Anda di halaman 1dari 18

KATA PENGGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Segala puji bagi Allah yang


telah memberikan saya kemudahan sehingga dapat menyelesaikan Asuhan Keperawatan
Gerontik ini. Tanpa pertolongan-Nya mungkin penyusun tidak akan sanggup
menyelesaikannya dengan baik. Shalawat dan salam semoga terlimpah curahkan kepada
baginda tercinta kita yakni Nabi Muhammad SAW.

Asuhan Keperawatan Gerontik ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu
tentang "Keperawatan Gerontik” yang kami sajikan berdasarkan pengamatan dari
berbagai sumber. Askep ini di susun oleh penyusun dengan berbagai rintangan. Baik itu
yang datang dari diri penyusun maupun yang datang dari luar. Namun dengan penuh
kesabaran dan terutama pertolongan dari Tuhan akhirnya Askep ini dapat terselesaikan.

Semoga Askep ini dapat memberikan pengetahuan yang lebih luas kepada
pembaca. Walaupun Askep ini memiliki kelebihan dan kekurangan, penyusun
membutuhkan kritik dan saran dari pembaca yang membangun.

Terima kasih.

Makassar, 10 Maret 2020

Penulis

DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL..................................................................................................
KATA PENGANTAR...............................................................................................
DAFTAR ISI..............................................................................................................
DAFTAR TABEL......................................................................................................
DAFTAR LAMPIRAN.............................................................................................
BAB 1 PENDAHULUAN..........................................................................................
1.1 Latar Belakang..............................................................................................
1.2 Tujuan Penulisan...........................................................................................
1.2.1 Tujuan Umum.........................................................................................
1.2.2 Tujuan Khusus........................................................................................
1.3 Manfaat Penulisan.........................................................................................
1.3.1 Manfaat Keilmuan..................................................................................
1.3.2 Manfaat Aplikatif...................................................................................
1.3.2.1 Bagi Puskesmas Taraweang.......................................................
1.3.2.2 Bagi Keluarga.............................................................................
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA................................................................................
2.1 Konsep Gerontik............................................................................................
2.2 Konsep Penyakit............................................................................................
2.3 Konsep Tindakan Keperawatan yang Diberikan.......................................
BAB 3 LAPORAN KASUS KELOLAAN UTAMA...............................................
3.1 Pengkajian Keperawatan..............................................................................
3.2 Diagnosis Keperawatan................................................................................
3.3 Rencana Asuhan Keperawatan....................................................................
3.4 Implementasi Keperawatan..........................................................................
3.5 Evaluasi Keperawatan..................................................................................
BAB 4 ANALISIS......................................................................................................
4.1 Analisis Tindakan Keperawatan yang Diberikan dengan Konsep dan
Penelitian Terkait..........................................................................................
4.2 Alternatif Pemecahan Masalah....................................................................
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN.....................................................................
5.1 Kesimpulan....................................................................................................
5.2 Saran...............................................................................................................
5.2.1 Bagi Keluarga.........................................................................................
5.2.2 Bagi Puskesmas Taraweang...................................................................
5.2.3 Bagi Penelitian.......................................................................................
DAFTAR REFERENSI
LAMPIRAN

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakan


Saat ini diseluruh dunia jumlah orang lanjut usia di perkirakan ada 500 juta
dengan usia rata-rata 60 tahun dan diperkirakan pada tahun 2025 akan mencapai 1,2
miliyar. Di negara maju seperti Amerika serikat pertambangan orang lanjut usia
diperkirakan 50% dari penduduk berusia di atas 50 tahun sehingga istilah Baby
Boom pada masa lalu berganti menjadi “Ledakan penduduklanjut usia” (Lansia)
(Padila, 2013).
Permasalahan pada lansia dalam pemeliharaan kesehatan: hanya 5% yang diurus
oleh institusi, 25% dari semua resep obat-obat adalah untuk lanjut usia, penyakit-
penyakit mungkin ganda dan kronis hampir 40% melibatkan lebih dari satu penyakit
(komplikasi sering terjadi), akibat-akibat dari ketidak mampuan akan lebih dari satu
penyakit (komplikasi sering terjadi), akibat-akibat dari ketidak mampuan akan lebih
cepat terjadi apabila lanjut usia itu jatu sakit, respon terhadap pengobatan berkurang,
daya tangkal lebih rendah karna proses ketuaan sehingga seorang lanjut usia lebih
budah terkena penyakit, lanjut usia kurang tahan terhadap tekanan mental
lingkungan dan fisik, pemeliharaan kesehatan yang buruk umumnya terjadi
1.Kurang dari 1/3 tidak dilakukan check up kesehatan tahunan,2.Banyak terlihat
pemeliharaan kesehatan sebagai pelayanan yang digunakan hanya selama kritis
hidup, 3. Banyak terlihat lebih dari satu orang dokter yang melihat secara terpisah
(Padila, 2013).
Proses manua di dalam perjalannan hidup manusia merupakan suatu hal yang
wajar akan dialami semua orang yang dikaruniai umur panjang. Hanya lambat
cepatnya proses tersebut bergantung pada masing-masing individu yang
bersangkutan (Padila, 2013).

1.2 Tujuan Penulisan


1.2.1 Tujuan Umum
Mengetahui asuhan keperawatan dasar bagi lansia
1.2.2 Tujuan Khusus
1.2.2.1 Mengetahui pendekatan keperawatan lansia
1.2.2.2 Mengetahui asuhan keperawatan yang diberikan pada lansia
1.3 Manfaat Penulisan
1.3.1 Manfaat Keilmuan
Diharapkan dapat memperluas wawasan tentang aspek gerontik dan
pemberian asuhan keperawatan gerontik
1.3.2 Manfaat Aplikatif
1.3.2.1 Bagi Puskesmas Taraweang
Sebagai bahan evaluasi dan tambahan informasi, agar lebih dapat
menerapkan lagi perawatan lansia
1.3.2.2 Bagi Keluarga
Sebagai informasi tentang lansia dalam perawatan kesehatan
sehingga dapat melakukan upaya-upaya promotif dan preventif
terhadap masalah kesehatan lansia.

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Gerontik

2.1.1 Definisi Lansia

Seorang dikatakan lanjut usia (lansia) apabila usianya 65 tahun keatas.


Lansia bukan penyakit, namun merupakan tahap lanjut dari suatu proses
kehidupan yang ditandai dengan penurunan kemampuan tubuh untuk
beradaptasi dengan stress lingkungan. Lansia adalah keadaan yang ditandai
oleh kegagalan seseorang untuk mempertahankan keseimbangan terhadap
kondisi stres fisiologis. Kegagalan ini berkaitan dengan penurunan daya
kemampuan untuk hidup serta peningkatan kepekaan secara individual. Lansia
merupakan dua atau lebih individu yang bergabung karena hubungan darah,
perkawinan, atau adopsi, hidup dalam satu rumah tangga, berinteraksi satu
sama lain dalamperannya untuk menciptakan dan mempertahankan suatu
budaya (Muhith Abdul, 2016).

Menua atau menjadi tua adalah suatu keadaan yang terjadi di dalam
kehidupan manusia. Proses menua merupakan proses sepanjang hidup, tidak
hanya dimulai sejak pemulaan kehidupan. Menjadi tua merupakan proses
alamiah, yang berarti seseorangtelah melaluitiga tahap kehidupannya, yaitu
anak, dewasa, dan tua. Tiga tahap ini berbeda, baik secara biologis maupun
psikologis. Memasuki usia tua berarti mengalamikemunduran, misalnya
kemunduran fisik yang ditandai yang ditandai dengan dengan kulit kulit yang
mengendur, rambut memutih, gigi mulai ompong, pendengan kurang jelas,
penglihatan semakin memburuk, gerakan lambat, dan figure tubuh yang tidak
proporsional (Untari Ida, 2016).

2.1.2 Perubahan Fisik/Biologis (Fisiologis) yang Lazim pada Usia Lanjut

Menjadi tua atau menua membawah pengaruh serta perubahan


menyeluruh baik fisik, sosial, mental, dan norma spiritual, yang
keseluruhannya saling kait mengait antara satu bagian dengan bagian yang
lainnya. Dan perlu kita ingat bahwa tiap-tiap perubahan memerlukan
penyesuaian diri, padahal dalam kenyataan semakin menua usia kita
kebanyakan semakin kurang baik untuk menyesuaikan terhadap berbagai
perubahan yang terjadi dan disinilah terjadi berbagai gejolak yang harus
dihadapi oleh setiap kita yang mulai menjadi manula. Gejolak-gejolak itu
antara lain perubahan fisik dan perubahan social (Sulistyawati Emi, 2010).

Menurut bahan kesehatan dunia atau WHO, 2000 penggolongan dewasa


lanjut atau lansia dibagi menjadi tiga kelompok yakni usia pertengahan
(middle age) ialah kelompok usia 45 sampai 59 tahun, lanjut usia (elderly)
antara 60 dan 74 tahun, lanjut usia tual (old) antara 75 dan 90 tahun, dan usia
sangat tua (very old) diatas 90 tahun. Perubahan-perubahan yang terjadi
meliputi dari sistem integumentary, sistem rangka, sistem otot, sistem saraf,
sistem endocrine, sistem cardiovascular, sistem imunitas, sistem pernapasan,
sistem pencernaan, sistem perkemihan, sistem reproduksi wanita dan
pria(Sulistyawati Emi, 2010).

Secara umum, menjadi tua ditandai oleh kemunduran biologis yang


terlihat sebagai gejala-gejala kemunduran fisik, antara lain(Sulistyawati Emi,
2010):

2.1.2.1 Kulit mulai mengendur dan wajah mulai keriput serta garis-garis
yang menetap
2.1.2.2 Rambut kepala mulai memutih dan beruban
2.1.2.3 Gigi mulai lepas (ompong)
2.1.2.4 Penglihatan dan pendengaran mulai berkurang
2.1.2.5 Mudah lelah dan mudah jatuh
2.1.2.6 Mudah terserang penyakit
2.1.2.7 Nafsu makan menurun
2.1.2.8 Penciuman mulai berkurang
2.1.2.9 Gerakan menjadi lambat dan kurang lincah
2.1.2.10 Pola tidur berubah
2.1.3 Perubahan Psikososial
Akibat berkurangnya fungsi indra pendengaran, penglihatan, gerak fisik
dan sebagainya maka muncul gangguan fungsional atau bahkan kecacatan
pada lansia. Misalnya badannya menjadi bungkuk, pendengaran sangat
berkurang, penglihatan kabur, dan sebagainya sehingga sering menimbulkn
keterasingan. Hal itu sebaiknya dicegah dengan selalu mengajak mereka
melakukan aktifitas, selama yang bersangkutan masih sanggup, agar tidak
merasa terasingkan atau di asingkan. Karena jika terasingan terjadi maka
lansia semakin menolak untuk berkomunikasi dengan orang lain dan kadang-
kadang muncul prilaku regresi seperti mudah menangis, mengurung diri,
mengumpulkan barang-barang tak berguna, serta merengek-merengek dan
menangis bila bertemu orang lain sehingga perilakunya seperti anak
kecil(Emmelia, 2012).
Dalam menghadapi berbagai permasalahan diatas pada umumnya lansia
yang memiliki keluarga bagi orang-orang kita (budaya ketimuran) masih
sangat beruntung karena anggota keluarga seperti anak, cucu, cicit, sanak
saudara bahkan kerabat umumnya ikut membantu memelihara dengan penuh
kesabaran dan pengorbanan. Namun bagi mereka yang tidak punya keluarga
atau sanak saudara karena hidup membujang, atau punya pasangan hidup
namun tidak mempunyai anak dan pasangannya sudah meninggal, apalagi
hidup dalam perantauan sendiri, maka sering kali lansia menjadi
terlantar(Emmelia, 2012).
2.1.4 Penganiayaan
Penganiayaan terhadap lansia mengakibatkan cedera fisik atau
mengelantaran emosional yang meliputi menentang keinginan lansia,
mengintimidasi atau membuat keputuan yang kejam. Penganiayaan terhadap
lansia umumnya dilakukan oleh anaknya sendiri (Muhith Abdul, 2016).
2.1.5 Pengabaian
Pengabaian merupakan kondisi yang berhubungan dengan kegagalan
pemberi perawatan dalam membimbing pelayanan yang dibutuhan oleh
lansia baik itu pemenuhan kebutuhan kesehatan fisik maumpun pemenuhan
kebutuhan mental. Pengabaian adalah kegagalan yang dilakukan oleh
pemberi perawatan pada lansia untuk memberikan pelayan yang baik atau
mempersiapkan segala sesuatu yang lansia butuhkan untuk mencapai fungsi
optimal dan menjauhi dari sesuatu yang membahayakan. Pengabaian terbagi
menjadi 3 jenis yakni, pengabaian fisik yang merupakan suatu penolakan
atau kegaggalan keluarga dalam memenuhi kebutuhan dasar lansia, jenis
kedua adalah pengabaian psikologis sebagai suatu kegagalan sebagai suatu
kegagalan asuhan untuk memuaskan kebutuhan emosi atau psikologis lansia,
jenis pengabaian ketiga dalaha pengabaian finasial yang merupakan tindakan
keluarga yang mengambil atau menjual barang berharga milik
lansia(Emmelia, 2012).
2.1.6 Salah Perlakuan
Perlakuan yang salah terhadap lansia merupakan salah satu bentuk
cedera yang dapat dicegah dan merupakan masalah yang serius. Perlakuan
yang salah terhadap lansia dapat berupa penganiayaan, pengabaian,
eksploitasi maumpun pengisolasian yang dilakukan oleh kerabat, teman, atau
perawat yang dapat berakibat fatal. Hal tersebut baik disengaja maupun tidak
dapat mengakibatkan menurunnya kualitas hidup dan kesehatan seorang
lansia (Muhith Abdul, 2016).
2.1.7 Fungsi Seksual pada Lansia
Penurunan fungsi dan potensial seksual pada lanjut usia sering kali
berhubungan dengan berbagai gangguan fisik seperti gangguan jantung,
gangguan metabolisme, missal diabetes mellitus, vaginitis, post op
prostatektomi, kekurangan gizi karena pencernaan kurang sempurna atau
nafsu makan sangat kurang, penggunaan obat tertentu seperti anti hipertensi,
golonga steroid, tranquilizer. Factor psikologis yang menyertai lansia antara
lain (Muhith Abdul, 2016):
2.1.7.1 Rasa tabu atau malu bila mempertahankan kehidupan seksual pada
lansia
2.1.7.2 Sikap keluarga dan masyarakat yang kurang menunjang serta
diperkuat oleh tradisi dan budaya
2.1.7.3 Kelelahan atau kebosanan karena kurang variasi dalam
kehidupannya.
2.1.7.4 Pasangan hidup telah meninggal
2.1.7.5 Disfungsi seksual karena perubahan hormonal atau masalah
kesehatan jiwa lainnya, misalnya cemas, depresi dan pikun
2.2 Konsep Penyakit
2.2.1 Definisi
Hipertensi didefinisikan sebagai tekanan darah sistolik lebih dari 140
mmHg dan tekanan diastolic lebih dari 90 mmHg, berdasarkan pada dua kali
pengukuran atau lebih. Menurut JNC hipertensi terjadi apabila tekanan darah
lebih dari 140/90 (Susan C.Smeltzer, 2015)
Hipertensi dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
2.2.1.1 Normal : sistolik kurang dari 120 mmHg diastolik kurang dari 80
mmHg.
2.2.1.2 Prahipertensi : sistolik 120 sampai 139 mmHg diastolik 80 sampai
89 mmHg
2.2.1.3 Stadium 1 : sistolik 140 sampai 159 mmHg diastolic 90 sampai 99
mmHg
2.2.1.4 Stadium 2 sistolik 160 mmHg diastolik 100 mmHg .
Hipertensi adalah faktor risiko utama untuk penyakit
kardiovaskular aterosklerotik, gagal jantung, stroke, dan gagal
ginjal. Hipertensi menimbulkan risiko morbiditas atau mortalitas
dini, yang meningkat saat tekanan darah sistolik dan diastolic
meningkat. Peningkatan tekanan darah yang berkepanjangan
merusak pembuluh darah di organ target ( jantung, ginjal, otak, dan
mata ) (Susan C.Smeltzer, 2015)
2.2.2 Patofisiologi
Kepastian mengenai patofisiologi hipertensi masih dipenuhi
ketidak pastian. Sejumlah kecil ( antara 2% dan 5% ) memiliki penyakit
dasar ginjal atau adrenal yang menyebabkan penigkatan tekanan darah.
Namun, masih belum ada penyebab tunggal yang dapat diidentifikasikan dan
kondisi inilah yang disebut sebagai “ hipertensi esensial “. Sejumlah
mekanisme fisiologis terlibat dalam pengaturan tekanan darah normal, yang
kemudian dapat turut berperan dalam terjadinya hipertensi esensial.
Beberapa faktor yang saling berhubungan mungkin juga turut
serta menyebabkan peningkatan tekanan darah pada pasien hipertensif, dan
peran mereka berbeda pada setiap individu. Diantara faktor-faktor yang telah
dipelajari secara intensif adalah asupan garam, obesitas, dan resistensi
insulin, sistem rennin-angiotensin, dan sistem saraf simpatis. Pada beberapa
tahun belakangan, faktor lainnya telah dievaluasi, termasuk genetik,
disfungsi endotel (yang tampak pada perubahan endotelin dan nitrat oksida).
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh
darah terletak dipusat vasomotor, pada medulla diotak. Dari pusat vasomotor
ini bermula jaras saraf simpatis, yang berlanjut kebawah ke korda spinalis
dan keluar dari kolumna medulla spinalis ke ganglia simpatis ditoraks dan
abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yg
bergerak kebawah melalui saraf simpatis keganglia simpatis. Pada titik ini,
neuron preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang serabut
saraf paska ganglion kepembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya
norepinefrin mengakibatkan konstriksi pembuluh darah. Berbagai faktor
seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi respon pembuluh
darah terhadap rangsang vasokontriktor. Individu dengan hipertensi sensitive
terhadap norepinefrin, meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa hal
terssebut bisa terjadi.
Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang
pembuluh darah sebagai respon rangsang emosi, kelenjar adrenal juga
terangsang mengakibatkan tambahan aktivitas vaasokontriksi. Medulla
adrenal mengsekresi epinefrin yang menyebabkan vasokontriksi.korteks
adrenal mengsekresi kortisol dan steroid lainnya, yang dapat memperkuat
respon vasokonstriktor pembuluh darah. Vasokonstriksi yang mengakibatkan
penurunan aliran darah keginjal, menyebabkan pelepasan rennin. Rennin
merangsang pembentukan angiotensin l yang kemudian diubah menjadi
angiotensin II , suatu vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya merangsang
sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi
natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan peningkatan volume
intravaskuler. Semua faktor tersebut cenderung pencetus keadaan hipertensi.
Perubahan struktual dan fungsional pada sistem pembuluh darah
perifer bertanggung jawab pada perubahan tekanan darah yang terjadi pada
lanjut usia. Perubahan tersebut meliputi aterosklerosis, hilangnya elastisitas
jaringan ikat, dan penurunan dalam relaksasi otot polos pembuluh darah,
yang pada gilirannya menurunkan kemampuan distensi dan daya regang
pembuluh darah. Konsekuensinya, aorta dan arteri besar
berkurangkemampuannya dalam mengakomodasi volume darah yang
dipompa oleh jantung ( volume sekuncup ), mengakibatkan penurunan
curah jantung dan peningkatan tahanan perifer ( Brunner & Suddarth, 2005 ).
2.2.3 Pemeriksaan Penunjang
2.2.3.1 Pemeriksaan laboratorium
a. Hb/Ht : untuk mengkaji hubungan dari sel-sel terhadap volume
cairan (viskositas)dan dapat mengindikasikan faktor resiko
seperti : hipokoagulabilitas, anemia.
b. BUN/ kreatinin: memberikan informasi tentang perfusi/ fungsi
ginjal.
c. Glucose : hiperglikemi (DM adalah pencetus hipertensi) dapat di
akibatkan oleh pengeluaran kadar ketokolami
2.2.3.2 EKG : dapat menunjukan pola rengangan, di mana luas, peninggian
gelombang P adalah sala satu tanda dini penyakit jantung hipertensi
a. IUP : mengidentifikasi penyebab hipertensi seperti : batu ginjal,
perbaikan ginjal
2.2.4 Penatalaksanaan
2.2.4.1 Penatalaksanaan Nonfarmakologi :
Penatalaksanaan nonfarmakologis dengan modifikasi gaya hidup
sangat penting dalam mencegah tekanan darah tinggi dan
merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dalam mengobati
tekanan darah tinggi (Nurarif huda 2016).
Penatalaksanaan hipertensi dengan nonfarmakologis terdiri dari
berbagai macam cara modifikasi gaya hidup untuk menurunkan
tekanan darah yaitu :
a. Mempertahankan berat badan ideal
Mempertahankan berat badan ideal sesuai body Mass
Index (BMI) dengan rentang 18,5-24,9 kg/m2 (Kaplan, 2006).
BMI dapat diketahui dengan membagi berat badan anda dengan
tinggi badan anda yang telah dikuadratkan dalam satuan meter.
Mengatasi obesitas (kegemukan) juga dapat dilakukan dengan
melakukan diet rendah kolestrol namun kaya dengan serat dan
protein (pfizerpeduli.com), dan jika berhasil menurunkan berat
badan 2,5-5 kg maka tekanan darah diastolik dapat diturunkan
sebanyak 5 mmHg (Nurarif huda 2016).
b. Kurangi asupan natrium (sodium)
Mengurangi asupan natrium dapat dilakukan dengan cara
diet rendah garam yaitu tidak lebih dari 100 mmol/hari (kira-kira
6 gr NaCl atau 2,4 gr/hari ) (Kaplan, 2006). Jumlah yang lain
dengan mengurangi asupan garam sampai kurang dari 2300
mg(1 sendok teh) setiap hari. Pengurangan konsumsi garam
menjadi ½ sendok teh/hari, dapat menurunkan tekanan sistolik
sebanyak 5 mmHg dan tekanan diastolic sekitar 2,5 mmHg
(Nurarif huda 2016).
c. Batasi konsumsi alcohol
Radmarssy (2007) mengatakan bahwa konsumsi alcohol
harus dibatasi karena konsumsi alcohol berlebihan dapat
meningkatkan tekanan darah. Para peminum berat mempunyai
risiko mengalami hipertensi empat kali lebih besar daripada
mereka yang tidak minum minuman alcohol.
d. Makan K dan Ca yang cukup dari diet

2.3 Konsep Tindakan Keperawatan Yang Diberikan

2.3.1 Pengkajian Keperawatan

Pengkajian merupakan pengumpulan informasi yang


berkesinanmbungan, di analisa dan di interpretasikan serta diidentifikasikan
secara mendalam. Sumber data pengkajian diperoleh dari anamnesa
(wawancara), pengamatan (observasi), pemeriksaan fisik anggota keluarga dan
data dokumentasi. Alat-alat yang biasa digunakan dalam pengkajian
keperawatan adalah kuesioner dan lembar check list (Harmoko, 2012).

2.3.2 Diagnosis Keperawatan

Masalah kesehatan adalah situasi atau kondisi yang berhubungan dengan


tidak terpenuhinya kebutuhan dasar keluarga atau anggota keluarga.
Sedangkan diagnosis keperawatan adalah keputusan tentang respon keluarga
tentang masalah kesehatan actual dan potensial, sebagai dasar seleksi
intervensi keperawatan untuk mencapai tujuan asuhan keperawatan keluarga
sesuai dengan kewenangan perawat. Tahapan dalam diagnosis keperawatan
keluarga antara lain (Harmoko, 2012):

2.3.2.1 Analisa Data

Analisa Data dilakukan dengan cara mengaitkan data dan


menghubungkan dengan konsep teori dan prinsip yang relevan untuk
membuat kesimpulan dalam menentukan masalah kesehatan dan
keperawatan keluarga.

2.3.2.2 Perumusan Masalah

2.3.2.3Perumusan masalah dalam keperawatan keluarga dapat diarahkan


kepada sasaran baik individu maupun keluarga.

2.3.3 Intervensi Keperawatan

Perencanaan tindakan keperawatan merupakan salah satu tahap dari


proses keperawatan dimulai dari penentuan tujuan (umum atau khusus),
penetapan standard dan kriteria serta menentukan perencanaan untuk
mengatasi masalah keluarga. Rencana tindakan ini diarahkan untuk membantu
keluarga mengubah pengetahuan menjadi lebih baik, mengubah sikap yang
mendukung perilaku sehat, dan mengubah perilaku kearah yang lebih baik
(Harmoko, 2012).

2.3.4 Implementasi Keperawatan


Implementasi adalah melaksanakan tindakan keperawatan yang sudah
ditentukan sebelumnya. Dalam melaksanakan tindakan keperawatan seperti
ini, perawat seharusnya tidak boleh bekerja sendiri dan melibatkan keluarga
serta disiplin ilmu lain (Harmoko, 2012).

2.3.5 Evaluasi Keperawatan

Evaluasi bertujuan untuk melihat kemampuan keluarga dalam mencapai


tujuan. Evaluasi terbagi menjadi dua jeniss yakni (Harmoko, 2012):

2.3.5.1 Evaluasi Formatif

Evaluasi formatif dilakukan sesaat setelah pelaksanaan tindakan


keperawatan.

2.3.5.2 Evaluasi Sumatif

Evaluasi sumatif dilakukan apabila waktu perawatan sudah sesuai


dengan perencanaan.
BAB 4
ANALISIS

4.1 Analisis Tindakan Keperawatan Yang Diberikan dengan Konsep dan


Penelitian Terkait.

4.1.1 Analisa yang tindakan keperawatan yang diberikan yang


diberikan dengan konsep.

Seorang dikatakan lansia apabila usianya 65 tahun


keatas, lansia bukan penyakit, namun merupakan tahap
lanjut dari suatu proses kehidupan yang ditandai dengan
penurunan kemampuan tubuh untuk beradaptasi dengan
streis lingkungan, untuk itu intervensi keperawatan yang
diberikan khususnya penetapan standard dan kriteria untuk
mengatasi masalah kesehatan lansia diarahkan
untukmembantu lansia mengubah pengetahuan untuk
menjadi lebih baik, mengubah sikap yang mendukung
perilaku sehat dan mengubah perilaku kearah yang lebih
baik (Muhith, 2016)

4.1.2 Analisa tindakan keperawatan yang diberikan dengan


penelitian terkait

Tindakan keperawatan yang di berikan sesuai jurnal yang di


dapat dengan judul Jurnal: Terapi Relaksasi untuk Menurunkan Tekanan
Darah dan Meningkatkan Kualitas Hidup Penderita Hipertensi VOLUME
40, NO. 1, JUNI 2013: 28 – 38 Hasil penelitian ini juga menunjukkan
bahwa turunnya tekanan darah pada penderita hipertensi berdampak pada
peningkatan kualitas hidup mereka baik secara fisik, psikologis, sosial dan
kenya-manan terhadap terapi serta perasaan secara umum.

4.2 Alternatif Pemecahan Masalah

Beberapa intervensi sudah sesuai dengan asuhan


keperawatan, namun intervensi keperawatan perlu berbarengan
dengan dilakukan kolaborasi dengan pihak medis yakni dilakukan
tindakan untuk menghilangkan rasa nyeri pada klien.

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

1.1.Kesimpulan

Proses manua didalam perjalanan hidup manusia merupakan


suatu hal yang wajar akan dialmi semua orang yang dikaruniai
umur panjang.
Hanya lambat ceparnya proses tersebut bergantung pada
masing masing individu yang bersangkutan akibat-akibat dari dan
ketidakmampuan akan lebih cepat terjadi apabila lansia itu jatuh
sakit, respon terhadap pengobatan berkurang daya tangkal lebih
rendah karena proses penuaan sehinggah seorang lansia lebih
mudah terkena penyakit, lansia kurang tahan terhadap tekanan
mental lingkungan dan fisik, pemulihan kesehatan yang buruk
umumnya terjadi.
1.2 Saran

1.2.1 Bagi Keluarga

Mengutakan upaya perawatan yang dilakukan oleh keluarga


dalam hal membantu pasien untuk beraktivitas.
1.2.2 Bagi Puskesmas Taraweang

Meningkatkan atau terciptanya SDM agar upaya perawatan


Hipertensi menjadi optimal dan mengurangi angka kesakitan
5.2.3 Bagi Penelitian
Meningkatkan kreatifitas selain focus intervensi keperawatan
sehinggah masalah Hipertensi bisa dituntaskan

DAFTAR REFERENSI

Emmelia, R. (2012). Asuhan Keperawatan Gerontik. Yogyakarta: Pustaka Baru Press.

Harmoko. (2012). Asuhan Keperawatan Keluarga. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Muhith Abdul, S. S. (2016). Pendidikan Keperawatan Gerontik. Yogyakarta: CV. Andi


Offset.

Murwani Arita, P. W. (2010). Gerontik Konsep Dasar dan Asuhan Keperawatan Home
Care dan Komunitas. Yogyakarta: Citra Maya.

Padila. (2013). Keperawatan Gerontik. Yogyakarta: Nuha Medika.

Sulistyawati Emi, P. (2010). Menopause dan Sindrome Pre Menopause. Yogyakarta:


Nuha Medika.

Anda mungkin juga menyukai