Anda di halaman 1dari 28

ANTIBIOTIK

Ditujukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Farmakologi Keperawatan


Dosen : Ns. Syaifuddin Zainal,SKM, S.Kep.,M.Kes

OLEH :
Kelas : A2
Klompok : 1

Gleny Herlena (NH0116056)


Haslindah Bunahiri (NH0116060)
Indrawati Baharuddin (NH0116202)
Jermina Elefina letsoin (NH0116078)
Kharisma Lolok (NH0116083)
Masita Duhaling (NH0116089)
Murina Lepe (NH01161086)
Nabila Indah Pratiwi (NH0116205)
Rizki Safitri (NH0116084)

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
NANI HASANUDDIN
MAKASSAR
2019

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan atas kehadirat Allah SWT. Karena dengan
rahmat dan hidayah serta karunianya, sehingga masih diberi kesempatan untuk
bekerja menyelesaikan makalah kami. Makalah ini merupakan salah satu tugas
mata kuliah farmakologi keperawatan dengan judul “Antibiotik”.

Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak


kekurangan baik pada teknis penulisan maupun materi, mengingat akan
kemampuan yang dimiliki. Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak kami
harapkan.

Makassar, Oktober 2019

Penyusun

DAFTAR ISI

iii
HALAMAN SAMPUL .............................................................................. i
KATA PENGANTAR ............................................................................... ii
DAFTAR ISI .............................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................... 1
A. Latar Belakang ...................................................................... 1
B. Rumusan Masalah................................................................. 1
C. Tujuan penulisan................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN ........................................................................ 3
A. Definisi Antibiotik ................................................................ 3
B. Penggolongan Antibiotik ...................................................... 3
C. Pemilihan Antibiotik............................................................. 8
D. Resistrnsi antibiotik .............................................................. 16
E. Efek sampinf ........................................................................ 23
BAB III PENUTUP ................................................................................. 24
A. Kesimpulan ........................................................................... 24
B. Saran ..................................................................................... 24

iv
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Antibiotik secara umum diartikan sebagai obat yang melawan
infeksi yang disebabkan oleh bakteri. Antibiotik bekerja dengan
menyerang langsung infeksi bakteri di dalam tubuh kita lalu
melemahkannya sehingga dapat dibunuh dengan sistem kekebalan tubuh
kita.
Antibiotik tidak hanya dari satu jenis saja. Beberapa senyawa-
senyawa yang berbeda dan berlainan ternyata mempunyai kemampuan
dalam membunuh mikroba. Dimulai dengan mengetahui jenis-jenis dari
antibiotik dilanjutkan mengetahui mekanisme dan farmakologi dari obat-
obat antibiotik tersebut dan terakhir dapat mengetahui indikasi yang tepat
dari obat antibiotik tersebut. Semua ini bertujuan akhir untuk
mengoptimalkan penggunaan antibiotik yang tepat dan efektif dalam
mengobati sebuah penyakit sekaligus dapat mengurangi tingkat resistensi
Namun dalam mengkonsumsi antibiotic tetap harus hati-hati dan
tetap dalam pengawasan dokter dengan kata lain peresepan yang sesuai.
Resistensi antibiotik adalah kondisi dimana bakteri atau virus memiliki
mekanisme pertahanan terhadap antibiotik yang diberikan. Resistensi
antibiotik akan memperparah kondisi infeksi bakteri atau virus pada
manusia.Jika antibiotik tidak digunakan secara tepat akan menimbulkan
resistensi bakteri terhadap antibiotik itu sendiri sehingga akan dibutuhkan
antibiotik lain yang berdosis tinggi dan dapat menimbulkan efek samping.
B. Rumusan Masalah
1. Aapakah yang dimaksud antibiotic?
2. Bagaimana penggolongan antibiotic?
3. Bagaimana pemilihan antibiotic?
4. Bagaimana resistensi dari antibiotic?
5. Apa efek samping dari antibiotic?

1
C. Tujuan Masalah
1. Untuk memahami maksud dari antibiotic
2. Untuk memahami pengologan antibiotic
3. Untuk memahami bagaimana pemilihan antibiotic
4. Untuk memaham resistensi dari antibiotic
5. Untuk memahasmi efek samping dari antibiotik

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi Antibiotik
Antibiotika adalah obat untuk mencegah dan mengobati infeksi yang
disebabkan oleh bakteri. Sebagai salah satu jenis obat umum, antibiotika
banyak beredar di masyarakat. Hanya saja, masih ditemukan perilaku yang
salah dalam penggunaan antibiotika yang menjadi risiko terjadinya resistensi
antibiotik, diantaranya: peresepan antibiotik secara berlebihan oleh tenaga
kesehatan; adanya anggapan yang salah di masyarakat bahwa antibiotik
merupakan obat dari segala penyakit; dan lalai dalam menghabiskan atau
menyelesaikan treatment antibiotik (KEMENKES R1,2016).
B. Penggolongan Antibiotik
Antibiotik dapat dikelompokkan menjadi beberapa golongan berdasarkan
struktur kimia, mekanisme aksi, spektrum, dan sifat kerjanya (Radji,2016).
1. Berdasarkan Struktur Kimia
a. Beta – Laktam
Antibiotik golongan ini meliputi penisilin, benzil penisilin,
amoksilin, ampisilin, kloksasilin, diklosasilin, mesilinam, nafsilin,
sefalonium, sefazolin, dan asam klavulanat. Antibiotik gologan beta –
Laktam diberinama berdasarkan keberadaan cincin beta-Laktam.
Cincin beta – laktam merupakan inti aktivitas dari antibiotik golongan
beta – laktam. Jika salah satu cincin tersebut tidak ada, senyawa beta –
laktam tidak mampu menghambat enzim transpeptidase pada
pembentukan lapisan peptidoglikan dinding sel bakteri. Ant biotik
beta- laktam telah banyak dikembangkan dan ditemukan turunan baru
yang memiliki kemampuan menghambat pertumbuhan bakteri dengan
lebih baik.

3
b. Aminoglikosida
Meliputi gentamisin, kanamisin, strepnomisin, neomisin, apramisn,
destomisin A, dihidrostreptomisin, fradimiosin, higromisin B,
amikasin, kanamisin sulfat, framisetin, dan tobramisin.
Aminoglikosida merupakan senyawa yang terdiri dari lebih dari satu
gugus gula amino yang terikat melalui ikatan
c. Tetrasiklin
Meliputi klortetrasiklin, oksitetrasiklin HCI, minosiklin HCI,
doksiklin, dan tigesiklin. Tetrasiklin adalah senyawa yang diisolasi
dari streptomyces aureafaciens. Golongan tetrasiklin yang pertama kali
ditemukan adalah klortetrasiklin dari Streptomyces aurofaciens oleh
Lloyd Conover, kemudian Oksitetrasiklin dari Streptomyces rimosus.
Tetrasiklin bersifat bakteriostatik yang memiliki kemampuan melawan
sejumlah bakteri patogen. Tetrasiklin biasanya digunakan pada infeksi
saluran pernapasan dan paru-paru, saluran kemih, kulit, dan mata.
d. Kloramafenikol
Meliputi kloramfenikol dan tiamfenikol. Kloramfenikol diisolasi
pertama kali pada tahun 1947 dari steptomyces uenezuelae. Obat ini
bersifat bakteriostatik untuk bakteri, tetapi tidak efektif untuk
klamidia.
e. Makrolida
Meliputi eritromisin, kitamisin, mirosamisin, spiramisin, tilosin,
roksitromisin, dan asitromisin. Makrolida merupakan senyawa yang
aktivitasnya disebabkan oleh cincin makrolida yang merupakan suatu
cincin lakton besar yang berikatan dengan satu atau lebih gula deoksin
( biasanya kladinosa dan desosamin ). Cincin lakton makrolida
biasanya tersusun dari 14, 15, dn 16 atom. Makrolida digunakan untuk
mengobati infeksi yang disebabkan oleh bakteri gram positif, seperti
streptococcus pnemoniae dan Haemophilius influenzae.
f. Peptida
Meliputi avoparsin, basitrasin, kolistin, tiopeptin, dan virginamisin.

4
g. Polieter
Meliputi flavosfolipol, monensin, salinomisin, avilamisin, lasalosid.
h. Golongan lain
Termasuk klindamisin, metronidazol, kolitrin, tindazol, fosfomisin,
vankomisin dan linezolid.
2. Berdasarkan Sifat Aktivitasnya
a. Bakteriostatik
Senyawa antibiotik golongan ini menghambat pertumbuhan
mikroba. Kadarminimal antibiotik yang diperlukan untuk menghambat
pertumbuhan mikroba dikenal dengan KHM ( Kadar Hambat
Minimum ). Antibiotik tertentu aktivitasnya dapat meningkatkan dari
bakteriostatik menjadi baterisidal jika kadar antibiotiknya ditingkatkan
melebihi KHM.
b. Bakterisidal
Senyawa golongan ini dapat membunuh mikroba. Kadar Minimal
antibiotik diperlukan untuk membunuh mikroba disebut dengan KBM
( Kadar Bakterisidal Minimum).
3. Berdasarkan Spektum
a. Spektrum Sempit
Antibotik hanya aktif terhadap jenis bakteri Gram positif atau
bakteri Gram negatif saja, misalnya benzil penisilin dan steptomisin.

b. Spektum Yang Diperluas


Antibiotik efektif melawan bakteri Gram positif dan beberapa
bakteri Gram negatif. Sebagai contoh ampisilin merupakan antibiotik
spektrum yang diperluas karena dapat melawan bakteri Gram positif
dan sebagian bakteri Gram negatif.
c. Spektrum Luas
Antibiotik spektrum luas antara lain tetrasiklin dan kloramfenikol.
Walaupun suatu antibiotik dikatakan berspektrum luas, efektivitas
kliniknya belum tentu seluas spektrumnya karena efktivitas yang

5
maksimal diperoleh dengan menggunkan obat yang tepat untuk infeksi
yang sedang dihadapi, terlepas dari efeknya terhadap mikroba lain.
Antibiotik berspektrum luas cenderung menimbulkan superinfeksioleh
bakteri atau jamur yang risten. Pemberian antibiotik berspektrum luas
dapat mempengaruhi keseimbangan flora normal tubuh karena dapat
membunuh semua bakteri sehingga menyebabkan pertumbuhan jamur
seperti cadida albicans yang tidak terkendalikan karena keseimbangan
flora normalnya terganggu.
4. Berdasarkan Mekanisme Aksi
Berdasarkan situs kerjanya, antibiotik menjadi lima golongan, yaitu :
a. Penghambat Sintesis atau Perusak Dinding Sel.
Antibiotik Jenis ini antara lain β-laktam ( penisilin, sefalospirin,
monobaktram, karbapenem, dan inhibitor β-laktamase ), fosfomisin,
basitrasin, vankomisin, dan sikloserin. Dinding sel bakteri dan
menghambat reaksi transpeptidasi yang menyebabkan sintesis
peptidoglikan terhambat. Mekanisme ini diakhiri dengan penghentian
aktivitas penghambat enzim autolisis ( hidrolase murein ) pada dinding
sel yang akan menyebabkan dinding sel tidak terbentuk dan dapat
menyebabkan kematian sel bakteri.
b. Penghambat Sintesis Protein
Senyawa yang termasuk dalam golongan ini antara lain
aminoglikosida, makrolida, linkomisin, tetrasiklin, klindamisin,
spektinomisin, mupirosin, dan kloramfenikol. Sintesis protein
berlangsung pada riboson dengan bantuan mRNA dan tRNA. Pada
bakteri, ribosom terdiri atas dua subunit yang berdasarkan konstanta
sedimentasi dinyatakan sebagai subunit ribosom 30S dan 50S yang
membentuk ribosom 70S. antibiotik golongan ini bersifat toksisitas
selektif terhadap inangnya kerena terdapat perbedaan antara ribosom
bakteri dengan ribosom mamalia ( unit ribosom 80S ).
c. Penghambat Sintesis Asam Nukleat.

6
Antibiotik yang termasuk dalam golongan ini antara lain
rifampisin, nitrofurantion, dan golongan quinolon. Rifampisin, salah
satu derivat rifampisin, berikatan dengan enzim RNA polimerase
sehingga sintesis RNA dan DNA terhambat. Antibiotik lainya yang
juga dapat menghambat sintesis asam mukleat adalah golongan
quinolon yang menghambat kerja enzim DNA girase pada bakteri yang
berfungsi menata kromosom yang sangat panjang menjadi bentuk
spiral sehingga dapat masuk kedalam sel bakteri yang kecil.
d. Antibiotik Yang Menggaggu Keutuhan Membran Sel Mikroorganisme.
Obat yang termasuk dalam golongan ini adalah polimiksin,
golongan polien serta beberapa golongan antiseptik. Polimiksin
sebagai senyawa amonium kuartener dapat merusak membran sel
mikroorganisme, senyawa polien bereaksi dengan struktur sterol yang
terdapat pada membran sel jamur sehingga mempengaruhi
permeabilitas selektif membran sel tersebut.
e. Penghambat Sintesis Metabolit
Sintesis metabolit yang umumnya dihambat adalah sintesis
senyawa folat yang merupakan prekursor dalam biosintesis asam
nukleat mikroorganisme. Mikroorganisme membutuhkan asam folat
untuk kelangsungan hidupnya karena diperlukan dalam sintesis DNA.
Mikroorganisme harus menyintesis sendiri dihidrofolat dari asam para-
aminobenzoat ( PABA ). Untuk dapat berkerja, dihidrofoloat harus
diubah menjadi bentuk aktifnya, yaitu asam terhidrofolat, dengan
bantuan enzim dihidrofolat reduktase. Antibiotik ini antara lain
sulfonamid, trimetoprim, dan asam p-aminosalisilat (PAS).
Sulfonamid berkerja dengan cara berkompetisi dengan PABA dan
berkeja dengan menghambat sintesis asam folat pada M.tuberculosis.
sulfonamid tidak efektif terhadap M.tuberculosis dan sebaliknya, PAS
tidak efektif terhadap bakteri yang sensitif terhadap sulfanamid.
Perbedaan ini mungkin disebabkan oleh perbedaab enzim untuk

7
menyintesis asam folat yang bersifat sangat khusus bagi masing-
masing jenis mikroorganisme.

C. Pemilihan Antibiotik
Pemilihan antibiotic yang efektif membutuhkan berbagai pertimbangan,
antara lain jenis mikroorganisme, kerentanana mikroorganisme teradap
antibiotic, lokasi infeksi, factor pasien, keamanan antibiotic, dan biaya terapi.
1. Identifikasi mikroorganisme Penyebab Infeksi
Identifikasi mikroorganisme merupakan hal yang penting untuk
dipertimbangkan dalam memilih obat yang tepat. Cara identifikasi cepat
yang sering kali dilakukan untuk mengetahui jenis mikroorganisme
pathogen adalah pewarnaan Gram. Teknik ini biasanya berguna untuk
mengidentifikasi keberadaan dan jenis mikroorganisme, khususnya
mikroorganisme yang terdapat didalam cairan tubuh yang secara normal
bersifat steril, misalnya cairan serebrospinal, cairan pleura,cairan synovial,
carian peritoneal, dan urine. Meskipun demikian, pembiakan perlu
dilakukan untuk mengetahui jenis mikroorganisme penyebab infeksi untuk
menegakkan suatu diagnosis penyakit dan menetapkan kerentanan bakteri
terhadap antiobiotik. Oleh karena itu, untuk menentukan terapi definitif
terhadapa infeksi, pengambilan specimen klinik perlu dilakukan terlebih
dahulu untuk mengedintifikasi mikroorganisme penyebab infeksi dan
melakukan uji resistensi mikroorganisme penyebab infeksi terhadap
antibiotic. Selain itu, cara identifikasi mikroorganisme lain yang yang
sering kali dilakukan antara lain antigen, deteksi sekuen spesifik dan unik
dari DNA atau RNA mikroorganisme dan deteksi respons inflamasi atau
respons imun inang terhadap mikroorganisme
2. Terapi Empiris
Idealnya, senyawa antibiotic yang digunakan untuk mengobati infeksi
dipilih setelah mikroorganisme diidentifikasi dan kerentananya terhadap
antibiotic telah diketahui. Namun, pada kasus – kasus tertentu seperti pada
pasien kritis yang sangat ftal jika pemberian obat ditunda, dapat dilakukan

8
terapi empiris yang merupakan pemberian obat yang tidak berdasarakan
hasil identifikasi bakteri dan uji resistensi.
a. Pasien akut
Pasien akut dengan penyebab infeksi yang tidak diketahui misalnya
pada pasien neutropenia (seseorang yang mengalami penurunan
neutrophil sehingga mungkun rentan terhadap infeksi) atau pasien
dengan gejala sakit kepala berat, kaku leher, dan sensitive terhadap
cahaya (yang merupakan karakeristik gejala meningitis),
membutuhkan pengobatan yang cepat. Terapi empiris dapat segera
dilakukan setelah specimen klinik diperoleh dan dikirim ke
laboratorium walaupun belum didapatkan hasil analisis kultur
b. Pemilihan obat
Pemilihan obat tanpa data uji resistensi dipengaruhi oleh lokasi
infeksi dan catatan medis pasien (misalnya tempat infeksi diperoleh,
status daya tahan tubuh pasien, catatan perjalanan dan umur pasien).
Terapi obat spectrum luas dibutuhkan saat infeksi sangat serius saat
mikroorganisme penyebab infeksi belum diketahui atau infeksi
disebabkan oleh beberapa bakteri pathogen. Pemilhan antibiotic juga
dilandasi oleh kemungkinan adanya keberadaan mikroorganisme yang
spesifik dengan lokasi infeksi. Sebagai contoh, infeksi bakteri kokus
Gram positif pada cairan spinal bayi yang baru lahir kemungkinan
besar disebabkan oleh Streptococcus agalactiae (grup B). Bakteri ini
sensitive terhadap penisilin G. Sebaliknya kokus Gram positif pada
cairan spinal pasien yang berumur 40 tahun kemungkinan besar adalah
Streptococcus pneumonia yang resisten terhadap penisilin G sehingga
sering kali membutuhkan pengobatan dengan sefalosporin generasi
ketiga atau vankomisin.
3. Penentuan Kerentanan Mikroorganisme Terhadap Antibiotik
Setelah mikroorganisme pathogen penyebab infeksi diisolasi dan
diidentifikasi sensivitasnya terhadap antibiotic yang spesifik dapat
diketahui untuk dijadikan pedoman dalam pemilihan terapi. Beberapa

9
bakteri pathogen, seperti Streptococcus pyogenes dan Neiserria meningitis,
biasanya memiliki pola kerentana yang dapat diprediksi untuk antibiotic
tertentu. Sebaliknya, beberapa jenis bakteri Gram negative yang sering kali
menunjukkan pola kerentanan yang tidak dapat diprediksi terhadap
beberapa antibiotic sehingga uji sensivitas perl dilakukan untuk
menentukan piliha antibotik yang tepat. Selain itu, perlu dilakukan
percobaan untuk menentukan kadar obat yang dapat menghambat
pertumbuhan bakteri dan kadar obat yang dapat membunuh bakteri.
a. Bakteriostatik dan Bakterisidal
Antibiotik dilkasifikasikan menjadi bakteriostatik dan bakterisidal.
Obat – obat bakteriostatik menghambat pertumbuhan dan repliaksi
bakteri pada kadar tertentu dalam serum pasien sehingga penyebaran
infeksi terhambat. Dengan demikian, system imun tubuh dapat
menyerang, memusnahkan, mengeliminasi bakteri pathogen. Jika obat
dieliminasi sebelum system imun membunuh bakteri, bakteri dapat
terus hidup dan memulai siklus infeksi sekunder.
b. Kadar Hambatan Minimum
Pertumbuhan mikriorganisme dapat dihambat oleh antibiotik
dengan kadar tertentu yang disebut dengan kadar hambatan minimal
(KHM). KHM adalah kadar antibiotik terendah yang masih dapat
menghambat pertumbuhan mkriorganisme tertentu. Untuk
menghasilkan terapi antibiotik yang efektif,kadar antibiotik dalam
cairan tubuh secara klimis harus lebih tinggi dari nilai KHM. Apabika
kadar tertentu tersebut tidak tercapai,obat tersebut tidak dapat
mengatasi infeksi. Sebagai contohnya,suatu mikroorganisme dengan
KHM 20 rentan terhadap kadar tersebut secara infiktro.
Namun,apabila kadar antibiotik yang dicapai dalam darah hanya
5,pertumbuhan mikrorganisme tidak dihambat oleh antibiotik tersebut
Penentuan KHM dapat dilakukan dengan metode pengenceran
dalam tabung,metode dihusi cakram menurut kirbi- baur,dan e-
tes(epsilometer tes) prinsip metode penentuan KHM dengan cara

10
pengenceran dalam tabung (tubedilution) adalah menentukan KHM
dengan menguji kemampuan bakteri untuk dapat tumbuh dalam media
pertumbuhan yang mengandung antibiotik dengan kadar yang berbeda.
Kadar hambatan minimum suatu antibiotik ditentukan melalui
pengenceran antibiotik secara berurutan dalam tabung reaksi. Tabung
yang mengandung berbagai kadar larutan antibiotik diinokulasi dengan
bakteri yang akan diuji. Tabung – tabung tersebut di ingkubasi selama
16 -18 jam dan kemudian diperiksa keberadaan pertumbuhan
mikrorganismenya atau dilihat kekeruhannya. Kadar terendah obat
yang dapat mencegah pertumbuhan mikroorganisme merupakan nilai
KHM. Saat ini uji KHM,selain dilakukan dengan cara tabung juga
dapat dilakukan secara otomatis menggunakan plakmikrotiter.
Sementara itu,uji sensifitas dengan cara difusi cakram kirbi-baur
dilakukan secara rutin untuk menentukan secara kualitatif kerentanan
mikroorganisme terhadap antibiotik. Sejumlah inokulum bakteri yang
akan ditetapkan kerentanannya pertama – tama disebrakan pada
permukaan cawan petri yang mengandung media pembenihan padat.
Kemudian kedalam cakram kertas diteteskan antibiotik dengan kadar
tertentu yang diletahkan pada permukaan medium. Selama
inkubasi,antibiotik akan berdifusi keluar dari kertas cakram dengan
kecepatan yang berbanding terbalik dengan ukurannya yang
menghasilkan kadar obat secara gradual disekitar setiap cakram zona
hambatan yang terbentuk dengan jelas disekitar cakram yang
mengandum antibiotik mencermikan derajat kerentanan bakteri
tersebut terhadap obat. Ukuran zona hambatan juga dipengaruhi oleh
karakteristik obat, seperti berat molekul, kadar,difusi,dan stabilitasnya
didalam cakram.
Metode yang digunakan selain metode kirbi-baur dalam uji
kepekaan adalah e-tes(epsilometer tes) yang juga berdasarkan prinsip
difusi. e-tes digunakan sebagai pemeriksaan mikrobiologis untuk
mengetahui kepekaan terhadap bakteri dan jamur. e-tes menggunakan

11
strip perdegi panjang yang telah mengandung antibiotik dengan kadar
yang berfariasi. Bakteri ditanam pada media pembenihan dan
kemudian strip e-tes diletakan pada permukaan media agar tersebut.
Setelah antibiotik berdifusi kedalam media,zona hambat akan
terbentuk sesuai dengan kadar antibiotik. Yang terdapat pada strip e-
tes. Setelah diinkubusi selama 24 jam akan tampak zona hambat yang
berbentuk elips berdasarkan metode ini,nilai KHM adalah kadar
terkecil yang terdapat pada strip yang berbeda pada hambatan.
c. Kadar bakterisida minimum
Kadar bakterisida minimum (KBM) adalah kadar terendah
antibiotik yang dapat membunuh 99,9% bakteri setelah diinkubasi
selama 18 jam. KBM ditentukan dengan cara menguji kemampuan
hidup mikroorganisme yang dibiakkan kembali pada media padat yang
tidak mengandung antibiotik dari tabung – tabung uji KHM yang tidak
menunjukan pertumbuhan bakteri.
4. Efek lokasi infeksi
Kadar antibiotik yang akurat harus mencapai lokasi infeksi agar mikro
organisme yang menyerang tubuh dapat dibasmi secara efektif. Pembuluh
darah dengan berbagai tingkat permeabilitasnya akan membawa obat
keseluruh jaringan tubuh. Namun,tidak semua jaringan tubuh dapat dilalui
oleh obat. Beberapa organ membentuk penghalang (sawar) yang terdiri dari
jaringan kapiler untuk menghalangi distribusi obat kedalam beberapa
lokasi,seperti plasenta,prostat,mata dan sistem saraf pusat. Salah satu
sawar yang spesifik adalah sawar darah otak,yang dibentuk oleh lapisan sel
endotelial yang menghalangi molekul obat masuk kedalam otak,kecuali
molekul yaang berukuran kecil dan bersifat lipolfilik. Sawar darah otak
dapat mencegah penetrasi obat dari pembuluh darah otak kedalam jaringan
otak meskipun obat tersebut dapat berpenetrasi daari pembuluh darah
kedalam organ lainnya diseluruh tubuh. Penetrasi dan kadar obat
antibakteri didalam cairan serebrospinal dipengaruhi oleh :
a. Kelarutan obat dalam lemak

12
Semua senyawa tanpa penghantar spesifik harus berpenetrasi
secara intraseluler dari darah kedalam cairan serebrospinal. Oleh sebab
itu,kelarutan obat dalam lemak merupakan hal utama dalam menetukan
kemampuan penetrasi obat kedalam otak. Sebagai contoh, obat yang
larut lemak,seperti kuinolon dan metromidazol,memiliki penetrasi
yang baik kedalam cairan serebrospinal. Sebaliknya golongan
laktam,seperti penisilin,terionisasi pada ph fisiologis dan memiliki
kelarutan yang lemah dalam lemak sehingga penisilin memiliki
penetrasi kesawar darah otak yang terbatas pada keadaan normal. Pada
keadaan infeksi, seperti meningitis yang menyebabkan inflamasi pada
otak, sawar darah otak tidak berfungsi dengan efektif dan
permeabilitasnya meningkat sehingga beberapa golongan laktam
dalam dosis terapeutik dapat memasuki cairan serebrospinal.
b. Bobot molekul obat
Senyawa dengan bobot molekul lebih kecil memiliki kemampuan
yang lebih besar untuk melewati sawar darah otak, sedangkan senyawa
dengan bobot molekul tinggi (misalnya fankomisin) sukar berpenetrasi
bahkan dalam keadaan radang meningitis.
c. Ikatan protein obat
Kekuatan ikatan protein obat dalam serum membatasi obat tersebut
masuk kedalam cairan serebrospinal. Hal tersebut menunjukan bahwa
hanya obat dalam bentuk bebas (yang tidak terikat dengan protein
serum) yang menetukan penetrasi obat dalam cairan serebrospinal.
5. Faktor Pasien
Dalam memilih antibiotik,kondisi pasien harus diperhatikan,seperti
status sistem imun pasien,kondisi ginjal,hati,sirkulasi,dan umut pasien.
Wanita hamil yang sedang menyusui juga memengaruhi pemilihan
antibiotik.
a. Sistem Imun
Eliminasi bakteri penyebab infeksi dari tubuh tergantung pada
sistem imun pasien. Obat antibakteri dapat menurunkan populasi

13
bakteri (bakterisidal) atau mengahambat pertumbuhan bakteri
(bakteriostatik). Pada akhirnya,sistem pertahanan tubuh inang harus
mengeliminasi bakteri yang menyerang tubuh. Pemberian obat
imunosupresif pada pasien pecandu alkohol,diabetes,terinfeksi dengan
HIV,malnutrisi,atau berusia dapat memengaruhi imunokopetensi
pasien. Pada kondisi pasien tersebut,dibutuhkan dosis antibakteri yang
lebih tinggi atau waktu pengobatan yang lebih panjang untuk
mengeliminasi bakteri yang menyerang tubuh.
b. Ganguan Ginjal
Untuk obat yang biasanya dieliminasi oleh ginjal,akumulasi obat
didalam tubuh dapat terjadi jika fungsi ginjal buruk. Hal tersebut dapat
menyebabkan efek samping yang serius,kecuali jika akumulasinya
dapat dikontrol dengan dosis atau jadwal pemberian antibiotik tepat.
Nilai kreatinin serum biasanya digunakan sebagai indeks fungsi ginjal
untuk menentukan regimen obat. Namun, pemantauan langsung
terhadap kadar antibotik didalam serum (misalnya aminoglikosida)
perlu dilakukan untuk menetukan dosis yang tepat dan menghindari
potensi toksisitasnya. Pasien usia lanjut umumnya lebih rentan
terhadap akumulasi obat yang dieliminasi oleh ginjal. Antibiotik yang
metabolismenya lebih lama atau eliminasinya melalui empedu
sebaiknya dipilih untuk pasien untuk gangguan ginjal.
c. Gangguan Hati
Antibiotik yang terkosentrasi atau dieliminasi oleh hati (misalnya
eritromisin dan tetrasiklin) dikontraindikasikan terhadap pasien dengan
penyakit hati.
d. Perfusi Buruk
Penurunan sirkulasi ke bagian organ tertentu misalnya pada bagian
kaki penderita diabetes dapat menyebabkan penerunan kadar antibiotik
yang sampai kedaerah tersebut sehingga infeksi pada lokasi tersebut
sulit untuk disembuhkan.
e. Umur

14
Proses eliminasi oleh ginjal atau sistem hepatik belum sempurna
pada bayi yang baru lahir sehingga bayi rentan terhadap efek
toksikkloramfenikol dan sulforiamit. Bayi dan anak juga tidak boleh
diberikan tetrasikin karena tetrasiklin dapat mempengaruhi tulang dan
gigi.
f. Kehamilan
Bebarapa jenis antibiotik dapat melewati plasenta. Efek samping
pada janin jarang terjadi, kecuali displasia pada gigi dan hambatan
pertumbuhan tulang yang disebabkan oleh tetrasiklin. Namun beberapa
obat bersifat embriotoksil dan teratogenik. Aminoglikosida harus
dihindari diberikan pada wanita hamil karena bersifat ototoksik dan
dapat mempengaruhi janin. Kategori antibiotik dan efeknya pada janin
menurut united states food and drug administration (FDA) adalah
sebagai berikut :
1) Kategori A
Penggunaan pada wanita hamil tidak menunjukan resiko terhadap
janin yang dikandungnya pada trimester pertama kehamilannya.
2) Kategori B
Penggunaan pada hewan percobaan tidak menunjukan gangguan
pada fetus dalam trimester pertama dan penelitian pada wanita
hamil tidak ada.
3) Kategori C
Penilitian pada hewan percobaan menunjukan efek teratogenik
/embriogenik, tetapi penilitian pada wanita hamil tidak ada.
4) Kategori D
Gangguan pada janin manusia sangat jelas dan obat hanya
digunakan dalam keadaan untuk menyelamatkan nyawa pasien.
5) Kategori X
Penelitian pada hewan percobaan ataupun manusia menunjukan
gangguan pada janin obat ini dikontraindikasikan terhadap
kehamilan.

15
g. Laktasi
Obat yang diberikan pada ibu yang menyusui dapat masuk
kedalam serkulasi darah bayi melalui air susu ibu. Meskipun kadar
antibiotik dalam air susu ibu rendah,akumulasi antibiotik pada bayi
dapat menimbulkan masalah.
6. Keamanan Antibiotik
Beberapa antibiotik,misalnya penisilin,memilik sifat selektif yang
sangat tinggi karena penisilin secara efektif dapat menghambat sintesis
dinding sel bakteri yang mempengaruhi pertumbuhan sel bakteri tetapi
tidak mempengaruhi sel inangnya. Antibiotik lain seperti
kloramfenikol,memiliki toksisitas yang kurang selektif pada bakteri karena
dapat menyebabkan toksisitas pada pasien obat ini hanya dianjurkan untuk
digunakan pada pengobatan infeksi yang mengancam jiwa dan
memerlukan penanganan serius saja.
7. Biaya Terapi
Seringkali beberapa jenis antibiotik menunjukan efektifitas yang sama
dalam pengobatan infeksi, tetpai memiliki harga yang sangat berfariasi.
Oleh sebab itu,pertimbangan biaya yang efektif dan ekonomis dalam
pemilihan suatu antibiotik.

D. Rasistensi Antibiotik
Bakteri dapat menjadi resisten terhadap antibiotik jika pertumbuhannya
tidak dapat di hambat secara maksimal oleh anti biotik. Beberapa
mikroorganisme suda memiliki sifat rasisten terhadap antibiotik secara
alamiah.sebagai contoh, bakteri Gram negatif suda rasisten terhadap
vankomisin. Di samping itu,spesies mikroba yang secara normal sensitif
terhadap beberapa antibiotik dapat berkembang menjadi rasisten.galur bakteri
yang rasisten ini dapat terjadi karena motasi secara sponstan atau yang di
dapat dari proses seleksi. Beberapa galur tersebut dapat rasisten terhadap lebih
dari satu antibotik (Radji,2016).

16
Rasisten antibiotik dapat merupakan bawaan generasi sebelumnya atau
memang di dapatkan dari lingkungan. rasistensi bahwa biasanyanya diperoleh
karena mutasi spontan yang di sebut dengan evalusi vartikel (vertikel
evolution), sedangkan rasisten. yang diperoleh karena tranfer gen disebut
dengan evolusi horizontal (horizontalevolution), pada evolusi horizontal,
mikroorganisme mendapatkan sifar rasisrensi karena transfer materi ginetik
pembawa sifat resistensi dari mikro organisme donor (Radji,2016)..
1. Gangguan Genetik
Rasistensi antibiotik disebabkan oleh gangguan informasi ginetik yang
bersifat sementara atau pun parmanen.perkembangan rasistensi merujuk
pada kemampuan DNA untuk mengalami mutasi spontan atau berpinda
dari satu organisme ke organisme lain.
a. Mutasi DNA Spontan
Gangguan kromosomal dapat muncul karena insersi,deplesi, atau
subtitisi dari satu atau lebih nukleotida dengan genom. Hasil mutasi
dapat di perbaiki oleh organisme atau dapat menjadi letal bagi sel. Jika
sel dapat bertahan, sel dapat beraplikasi dan menstransmisikan sifat
mutasinya ke sel anak. Beberapa mutasi spontan dapat memiliki sedikit
efek atau tidak memiliki efek sama sekali terhadap kerentanan
organisme terhadap suatu antibiotik. Namun,mutasi dapat
memproduksi galur bakteri yang rasisten dan meyebabkan
mikroorganisme berproliverasi di bawah kondisi selektif tertentu.
Prorses mutasi ini terjadi saat gene-anciding pada replikasi
bakteri.mutasi spontan terjadi secara spontan,acak,dan tidak bergantung
pada keberadaan antibiotik.mutasi spontan dapat mengakibatkan
perubahan pada protein target sehingga terjadi perubahan struktur
tempat ikatan (binding site) dan anti biotik tidak dapat berikatan dengan
target. Oleh sebeb itu, efek terapi anati biotik tidak terjadi. Selain itu,
mutasi spontan juga dapat terjadi pada protein lain,seperti protein yang
berperan dalam transpor obat, aktivasi dan anaktivasi,enzim,dan pada

17
regunolator atau promotor yang memengaruhi ekspresi sel
target,tranpor protein,dan inaktivasi enzim.
Contoh resistensi karena mutasi adalah rasistensi streptomisin. Hal
ini disebebkan oleh mutasi gen yang menyandi ekspresi protein
ribosomal tempat streptomisin berikatan. Mutasi gen dapat mengubah
target tempat ikatan streptomisin sehingga obat menjadi inaktif. Ketika
bekteri yang sensitif terhadap streptomisisin ditimbulkan dala media
tanpa streptomisin hingga menjadi 109 populasi sel, mutasi genom
mungkin terjadi pada paling tidak satu sel dalam populasi
tersebut.melalui mutasi ini, sel akan menjadi resistensi terhadap
streptomisin. Jika streptomisin ditambahkan ke medium pembenihan
bakteri,hanya sel yang mengalami mutasi dan menjadi resisten yang
dapat terus bereplikasi dan menunurunkan sifat resistensiya kepada
generasi berikutnya dalam satu populasi bakteri dalam medium
tersebut.
Ketika antibiotik memiliki lebih dari satu tempat
ikatan,mikroorganisme akan lebih sulit menjadi resisten. Hal ini terjadi
karena mutasi di butuhkan untuk mencegah obat berikatan dengan
binding site .sebagai contoh ,streptomisin aminoglikosida yang terbaru
dapat berikatan dengan beberapa tempat pada ribosom sehingga
resistensi yang disebabkan oleh mutasi spontan jarang sekali terjadi
Obat, seperti treptomisin,yang dapat mnyebabkan resistensi melalui
mutasi sponta kadang di gunakan dalam kombinasi dengan antibiotik
lain untuk mencegah mutan rasisten berlahan. Jadi, suatu mikro
organisme resisten tehadap satu obat, obat yang lain yang memiliki
tempat ikatan yang berbeda masi dapat membunuh mikroorganisme
terdebut.
b. .Transfer DNA
Terjadi karena Transfer DNA dari suatu bakteri ke bakteri lain.s
ifat resistensi biasanya dikode dalam R faktor ekstrakromosomal
(plasmid resistensi). Banyak gen resistensi yang diperantarai oleh

18
plasmid meskipun plasmid tersebut tidak dapat bergabung ke dalam
DNA inang bakteri.plasmid dapat masuk kedalam melalui beberapa
proses seperti transfusi (diperantarai fag) informasi atau konjunggasi
bakteri. Gen yang mengkode sifat resisten terhadap antibiotik dapat di
sebarkan ke Galur atau spesies mikroorganisme lain melalui horizontal
genetransfer yang bergantung pada bahan genetik yang dapat
berpindah seperti plasmid.proses ini melibatkan transposon dan
integrons.transposon merupakan elemen yang dapat berpindah dan
terintegrasi dengan genom bakteri atau plasmid DNA (plasmid ke
plasmid,plasmid ke kromosom,atau dari kromosom ke plasmid).
Sedangkan pada integrons pada dasarnya bukan merupakan bahan
genetik yang dapat berpindah, integrons berperan dalam mengkode
intergrase dan menyediakan situs spesifik untuk intergrasi mobil gene
cassettes,yang terletak di transposon,plasmid,k kromosom.horizontal
gene transfer biasanya terjadi transduksi,transformasi,d an
konjunggasi.
Transfusi adalah proses yang melibatkan bakteriofag.dalam
hidupnya bakteriofag dapat menginfeksi mikroorganisme yang resisten
terhadap suatu anti biotik tertentu.materi genetik tersebut dibawa oleh
bakteriofag dan ketika bakteriofag menginfeksi mikroorganisme lain
yang tidak memiliki sifat resisten,mikroorganisme lain.m
mikroorganisme tersebut akan dapat sifat resisten karena
penggabungan bakteri genetik bakteriofag dan bakteri mikroorganisme
penerima. Contoh mikroorganisme yang mendapatkan resisten dengan
cara ini streptococcus aureus dan Neiseria.semetara itu proses
konjunggasi melibatkan jembatan yang disebut phili sex.jembatan ini
menghubungkan mikro organisme donor dengan mikroorganisme
penerima untuk melakukan pertukaran plasmid yang membawa sifat
rTransfer resisten dengan cara konjungasi ini lazim terjadi pada bakteri
gram negatif.

19
2. Gangguan Ekspresi protein pada mikrooganisme yang resisten
Resistensi obat mungkin dapat dimediasi oleh beberapa mekanisme
seperti penurunan jumlah atau gangguan situs/molekul target antibiotik,
penurunan permeabilitas obat, peningkatan efluks obat, atau inaktivasi
antibiotik oleh enzim.
a. Modifikasi situs target
Gangguan situs target antibiotik karena mutasi dapat menyebabkan
organisme resisten terhadap satu atau lebih antibiotik sebagai
contoh,S.pneumoniae resisten terhadap antibiotik beta laktam yang
disebabkan oleh gangguan ikatan protein penisilin utama memberikan
dengan molekul target spesifik dalam sel bakteri sehingga obat dapat
memberikan efek pada mikroorganisme tersebut.p perubahan secara
kimia pada molekul target secara kimia karena mutasi akan mencegah
obat berikatan dengan molekul target.
Mekanisme ini terjadi pada saat.aureus yang resisten terhadap
metisilin.bakteri ini mengubah penicillin binding protein (BPB)
sehingga afinitasnya terhadap meticllin dan golongan Beta laktam
yang lain menurun,contoh lainnya adalah perubahan struktur rRNA
yang merupakan target antibiotik golongan makrolida. Hal ini
mencegah obat tersebut untuk berdekatan dengan target sehingga
fungsi ribosom bakteri menjadi tidak terganggu.
b. Peningkatan efluks atau penurunan pengambilan
Penurunan uptake (pengambilan) atau peningkatan efluks anti
biotik dapat menyebabkan resistensi karena obat tidak dapat mencapai
situs aksi dalam kadar yang mencukupi untuk membunuh
mikroorganisme. Sebagai contoh,bakteri gram negatif dapat
menghalangi penetrasi beberapa antibiotik,seperti golongan Beta
lactam, tetrasiklin, dan kloramfekol karena perubahan struktur kenal
pada membrane luar.
Bakteri gram negatif memiliki protein yang secara selektif dapat
dimasuki oleh molekul hidrofobik kecil untuk masuk kedalam sel.

20
Apabila protein porin tidak ada atau mengalami perubahan struktur
karena mutasi permeabilitas obat akan berubah dan obat sulit masuk
kedalam sel sehingga obat tidak dapat berikatan dengan molekul target
didalam sel. Mekanisme lainnya adalah bakteri akan mengurangi
mekanisme transport aktif dari antibiotik kedalam sel (contohnya pada
resistensi gentamisin).
Pompa efluk juga merupakan sistem yang digunakan bakteri untuk
membuang obat atau bahan yang berbahaya dari sel bakteri. Perubahan
yang menyebabkan pembentukan pompa efluk tersebut akan
meningkatkan kapasitas mikroorganisme dalam mengeliminasi obat
yang masuk kedalam sel. Dengan demikian, mikroorganisme resisten
terhadap antibiotik dalam kadar yang besar. Perubahan struktur pada
pomba efluks mungkin akan mempengaruhi atau meningkatkan jumlah
total kapasitas obat yang dikeluarkan atau dieliminasi.
c. Inaktivitasi oleh enzim
Kemampuan mikroorganisme menghasilkan enzim spesifik yang
dapat mengubah struktur kimia atau senyawa antibiotik dapat membuat
mikroorganisme menjadi resisten terhadap antibiotik. Contoh
antibiotik yang rentan terhadap aktivitas enzim antara lain enzim ß-
Laktamase yang dapat merusak cincin ß-Laktam Penicillin,
Sefalosporin dan obat lain yang sejenis;enzim asetilltrasfrase yang
dapat menyebabkan kloramfenikol atau aminogikosida tidak aktif, dan
enzim esterase yang menghidrolosis cincin lakton makrolida.
Resistensi terhadap antibiotik semakin meningkat yang disebabkan
oleh beberapa faktor antara lain :
1) Penggunaan antibiotik yang berlebihan.
Semakin sering antibiotik digunakan biasanya semakin berkurang
aktivasnya. Oleh sebab itu, penggunaan antibiotik diusahakan
seminimal mungkin.
2) Penggunaan antibiotik yang tidak rasional.

21
Penelitian menunjukan bahwa penggunaan antibiotik yang tidak
rasional, baik dirumah sakit maupun komunitas, merupakan faktor
penting yang mempermudah resistensi bakteri.
3) Penggunaan antibiotik yang berlebihan.
Beberapa contoh antibiotik yang relatif cepat kehilangan
efektifitasnya setelah dipasarkan.karena masalah resistensi adalah
siprofloksasin dan kotrimoksazol .
4) Penggunaan antibiotik untuk jangka waktu yang lamah.
Penggunaan antibiotik dalam waktu jangka lama memberikan
kesempatan bakteri untuk berkembang menjadi bakteri yang lebih
resisten.
5) Penggunaan antibiotik untuk ternak.
Kurang lebih dari produksi antibiotik didunia digunakan untuk
suplemen pakan ternak. Kadar antibiotik yang rendah pada ternak
memudahkan mikroorganisme menjadi resisiten. Beberapa contoh
mikroorganisme yang menjadi resisten dengan cara ini adalah VRE
(vancomycin resisten enterococcus), Campylobacter , dan
Salmonella spp).
6) Faktor lainnya
Beberapa faktor lain yang berperan dalam perkembangan resistensi
bacteri ialah kemudahan transportasi modern, perilaku seksual,
sanitasi buruk, dan kondisi lingkungan yang tidak sehat.

22
E. Efek samping terapi antibiotik
Antibiotik yang toksisitasnya bersifatselektif terhadap mikrooganisme
tidak sepenuhnya dapat menghindarkan efek samping pada inangnya. Sebagai
contoh, suatu obat dapat menyebabkan respon alergi atau menjadi toksik
dengan mekanisme yang tidak berkaitan dengan aktivitas antibiotiknya
(Radji,2016).
1. Hepersensitivitas
Reaksi hepersensitivitas dapat terjadi terhadap antibiotik atau produk
metabolismenya,. Contonya pada penisilin, meskipun merupakan
antibiotik dengan toksisitas selektif absolud, penisisilin dapat
menyebabkan masalah hipersensitivitas yang serius dari urtikaria hingga
anafilaksis.
2. Toksisitas langsung
Kadar beberapa antibiotik dalam serum yang tinggi dapat
menyebabkan toksisitas langsung yang mempengaruhi proses seluler
didalam sel inang. Sebagai conyoh, aminoglikosida menyebabkan
otoksisitas yang menganggu fungsi organ Corti pada teliga yang
mempengarui indra pendengaran.
3. Superinfeksi
Terapi obat dengan antibiotik spektum luas atau kombinasi antibiotik
dapat menyebabkan perubahan flora normal pada saluran pernapasan
bagian atas, pencernaan, dan saluran genitourin. Hal tersebut
memungkinkan perkembangan infeksi oportunistik oleh mikroorganisme,
terutama jamur atau bakteri yang resisten. Infeksi tersebut sering kali sulit
diterapi.

23
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Antibiotika adalah obat untuk mencegah dan mengobati infeksi yang
disebabkan oleh bakteri. Antibiotik dapat dikelompokkan menjadi beberapa
golongan berdasarkan struktur kimia, mekanisme aksi, spektrum, dan sifat
kerjanya.
Pemilihan antibiotic yang efektif membutuhkan berbagai pertimbangan,
antara lain jenis mikroorganisme, kerentanana mikroorganisme teradap
antibiotic, lokasi infeksi, factor pasien, keamanan antibiotic, dan biaya terapi.
Antibiotik yang toksisitasnya bersifatselektif terhadap mikrooganisme
tidak sepenuhnya dapat menghindarkan efek samping pada inangnya. Sebagai
contoh, suatu obat dapat menyebabkan respon alergi atau menjadi toksik
dengan mekanisme yang tidak berkaitan dengan aktivitas antibiotiknya.
B. Saran
Pada masa ini masih ditemukan perilaku yang salah dalam penggunaan
antibiotika yang menjadi risiko terjadinya resistensi antibiotik, diantaranya:
peresepan antibiotik secara berlebihan oleh tenaga kesehatan; adanya
anggapan yang salah di masyarakat bahwa antibiotik merupakan obat dari
segala penyakit; dan lalai dalam menghabiskan atau menyelesaikan treatment
antibiotik. Hal ini perlu diperhatkikan oleh para petugas kesehatan agar
kejadian resistensi pada pengguna tidak terjadi lagi.

24
DAFTAR PUSTAKA
KEMENKES RI. 2016. Pasien Cerdas Bijak Gunakan Antibiotik.
http://www.depkes.go.id/article/view/16042000002/pasien-cerdas-bijak-
gunakan-antibiotik.html (Diakses 06 Oktober 2019)
Radji, Maksum. 2016. Mekanisme Aksi Molekuler Antibiotik dan Kemoterapi.
Jakarta : EGC

25

Anda mungkin juga menyukai