Anda di halaman 1dari 44

1

USULAN PENELITIAN

I. JUDUL PENELITIAN

FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN PREEKLAMPSIA

PADA IBU HAMIL DI RSUD PANGKEP

II. RUANG LINGKUP PENELITIAN

KEPERAWATAN MATERNITAS

III. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Preeklamsia adalah penyakit dengan tanda hipertensi, edema, dan

proteinuria yang timbul karena kehamilan. Penyakit ini biasa timbul pada

triwulan ke-3 kehamilan tetapi dapat timbul sebelumnya, misalnya pada mola

hidatidosa. Preeklampsia dalam kehamilan juga dapat didefinisikan sebagai

suatu keadaan dimana tekanan darah 140/90 mmHg setelah kehamilan 20

minggu (akhir triwulan kedua sampai triwulan ketiga) atau bisa lebih awal

terjadi (Maternity, Yantina, & Putri, 2016).

Faktor penyebab sesungguhnya dari preeklampsia belum diketahui

secara pasti, namun terdapat sekelompok wanita yang memiliki risiko tinggi

yang mengalami preeklampsia. Perempuan yang memiliki risiko lebih tinggi

untuk mengalami preeklampsia perempuan dengan kehamilan pertama,

perempuan yang memiliki sejarah preeklampsia di keluarganya, perempuan

yang memiiki banyak anak, ibu hamil usia remaja, dan perempuan hamil di

atas usia 40 tahun. Selain itu, perempuan dengan tekanan darah tinggi atau
2

memiliki gangguan ginjal sebelum hamil juga berisiko tinggi mengalami

preeklampsia (Sulistyoningsih, 2012).

Hipertensi termasuk preeklamsia, mempengaruhi 10% dari

kehamilan di seluruh dunia. Kondisi ini juga merupakan penyumbang

mortalitas serta morbiditas maternal dan perinatal terbesar. Preeklamsia

diperkirakan sebagai penyebab kematian 50.000-60.000 ibu hamil setiap

tahunnya. Selain itu hipertensi dalam kehamilan merupakan kontributor

utama prematuritas. Preeklamsia merupakan faktor risiko penyakit

kardiovaskuler dan metabolik pada perempuan. Insiden eklamsia adalah 1-3

dari 1000 pasien preeklamsia (Tanto, Liwang, Hanifati, & Pradipta, 2014)

Menurut World Health Organization (WHO) pada tahun 2010 angka

kematian ibu di dunia 287.000, WHO memperkirakan ada 500.000 kematian

ibu melahirkan di seluruh dunia setiap tahunnya, penyumbang terbesar dari

angka tersebut merupakan negara berkembang yaitu 99%. Perempuan

meninggal akibat komplikasi selama dan setelah kehamilan dan persalinan.

Sebagian besar komplikasi ini berkembang selama kehamilan. Komplikasi

utama penyumbang 80% kematian ibu adalah perdarahan parah (sebagian

besar perdarahan postpartum), infeksi (biasanya setelah melahirkan), tekanan

darah tinggi selama kehamilan (pre-eklampsia dan eklampsia) dan aborsi

tidak aman. Sisanya disebabkan oleh penyakit malaria dan AIDS selama

kehamilan (dikutip dalam jurnal Kebidanan Universitas Muhammadiyah

Semarang Sutrimah, Mifbakhuddin, & Wahyuni, 2015).


3

Menurut World Health Organization (WHO), salah satu penyebab

morbiditas dan mortalitas ibu dan janin adalah Preeklampsia (PE), angka

kejadiannya berkisar antara 0,51%-38,4%. Di negara maju angka kejadian

preeklampsia berkisar 6-7% dan eclampsia 0,1-0,7%. Sedangkan angka

kematian ibu yang diakibatkan Preeklampsia dan eklampsia di negara

berkembang masih tinggi. Preeklampsia salah satu sindrom yang dijumpai

pada ibu hamil di atas 20 minggu terdiri dari hipertensi dan proteinuria

dengan atau tanpa edema (dikutip dalam Jurnal Kesehatan Tadulako

Situmorong, Damantalm, Januarista, & Sykri, 2016).

Menurut Survey Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) Angka

Kematian Ibu (AKI) di Indonesia terjadi sejak tahun 1991 sampai 2007, yaitu

dari 390 menjadi 228. Sedangkan pada Tahun 2012 kembali mengalami

peningkatan yaitu sebesar 359 kematian ibu per 100.000 kelahiran hidup.

AKI kembali menunjukkan penurunan menjadi 305 kematian ibu per

100.000 kelahiran hidup berdasarkan Survei Penduduk Antar Sensus

(SUPAS) 2015. Pada tahun 2012 Kementerian Kesehatan meluncurkan

program Expanding Maternal and Neonatal Survival (EMAS) dalam rangka

menurunkan angka kematian ibu dan neonatal sebesar 25%. Program ini

dilaksanakan di provinsi dan kabupaten dengan jumlah kematian ibu dan

neonatal yang besar, yaitu Sumatera Utara, Banten, Jawa Barat, Jawa

Tengah, Jawa Timur, dan Sulawesi Selatan (Kementrian Kesehatan RI,

2016).
4

Lima penyebab kematian ibu terbesar yaitu perdarahan, hipertensi

dalam kehamilan (preeklampsia dan eklampsia), infeksi, partus lama/macet,

dan abortus. Kematian ibu di Indonesia masih didominasi oleh tiga penyebab

utama kematian yaitu perdarahan, hipertensi dalam kehamilan (preeklampsia

dan eklampsia) , dan infeksi. Namun proporsinya telah berubah, dimana

perdarahan dan infeksi cenderung mengalami penurunan sedangkan

hipertensi dalam kehamilan (preeklampsia dan eklampsia) proporsinya

semakin meningkat. Lebih dari 25 % kematian ibu di Indonesia pada Tahun

2013 disebabkan oleh hipertensi dalam kehamilan (preeklampsia dan

eklampsia) (Kementrian kesehatan RI, 2016). Menurut data Ditjen Kesehatan

Masyarakat, terjadi peningkatan setiap Tahunnya dengan persentase angka

kejadian hipertensi dalam kehamilan (preeklampsia dan eklampsia) pada

Tahun 2010 sebesar 21,5%, pada Tahun 2011 sebesar 24,7 %, pada Tahun

2012 sebesar 26,9% dan pada tahun 2013 sebesar 27,1% (Kementrian

Kesehatan RI, 2016).

Berdasarkan hasil laporan tahunan Bidang Kesehatan Masyarakat

Prov. Sulsel tahun 2010 jumlah kematian ibu sebanyak 121 orang disebabkan

karena perdarahan sebanyak 63 orang (52,07%), Infeksi 2 orang (0.02%),

Hipertensi dalam kehamilan 28 orang (1.65%), Abortus 1 orang (0.82%),

Partus lama 1 orang (0,82%), karena penyebab lain sebanyak 26 orang

(21,48%) (Dinkes Provinsi Sul-Sel, 2015).


5

Berdasarkan uraian di atas maka peneliti berupaya untuk

mengidentifikasi Faktor yang Berhubangan dengan Kejadian Preeklampsia

pada Ibu Hamil di RSUD Pangkep.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian yang didapatkan dalam latar belakang maka

rumusan permasalahan dalam penelitian ini “Apakah faktor umur, paritas,

dan riwayat hipertensi berhubungan dengan kejadian Preeklampsia pada ibu

hamil di RSUD Pangkep?”.

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui faktor yang berhubungan dengan kejadian

preeklampsia pada ibu hamil di RSUD Pangkep.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui hubungan antara umur dengan kejadian

preeklampsia pada ibu hamil di RSUD Pangkep

b. Untuk mengetahui hubugan antara paritas dengan kejadian

preeklampsia pada ibu hamil di RSUD Pangkep

c. Untuk mengetahui hubungan antara riwayat hipertensi dengan

kejadian preeklampsia di RSUD Pangkep


6

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Praktis

Bagi petugas kesehatan khususnya bidan agar lebih waspada

dalam memberikan pelayanan antenatal terhadap ibu hamil yang

mempunyai faktor resiko terjadi preeklampsia.

2. Manfaat Teoritis

Informasi yang diperoleh dari hasil penelitian ini diharapkan

dapat dimanfaatkan dimasa mendatang bagi pengembangan ilmu

pengetahuan dan memberikan salah satu bahan acuan bagi peneliti-

peneliti lain yang meneliti mengenai penyebab preeklampsia pada ibu

hamil

IV. TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum tentang Preeklamsia

1. Definisi

Preeklamsia adalah penyakit dengan tanda hipertensi, edema,

dan proteinuria yang timbul karena kehamilan. Penyakit ini biasa timbul

pada triwulan ke-3 kehamilan tetapi dapat timbul sebelumnya, misalnya

pada mola hidatidosa (Maternity, et al., 2016).

Preeklamsia merupakan penyulit kehamilan yang akut dan

dapat terjadi ante, intra, dan postpartum. Dari gejala-gejala klinik


7

preeklamsia dapat dibagi menjadi preeklamsia ringan dan preeklamsia

berat (Sarwono, 2014).

Preeklampsia adalah sekumpulan gejala yang timbul pada

wanita hamil, bersalin dan nifas yang terdiri dari hipertensi, edema dan

protein uria tetapi tidak menunjukkan tanda-tanda kelainan vaskuler atau

hipertensi sebelumnya, sedangkan gejalanya biasanya muncul setelah

kehamilan berumur 28 minggu atau lebih ( Rustam Mochtar dalam K &

ZH, 2013). Sedangkan menurut Manuaba, 1998 dalam K & ZH, 2013

mendefinisikan preeklampsia (toksemia gravidarum) sebagai tekanan

darah tinggi yang disertai dengan proteinuria (protein dalam air kemih)

atau edema (penimbunan cairan), yang terjadi pada kehamilan 20

minggu sampai akhir minggu pertama setelah persalinan.

Hipertensi biasanya timbul lebih dahulu daripada tanda-tanda

lain. Untuk menegakkan diagnosis preeklamsia, kenaikan tekanan

sistolik harus 30 mmHg atau lebih. Kenaikan tekanan diagnostik lebih

dapat dipercaya apabila tekanan diastolik meningkat 15 mmHg atau

lebih menjadi 90 mmHg atau lebih. Pemeriksaan tekanan darah

dilakukan minimal 2 kali dengan jarak waktu 6 jam pada keadaan

istirahat (Maternity, et al., 2016).


8

2. Klasifikasi Preeklamsia

Klasifikasi preeklamsia dibagi menjadi dua golongan:

a. Preeklamsia ringan

Preeklampsia ringan adalah timbulnya hipertensi disertai

proteinuria dan atau edema setelah umur kehamilan 20 minggu atau

segera setelah persalinan. Gejala ini dapat timbul sebelum umur

kehamilan 20 minggu pada penyakit trofoblas (Pudiastuti, 2012).

Preklamsia ringan adalah suatu sinrom spesifik kehamilan

dengan menurunnya perfusi organ yang berakibat terjadinya

vasospasme pembuluh darah dan aktivitas endotel (Sarwono, 2014).

Gejala klinis preklamsia ringan (Maternity, et al., 2016), yaitu:

1) Tekanan darah 140/90 mmHg atau kenaikan diastolik 15 mmHg

atau lebih (diukur pada posisi berbaring terlentang) atau

kenaikan sistolik 30 mmHg atau lebih. Cara pengukuran

sekurang-kurangnya pada 2 kali pemeriksaan dengan jarak yang

tidak berdekatan.

2) Proteinuria 0,3 gr/L atau 1+ atau 2+

3) Edema pada kaki, jari, muka dan berat badan naik 1 kg/mg

b. Preeklamsia berat

Preeklamsia berat adalah suatu komplikasi kehamilan yang

ditandai dengan timbulnya hipertensi 150/110 mmHg atau lebih


9

disertai proteinuria dan atau edema pada kehamilan 20 minggu atau

lebih (Pudiastuti, 2012).

Preeklampsia berat ialah preeklampsia dengan tekanan

darah sistolik ≥160 mmHg dan tekanan darah diastolik ≥ 110 mmHg

disertai proteinuria lebih 5 g/24 jam (Sarwono, 2014).

Gejala klinis preeklamsia berat (Maternity, et al., 2016), yaitu:

1) Tekanan darah 160/110 mmHg atau lebih

2) Proteinuria, 5 gr/L atau lebih

3) Oliguria (jumlah urine 500 cc per 2 jam)

4) Terdapat edema paru dan sianosis

5) Adanya gangguan serebral, gangguan visus, dan rasa nyeri di

epigastrium

3. Etiologi

Penyebab preeklampsia sampai sekarang belum diketahui.

Tetapi ada teori yang dapat menjelaskan tentang penyebab preeklamsia,

yaitu: bertambahnya frekuensi pada primigravida, kehamilan ganda,

hidramnion, dan mola hidatidosa. Bertambahnya frekuensi yang makin

tuanya kehamilan. Dapat terjadi perbaikan keadaan penderita dengan

kematian janin dalam uterus. Timbulnya hipertensi, edema, proteinuria,

kejang dan koma (K & ZH, 2013).


10

a. Faktor Predisposisi (K & ZH, 2013)

1) Molahidatidosa

2) Diabetes mellitus

3) Kehamilan ganda

4) Hidrops fetalis

5) Obesitas

6) Umur yang lebih dari 35 tahun

b. Faktor resiko preeklampsia (Nugroho, 2012).

1) Primigravida

2) Riwayat preeklampsia

3) Tekanan darah yang meningkat pada awal kehamilan dan badan

yang gemuk.

4) Adanya riwayat preeklampsia pada keluarga

5) Kehamilan ganda

6) Riwayat darah tinggi pada maternal

7) Diabetes pregesfostasional

8) Sindroma antifosfolipid

9) Penyakit vaskular atau jaringan ikat

10) Usia maternal yang lanjut > 35 tahun

4. Maifestasi Klinis

Preeklamsia dapat mengeluhkan hal-hal berikut (Tanto, et al., 2014):

a. Sakit kepala;
11

b. Gangguan penglihatan: kabur atau skotoma;

c. Gangguan status mental;

d. Kebutaan dapat bersifat kortikal atau retina;

e. Sesak napas;

f. Bengkak, dapat terjadi pada kedua kaki ataupun wajah;

g. Nyeri perut kuadran kanan atas atau epigastrium;

h. Kelemahan atau malaise dapat merupakan manifestasi anemia

hemolitik.

Tanda preeklamsia biasanya timbul dalam urutan pertambahan

berat badan yang berlebihan, diikuti edema, hipertensi, dan akhirnya

proteinuria. Pada preeklamsia ringan tidak ditemukan gejala subjektif.

Pada preeklamsia ditemukan sakit kepala di daerah frontal, skotoma,

diploma, penglihatan kabur, nyeri di daerah epigastrum, mual dan

muntah-muntah. Gejala ini sering ditemukan pada preeklampsia yang

meningkat dan merupakan petunjuk bahwa eklamsia akan muncul

(Maternity, et al., 2016).

5. Penatalaksanaan Preeklampsia

a. Pencegahan Preeklamsia

Yang dimaksud pencegahan ialah upaya untuk mencegah

terjadinya preeklamsia pada perempuan hamil yang mempunyai

risiko terjadinya preeklamsia. Preeklamsia adalah suatu sindroma


12

dari proses implantasi sehingga tidak secara keseluruhan dapat

dicegah (Zuspan dalam Sarwono, 2014).

Pencegahan dapat dilakukan dengan nonmedikal dan medikal

(Sarwono, 2014).

1) Pencegahan dengan nonmedikal ialah pencegahan dengan tidak

memberikan obat. Cara yang paling sederhana ialah melakukan

tirah baring. Di Indonesia tirah baring masih diperlukan pada

mereka yang mempunyai risiko tinggi terjadinya preeklamsia

meskipun tirah baring tidak terbukti mencegah terjadinya

preeklamsia dan mencegah persalinan preterm. Restriksi garam

tidak terbukti dapat mencegah terjadinya preeklamsia.

Hendaknya diet ditambah suplemen yang mengandung minyak

ikan yang kaya dengan asam lemak tidak jenuh, misalnya

omega-3 PUFA, antioksidan: vitamin C, vitamin E, β-karoten,

CoQ10 N-Asetilistein, asam lipoik, dan elemen logam berat: zinc,

magnesium, kalsium.

2) Pencegahan dengan medikal dapat pula dilakukan dengan

pemberian obat meskipun belum ada bukti yang kuat dan sahih.

Pemberian diuretik tidak terbukti mencegah terjadiya

preeklamsia bahkan memperberat hipovolemia. Antihipertensi

tidak terbukti mencegah terjadinya preeklamsia. Pemberian

kalsium: 1.500-2.000 mg/hari dapat dipakai sebagai suplemen


13

pada risiko tinggi terjadinya preeklamsia. Selain itu dapat pula

diberikan zinc 200 mg/hari, magnesium 365/hari. Obat

antitrombotik yang dianggap dapat mencegah preeklamsia ialah

aspirin dosis rendah rata-rata di bawah 100 mg/hari, atau

dipiridamole. Dapat juga diberikan obat-obatan antioksidan,

misalnya vitamin C, vitamin C, vitamin E, β-karoten, CoQ10 N-

Asetilistein, asam lipoik.

b. Penatalaksanaan preeklampsia ringan (Maternity, et al., 2016).

1) Istirahat di tempat tidur masih merupakan terapi utama untuk

penanganan preeklampsia.

2) Tidak perlu segera diberikan obat anti hipertensi atau obat

lainnya, tidak perlu dirawat kecuali tekanan darah meningkat

terus (melewati batas aman).

3) Pemberian luminal 1 sampai 2 x 30 mg/hari bila tidak bias tidur.

4) Pemberian asam asetilsalisiat (aspirin) 1x 80 mg/hari.

5) Bila tekanan tidak turun dianjurkan dirawat dan diberikan obat

anti hipertensi : metildopa (maksimal 1.500 mg/hari), atau

nifedipin atau nifedipin retard atau pindolol 9 maksimal 30

mg/hari.

6) Diet rendah garam dan diuretic tidak perlu.

7) Jika maturitas janin masih lama, lanjutkan kehamilan, periksa

setiap 1 minggu.
14

8) Indikasi rawat jika ada perubahan, tekanan darah tidak turun

setelah rawat jalan, peningkatan berat badan melebihi 1

kg/minggu 2 kali berturut-turut, atau pasien menunjukkan

preeklampsia berat.

9) Jika dalam perawatan tidak ada perbaikan, tata laksana sebagai

preeklampsia berat.

10) Jika ada perbaikan lajutkan rawat jalan.

11) Pengakhiran kehamilan ditunggu sampai usia kehamilan 20

minggu, kecuali ditemukan pertumbuhan janin terhambat, gawat

janin, sulosio plasenta, eklampsia atau indikasi terminasi

kehamilan lainnya.

12) Persalinan dalam preeklampsia ringan dapat dilakukan spontan

atau dengan bantuan ekstraksi untuk mempercepat kala II.

c. Penatalaksanaan preeklampsia berat (Maternity, et al., 2016)

1) Preeklampsia berat kehamilan kurang dari 37 minggu

Janin belum menunjukkan tanda maturitas paru-paru,

dengan pemeriksaan shake dan rasio L/S maka penanganannya

adalah sebagai berikut :

a) Berikan suntikan magnesium sulfat dosis 8 g IM, kemusian

disusul dengan injeksi tambahan 4 g I setiap 4 jam (selama

tidak ada kontra indikasi)


15

b) Jika ada perbaikan jalannya penyakit, pemberian magnesium

sulfat dapat diteruskan lagi selama 24 jam sampai dicapai

kriteria preeklampsia ringan

c) Jika dengan penggunaan terapi diatas tidak ada perbaikan,

dilakukan terminasi kehamilan: induksi partus atau cara

tindakan lain, melihat keadaan

d) Jika pada pemeriksaan telah dijumpai tanda kematangan paru

janin, penatalaksanaan kasus sama seperti pada kehamilan di

atas 37 minggu.

2) Preeklampsia berat kehamilan 37 minggu ke atas rawat inap

a) Istirahat mutlak dan ditempatkan dalam kamar isolasi

b) Berikan diet rendah garam dan tinggi protein

c) Berikan suntikkan magnesium sulfat 8 g IM (4 g bokong

kanan dan 4 g bokong kiri)

d) Sutikan dapat diulang dengan dosis 4 g setiap 4 jam.

d. Manajemen umum perawatan preeklampsia (Sarwono, 2014).

1) Perawatan preeklamsia ringan

Ibu hamil dengan preeklampsia ringan dapat dirawat

secara rawat jalan. Dianjurkan ibu hamil banyak istirahat

(berbaring/tidur miring), tetapi tidak mutlak harus tirah baring.

Pada umur hekamilan di atas 20 minggu, tirah baring dengan

posisi miring menghilangkan tekanan rahim pada v. kava


16

inferior, sehingga meningkatkan aliran darah balik dan akan

menambah curah jantung. Hal ini berarti pula menigkatkan aliran

darah ke organ-organ vital. Penambahan aliran darah ke ginjal

akan meningkatkan filtrasi glomeruli dan meningkatkan diuresis.

Diuresis dengan sendirinya meningkatkan ekskresi natrium,

menurunkan reaktivitas kardiovaskular, sehingga mengurangi

vasospasme. Peningkatan curah jantung akan meningkatkan pula

aliran darah rahim, menambah oksigenasi plasenta dan

memeperbaiki konsisi janin dalam Rahim.

Diet yang mengandung 2 g natrium atau 4-6 g NaCl

(garam dapur) adalah cukup. Kehamilan sendiri lebih banyak

membuang garam lewat ginjal, tetapi pertumbuhan janin justru

membutuhkan lebih banyak konsumsi garam. Bila konsumsi

garam hendak dibatasi, hendaknya diimbangi dengan konsumsi

cairan yang banyak, berupa susu atau air buah.

Diet diberikan cukup protein, rendah karbohidrat,

lemak, garam secukupnya, dan roboransia pranatal. Tidak

diberikan obat-obat diuretik, antihipertensi, dan sedatif.

Dilakukan pemeriksaan laboratorium Hb, hematokrit, fungsi hati,

urin lengkap, dan fungsi ginjal.

Pada keadaan tertentu ibu hamil dengan preeklampsia

ringan perlu dirawat di rumah sakit. Kriteriaa preeklampsia


17

ringan dirawat di rumah sakit, ialah (a) bila tidak ada perbaikan :

tekanan darah, kadar proteinuria selama 2 minggu; (b) adanya

satu atau lebih gejala dan tanda-tanda preeklampsia berat.

Selama di rumah sakit dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik

dan laboratorik. Pemeriksaan kesejahteraan janin, berupa

pemeriksaan USG dan Doppler khususnya untuk evaluasi

pertumbuhan janin dan jumlah cairan amnion. Pemeriksaan

nonstree test dilakukan 2 kali seminggu dan konsultasi dengan

bagian mata, jantung, dan lain-lain.

Menurut Williams, kehamilan preterm ialah kehamilan

antara 22 minggu sampai ≤ 37 minggu. Pada kehamilan preterm

(> 37 minggu), persalinan ditunggu sampai terjadi onset

persalinan atau dipertimbangkan untuk melakukan induksi

persalinan pada taksiran tanggal persalinan. Persalinan dapat

dilakukan secara spontan; bila perlu memperpendek kala II.

2) Perawatan preeclampsia berat

Perawatan preklamsia berat dibagi menjadi dua unsur

yaitu sikap terhadap penyakitnya dan sikap terhadap

kehamilannya. Penderita preeklampsia berat harus segera masuk

rumah sakit untuk rawat inap dan dianjurkan tirah baring miring

ke satu sisi (kiri).


18

Perawatan yang penting pada preeklampsia berat ialah

pengelolaan cairan karena penderita preeklampsia dan

eklampsia mempunyai risisko tinggi untuk terjadinya edema paru

dan oliguria. Sebab terjadinya keadaan tersebut belum jelas,

tetapi faktor yang sangat menentukan terjadinya edema paru dan

oliguria ialah hivopolemik, vasospasme, kerusakan sel endotel,

penurunan gradient tekanan onkotil koloid/pulmonary capillary

wedge pressure.

Oleh karena itu, monitoring input cairan (melalui oral

ataupun infus) dan output cairan (melalui urin) menjadi sangat

penting. Artinya harus dilakukan pengukuran secara tepat berapa

jumlah cairan yang dimasukkan dan dikeluarkan melalu urin.

Bila terjadi tanda-tanda edema paru, segera lakukan

tindakan koreksi. Cairan yang diberikan dapat berupa (a) 5%

Ringer-dekstrose cairan garam faali jumlah tetesan: < 125 cc/jam

atau (b) Infud Dekstrose 5% yang tiap 1 liternya diselingi dengan

infus Ringer laktat (60-125 cc/jam) 500 cc.

Pemberian obat antikejang seperti MgSO4 , Diasepam,

Fenitoin. Fenitoin sodium mempunyai khasiat stabilisasi

membrane neuron, cepat masuk jaringan otak dan efek

antikejang terjadi 3 menit setelah injeksi intravena. Fenitoin

sodium diberikan dalam dosis 15 mg/kg berat badan dengan


19

pemberian intravena 50 mg/menit. Hasilnya tidak lebih baik dari

magnesium sulfat. Obat antikejang yang banyak dipakai di

Indonesia adalah magnesium sulfat (MgSO47H2O). Magnesium

sulfat menghambat atau menurunkan kadar asetilkolin pada

rangsangan serta saraf dengan menghambat transmisi

neuromuskular. Transmisi neuromuskular membutuhkan kalsium

pada sinaps. Pada pemberian akan menggeser kalsium, sehingga

aliran rangsangan tidak terjadi (terjadi kompertitif inhibition

antara ion kalsium dan ion magnesium). Kadar kalsium yang

tinggi dalam darah dapat menghambat kerja magnesium sulfat.

Magnesium sulfat sampai saat ini tetap menjadi pilihan pertama

untuk antikejang pada pre-eklampsia atau eklampsia.

Menurut Williams Obstertics dalam Sarwono, 2014

ditinjau dari umur kehamilan dan perkembangan gejala-gejala

preeklampsia berat selama perawatan; maka sikap terhadap

kehamilan dibagi menjadi: (a) Aktif atau aggressif management

yang berarti kehamilan segera diakhiri/dierminasi bersamaan

dengan pemberian pengobatan medikamentosa. (b) Konservatif

atau ekspektatif yang berarti kehamilan tetap dipertahankan

bersamaan dengan pemberian pengobatan medikamentosa.


20

6. Komplikasi

a. Awal

Kejang meningkatkan kemungkinan mortalitas maternal 10

kali lipat. Penyebab kematian maternal karena eklampsia: kolaps

sirkulasi (henti jantung, edema pulmo, dan syok), perdarahan

serebral dan gagal ginjal.

1) Kejang meningkatkan kemungkinan kematian fetal 40 kali lipat,

biasanya disebabkan oleh hipoksia, asidosis dan asolusio

plasenta.

2) Kebutaan atau paralisis dapat terjadi karena lepasnya retina atau

perdarahan intrakranial

3) Perdarahan post partum

4) Toksik delirium

5) Luka karena kejang, berupa laserasi bibir atau lidah dan fraktur

vertebra.

6) Aspirasi pneumonia

b. Komplikasi jangka panjang

1) 40% sampai 50% pasien dengan preeklampsia berat atau

eklampsia memiliki kemungkinan kejadian yang sama pada

kehamilan berikutnya.

2) Hipertensi permanen, terjadi pada 30% sampai 50 % pasien

dengan preeklampsia berat dan eklamsia.


21

(Nugroho, 2012).

E. Tinjaun Umum tentang Umur

Umur adalah satuan waktu yang mengukur waktu keberadaan suatu

individu terhitung mulai saat dilahirkan sampai saat berulang tahun (Padila,

2014). Ibu yang hamil di usia muda atau kurang dari 20 tahun lebih rentan

mengalami preeklampsia daripada ibu yang hamil lebih dari 35 tahun

(Irmawati, 2016).

Indeks tinggi pada primigravida muda, meningkat pada primigravida

tua. Pada wanita hamil berusia kurang dari 25 tahun insidens > 3 kali lipat.

Pada wanita hamil berusia lebih dari 35 tahun, dapat terjadi hipertensi laten

(Lia Dewi & Sunarsih, 2014).

Ada beberapa golongan ibu hamil yang dikatakan memiliki risiko

tinggi kesehariaanya hidup dengan sehat dan tidak menderita suatu penyakit.

Maksud dari golongan berisiko yaitu ibu-ibu yang cenderung resiko

mengalami kesulitan pada waktu kehamilan dan persalinannya. Hal ini akan

sangat membahayakan bagi ibu dan akan mengancam keselamatan janinnya.

Golongan yang dimaksud berisiko tinggi meliputi (K & ZH, 2013) :

1. Ibu hamil terlalu mudah yaitu kurang dari 15 tahun dimana organ

reproduksi belum siap untuk terjadinya pembuahan.

2. Ibu hamil di atas 35 tahun. Faktor ini juga menjadi masalah karena

dengan bertambahnya umur maka akan terjadi penurunan fungsi dan

organ yaitu melalui proses penuaan.


22

3. Ibu baru hamil setelah perkawinan selama 4 tahun.

4. Jarak dengan anak terkecil dengan anak lebih dari 10 tahun.

5. Jarak kehamilan terlalu dekat yaitu kurang dari 2 tahun. Menjadi berisiko

karena system reproduksi belum kembali seperti semula, serta ibu masih

menyusui.

6. Terlalu banyak anak yaitu lebih dari 4

7. Tinggi badan terlalu pendek dan kurang dari 145 cm

8. Terlalu gemuk atau terlalu kurus, ini akan berpengaruh terhadap gizi

keduanya

9. Riwayat persalinan yang jelek

10. Riwayat adanya cacat bawaan yang dibawa oleh keluarga atau kehamilan

yang lalu.

11. Ibu seorang perokok berat,kecanduan obat dan memiliki hobi minum-

minuman keras

Umur mempunyai pengaruh terhadap kehamilan dan persalinan ibu.

Usia yang kemungkinan tidak berisiko tinggi pada saat kehamilan dan

persalinan yaitu umur 20-35 tahun, karena pada usia tersebut rahim sudah

siap menerima kehamilan, mental sudah matang dan sudah mampu merawat

bayi dan dirinya. Sedangkan umur < 20 tahun dan >35 tahun merupakan

umur yang risiko tinggi terhadap kehamilan dan persalinan (Cuningham,

2005 dalam Padila 2014). Dengan demikian diketahui bahwa umur ibu pada

saat melahirkan turut berpengaruh terhadap morbiditas dan mortalitas ibu


23

maupun anak yang dilahirkan. Ibu yang berumur kurang dari 20 tahun, rahim

dan bagian tubuh lainnya belum siap untuk menerima kehamilan dan

cenderung kurang perhatian terhadap kehamilannya. Ibu yang berumur 20-35

tahun, rahim dan bagian tubuh lainnya sudah siap untuk menerima dan

diharapkan untuk memperhatikan kehamilannya. Ibu yang berumur lebih dari

35 tahun, fungsi rahim dan bagian tubuh lainnya mulai menurun dan

kesehatan tubuh ibu tidak sebaik saat berumur 20-35 tahun. Menurut

penelitian di Surabaya desain cross sectional yang dilakukan Heriati tahun

2008 menemukan sebanyak 83,3% kelompok umur ibu berisiko tinggi (< 20

tahun dan > 35 tahun) memeriksakan kehamilannya (Padila, 2014).

B. Tinjauan Umum tentang Paritas

Paritas adalah jumlah anak yang dilahirkan ibu. Sampai dengan

paritas tiga rahim ibu bisa kembali seperti sebelum hamil. Setiap kehamilan

rahim mengalami pembesaran, terjadi peregangan otot-otot rahim selama 9

bulan kehamilan. Akibat regangan tersebut elastisitas otot-otot rahim tidak

kembali seperti sebelum hamil setelah persalinan. Semakin sering ibu, hamil

dan melahirkan, semakin dekat jarak kehamilan dan kelahiran, elastisitas

uterus semakin terganggu. Akibatnya uterus tidak berkontraksi secara

sempurna dan mengakibatkan perdarahan pasca kehamilan (Prawirohardjo,

2005 dalam Padila, 2014).


24

Paritas adalah jumlah persalinan yang pernah dialami wanita. Paritas

dibagi dalam beberapa bagian atau klasifikasi (Palimbo dan Rusiva, 2011

dalam jurnal medika Rahayu, 2016) yaitu :

a. Primipara adalah wanita yang pernah melahirkan sebanyak satu kali

b. Multipara adalah wanita yang pernah melahirkan kurang dari lima kali,

sedangkan

c. Grandemultipara adalah wanita yang pernah melahirkan lebih dari lima

Paritas merupakan komponen dari gravida. Gravida adalah jumlah

berapa kali seorang wanita hamil (Padila, 2014). Sedangkan gravida menurut

Sofyan A, 2013 didefinisikan sebagai seorang wanita yang sedang hamil.

Adapun istilah-istilah dalam kehamilan menurut Padila, 2014 yaitu:

a. Primigravida adalah seorang wanita yang baru hamil pertama kali

b. Multigravida adalah seorang wanita yang pernah hamil 2 kali atau lebih

Paritas 2-3 merupakan paritas paling aman ditinjau dari sudut

kematian maternal. Paritas 1 dan paritas tinggi ( lebih dari 3) mempunyai

angka kematian maternal lebih tinggi. Lebih tinggi paritas maka lebih tinggi

risiko komplikasi dan kematian maternal, karena hal ini merupakan

kelompok tinggi risiko untuk toksemia gravidarum (Padila, 2014).

Preeklampsia lebih sering terjadi pada kehailan pertama

dibandingkan dengan kehamilan berikutnya. Hal ini disebabkan karena pada

kehamilan pertama pembentukan blocking antibodies terhadap antigen

plasenta tidak sempurna, yang semakin sempurna pada kehamilan


25

berikutnya. Secara teori, primigravida lebih berisiko untuk mengalami

preeklampsia (dikutip dalam Jurnal Ilmiah Kesehatan Novianti, 2016).

Faktor yang mempengaruhi preeklampsia frekuensi primigravida

lebih tinggi bila dibandingkan dengan multigravida, terutama primigravida

muda. Pada primipara atau ibu hamil yang pertama kali melahirkan faktor

risiko terjadinya preeklampsia lebih tinggi dibandingkan dengan multipara

dan grandmultipara. Pada primigravida sering mengalami stress dalam

menghadapi persalinan sehingga dapat terjadi hipertensi dalam kehamilan

atau terjadinya preeklampsia dan eklampsia (Manuaba, 2013 dalam Jurnal

Ilmiah Bidan Manueke, Korompis, & Nurfitriah, 2014).

C. Tinjauan Umum tentang Riwayat Hipertensi

1. Definisi

Hipertensi berasal dari kata hyper dan tension. Hyper artinya

tekanan yang berlebihan dan tension artinya tensi. Hipertensi atau

tekanan darah tinggi adalah suatu kondisi medis di mana seorang

mengalami peningkatan tekanan darah secara kronis (dalam waktu yang

lama) yang mengakibatkan angka kesakitan dan angka kematian.

Seseorang dikatakan menderita tekanan darah tinggi atau hipertensi

apabila tekanan darah sistolik 140 mmHg dan diastolik 90mmHg

(Maternity, et al., 2016).

Menurut WHO, penyakit hipertensi merupakan peningkatan tekanan

sistolik lebih besar atau sama dengan 160 mmHg dan atau tekanan
26

diastolik sama atau lebih besar 95 mmHg (Kodim Nasrin, 2003 dalam

Maternity, et al., 2016).

Hipertensi dapat didefinisikan sebagai tekanan darah persistem di mana

tekanan sistoliknya di atas 140 mmHg dan tekanan diastoliknya di atas 90

mmHg (Smith Tom, 1995 dalam Maternity, et al., 2016).

Hipertensi karena kehamilan yaitu tekanan darah yang lebih

tinggi dari 140/90 mmHg yang disebabkan oleh kehamilan itu sendiri,

memiliki potensi menyebabkan gangguan serius pada kehamilan. Gejala

yang biasa muncul pada ibu yang mengalami hipertensi pada kehamilan

harus diwaspadai bila ibu mengeluh: nyeri kepala hebat, kadang-kadang

disertai mual muntah akibat peningkatan tekanan intra-kraium,

penglihatan kabur, ayunan langkah yang tidak mantap, edema dependen,

dan pembengkakan (Maternity, et al., 2016).

Menurut Manuaba (2005), mengatakan bahwa kondisi sebelum

hamil seperti hipertensi kronis, diabetes, penyakit ginjal atau lupus, akan

meningkatkan risiko terkena preeklampsia. Kehamilan dengan hipertensi

esensial atau hipertensi yang telah ada sebelum kehamilan dapat

berlangsung sampai aterm tanpa gejala menjadi preeklampsia tidak murni

(dikutip dalam jurnal Keperawatan Global Setyorini, Martono, &

Wijayanti).

2. Klasifikasi

a. Hipertensi Primer/esensial
27

Hipertensi primer tidak diketahui penyebabnya sehingga

disebut hipertensi esensial. Hipertensi esensial (hipertensi primer)

adalah wanita yang telah menderita hipertensi sebelum hamil, yang

mungkin disebabkan oleh faktor herediter serta dipegaruhi oleh faktor

emosi dan lingkungan. Pada hipertensi ini terjadi peningkatan kerja

jantung akibat penyempitan pembuluh darah tepi. (Maternity, et al.,

2016).

b. Hipertensi Sekunder

Hipertensi Sekunder disebabkan oleh suatu penyakit atau

kelainan mendasari, seperti stenosis arteri renalis, penyakit parenkim

ginjal, feokromositoma, hiperaldosteronisme, dan sebagainya (Tando,

Liwang, Hanifati, & Pradipta, 2014).

3. Etiologi

Pada umumnya hipertensi tidak mempunyai penyebab spesifik.

Hipertensi terjadi sebagai respons peningkatan curah jantung atau

peningkatan tekanan perifer. Namun ada beberapa faktor yang

mempengaruhi terjadinya hipertensi, yaitu:

a. Genetik

b. Obesitas

c. Stress karena lingkungan

d. Hilangnya elastisitas jaringan dan arterosklorosis pada orang tua serta

pelebaran pembuluh darah


28

(Tanto, Liwang, Hanifati, & Pradipta, Kapita Selekta Kedokteran,

essentials of edicine Edisi 4 Jilid 2, 2014)

4. Manifestasi Klinis

Tanda dan gejala pada hipertensi dibedakan menjadi (Nurarif & Kusuma,

2015):

a. Tidak ada gejala

Tidak ada gejala yang spesifik yang dapat dihubungkan

dengan peningkatan tekanan darah, selain penentuan tekanan arteri

oleh dokter yang memeriksa. Hal ini berarti hipertensi arterial tidak

akan pernah terdiagnosa jika tekanan arteri tidak terukur.

b. Gejala yang lazim

Sering dikatakan bahwa gejala terlazim yang menyertai

hipertensi meliputi nyeri kepala dan kelelahan. Dalam kenyataannya

ini merupakan gejala terlazim yang mengenai kebanyakan pasien

yang mencari pertolongan medis. Beberapa pasien yang menderita

hipertensi yaitu: sesak nafas, gelisah, mual, muntah, epistaksis, dan

kesadaran menurun.

5. Penatalaksanaan

Berbagai jenis strategi pengobatan penyakit jantung hipertensi

adalah sebagai berikut (Maternity, Yantina, & Putri, 2016).

a. Pengaturan diet

1) Diet rendah garam


29

2) Diet tinggi kalium

3) Diet kaya buah dan sayur

4) Diet rendah kolestrol sebagai pencegah terjadinya jantung coroner

5) Tidak mengonsumsi alcohol

b. Olahraga Teratur

Olahraga teratur seperti berjalan, lari, berenang, bersepeda

bermanfaat untuk menurunkan tekanan darah dan dapat memperbaiki

keadaan jantung.

c. Penurunan berat badan

d. Farmakoterapi

V. KERANGKA KONSEP

A. Dasar Pemikiran Variabel

Preeklamsia adalah penyakit dengan tanda hipertensi, edema, dan

proteinuria yang timbul karena kehamilan. Penyakit ini biasa timbul pada

triwulan ke-3 kehamilan tetapi dapat timbul sebelumnya, misalnya pada

mula hidatidosa (Maternity, et al., 2016).

Adapun faktor resiko terjadinya preeklamsia diantaranya, yaitu

primigravida, riwayat preeklampsia, tekanan darah yang meningkat pada

awal kehamilan dan badan yang gemuk, adanya riwayat preeklampsia pada

keluarga, kehamilan ganda, riwayat darah tinggi pada maternal (riwayat


30

hipertensi), diabetes pregesfostasional, sindroma antifosfolipid, penyakit

vaskular atau jaringan ikat, dan usia maternal yang lanjut > 35 tahun

(Nugroho, 2012).

Berdasarkan konsef berfikir seperti yang dikemukakan diatas maka

disusunlah alur fikir variabel yang diteliti seperti yang dapat dilihat pada

table kerangka konsep halaman berikutnya.

B. Hubungan Antar Variabel

Variabel Independen Variabel Dependen

Umur
Kejadian
Paritas Preeklampsia
pada ibu hamil
Riwayat Hipertensi

Obesitas

Riwayat DM

Keterangan :

: Variabel Indevenden

: Variabel Dependen

: Variabel yang tidak diteliti


31

C. Identifikasi Variabel

Variabel adalah perilaku atau karakteristik yang memberikan nilai

beda terhadap sesuatu (benda, manusia, dan lain-lain) (Soeparto, Putra, &

Haryanto, 2000 dalam Nursalam, 2016). Variabel dalam penelitian

keperawatan yang sering digunakan adalah sebagai berikut :

1. Variabel Independen (Variabel Bebas)

Variabel independen atau variabel bebas adalah variabel yang

memengaruhi atau nilainya menentukan variabel lain (Nursalam, 2016).

Variabel independen pada penelitian ini ada 3 yakni umur, paritas, dan

riwayat hipertensi.

2. Variabel Dependen ( Variabel Terikat)

Variabel dependen merupakan variabel yang dipengaruhi

nilainya ditentukan oleh variabel lain (Nursalam, 2016). Dilihat pada

hubungan antar variabel, maka variabel dependen dalam penelitian ini

adalah kejadian preeklampsia pada ibu hamil.

D. Defenisi Operasional dan Kriteria Objektif

Adapun definisi operasional dan kriteria objektif pada penelitian ini

adalah sebgai berikut:

1. Preeklampsia

Preeklampsia dalam hal ini adalah kondisi dimana ibu hamil

memiliki tekanan darah 140/90 mmHg atau lebih biasa disertai

pembengkakan (edema) dan proteinuria.


32

Kriteria Objektif:

Pre-eklampsia : Bila tekanan darah 140/90 mmHg atau lebih

Tidak Pre-eklampsia : Bila tekanan darah dalam batas normal 120/80

mmHg

2. Paritas

Paritas dalam hal ini adalah jumlah berapa kali seorang wanita

hamil. Pada ibu yang masih dalam keadaan hamil disebut dengan gravida.

Kriteria Objektif

Risiko tinggi : jumlah paritas 1 dan >3

Risiko rendah : jumlah paritas 2-3

3. Umur

Umur dalam hal ini adalah lamanya hidup ibu mulai dari lahir

sampai dengan terhitung sejak penelitian ini dilakukan.

Kriteria Objektif :

Berisiko : Bila umur ibu hamil < 20 tahun dan >35 tahun

Tidak Berisiko : Bila umur hamil 20-35 tahun

4. Riwayat Hipertensi

Riwayat hipertensi dalam hal ini adalah keadaan dimana ibu

pernah mengalami hipertensi sebelum hamil, dimana peningkatan tekanan

darah ≥140/90 mmHg.

Kriteria Objektif:

Pernah : Bila ibu hamil pernah menderita hipertensi


33

Tidak pernah : Bila ibu hamil tidak pernah menderita hipertensi

E. Hipotesis Penelitian

Hipotesis adalah jawaban masalah dari rumusan masalah atau

pertanyaan penelitian (Nursalam, 2016). Hipotesis adalah suatu pernyataan

asumsi tentang hubungan antara dua atau lebih variabel yang diharapkan bisa

menjawab suatu pertanyaan dalam penelitian menurut (La Biondo-Wood dan

Haber 2002 dalam Nursalam, 2016).

Untuk membuktikan apakah hipotesis ini diterima atau ditolak maka

penyelesainnya harus melalui penelitian, maka penulis merumuskan hipotesis

sebagai berikut:

1. Hipotesis Nol (Ho)

Hipotesis nol diartikan sebagai tidak adanya hubungan atau

perbedaan antara dua fenomena yang diteliti.

a. Tidak ada hubungan paritas dengan kejadian preeklampsia pada ibu

hamil

b. Tidak ada hubungan umur dengan kejadian preeklampsia pada ibu

hamil

c. Tidak ada hubungan riwayat hipertensi dengan kejadian preeklampsia

pada ibu hamil


34

2. Hipotesis alternative (Ha)

Hipotesis diartikan adanya perbedaan atau adanya hubungan

antara dua fenomena yang diteliti:

a. Ada hubungan paritas dengan kejadian preeklampsia pada ibu hamil

b. Ada hubungan umur dengan kejadian preeklampsia pada ibu hamil

c. Ada hubungan riwayat hipertensi dengan kejadian preeklampsia pada

ibu hamil

VI. METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Metode Penelitian

Jenis penelitian non eksperimen dengan pendekatan observasional

analitik (yang bersifat analitik) yaitu, penelitian diarahkan untuk melihat suatu

keadaan atau situasi. Penelitian ini menggunakan pendekatan analitik dengan

rancangan case control. Peneliti melakukan pengukuran pada variabel

dependen terlebih dahulu, sedangkan variabel independen ditelusuri secara

retrospektif untuk menentukan ada tidaknya faktor (variabel independen) yang

berperan.

B. Lokasi dan Waktu penelitian

1. Lokasi

Penelitian ini akan dilaksanakan di Wilayah Kerja RSUD

Pangkep mengingat rumah sakit ini merupakan rumah sakit rujukan dan
35

dan berdasarkan data pasien rawat jalan, terdapat banyak ibu hamil

preeklampsia yang memeriksakan diri di RSUD Pangkep.

2. Waktu

Penelitian akan dilaksanakan pada tanggal 13 Mei sampai

dengan 13 Juni 2017.

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi dalam penelitian adalah subjek (misalnya manusia;

klien) yang memenuhi kriteria yang telah ditetapkan (Nursalam, 2016).

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien ibu hamil yang

memeriksakan diri di RSUD Pangkep.

2. Sampel

Sampel terdiri atas bagian populasi terjangkau yang dapat

dipergunakan sebagai subjek penelitian melalui sampling (Nursalam,

2016).

Tekhnik sampling adalah teknik pengambilan sampel. Tekhnik

sampling yang akan digunakan dalam penelitian ini menggunakan tekhnik

purposive sampling, yaitu cara pengambilan sampel yang dilakukan

dengan memilih sampel diantara populasi sesuai dengan yang dikehendaki

peneliti (tujuan/masalah dalam penelitian), sehingga sampel tersebut dapat

mewakili karakteristik populasi yang telah dikenal sebelumnya.

a. Kriteria
36

1) Kriteria insklusi

Kriteria inklusi adalah karakteristik umum subjek

penelitian dari suatu populasi target yang terjangkau atau yang

diteliti (Nursalam, 2016).

a) Ibu hamil yang datang berkunjung di RSUD Pangkep

b) Ibu hamil trimester II dan III

c) Ibu hamil dengan preeklampsia dan tidak preeklampsia

d) Ibu hamil yang bersedia menjadi responden

2) Kriteria eksklusi

Kriteria eksklusi adalah menghilagkan atau mengeluarkan

subjek yang memenuhi kriteria inklusi dari studi karena berbagai

sebab (Nursalam, 2016).

a) Usia kehamilan trimester I

b) Ibu hamil dengan eklampsia

c) Ibu hamil yang tidak ada di tempat saat penelitian

D. Cara Pengumpulan Data

1. Data Primer

Data primer dikumpulkan dengan mengisi kuesioner berdasarkan

hasil observasi terhadap responden. Kuesioner yang diisi berupa

pertanyaan dan hasil pengukuran yang menggali faktor yang

menyebabkan ibu hamil mengalami pre-eklampsia.

2. Data Sekunder
37

Data sekunder diperoleh dari instansi yang terkait dengan

penelitian ini yaitu Rumah Sakit Bersalin Masyita.

E. Langkah Pengolahan Data

1. Analisis Data

a. Analisis Univariat

Analisis ini dilakukan pada setiap variabel dari hasil

penelitian. Analisis ini kemudian menghasilkan nilai distribusi dan

persentase dari tiap variabel yang diteliti

b. Analisis Bivariat

Analisis ini dilakukan untuk melihat pengaruh variabel

independen terhadap variabel dependen dengan menggunakan uji

statistic Chi-Square dengan menggunakan program komputer

2. Langkah pengolahan data

Menurut Sulistyaningsih (2012) dalam proses pengolahan data

terdapat langkah-langkah yang harus ditempuh sebagai berikut :

b. Editing

Data editing adalah kegiatan memeriksakan data, kelengkapan,

kebenaran pengisian data, keseragaman ukuran, keterbacaan tulisan

dan konsistensi data berdasarkan tujuan penelitian.

c. Koding

Data Koding adalah pemberian kode pada data yang berskala

nominal dan ordinal. Kodenya berbentuk angka/nomerik/nomor,


38

bukan simbol karna hanya angka yang dapat diolah secara statik

dengan bantuan program computer.

d. Entry

Data Entry adalah memasukkan data yang telah di koding ke

dalam program komputer. Perlu ketelitian dan kecermatan peneliti

dalam memasukkan data tersebut karna apabila salah melakukan entry,

maka akan berpengaruh pada kebenaran data dan selanjutnya akan

berpengaruh pada analisis serta pengambilan kesimpulan hasil

penelitian.

e. Cleaning

Data cleaning adalah proses pembersihan data sebelum diolah secara

statistik, mencakup pemeriksaan konsistensi dan perawatan respon

yang hilang serta consistensy cheks yaitu mengidentifikasi data yang

keluar dari range, tidak konsisten secara logis, atau punya nilai

ekstrim. Data tersebut lebih baik tidak digunakan dalam analisis data

karena akan merusak data yang ada.

F. Pengujian Hipotesis

Uji hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji statistik

Chi-Square menggunakan derajat kemaknaan α (0,05) dengan kriteria antara

lain :

1. Dikatakan tidak ada pengaruh apabila p > α (0,05) yang artinya H0

diterima dan Hα ditolak.


39

2. Dikatakan ada pengaruh apabila p < α (0,05) yang artinya H0 ditolak dan

Hα diterima

G. Etika Penelitian

Masalah etika pada penelitian yang menggunakan subjek manusia

menjadi isu sentral yang berkembang saat ini. Pada penelitian ilmu

keperawatan, karena hampir 90% subjek yang dipergunakan adalah manusia,

maka peneliti harus memahami prinsip-prinsip etika penelitian (Nursalam,

2016).

1. Prinsip manfaat

a. Bebas dari penderitaan

Penelitian harus dilaksanakan tanpa mengakibatkan penderitaan

kepada subjek, khususnya jika menggunakan tindakan khusus

b. Bebas dari eksploitasi

Partisipasi subjek dalam penelitian, harus dihindarkan dari keadaan

yang tidak menguntungkan.

c. Resiko

Peneliti harus hati-hati mempertimbangkan resiko dan keuntungan

yang akan berakibat kepada subjek pada setiap tindakan

2. Prinsip menghargai hak asasi manusia (respect human dignity)

a. Hak untuk/tidak menjadi responden (right to self determination)

Subjek harus diperlakukan secara manusiawi.


40

b. Hak untuk mendapatka jaminan dari perlakuan yang diberikan (right

to full disclosure)

Seorang peneliti harus memberikan penjelasan secara terperinci serta

bertanggungjawab jika ada sesuatu yang terjadi kepada subjek

c. Informed consent

Subjek harus mendapatkan informasi secara lengkap tentang tujuan

penelitian yang akan dilaksanakan, mempunyai hak untuk bebas

berpartisipasi atau menolak menjadi responden. Pada informed

consent juga perlu dicantumkan bahwa data yang diperoleh hanya

akan dipergunakan untuk pengemnagan ilmu.

3. Prinsip keadilan (right to justice)

a. Hak untuk mendapatkan pengobatan yang adil (right in fair

treatment)

Subjek harus diperlakukan secara adil baik sebelum, selama, dan

sesudah keikutsertaannya dalam penelitian tanpa adanya diskriminasi

apabila ternyata mereka tidak bersedia atau dikeluarkan dari

penelitian.

b. Hak dijaga kerahasiannya (right to privaci)

Subjek mempunyai hak untuk meminta bahwa data yang diberikan

harus dirahasiakan, untuk itu perlu adanya tanpa nama (anonymity)

dan rahasia (confidentiality) (Nursalam, 2016).


41

VII. Personalia dan Jadwal Penelitian

A. Personalia Penelitian

a. Peneliti : Dwi Harni Masitah

b. Pembimbing I : Dr. Eddyman W.Ferial, M.Si

c. Pembimbing II : Andi Hasliani,S.St,M.Keb

B. Jadwal Penelitian

Kegiatan Maret April Mei Juni Juli

Pengajuan judul
Konsultasi
proposal
Ujian proposal
Perbaikan
proposal
Penelitiandst
42

DAFTAR PUSTAKA

Irmawati. (2016). Tanya Jawab Lengkap Kehamilan Bermasalah. Yogyakarta:

Laksana.

K, I. S., & ZH, M. (2013). Kehamilan, Persalinan, dan Dilengkapi dengan Patologi.
Yogyakarta: Nuha Medika.

Lia Dewi, V. N., & Sunarsih, T. (2014). Asuhan Kehamilan untuk Kebidanan.
Jakarta: Salemba Medika.

Manueke, I., Korompis, M. D., & Nurfitriah, P. (2014). Faktor-Faktor Yang


Berhubungan Dengan Kejadian Preeklampsi Di Ruang Bersalin BLU-RSUP.
Prof. Dr. R.D. Kandou Manado Provinsi Sulawesi Utara. JIDAN Jurnal
Ilmiah Bidan, 2(2): 6-11.

Maternity, D., Yantina, Y., & Putri, R. D. (2016). Asuhan Kebidanan Patologis.
Tangerang Selatan: Binapura Aksara.

Novianti, H. (2016). Pengaruh Usia dan Paritas Dengan Kejadian Pre Eklampsia Di
RSUD Sidoarjo. Jurnal Ilmiah Kesehatan, 1(9): 25-31.

Nugroho, T. (2012). Patologi Kebidanan. Yogyakarta: Nuha Medika.

Nurarif, A. H., & Kusuma, H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan


Diagnosa Medis dan Nanda Nic-Noc Edisi Revisi Jilid 2. Jogjakarta:
Mediaction.

Nursalam. (2016). Metodelogi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta: Salemba


Medika.

Padila. (2014). Buku Ajar Keperawatan Maternitas. Yogyakarta: Nuha Medika.


43

Pudiastuti, R. D. (2012). Asuhan Kebidanan pada Hamil Normal dan Patologi.


Yogyakarta: Nuha Medika.

Rahayu, P. P. (2016). Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Ruptur Perineum


Di Puskesmas Mergangsan Kota Yogyakarta Tahun 2014. Jurnal Medika
Respati, 2(XI): 22-30.

Sarwono, P. (2014). Imu Kebidanan. Jakarta: PT Bina Sarwono Prawirohardjo.

Setyorini, Y., Martono, & Wijayanti, I. (2016). Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi


Kejadian PEB Pada Pasien Rawat Inap Diruang ICU. Jurnal Keperawatan
Global, 1(1): 45-50.

Situmorong, T. H., Damantalm, Y., Januarista, A., & Sukri. (2016). Faktor-Faktor
Yang Berhubungan Dengan Kejadian Preeklampsia Pada Ibu Hamil Di Poli
KIA RSU Anutapura Palu. Jurnal Kesehatan Tadulako, 1(2): 34-44.

Sulistyoningsih, H. (2012). Gizi untuk Kesehatan Ibu dan Anak. Yogyakarta: Graha

Ilmu.

Sutrimah, Mifbakhuddin, & Wahyuni, D. (2015). Faktor-Faktor Yang Berhubungan


Dengan Kejadian Preeklampsia Pada Ibu Hamil Di Rumah Sakit Roemani
Muhammadiyah Semarang. Jurnal Kebidanan Universitas Muhammadiyah
Semarang, 1(4): 1-10.
http://jurnal.unimus.ac.id/index.php/jur_bid/article/view/1383. ISSN : 2301-
8372.

Tanto, C., Liwang, F., Hanifati, S., & Pradipta, E. A. (2014). Kapita Selekta
Kedokteran: Essentials of Medicine Edisi 4 Jilid 2. Jakarta: Media
Aesculapius.
44

Tanto, C., Liwang, F., Hanifati, S., & Pradipta, E. A. (2014). Kapita Selekta
Kedokteran: Essentials of Medicine, Edisi 4 Jilid I. Jakarta: Media
Aesculapius.

Anda mungkin juga menyukai