belum terjangkau oleh

playanan puskesmas. Pemanfaatan tanaman adalah obat bagi

masyarakat suatu menambah pengetahuan dan keterampilan dalam

mengetahui gejala-gejala penyakit ringan. Tanaman obat keluarga

(TOGA) dapat dimanfaatkan untuk mengatasi gejala-gejala penyakit

ringan sebelum dibawa ke Puskesmas.

Dalam budidaya tanaman obat masalah pengetahuan dalam

tanaman sangat penting, karena bibit yang kurang baik akan sangat

berpengaru terhadap tanaman dan hasil. Bahan tanaman hendaknya

diambil dari sumber yang baik, karena selain berpengaruh terhadap

produksi juga merupakan sarana dalam penularan OPT (organisme

pengganggu tanaman).

Bahan tanaman yang digunakan sebagai tanaman obat keluarga

sebaiknya berasal dari hasil kegiatan pertanian organic dan yang sudah

pasti bukan hasli rekayasa genetika iradiasi bahkan genetika yang

diubah dengan cara-cara yang tidak alami (Ruhnadpyat , 2013).

Pengertian mengenai tanaman obat tradisional di Indonesia

telah diterapkan dengan peraturan Menteri Kesehatan Republik

Indonesia No.179/Menkes/Per/VII/76. Peraturan tersebut menjelaskan

bahwa obat tradisional adalah obat jadi atau bungkus yang berasal dari

bahan tumbuhan-tumbuhan, hewan, mineral dan atau sediaan

galeniknya atau campuran dari bahan-bahan tersebut yang belum

17
mempunyai data klinis dan dipergunakan dalam usaha pengobatan

berdasarkan pengalaman (Widjaja & Tilaar, 2014, h. 16).

Tanaman obat adalah aneka tanaman obat yang dikenali

sebagai tanaman untuk obat-obatan. Tanaman obat dapat dengan

mudah ditemukan disekitar kita karena Indonesia mengenal

pengobatan herbal sudah sejak beribu tahun yang lalu (Suparni, &

Wulandari, A., 2012, h. 4). Tanaman obat merupakan spesies tanaman

yang diketahui, dipercaya dan benar-benar berkhasiat sebagai obat

(Utami, P. &Puspaningtyas, E., 2013, h. 2). Pengertian berkhasiat obat

adalah mengandung zat aktif yang berfungsi mengobati penyakit

tertentu atau jika tidak mengandung efek resultan/sinergi dari berbagai

zat yang berfungsi mengobati (Indriati, 2014, h. 52).

Menurut Zuhud, Ekarelawan dan Riswan dalam Utami, (2013,

h. 2), tanaman obat terbagi dalam tiga jenis.

a. Tanaman obat tradisional, merupakan spesies tumbuhan yang

diketahui atau dipercaya memiliki khasiat dan telah digunakan

sebagai bahan baku obat tradisional.

b. Tanaman obat modern, merupakan spesies tumbuhan yang secara

ilmiah telah dibuktikan mengandung senyawa atau bahan bioaktif

yang berkhasiat obat dan penggunaannya dapat dipertanggung-

jawabkan secara medis.

c. Tanaman obat potensial, merupakan spesies tumbuhan yang diduga

mengandung senyawa atau bahan bioaktif yang berkhasiat obat,

18
tetapi belum dibuktikan secara ilmiah medis atau penggunaanya

sebagai bahan obat tradisional perlu ditelusuri.

Sedangkan menurut Indriati (2014, h. 52) mengemukakan

bahwa obat tradisional adalah obat-obatan yang diolah secara

tradisional, turun-menurun, berdasarkan resep nenek moyang, adat

istiadat, kepercayaan atau kebiasaan setempat baik bersifat gaib

maupun pengetahuan tradisional.

Dari beberapa pendapat para ahli, dapat disimpulkan bahwa

tanaman obat adalah tanaman yang diketahui, dipercaya dan terbukti

dapat menjaga kesehatan bahkan dapat menyembuhkan suatu penyakit.

Tanaman obat tradisional adalah tanaman yang terbukti mengandung

khasiat dan diolah secara tradisional oleh masyarakat dahulu dan

diturunkan secara turun menurun.

3. Penggolongan Tanaman Obat

Menurut Suparni, I. & Wulandari, A. (2012, h. 4) berdasarkan

bahan yang dimanfaatkan untuk pengobatan, tanaman obat dapat

digolongkan menjadi beberapa, yaitu sebagai berikut:

a. Tanaman obat yang diambil daunnya, misalnya daun salam, daun

sirih, daun randu, daun sukun, daun pecah beling, dan lain-lain.

b. Tanaman obat yang diambil batangnya, misalnya kayu manis,

brotowali, pulasari, dan lain-lain.

c. Tanaman obat yang diambil buahnya, misalnya jeruk nipis,

ketumbar, belimbing waluh, mahkota dewa, dan lain-lain.

19
d. Tanaman obat yang diambil bijinya, misalnya kecubung, pinang,

pala, mahoni, dan lain-lain.

e. Tanaman obat yang diambil akarnya, misalnya pepaya, aren, pulai

pandak, dan lain-lain.

f. Tanaman obat yang diambil umbi atau rimpangnya, misalnya

kencur, jahe, bengle, kunyit, dan lain-lain.

4. Pemanfaatan Obat Tradisional

Tren gaya hidup yang mulai mengarah kembali ke alam

menandakan bahwa sesuatu yang alami tidak lagi terkesan kampungan

atau ketinggalan jaman. Dunia kedokteran yang mutakhir pun mulai

banyak yang kembali menelaah khasiat obat- obatan tradisional.

Berbagai tanaman herbal ditelaah dan didalami secara ilmiah, dan

hasilnya memang tanaman herbal mengandung zat-zat yang terbukti

berkhasiat ampuh bagi kesehatan (Pranata, 2014, h. 6).

Wibowo (2015: 4-5) mengemukakan bahwa ada beberapa

manfaat dalam penggunaan tanaman obat, diantaranya:

a. Nyaris tidak memiliki efek samping.

Apabila digunakan dalam dosis normal, obat-obatan herbal

tidak menimbulkan efek samping. Sebab, obat herbal terbuat dari

bahan-bahan organil kompleks dan bereaksi secara alami

sebagaimana makanan biasa.

b. Efektif.

Pengobatan herbal memiliki tingkat efektivitas yang lebih

tinggi dibanding obat kimia. Bahkan, tidak jarang ditemukan kasus

20
penyakit yang sulit diobati secara medis, bisa disembuhkan dengan

obat herbal, kendati proses penyembuhannya cenderung memerlukan

waktu lebih lama.

c. Mudah didapat dan harganya bersahabat.

Obat herbal cenderung lebih murah biayanya dibandingkan

obat kimia. Selisih biaya tersebut muncul dari proses pembuatannya.

d. Bebas toksin.

Proses biologis pada tubuh kita menghasilkan toksin, yakni

sisa-sisa makanan yang tidak bisa dicerna seluruhnya oleh sistem

pencernaan. Zat kimia adalah toksin bagi tubuh. Akumulasi toksin

itulah yang memicu penyakit-penyakit baru dalam jangka panjang.

e. Bisa diproduksi sendiri

Prosesnya tidak memerlukan peralatan dan teknologi canggih

sebagaimana pada obat-obatan kimia, sehinggga siapa saja bisa

memproduksinya sendiri.

f. Menyembuhkan penyakit dari akarnya

Efek obat herbal yang bersifat holistik (menyeluruh) memberi

efek penyembuhan paripurna hingga ke akar-akar penyebab

penyakit. Obat herbal tidak berfokus pada penghilangan gejala

penyakit, tetapi pada peningkatan sistem kekebalan tubuh agar bisa

melawan segala jenis penyakit

Menurut Notoatmodjo (2011, h. 345) obat tradisional tidak

jarang dipakai untuk pengobatan penyakit yang belum ada obatnya

yang memuaskan seperti penyakit kanker, penyakit virus termasuk

21
AIDS dan penyakit degeneratif, serta pada keadaan terdesak dimana

obat jadi tidak tersedia atau karena tidak terjangkau oleh daya beli

masyarakat. Secara garis besar tujuan pemakaian obat tradisional

dibagi dalam empat kelompok, yaitu:

g. Untuk memelihara kesehatan dan menjaga kebugaran jasmani

(promotif),

h. Untuk mencegah penyakit (preventif),

Sebagai upaya pengobatan penyakit baik untuk pengobatan

sendiri maupun untuk mengobati orang lain sebagai upaya

mengganti atau mendampingi penggunaan obat jadi (kuratif), dan

i. Untuk memulihkan kesehatan (rehabilitatif).

5. Alasan Penggunaan Tanaman Obat

Menurut Suparni dan Wulandari (2012, h. 5-6) banyak faktor

yang menjadi alasan masyarakat modern kembali menggunakan

tanaman obat dan pengobatan herbal. Berikut ini beberapa diantaranya:

a. Harga obat-obatan kimia semakin mahal yang tidak terjangkau oleh

semua kalangan masyarakat. Dengan demikian, masyarakat lebih

senang beralih dan mencari alternatif pengobatan yang lebih murah.

b. Efek samping yang ditimbulkan oleh pengobatan tradisional hampir

tidak ada.

c. Ini sangat berbeda dengan obat-obatan kimiawi yang bila digunakan

dalam jangka panjang akan memiliki efek samping negatif.

d. Obat kimiawi sebenarnya dibuat secara sintesis berdasarkan obat-

obatan alami.

22
e. Namun karena obat-obatan alami sebagian besar belum mendapatkan

standarisasi secara medis, akhirnya digunakanlah obat-obatan

kimiawi.

f. Pengobatan secara herbal lebih mudah dilakukan dan biasanya

bahan- bahannya mudah didapatkan di sekitar kita.

g. Adanya keyakinan empiris bahwa pengobatan herbal lebih aman

dikalangan masyarakat berdasarkan pengalaman dari leluhur dan

orang-orang yang menggunakan pengobatan herbal.

h. Pembuatan ekstrak-ekstrak atau pengobatan herbal yang telah

dibenntuk dalam pil atau kapsul, cairan dan dikemas modern

membuat orang lain lebih memilih pengobatan herbal daripada

pengobatan kimia. Ini menjadikan pengobatan herbal pun sama

praktisnya dengan pengobatan kimia.

Notoatmodjo (2011, h. 346) mengatakan bahwa obat tradisional

merupakan potensi bangsa Indonesia, mempunyai prospek untuk ikut

andil dalam memecahkan permasalahan dan sekaligus memperoleh

serta mendayagunakan kesempatan untuk berperan sebagai unsur dalam

sistem pelayanan kesehatan masyarakat, terlebih lebih dengan adanya

kebijakan Menteri Kesehatan RI tahun 1999 untuk mengembangkan

dan memanfaatkan tanaman obat asli Indonesia untuk kebutuhan

farmasi di Indonesia. Pengembangan obat tradisional mempunyai tiga

aspek penting, yaitu:

23
a. Pengobatan yang menggunakan bahan alam adalah sebagian dari

hasil budaya bangsa dan perlu dikembangkan secara inovatif untuk

dimanfaatkan bagi upaya peningkatan kesehatan masyarakat.

b. Penggunaan bahan alam dalam rangka pemeliharaan kesehatan dan

sebagai bahan obat jarang menimbulkan efek samping dibandingkan

bahan obat yang berasal dari zat kimia sintesis.

c. Bahan baku obat berasal dari alam cukup tersedia dan tersebar luas

di negara kita. Bahan baku obat tradisional tersebut dapat

dikembangkan didalam negeri, baik dengan teknologi sederhana

maupun dengan teknologi canggih. Pengembangan obat tradisional

dalam jangka panjang akan mempuyai arti ekonomi yang cukup

potensial karena dapat mengurangi impor bahan baku sintesis kimia

yang harus dibeli dengan devisa.

d. Menghindari Efek Samping

Penggunaan obat tradisional memiliki efek samping yang

sangat kecil, tetapi bukan berarti tanpa efek samping. Obat

tradisional tetap memiliki efek samping yang mungkin terjadi dapat

dihindar antara lain dengan memperhatikan beberapa hal yaitu

ketepatan bahan, ketepatan dosis, ketepatan waktu, ketepatan cara

penggunaan, ketepatan informasi, ketepatan pemilihan dan tanpa

penyalah gunaan.

e. Ketepatan Bahan

Menurut Sopandi (2009, h. 7) setiap tanamn obat memiliki

khasiat tersendiri, efek terapi akan ditentukan juga oleh pengguaan

24
jenis bahan. Penggunaan jenis bahan yang salah akan menghambat

penyembuhan, begitupun sebaliknya penggunaan bahan yang tepat

akan membantu proses penyembuhan. Akan tetapi, perlu disadari

tanaman obat di Indonesia, terdiri atas beragam spesies yang kadang

kala sulit untuk dibedakan satu dengan lainnya.

Berdasarkan pustaka, tanaman lempuyang terdiri dari tiga

jenis, yaitu lempuyang pahit (Zingiber amaricans L), lempuyang

gajah (Zingiber zerumbet L) dan lempuyang wangi (Zingiber

aromaticum L). Lempuyang pahit dan lempuyang gajah berwarna

kuning berasa pahit dan secara empiris digunakan untuk menambah

nafsu makan, sedangkan lempuyang wangi lebih putih (kuning

pucat) rasa kuning pahit, agak pedas dan berbau lebih harum,

lempuyung wangi banyak digunakan bersama daun jati belanda dan

rimpang bangle sebagai komponen jamu pelangsing (Katno, 2008, h.

12).

f. Ketepatan Dosis

Selain ketepatan jenis obat dengan penyakit yang diobati, hal

yang juga penting adalah ketepatan dosis. Tanaman obat, seperti obat

buatan pabrik memang tidak bisa dikonsumsi sembarangan.

Ketepatan dosis akan membentuk proses penyembuhan. Kelebihan

dosis akan menimbulkan efek samping yang tidak diinginkan.

Meskipun efek samping lebih kecil, tetapi tetap ada.

Menurut Katno (2008, h. 6) daun seledri (Apium graveolens)

telah diteliti dan terbukti mampu menurunkan tekanan darah tetapi

25
penggunaanya harus berhati-hati karena pada takaran berlebih (over

dosis) dapat menurunkan tekanan darah secara drastis sehingga jika

penderita tidak tahan dapat menyebabkan syok. Oleh karena itu

dianjurkan agar tidak mengonsumsi air perasan saledri lebih dari satu

gelas untuk sekali minum. Demikian pula dengan mentimun yang

juga bisa menurunkan tekanan darah, takaran yang diperbolehkan

untuk sekali makndaan tidak lebih dari dua biji besar.

Salah satu efek samping tanaman obat dapat digambarkan

dalam tanaman Pare atau Paria (Sunda). Pare yang sering digunakan

sebagai lalapan ternyata mengandung khasiat lebih bagi kesehatan.

Pare alias (Momordica charantia) kaya mineral nabati kalsium dan

fosfor, juga karotenoid. Pare mengandung apha- momorchorin, beta-

momorchorin dan MAP30 (Momordica antiviral protein 30) yang

bermanfaat sebagai anti HIV-AIDS (Grover JK dan Yadav SP,

2004), (Zheng YT, et al., 1999). Akan tetapi, biji pare juga

mengandung triterpenoid yang mempunyai aktifitas anti

spermatozoa, sehingga penggunaan biji pare secara tradisional

dengan maksud untuk mencegah AIDS dapat mengakibatkan

infertilitas pada pria (Sopandi, 2008, h. 8).

g. Ketepatan Waktu

Pada tahun 1983 terdapat suatu kasus di salah satu rumah

sakit bersalin, bahwasannya beberapa pasien mengalami kesulitan

persalinan akibat mengonsumsi jamu cabe payung sepanjang masa

(termasuk selama masa kehamilan). Dari hasil penelitian, ternyata

26
jamu cabe payung mempunyai efek menghambat kontraksi otot pada

binatang percobaan. Hal ini diketahui dari pustaka bahwa buah cabe

jawa (Piper retrofractum) mengandung alkoloid piperin yang

berefek menghambat kontraksi otot. Oleh karena itu kesulitan

persalinan pada ibu hamil yang mengonsumsi cabe payung saat

mendekati masa persalinan karena kontraksi otot uterus dihambat

terus-menerus sehingga memperkokoh otot tersebut dalam menjaga

janin didalamnya (Katno, 2008, h. 10).

Kunyit diketahui bermanfaat untuk mengurangi nyeri haid

dan sudah turun menurun dikonsumsi saat datang bulan. Akan tetapi,

jika diminum pada awal masa kehamilan beresiko menyebabkan

keguguran. Hal ini menunjukkan bahwa ketepatan waktu

penggunaan obat tradisional menentukan tercapai atau tidaknya efek

yang diharapkan (Sopandi, 2009, h. 9).

h. Ketepatan Cara Penggunaan

Satu tanaman obat dapat memiliki banyak zat aktif yang

berkhasiat di dalamnya. Masing-masing zat berkhasiat kemungkinan

membutuhkan perlakuan yang berbeda dalam penggunaannya.

Sebagai contoh adalah daun kecubung jika dihisap seperti rokok

bersifat brokodilator dan digunakan sebagai obat asma. Akan tetapi,

jika diseduh dan diminum dapat menyebabkan keracunan/mabuk

Patterson S, dan O’Hagan D., 2002 (dalam Sopandi, 2009, h. 9).

i. Ketepatan Informasi

27
Menurut Katno (2008, h. 13-14) mengatakan bahwa

perkembangan teknologi informasi saat ini mendorong dasarnya arus

informasi yang mudah untuk diakses. Namun demikuan juga tanpa

didukung oleh pengetahuan dasar yang memadai dan telah atau

kajian yang cukup sering kali mendatangkan hal-hal yang

menyesatkan. Ketidaktahuan bisa menyebabkan obat tradisional

berbalik menjadi bahan yang membeahayakan. Contohnya,

informasi di media massa menyebutkan bahwa biji jarank (Ricinus

communis L) mengandung risin yang jika dimodifikasi dapat

digunakan sebagai antikanker. Risin sendiri bersifat toksik, sehingga

jika biji dikonsumsi secara langsung dapat menyebabkan keracunan

atau diare.

j. Ketepatan Pemilihan Obat Untuk Indikasi Tertentu

Pemilihan jenis bahan obat alam untuk mengobati suatu

penyakit harus dilakukan dengan tepat. Resiko antara keberhasilan

terapi dan efek samping yang ditimbulkan harus menjadi

pertimbangan dalam pemilihan ramuan obat tradisional (Kanto,

2008, h. 15).

Contoh, daun tapak dara mengandung alkoloid yang

bermanfaat untuk pengobatan diabetes. Akan tetapi, daun tapak dara

juga mengandung vincristin dan vinblastin yang dapat menyebabkan

penurunan leukosit (sel-sel darah putih) hingga 30%, akibatnya

penderita rentan terhadap penyakit infeksi (Bolcskei H, et al., 1998),

(Lu Y, et al., 2003), (Noble RL, 1990), (Wu ML, et al., 2004).

28
Padahal pengobatan diabetes membutuhkan waktu yang lama

sehingga daun tapak dara tidak tepat digunakan sebagai antidiabetes

melainkan lebih dapat digunakan untuk pengobatan leukimia

(Sopandi, 2009, h. 10).

k. Tanpa Penyalahgunaan

Menurut Sopandi (2009, h. 10) tanaman obat ataupun obat

tradisional relatif mudah untuk didapatkan karena tidak memerlukan

resep dokter. Hal ini mendorong terjadinya penyalahgunaan manfaat

dari tanaman obat ataupun obat tradisional tersebut.

6. Tinjauan Tentang Penyakit Malaria

Perkataan malaria berasal dari Bahasa Italia (mala = jelek ;

udara), jadi dahulu orang menduga bahwa penyakit malaria

disebabkan oleh udara yang kotor. Dalam penelitian yang lebih

modern ternyata penyakit malaria disebabkan oleh parasit bersel

tunggal yang disebut Protozoa. Parasit ini dipindahkan ke dalam

tubuh manusia melalui nyamuk Anopeles. Malaria adalah penyakit

infeksi yang luas penyebarannya di dunia dan di perkirakan 1/3

penduduk di dunia terkena penyakit infeksi ini sehingga

mempunyai pengaruh social (Widjajanti, 2014).

Penyakit malaria ada tiga macam yaitu Malaria Tertiana

yang disebabkan oleh Plasmodium Vivax dengan tanda demam

berkala 3 hari sekali sehari, Malaria Kwartana yang disebabkan

oleh Plasmodium Malaria dengan demam 4 hari sekali (Malaria

kwartana ini tidak ada di papua) dan Malaria Tropika yang

29
disebabkan oleh Plasmodium Falcifarum dengan tanda demam

tidak tertentu.

Plasmodium falcifarum yang dapat mengakibatkan Malaria

Tropika. Tanda-tanda atau gejala-gejala dari penderita Malaria ini

sangat khas. Serangan yang mendadak dingin menggigil, padas

badan yang semakin tinggi (naik). Pada saat badan nya panas

kepala penderita sangat pending sekali, kadang kala disertai

muntah-muntah, denyut nadi teraba cepat, badan terasa sakit/pegal

linu, banyak keringat keluar. Biasa kalau keringat banyak, suhu

badan akan menurun, Penderita malaria biasanya puca/lemah,

karena parasit (kuman) itu menyerang butir-butir darah merah.

Limpa teraba agak membesar, dan pada penderita malaria sudah

lama (kronis) limpanya bener-bener besar (Sudibyo, 2014).

7. Kebudayaan Dan Perilaku

Menurut (Kalangie, 2013) kebudayaan adalah suatu system

kognitif suatu system yang terdiri dari pengetahuan, kepercayaan,

dan nilai yang berbeda dalam pikiran anggota-anggota individual

masyarakat. Dengan kata lain, menurut pandagan ini berada dalam

“tatanan kenyataan yang indeasional”. Kebudayaan dipergunakan

dalam proses-proses orentasi, transaksi, pertemuan, perumusan

gagasan, penggolongan, dan penafsiran perilaku social nyata dalam

masyarakat mereka.

Menurut (Kalangie, 2013) Ada dua jenis tujuan kebudayaan

yaitu pencapaian hasil dan pengembangan ekonomi desa dan

30
pengembangan kepercayaan kmampuan diri dalam kehidupan

komunitas. Sasaran golongan pertama yang umumnya dianut oleh

pelaksanaan-pelaksanaan pemerintahan dan perencanaan ekonomi

pedesaan cenderung pendirian bahwa CD merupakan program

biyaya renda untuk memajukan berbagai sector pada tingkat desa

sehingga, dengan demikian, anggaran untuk kepentingan

pembangunan prasarana dan industry tidak terganggu atau dapat

lebih besar.

Sarana golongan kedua adalah bahwa melalui CD

penduduk pedesaan dapat memiliki atau dapat mengembangkan

kesadaran baru akan kebebasan dan keyakinan kemampuan diri,

serta berkemampuan secara mandiri untuk merencanakan,

melaksanakan, dan memantau projek-projek mereka sendiri.

Hubungan dengan itu, penggunaan konsep perilaku disini

berada dalam pengertian ketunggalannya dengan konsep kebudayaan

perilaku kesehatan seseorang sedikit atau banyak, terkait dengan

pengetahuan, kepercayaan, nilai dan norma dalam lingkugan-

lingkugan sosialnya, berkenan dengan etiologi, terapi, pencegahan

penyakit (penyakit-penyakit fisik, prikis, dan social). Dapat saja

seseorang memperlihatkan perilaku kesehatan adalah kegiatan-

kegiatan perawatan kesehatan yang dilakukan dalam suatu atau

banyak system social (organisasi) playanan kesehatan (Kalangie,

2013).

31
Konsep perilaku kesehatan memiliki kebudayaan tersendiri

karena merupakan kenyataan yang menunjukan bahwa komunikasi

gagasan-gagasan kesehatan baru berhasil bukan hanya karena

sudah diterima tetapi juga diadopsi atau dipraktekan dalam

bentuk-bentuk perilaku untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan

pencegahan penyakit dan promosi kesehatan (Kalangie, 2013).

8. Kelebihan dan Kekurangan Obat Tradisional

a. Kelebihan Obat Tradisional

- Efek samping relatif kecil, jika digunakan secara tepat.

Obat tradisional akan bermanfaat dan aman jika

mempertimbangkan enam aspek ketepatan, yaitu tepat takaran,

tepat waktu dan cara penggunaan, tepat pemilihan bahan dan

telaah informasi serta sesuai dengan indikasi penyakit tertentu

(Katno, 2008).

- Kombinasi efek kandungan kimia dalam bahan obat tradisional.

Dalam suatu obat tradisional umumnya terdiri dari

beberapa jenis tanaman obat yang memiliki efek saling

mendukung satu sama lain untuk mencapai efektivitas

pengobatan atau disebut efek komplementer. Formulasi dan

komposisi dibuat setepat mungkin sehingga tidak menimbulkan

kontra indikasi. Selain itu ada juga efek sinergisme yaitu dimana

satu bahan obat tradisional terdapat beberapa senyawa aktif

yang memiliki efek sama atau serupa. Diantara efek kombinasi

32
yang ada, efek kontra indikasi merupakan masalah yang

merugikan dalam terapi obat alami (Katno, 2008).

- Obat tradisional lebih sesuai untuk penyakit degeneratif dan

metabolik.

Dalam menanggulangi penyakit-penyakit tersebut

diperlukan pemakaian obat dalam waktu lama sehingga jika

menggunakan obat modern dikhawatirkan adanya efek samping

terus-menerus yang akan merugikan kesehatan. Oleh karena itu

lebih baik menggunakan obat tradisional walaupun memerlukan

waktu yang lama tetapi efek sampingnya relatif kecil sehingga

dianggap lebih aman (Katno, 2008).

b. Kelemahan Obat Tradisional

Selain terdapat berbagai keuntungan, obat tradisional juga

memiliki kelemahan. Kelemahan obat tradisional antara lain adalah

efek farmakologisnya lemah. Hal ini karena rendahnya kadar

senyawa aktif yang terdapat dalam bahan obat alam. Kelemahan

kedua adalah bahan baku belum terstandar dan bersifat higroskopis

yang artinya mampu menyerap air dengan baik sehingga mudah

rusak. Selanjutnya adalah obat tradisional belum dilakukan uji

klinik dan mudah tercemar berbagai jenis mikroorganisme (Katno,

2008).

33
9. Faktor-faktor yang mempengaruhi penggunaan obat tradisional

Penggunaan obat tradisional merupakan bagian dari prilaku

kesehatan. Pada teori Green (1980) dalam buku Notoatmodjo (2010)

perilaku dipengaruhi oleh 3 faktor utama yaitu:

a. Faktor Predisposisi (Predisposing Factor)

Faktor predisposisi adalah faktor yang mempermudah

terjadinya perilaku seseorang. Faktor ini mencakup pengetahuan,

kepercayaan, sikap, penghasilan, pekerjaan, nilai-nilai, dan

sebagainya (Notoatmodjo, 2010).

b. Faktor Pemungkin (Enabling Factor)

Faktor pemungkin adalah faktor yang memfasilitasi

terjadinya suatu perilaku seseorang. Faktor ini mencakup tersedia

atau tidaknya fasilitas-fasilitas atau sarana kesehatan, dan

lingkungan fisik. Misalnya puskesmas, obat-obatan, alat-alat

kontrasepsi, jamban, dan sebagainya (Notoatmodjo, 2010).

c. Faktor Penguat (Reinforcing Factor)

Faktor yang memperkuat terjadinya perilaku seseorang.

Faktor ini mencakup sikap dan perilaku tokoh masyarakat, tokoh

agama, dan para petugas kesehatan (Notoatmodjo, 2010).

Dapat disimpulkan bahwa perilaku seseorang atau

masyarakat tentang kesehatan ditentukan oleh pengetahuan, sikap,

kepercayaan, tradisi, dan sebagainya dari orang atau masyarakat

yang bersangkutan. Disamping itu, ketersediaan fasilitas, sikap, dan

perilaku para petugas kesehatan terhadap kesehatan juga akan

34
mendukung dan memperkuat terbentuknya perilaku (Notoatmodjo,

2010).

35
B. Kerangka Teori

Predisposising Factor
 Umur
 Jenis Kelamin
 Suku
 Sosial Budaya
 Pendidikan
 Pengetahuan

 Sikap
 Kepercayaan/Adat
 Penghasilan
 Pekerjaan
 Nilai-nilai

Enabling Factor Perilaku Penggunaan Obat


Tradisional
 Ketersediaan Fasilitas
 Lingkungan Fisik

Reinforcing Factor

 Perilaku Petugas
Kesehatan
 Tokoh Masyarakat
 Tokoh Agama

Gambar 4. Kerangka Teori

(Sumber: Green, 1980) dalam Alihana (2011)

36
C. Kerangka Konsep

Umur

Jenis Kelamin

Penggunaan Obat
Akses pelayanan kesehatan
Tradisional

Pendidikan

Pengetahuan

Dukungan Tokoh
Masyarakat

Gambaran 1.2 Kerangka Konsep Penelitian

37
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Dan Rancanggan Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian bersifat observasional analitik

dengan desain studi cross-sectional. Penelitian analitik adalah penelitian yang

bertujuan untuk mengetahui hubungan antar variabel (Dahlan, 2012). Dalam

penelitian cross sectional, pengambilan data penelitian diukur atau

dikumpulkan dalam waktu yang bersamaan (Notoatmodjo, 2014).

B. Waktu Dan Lokasi Penelitian

1. Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Kampung Sarmai Atas Distrik

Namblong Kabupaten Jayapura.

2. Waktu Penelitian

Penelitian akan dilaksanakan pada Bulan Oktober 2019 di

Kampung Sarmai Atas Distrik Namblong Kabupaten Jayapura.

C. Populasi Dan Sampel

1. Populasi

Populasi adalah penelitian meliputi seluruh warga masyarakat

Sarmai Atas dengan jumlah 172 KK yang terdiri dari 309 jiwa.

2. Sampel

Dari jumlah tersebut penulis mengadakan penarikan sampel

dengan cara memilih sampling jumlah yaitu dimana penulis tidak

memberikan kesempatan yang sama kepada anggota populasi untuk

38
menjadi sampel, tetapi sampel ini hanya dipilih dengan pertimbangan-

pertimbangan tertentu dari peneliti.

Menurut Hasmi (2015), untuk menghitung besarnya sampel bagi

ketepatan (accuary) di buat rumus Estimasi besarnya sampel :

N
n=
1 + N(d)2

309
n=
1 + 309(0,05)2

309
n=
1 + 0,27

108
n=
1 + 0,77

108
n=
1,77

n = 174

Keterangan

N = Besar Populasi

n = Besar Sampel

d = Tingkat Kepercayaan

Teknik pengambilan sampel dilakukan melalui teknik purposive

sampling, yaitu sampel di pilih berdasarkan suatu pertimbangan yang di

buat oleh peneliti ( Notoadmojo, 2010).

Kriteria atau pertimbangan sebagai berikut:

1. Bersedia menjadi responden

2. Berada di tempat

3. Bertempat tinggal / domisili di Kampung Sarmai Atas

39
D. Hipotesis Penelitian

H0 : Tidak ada hubungan umur dengan penggunaan tanaman obat

tradisional untuk pengobatan penyakit malaria Pada Masyarakat

Kampung Sarmai Atas Distrik Namblong Kabupaten Jayapura

H1 : Ada hubungan umur dengan penggunaan tanaman obat tradisional

untuk pengobatan penyakit malaria Pada Masyarakat Kampung

Sarmai Atas Distrik Namblong Kabupaten Jayapura

H0 : Tidak ada hubungan jenis kelamin dengan penggunaan tanaman

obat tradisional untuk pengobatan penyakit malaria Pada

Masyarakat Kampung Sarmai Atas Distrik Namblong Kabupaten

Jayapura

H1 : Ada hubungan jenis kelamin dengan penggunaan tanaman obat

tradisional untuk pengobatan penyakit malaria Pada Masyarakat

Kampung Sarmai Atas Distrik Namblong Kabupaten Jayapura

H0 : Tidak ada hubungan akses pelayanan kesehatan dengan penggunaan

tanaman obat tradisional untuk pengobatan penyakit malaria Pada

Masyarakat Kampung Sarmai Atas Distrik Namblong Kabupaten

Jayapura

H1 : Ada hubungan akses pelayanan kesehatan dengan penggunaan

tanaman obat tradisional untuk pengobatan penyakit malaria Pada

Masyarakat Kampung Sarmai Atas Distrik Namblong Kabupaten

Jayapura

H0 : Tidak ada hubungan pendidikan keluarga dengan penggunaan

tanaman obat tradisional untuk pengobatan penyakit malaria Pada

40
Masyarakat Kampung Sarmai Atas Distrik Namblong Kabupaten

Jayapura

H1 : Ada hubungan pendidikan keluarga dengan penggunaan tanaman

obat tradisional untuk pengobatan penyakit malaria Pada

Masyarakat Kampung Sarmai Atas Distrik Namblong Kabupaten

Jayapura

H0 : Tidak ada hubungan pengetahuan keluarga dengan penggunaan

tanaman obat tradisional untuk pengobatan penyakit malaria Pada

Masyarakat Kampung Sarmai Atas Distrik Namblong Kabupaten

Jayapura

H1 : Ada hubungan pengetahuan keluarga dengan penggunaan tanaman

obat tradisional untuk pengobatan penyakit malaria Pada

Masyarakat Kampung Sarmai Atas Distrik Namblong Kabupaten

Jayapura

H0 : Tidak ada hubungan dukungan tokoh masyarakat dengan

penggunaan tanaman obat tradisional untuk pengobatan penyakit

malaria Pada Masyarakat Kampung Sarmai Atas Distrik Namblong

Kabupaten Jayapura

H1 : Ada hubungan dukungan tokoh masyarakat dengan penggunaan

tanaman obat tradisional untuk pengobatan penyakit malaria Pada

Masyarakat Kampung Sarmai Atas Distrik Namblong Kabupaten

Jayapura

41
E. Defenisi Operasional

Tabel 1.2: Definisi Operasional Variabel dan Kriteria Objektif

Alat dan Cara


No Variabel Definisi Operasional Kriteria objektif Skala
Ukur

1 Umur Usia yang di hitung dari sejak lahir Kuesioner 1. Muda Ordinal

hingga sampai dengan lansia, kategori 2. Tua

remaja, dewasa dan dewasa tua.

2 Jenis Kelamin Perbedaan seseorang secara bilogis sejak Kuesioner 1. Laki-laki Ordinal

lahir yang di ukur berdasarkan jenis 2. Perempuan

kelamian pria dan wanita

3 Akses Jarak yang ditempuh oleh masyarakat Kuesioner 1. Dekat > 2km dan dapat Ordinal

pelayanan untuk memperoleh pelayanan kesehatan dijangkau dengan berjalan kaki

kesehatan 2. Jauh < 2km dan tidak dapat

dijangkau dengan berjalan kaki

4 Pendidikan Tingkat pendidikan adalah pendidikan Kuesioner 1. SD Ordinal

42
terakhir responden yang di selesaikan 2. SMP

dalam pendidikan formal yang diukur 3. SMA

berdasarkan hasil responden 4. Perguruan Tinggi

5 Pengetahuan pengetahuan masyarakat tentang Kuesioner Pengetahuan: Nominal

tumbuhan obat-obatan tradisional dalam 1. Baik  50%

mencegaha malaria baik jenis, dosis dan 2. Kurang  50%

lain-lain. (Arikunto, 2010)

6 Penggunaan Masyarakat yang apabila mengalami Observasi data 1. Ya menggunakan tanaman Nominal

tanaman obat sakit mengunakan obat tradisional menical record obat tradisional

tradisional 2. Tidak Mengunakan tanaman

obat tradisional

7 Dukungan Dukungan tokoh masyarakat dalam hal Kuesioner 1. Ya Mendukung Nominal

Tokoh penggunaan obat tradisional di kalangan 2. Tidak mendukung

Masyarakat masyarakat kampung Sarmai Atas

43
F. Alat Dan Cara Penelitian

Untuk memperoleh data yang diperlukan peneliti penulis

menggunakan beberapa teknik pengumpulan data seperti :

1. Teknik Observasi Partisipasi

Peneliti mengamati langsung tentang pemanfaatan tanaman

obat tradisional bersama masyarakat dan mengamati cara atau

proses pengobatan tradisional yang dilakukan oleh masyarakat untuk

mengobati warga masyarakat yang menderita penyakit malaria.

2. Teknik Wawancara

Teknik ini digunakan untuk memperoleh data dan informasi

melalui wawancara terhadap beberapa informan dan responden yang

diangap mengatahui permasalahan yang diteliti. Wawancara dilakukan

terhadap warga masyarakat setempat yang memiliki kualifikasi

tertentu, yakni orang-orang yang pernah terlibat dalam proses

pengobatan tradisional. Teknik wawancara yang di gunakan adalah

teknik wawancara bebas terbuka. Bentuk wawancara ini digunakan

dengan maksut agar para informan dan responden yang

diwawancarai dapat memberikan keterangan yang panjang dan lebar

secara bebas tentu proses pemanfaatan tanaman obat tradisional

terhadap Penyakit Malaria pada masyarakat Kampung Sarmai Atas.

3. Studi Kepustakaan

Teknik ini dipakai untuk memperoleh data sekunder guna

melengkapi data-data primer di lapangan lewat pustaka yang telah

ada dan laporan-laporan yag ada relefansinya dengan judul dan

44
permasalahan yang ditulis seperti Suryabrata (2013), Hembing (2013),

Kuncoro (2012), Tampubolon (2010), Sudibyo (2009).

G. Teknik Pengelolaan Dan Analisis Data

a. Pengolahan Data

Pada penelitian ini meliputi tahapan sebagai berikut :

1. Editing

Langkah ini dilakukan agar data yang terkumpul dapat di olah

dengan baik. Data yang terkumpul dikoreksi kembali sehingga

kesalahan dalam, pencatatan dapat di perbaiki dan dapat di baca

secara jelas.

2. Coding

Yaitu memberikan kode pada data yang memudahkan dalam

memasukkan data ke program computer.

3. Entri Data

Adalah memindahkan data yang diperoleh kedalam file

Computer agar data dianalisis lebih lanjut.

4. Cleaning

Tahap pembersihan data bertujuan untuk mengecek kembali

data yang telah di masukan dalam program computer sehingga data

yang diolah merupakan data valid (Notoatmodjo, 2010).

45
b. Analisa Data

1. Analisa Univariat

Analisa data bertujuan untuk mendeskripsikan karakter masing-

masing variabel yang diteliti. Meringkas kumpulan data sehingga

menjadi informasi yang berguna.

Menurut Notoatmodjo (2012), analisa univariat dilakukan

terhadap tiap variabel dari hasil penilitian. Analisa univariat hanya

menghasilkan distribusi dan presentase dari tiap variabel.

Rumus penentuan persentasi adalah :

f
P= × 100%
n

Keterangan:

P = Presentase

n = Frekuensi jawaban benar

f = Jumlah pertanyaan

46
DAFTAR PUSTAKA

Anderson F,2016. Antropologi Kesehatan. Universitas Indonesia (UI-Pless),


Jakarta.

Atjung D, 2012 Tumbuan Obat-Obatan di Indonesia. Kurnia Esa, Jakarta.

Data, 2017/2018.Puskesmas Namblong. Distrik Namblong Kabupaten


Jayapura

Entjang I,2016. Ilmu Kesehatan Masyarakat .Yale Universiti USA, Bandung.

Hargono Dj,2013. Pemanpahatan Tanaman Obat Untuk Kesehatan


Keluarga. Bineka Cipta bekerja sama dengan Departemen Pendidikan
dan Kebudayaan dan Kesehatan RI, Jakarta

Jarvis D.C, 2018. Pengobatan Tradisional.Pionir Jaya, Bandung

Kartasapoetra, A,G, 2018. Budidaya Tanaman Berkhasiat Obat. P.T Bina


Aksara, Jakarta.

Kuncoro DM, 2012. Sayuran, Buah-buahan yang sehat dan Berkhasiat


Obat. CV. Amalia Jakarta.

Kalangie N, 2013. Kebudayaan dan Kesehatan. P.T Kasaint Blanc Indah


Corp, Anggota IKAPI, Jakarta.

Leimena, 2011.Direktur Jendral Pembinaan Kesehatan Masyarakat. Jakarta


LIPI,2010. Tumbuhan Obat . Balai Pusta, Jakarta

Masjhur J , 2018. Manusia Kesehatan dan Lingkugan. Yayasan


Adikarya IKAPI Bandung

Rahardi F, 2015. Membuat Kebun Tanaman Obat. Puspa Swara, Jakarta

Rismunandar, 2012.Rempah-rempah Komoditi Ekspor Indonesia. Sinar


Baru, Bandung

Sarwono B, 2015. Jeruk dan Kerabatnya. Penerbar Swadaya, Jakarta.

Simbala H., 2017. Inventasi Tumbuan Obat Pada Masyarakat Suku


Yakasib, F Mipa Uncen, Papua

Sudibyo B, 2016. Ramuan Obat Tradisional. Pelayanan SP3T , Jokjakarta.

Suryabrata S,2003. Metodelogi Penelitian.PT Raja Grafindo Pesada.


Jakarta

47
Soesilo S, 2011. Pengawasan Obat Dan Makanan. Direktur Jenderal RI,
Jakarta

Soemirat J, 2014. Kesehatan Lingkugan. Gadjah Mada Universiti Press,


Anggota IKAPI Bandung

Sukarni M, 2014. Kesehatan Keluarga Lingkugan. Kanisius, Kanisius


Anggota IKAPI, Bogor.

Tampobolon O.T, 2011. Tumbuan Obat..Bharata Karya, Jakarta.

Tohir K.A, 2011. Bercocok Tanam Pohon Buah-buahan. Pradnya Pramita.

Widjajanti A, 2018, Obat-obatan, Penerbit Kanisius. (Angggota IKAPI)


Jogjakarta.

48

Anda mungkin juga menyukai