Anda di halaman 1dari 38

MAKALAH

INSTRUMEN PENELITIAN
Ditujukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Metodologi Penelitian
Dosen: Dr. Syafaraenan, M.Si.

Disusun Oleh:
Kelompok 3
Kelas A2, Angkatan 2016

Hartina Rumfot (NH0116066) Jihan Mayang Sari (NH0116079)


Hilkia Lisa Bangkulu (NH0116067 Kharisma Lolok (NH0116083)
Hisnawati (NH0116068) Maratul Azizah (NH0116085)
Indrawati D (NH0116069) Milda Limatahu (NH0116090)
Ikhsan (NH0116073) Muh. Athal Aftal S (NH0116095)
Jermina Elefina (NH0116078) Ulfa Muhriana (NH0116201)
Munira U Papua (NH0116100) Sinta Mariaty (NH0116164)

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
NANI HASANUDDIN
MAKASSAR
2019

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan atas kehadirat Allah SWT. Karena dengan
rahmat dan hidayah serta karunianya, sehingga masih diberi kesempatan untuk
bekerja menyelesaikan makalah kami yang berjudul “Intrumen Penelitian”
Tidak lupa kami ucapkan banyak terima kasih kepada dosen pengajar mata
kuliah Metodologi Penelitian dan teman-teman yang telah memberikan dukungan
dalam menyelesaikan makalah ini. Kami menyadari bahwa dalam penulisan
makalah ini masih banyak kekurangan baik pada teknis penulisan maupun materi,
mengingat akan kemampuan yang dimiliki. Untuk itu kritik dan saran dari semua
pihak kami harapkan.

Makassar, 30 Maret 2019

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL............................................................................ i
KATA PENGANTAR............................................................................. ii
DAFTAR ISI............................................................................................ iii
BAB I PENDAHULUAN.................................................................... 1
A. Latar Belakang.................................................................... 1
B. Ruang Lingkup.................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN...................................................................... 3
A. Jenis Instrumen Penelitian................................................... 3
B. Mengembangkan Instrumen Penelitian............................... 12
C. Mengkaji dan Menilai Instrumen........................................ 17
D. Memilih Alat Pengumpulan Data........................................ 18
E. Uji Validitas Instrumen....................................................... 20
F. Theory Related Validity dan Criterio-Realted Validity...... 26
G. Uji Reabilitas....................................................................... 28
H. Homogenitas....................................................................... 32
BAB III PENUTUP................................................................................ 34
A. Kesimpulan......................................................................... 34
B. Saran.................................................................................... 34
DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penelitian dapat diartikan sebagai suatu proses penyelidikan secara
sistematis yang ditujukan pada penyediaan  informasi untuk
menyelesaikan masalah. Sebagai suatu kegiatan sistematis penelitian harus
dilakukan dengan metode tertentu yang dikenal dengan istilah metode
penelitin,yakni suatu cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan
dan  kegunaan tertentu. Cara ilmiah ini harus didasari ciri-ciri keilmuan
yaitu rasional, empiris, dan sistematis.
Dalam melaksanakan kegiatan penelitian, keberadaan instrumen
penelitian merupakan bagian yang sangat integral dan termasuk dalam
komponen metodelogi penelitian karena instrumen penelitian merupakan
alat yang digunakan untuk mengumpulkan, memeriksa, menyelidiki suatu
masalah yang sedang diteliti.
Suatu intrumen yang baik tentu harus memiliki validitas dan
realibitas yang baik. Untuk memperoleh instrument yang baik tentu selain
harus diujicobakan, dihitung validitas dan realibiltasnya juga harus dibuat
sesuai kaidah-kaidah penyusunan instrument.
Berkaiatan dengan hal tersebut, pada pembahasan ini akan
diuraikan berbagai hal terkait dengan instrument penelitian, semoga materi
yang kami sajikan di dalam makalah ini dapat menjadi manfaat, baik itu
bagi pembaca ataupun untuk penyusun itu sendiri.

B. Ruang Lingkup
Ruang lingkup permasalah yang dibahas pada makalah ini, melputi:
1. Jenis instrument penelitian
2. Mengembangkan instrument penelitian
3. Mengkaji dan menila instumen
4. Memilih alat pengumpulan data

1
5. Uji validasi instrument
6. Theory related validity dan criterio-related validity
7. Homogenitas
8. Ekuivalensi dan analisis item

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Jenis Instrumen
Menurut Nursalam (2008) Jenis instrument yang dapat dipergunakan
pada ilmu keperawatan dapat diklasifikasikan menjadi lima bagian, yang
meliputi pengukuran (1) biofisiologis; (2) observasi; (3) wawancara, (4)
kuesioner, dan (5) skala (Nursalam, 2008).
Pada penyusunan instrument penelitian , ditahap awal perlu dituliskan
data-data tentang karakteristik responden: umur, pekerjaaan, sosial
ekoniomi, jenis kelamin, dan data demografi lainnya. Meskipun data
tersebut tidak di analisis, tetapi akan sangat membantu peneliti jika
sewaktu-waktu dibutuhkan daripada harus kemabli mencari respnden lagi.
1. Pengukuran Biofisiologis
Pengukuran biofisiologis adalah pengukuran yang dipergunakan pada
tindakan keperawatan yang berorientasi pada dimensi fisiologi.
Contoh, pengukuran aktifitas dasar klien, perawatan kebersihan mulut
perawatan dekubitus, infeksi kontrol sehubungan dengan pemasangan
kateter, dan perawatan trakeostomi. Meskipun pengukuran tersebut
sangat sederhana, untuk mendapatkan hasil yang valid membutuhkan
waktu dan biaya yang tinggi. Instrumen pengumpulan data pada
fisiologi dibedakan menjadi dua bagian, yaitu:
a. In-vivo. Observasi proses fisiologis tubuh, tanpa pengambilan
bahan/spesimen dari tubuh klien. Misalnya pengukuran penuruan
tekanan darah pada penelitian pengaruh penggunaan ikat jenis
anastesi X terhadap penurunan tekanan darah pada klien selama
laparostomi
b. In-vitro: pengambilan suatu bahan. Spesimen dari klien.
Misalnya tingkat stress pada klien IMA laki-laki dan perempuan
(pengambilan urine untuk memeriksa kadar hormone stress:
kortisol, katekolamin, dan penuruan imun).

3
2. Pengukuran Observasi: Tidak Terstruktur dan Terstruktur
Beberapa jenis masalah keperawatan memerlukan suatu
pengamatan atau observasi untuk mengetahuinya. Pengukuran dalam
membuat suatu kesimpulan. Jenis pengukuran observasi dapat
dibedakan menjadi dua, yaitu terstruktur dan tidak terstruktur.tersebut
dapat dipergunakan sebagai fakta yang nyata dan akurat
a. Tidak terstruktur
Pada pengukuran observasi ini penelitian secara spontan
mengobservasi dan mencatat apa yang dilihat dengan sedikit
perencanaan . metode observasi ini meliputi penjelasan informasi
yang lebih banyak dipergunakan untuk menganalisis data secara
kualitatif daripada kuantitatif. Peneliti tidak hanya mengobservsi
pada hal-hal yang ada pada pedoman. Pada penelitian
keperawatan biasanya peneliti ikut terlibat sebagai pserta dalam
suatu kelompok yang diobservasi. Pada jenis penelitian partisipasi
observasi, terhadap kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan
subjek khususnya jenis pengukuran ini Dapat Focus Group
Discussion (FGD).
b. Terstruktur
Pengukuran observasi seara terstruktur berbeda dari jenis
observasi yang tidak terstruktur yaitu peneliti secara cermat
mendefiniskan apa yang akan diobservasi melalui suatu
perencanaan yang matang. Peneliti tidak hanya mengobservasi
fakta-fakta yang ada pada subjek, tetapi lebih didasarkan pada
perencanaan penelitian yang sudah disusun sesuai
pengelompokannya, pencatatan, dan pemberian kode terhadap
hal-hal yang sudah ditetaplan. Instrument Observasi: checklist
dan Rating Scale Pada suatu pengukuran, peneliti menggunakan
pendekatan berdasarkan kategori sistem yang telah dibuat oleh
peneliti untuk mengobservasi suatu peristiwa dan perilaku dari
subjek. Hal yang sangat penting pada teknik pengukuran dengan

4
adanya sistem kategori adalah adanya definisi secara hati-hati
terhadap perilaku yang diobservasi. Setiap kategori harus
dijelaskan secara mendalam dengan definisi operasional
supaya observer. Setiap kategori harus dijelaskan secara
mendalam dengan definisi opersional supaya observer dapat
mengkaji kejadian yang timbul. Menurut Polt dan Back (2012)
yang mengembangkan instrument observasi pada posisi tubuh dan
aktivitas motorik terdiri atas suatu sistem kategori. Misalnya,
pengamatan kinerja perawat dalam pemasangan infus. Hal-hal
yang perlu diobservasi adalah kemampuan perawat dalam
komunikasi, memasukan jarum, memberikan cairan parenteral
serta kompetensi lainnya.
Kategori analisis tanda pada activity daily of living (ADL)

Aktivitas Ferkuensi atau bisa dituliskan:


total, parsial, dan mandiri
Makan
 Makan denga
tangan
 Makan dengan
sendok atau garpu
 Memotong
makanan halus
 Memotong daging
 Minum dari
sedotan
 Minum dari
cangkir
Kebersihan
 Mencuci tanga
atau anggota
ekstremitas lain

5
 Menggosok gigi
 Mencuci kuku
 Menyisir rambut
 Mencukur
jambang/kumis
Berpakaian/
berdandan
 Mengancingkana
atau melepas
sabuk
 Menaikkan atau
menurunkan
celana
 Mngikat atau
melepas tali sepatu
 Memasang dan
melepas kacamata
 Memasang atau
melepas cincin

3. Wawancara
a. Tidak terstruktur
Jenis ppengukuran ini dipergunakan pada penelitian
deskriptif dan kualitatif. Pertanyaan yang diajukan mencakup
permasalahn secara luas yang mengangkut kepribadian, perasaan,
dan emosi seseorang. Tujuan peneltian ini adalah untuk menggali
emosi dan pendapat dari subjek terhadap suatu masalah
penelitian.
Terdapat beberapa jenis pengukuran pada jenis wawancara ini.
1) Wawancara secara langsung tanpa adanya suatu topik khusus
yang dibicarakan. Tujuan dari wawancara adalah untuk

6
memberi persepsi subjek secara umum tanpa adanya intervensi
jawaban dari peneliti. Misalnya peneltian Robertson (1992)
tentang pendapat 23 ras Afrika yang tinggal di Amerika (apa
arti ketidakpatuhan klien terhadap program pengobatan pada
klien dengan penyakit kronis” (Polit dan Back, 2012)
(Nursalam 2008)
2) Focus interview, jenis ini dipergunakan oleh peneliti kepada
subjek yang memggunaka pertanyaan secara luas. Jenis
pertanyaan baisanya berhubungan dengan suatu dorongan agar
subjek bersedia berbicara secara terbuka, tidak hanya
pertanyaan ya dan tidak. Misalnya, penelitian tang dilalukan
oleh Flaskerud dan Calvillo (1991) dalam polit dan Back
(2012) tentang pendapat 59 wanita latin dengan sosial ekonomi
rendah tentang “Apa kepercayaan wanita latin tentang
penyebab dan pengobatan rendah penderita yang mengidap
AIDS” (Nursalam, 2008)
3) Focus Group Discussion (FGD) adalah suatu teknik penelitian
kualitatif yang bertujuan untk mendapatkan informasi
(perasaan, pikiran) berdasarkan pengamatan subjektif dari
sekelompok sasaran terhadap suatu situasi/produk tertentu.
Sasaran diskusi biasanya homogen dengan jumlah kelompok
berkisar tertentu. Sasaarn diskusi biasanya homogen dengan
jumlah kelompok berkisar 6-12 orang, diskusi berakhir 1-2
jam dipimpin oleh moderator. Moderator berusaha menjalin
hubungan yang akbrab dengan responden sehingga responden
dapat mengemukakan secara jujur/ terbuka terhadap hal-hal
yang menyangkut kepribadian, perasaan, dan emosi yang
sesungguhnya. Jenis pengukuran ini juga digunakan pada
penelitian diperusahaan/ instansi. Jumlah subjek biasanya
cenderung sedikit (pimpinan atau orang yang dianggap dapat
mewakili kelompoknya) (Nursalam, 2008).

7
4) Riwayat hidup, jenis digunakan untuk menanyakan kepada
subjek tentang kehidupan yang terjadi selama ini berdasarkan
catatan kehidupannya.
b. Terstruktur
Pengukuran wawancara terstruktur meliputi strategi yang
memungkinkan adanya suatu control dari pembicaraan sesuai
dengan isi yang diinginkan peneliti. Daftar pertanyaan biasanya
sudah disusun sebelum wawancara dan ditanyakan secara urut.
Untuk jenis wawancara terstruktur yang lebih kuat, peneliti hanya
diperkenankan bertanya apa adanya sesuai dengan pertanyaan
yang telah disusun. Jika responden tidak jelas, peneliti hanya
boleh mengulang pertanyaan yang sama. Tahapan penyusuna
wawancara tertruktur meliputi: (1) menyusun pertanyaan, (2)
pilot testing. (3)latihan, (4) persiapan, (5) pengulangan atau
probing, dan (6) recording.
4. Kuesioner
Pada jenis pengukuran ini, peneliti mengumpulkan data secara
formal kepada subjek untuk menjawab pertanyaan secara tertulis.
Pertanyaan yang diajukan dapat juga dibedakan manjadi pertanyaan
terstruktur, peneliti hanya menjawab sesuai dengan pedoman yang
sudah ditetapkan dan tidak terstruktur, yaitu objek menjawab secara
bebas tentang sejumlah pertanyaan yang diajukan secara terbuka oleh
peneliti. Pertanyaan dapat diajukan secra langsung kepada subjek atau
disampaikan secara lisan oleh peneliti dari pertanyaan yang sudah
tertulis. Hal ini dilakukan khususnya kepada subjek yang buta huruf,
lanjut usia dan subjek dengan kesulitan membaca yang lain.
Macam-macam kuesioner adalah sebagai berikut
a. Open ended question
Missal: apa yang anda lakukan apabila anda diketahui terkena
AIDS?

8
b. Closed ended question
1) Dichotomy question
Misal: apakah anda pernah masuk rumah sakit?
( ) ya
( ) tidak
2) Multiple choice
Seberapa pentingkah bagi anda untuk menghindari hamil
pada saat sekarang ini?
( ) sangat penting
( ) penting
( ) biasa saja
c. Rating question
Missal: pada skala 1 sampai dengan 10, dimana 0 menandakan
tidak puas dan 10 sangat memuaskan, bagaimanakah kepuasaan
tanggapan anda terhadap pelayanan keperawatn di ryumah sakit
selam dirawat disini?

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

d. Cafeteria question
Missal: setiap orang memiliki perbedaan dalam hal penggunaan
terapi estrogene-replacement pada menopause. Pernyataan
dibawah ini manakah yang mewakili pendapat anda?
( ) estrogen-repalcement (E-R) sangat berbahaya dan harus
dilarang
( ) E-R mempunyai efek samping sehingga memerlukan
pengawas yang ketat dalam pemakaianya.
( ) saya tidak mempunyai pendapat tentang penggunaan E-R

e. Rank order question

9
Missal: orang hidup mempunyai pandangan yang berbeda.
Berikut ini daftar tentang prinsip-prinsip hidup. Silahkan
menuliskan angka sesuai prioritas yang menurut anda benar, 1
yang saudara anggap sangat penting, 2 kurang penting, dan
seterusnya.
( ) karier dan sukses
( ) berhasil dalam keluarga
( ) baik hati dan sosial
( ) sehat
( ) uang/materi
( ) agama
f. Forced-choiced question
Misal: pernyataan manakah yang mewakili perasaan anda
sekarang?
( ) apa yang sedang terjadi saya saat ini ?
( ) kadang-kadang saya merasa tidak bisa mengendalikan diri
dalam hidup saya.
5. Skala pengukuran
Skala psikososial merupakaknjenis instrument self-report yang
digunakan oleh peneliti perawat yang dikombinasikan dengan jenis
pengukuran wawancara dan kuesioner. Skala merupakan bagian dari
desain penilaian penomoran terhadap oendapat subjek mengenai hal-
hal yang dirasakan ataupun keadaan fisiologis subjek. Jenis
pengukuran ini sering dipergunakan kepada subjek tentang
kecemasan, konsep diri, koping, depresi, harapan, distress, menstruasi,
nyeri, kepuasan, dukungan sosial, dan stress (contoh-contoh
instrument dapat dilihat pada bagian pembahasan tentang intrmen).
a. Visual Analog Scale (VAS) dan pengukuran nyeri lainnya
(nursalam, 2011)
Jenis pengukuran ini dipergunakan untuk mengukur pngalaman
subjektif, misalnya nyeri, mual, dan sesak. Jenis ini dapat diukur

10
dengan menggunakan suatu garis dimulai dari garis aal (paling
ringan) sampai garis paling akhir (paling berat). Penggunaan VAS
pada nyeri biasanya digambarkan seperti diabwah ini demgan
nilai mulai dari 0 sampai 100:
Nyeri sangat berat 100

garis ukur
sampai 100

Tidak nyeri

b. Likert Scale
Responden dimintai pendapatnya mengenai setuju atau tidak
setuju terhadap sesuatu hal. Pendapat ini dinyatakan dalam
berbagai tingkat persetujuan (1-5) terhadap pernyataan yang
disusun oleh peneliti.
Contoh : Riset merupakan salah satu tugas perawat.
( ) sangat tidak setuju
( ) tidak setuju
( ) tidak tahu
( ) setuju
( ) sangat setuju
c. Semantic Differental (SD)
responden diminta untuk memberikan tanda (√) pada skala yang
sesuai pada 7 poin skala.
Contoh:
Riset keperawatan
Penting !_7_!__!__!__!___!_1_! tidak penting
Menyenangkan !_7_!__!__!__!___!_1_! membosankan

11
Mudah !_7_!__!__!__!___!_1_! sulit
Murah !_7_!__!__!__!___!_1_! Mahal

B. Mengembangkan Instrumen Penelitian


Terdapat beberapa tahap untuk mengembangkan instrument
sebagai alat pengumpulan data dalam penelitian. Tahapan dimulai dengan
menentukan instrument yang akan di gunakan, kemudian memastikan
apakah instrumen untuk mengukur variable penelitian telah tersedia dan
perna di gunakan oleh penelitian terdahulu, jika sudah maka penelitian
dapat mengunakan instrument ini dengan terlebih dahulu menguji validitas
dan realibitasnya. Jika belum terdapat instrument yang baku, maka peneliti
harus membuat dan mengembangkan suatu instrument dengan mengucu
pada variable, dimensi dan indicator-indikator dari variable tersebut.
Sebelum di gunakan telah validitas dan reliabilitasnya (Darma, 2015).
Sering kita temukan instrument yng disebut sebagai gold standard
dan telah digunakan oleh banyak penelitian, misalnya instrument yang
digunakan oleh psikolog untuk mengukur tingkat intelegensia (IQ),
kuesioner untuk mengukur kualitas hidup, dan lain sebaginya. Untuk
sampai pada level seperti ini suatu instrument telah memenuhi beberapa
proses pengujian dan telah terbukti validitas dan reliabilitasnya. Namun
jika di gunakan pada populasi dengan karakteristik demografi dan budaya
yang jauh berbeda dari penelitian terdahulu, maka harus dilakukan uji
validitas dan rehabilitas untuk memastikan bahwa instrument tersebut
valid dan reliable jika di gunakan pada populasi penelitian kita (Darma,
2015).
Tahap berikut ini memandu penelitian membuat instrument
penelitian :
1. Mempelajari kembali konsep yang diteliti untuk memperjelas
pemahaman penelitian tentang variable penelitian. Variable penelitian
dijelaskan secara spesifik dalam definisi operasional.

12
2. Mengembangkan dimensi dan indicator dari variable yang telah
terangum secara eksplisit dlam definsi operasional
3. Menentukan jenis instrument yang akan digunakan untuk menilai
sikap, minat, motivasi atau pengetahuan. Pedoman observasi sering
digunakan untuk menilai atribut fisik, penampilan kerja atau perilaku
responden. Sedangkan panduan wawancara tepat jika digunakan untuk
mendapatkan informasi mendalam tentang suatu permasalahan.
4. Membuat kisi-kisi instrument. Kisi-kisi dibuat untuk mempermudah
penyusunan instrument penelitian.kisi-kisi penelitian mencakup
variabel penelitian, dimensi atau sub variabel dan
indicator/subindikator.
5. Membuat item pertanyaan sesuai dengan indicator pada kisi-kisi
instrument.
Sebelum membuat item pertanyaan pada instrument, peneliti perlu
mewawancarai beberapa orang dalam populasi yang sama. Kegiatan
ini bertujuan mengumpulkan kata-kata verbatim yang nantinya akn
digunakan sebaagai item pertanyaan. Artinya bahasa yang akan
digunakan dalam item pertanyaan di dapatkan dari pertanyaan
(statement) responden terhadap suatu indicator atau sub indicator. Hal
ini dilakuakan untuk meningkatkan fce fluidity.
6. Tentukan parameter ( skala), yang di gunakan untuk mengukur setiap
indicator atau subindikator. Misalnya instrument untuk menilai sikap
mengunakan skala rigat dengan 5 atau 6 pilihan mulai dari sangat
setuju samapai dengan tidak setuju.
7. Konsultasikan instrument dengan pakar bidanya untuk meningkatkan
faliditas isi (content validity). Instrument validitas isi jika seluruh item
pertanyaan dalam instrument telah mencakup isi yang seharusnya dari
suatu konsep yang di teliti. Pakar akan menentukan kesesuaiyan
indicator-indikator yang terdapat dalam instrument dengan teori dan
konsep terkait. Pakar akan memberikan masukan berupa sub variabel

13
dan indicator yang harus perbaiki, dihilangkan atau di tambahkan
dalam kisi-kisi.
8. Lakukan uji faliditas dan reliabilitas instrument dengan cara
menyebarkan instrument tersebut kepada individu yang memiliki
kesamaan karakteristik dengan responden penelitian (penjelasan uji
validitas dan reliabilitas.
9. Perbaiki instrument penelitian sesuai dengan uji validitas dan
reliabilitas. Item pertanyaan yang tidak valid dapat dibuang atau
banyak yang tidak valid dapaat diperbaiki kemudian dilakukan
pengujian ulang. Sedangkan item pertanyaan yang valid dirangkai
kembali menjadi sebuah perangkat instrument untuk melihat kembali
validitas isi berdasarkn kisi-kisi. Jika butir-butir yang valid tersebur
dianggap valid maka perangkat instrument yang teraakhir ini menjadi
instrument final yng akan digunakan untuk mengukur variabel
penelitian.
Contoh penyusunan instrument (konastruksi alat ukur) :
Penelitian “Efektifitas rehabilitas Stroke dengan model keperawatan
integrative terhadap kualitas hidup pasien paska strok”. Variabel pada
penelitian ini yaitu model keperawatan integratif (variabel independen).
Dan kualitas hidup pasien paska strok (variabel dependen). Berdasarkan
variaber tersebut penelitian menyusun instrument untuk menilai kualiatas
hidup pasien paska strok (Stroke Specific Quality of life SSQOL).
1. Untuk memenuhi kriterial validitas isi, langka alawal dalam
penyusunan insrumenadalah pembelajaran teori atau model kualitas
hidup yang nilai rehabilitas dengan formula Cronbach alpha
menunjukan koefisien konsistem internal alat ukur. Menurut anastasi
dan urbina (1997) batasan koefisien reliabilitas suatu alat ukur yang
dapat di terima secara umum adalah 0,8 berdasarkan hal ini, maka alat
ukur kualitas hidup pasien paska strok dianggap reliable dan memiliki
konsistensinternal yang tinggi jika nilai kooefisien Cronbach alpha
lebih dari atau sama dengan 0,80.

14
Uji reliabilitas alat ukur kualitas hidup pasien paska strok dilakukan
mengunakan formula Cronbach alpha dengan program SPSS for
windows versi 17. Berdasarkan formula Cronbach alpha dari 36 item
alat ukur di dapatkan nilai alpha sebesar 0,976. Hasil ini menunjukan
alat ukur memenuhi kriterial reabilitas yaitu konsistensi interna. Jika
dilihat korelasi item-total kurang dari 0,3, sehingga harus dikeluarkan
dari alat ukur.setelah dilakukan perhitungan ulang tanpa memasukan
item no.35, maka terjadi peningkatan koefisien alpha menjadi 0,978.
Koefisien alpha sebesar 0,978 menunjukan bahwa 97.8 % dari
variance observed merupakan variance true scor dn sisanya 2.2%
merupakan variance error. Content sampling adalah error yang di
sebabkan oleh pemilihan itemyang tidak tepat, sehingga jawaban
responden tidak mengambarkan keadaan kualitas hidup yang
sebenarnya. Sedangaka heterogeneity error di sebabkan oleh item
yang tidak hemogen sehingga tidak mengukur di mensi yang sama
dengan alat ukur kualitas hidup pasien pasca strok. Namun error yang
di tunjukan oleh alat ukur ini sangat kecil (2.2%) sehingga alat ukur
ini merupakan alat ukur yang konsistem dalam mengukur kualitas
hidup pasien pasca strok.
2. Uji validitas
Prosedur yang digunakan untuk menguji validitas alat ukur
kualitas hidup pasien paska struk adalah uji validitas konstruk. Jenis
uji validitas konstruk yang digunakan adalah tehnik homogenitas item
(internal consistency) dengan mengunakan formula korelasi pearson
product moment. Metode ini mengkorelasikan setiap skor item
pertanyaan dengan strok totalnya.
Menurut nunnaly (1994) di dalam Darma (2015) nilai korelasi antara
skor item dan skor total (item-total correlation) yang baik adalah lebih dari
atau sma dengan 0,3. Dengan nilai r > 0,3 diharapkan koefisien alpha
menjadi lebih instrument ini adalah yang memiliki nilai r > 0,3.

15
Penguji validitas yang digunakan untuk instrument kualitas hidup
pasien pasca strok adalah validitas konstruk dengan prosedur internal
consistency. Prosedur ini dilakukan dengan mengkorelasikan skor item
dengan skor total instrument.
Nilai koefisien korelasi (r) antara skor item dan skor total didapatkan
dengen rumus pearson produck moment berikut ini di kesimpulan nilai
koefisien korelasi ( r ) item-total alat ukur kualitas hidup pasien pask
stroke:
1. Terdapat 35 item dengan nilai r > 0.3. yang menujukkan bahwa 35
item tersebut mengukur konstruk yang sam dengan konstruk yang
sedang diukur (kualitas hidup pasien pasca stroke) sehingga 35 item
ini merupakan item yang valid.
2. Terdapat satu item dengan nilai r < 0.3 yaitu item nomor .35 yang
menujjukan bahwa item ini tidak homogen. Sehingga item ini
dikeluarkan dari alat ukur. Setelah item ini dikeluarkan dari alat ukur,
terjadi peningkatan nilai koefisien alpha menjadi 0.978.
Setelah menghilangkan nomor 35 dari alat ukur, maka seccara
keseluruhan item pertanyaan telah memenuhi unsur validitas konstuk
yang artinya semua item mampu mengukur konsruk yang sama
dengan konstruk alat ukur yaitu kualitas hidup pasien pasca stroke.
3. Analisis item
Analisis item yang digunakan untuk menganilis alat ukur kualitas
hidup pasca stroke adalah metode item diskriminat dengan tekhnik
item total correlation. Metode ini dipilih untuk membedakan antara
responden yang memiliki kualitas hidup yang tinggi dengan responden
yang memiliki kualitas hidup yang tinggi dengan responden yang
memiki nilai kualitas hidup yang rendah (daya pembeda item).

16
C. Mengkaji dan Menilai Instrumen
Instrument terstandar yang di gunakan oleh peneliti terdahulu untuk
pengukuran variabel yang sama dapat di gunakan oleh peneliti dengan
terlebih dahulu memintah persetujuan untuk penggunaanya.Namun
sebelum di gunakan ,peneliti perlu mempertimbangkan berbagai aspek
yang di miliki instrumen tersebut.Sehingga akhirnya peniliti yakin bahwa
instrumen tersebut layak untuk di adopsi dan di gunakan untuk
penelitianya.Berikut ini berbagai pertanyaan yang perlu di pertimbangkan
oeh peneliti (strombong & Olsen 1997) di dalam Sukardi (2011).
a. apakah tujuan instrumen jelas dan apakah dapat mengidentifikasi
konstruk berdasarkan tujuan penelitian?
b. apakah dasar konseptual dari validitas konstruk instrumen tersebut
sesuai dengan pertanyaan penelitian saat ini?
c. apakah responden penelitian kita karakteristiknya menyerupai
responden di mana instrumen tersebut pernah di gunakan
sebelumnya?.Hal ini penting di pertanyakan karena perbedaan
sosial,budaya dan demografi mempengaruhi validitas dan reliabilitas
suatu instrumen.Suatu instrumen valid dan reliabel untuk suaru
populasi lainya dengan karakterisktik yang berbeda.
d. apakah isi dari instrumen up to date (terkini) dan apakah terdapat
rasional untuk menggunakan item- item pertanyaan dalam instrumen ?
tanggal ketika instrumen pertama kali di buat menunjukan apakah
kultur dan gaya bahasa yang di gunakan up to date.Jika instrumen out
of date maka memiliki validitas rupa (face validity) yang rendah
e. Apakah sudah jelas bagaimana cara menggunakan dan memberikan
terhadap hasil pengukuran ?
f. apakah instrumen tersebut valid dan reliabel? Dan apakah pembuat
instrumen menjelaskan tentang validitas dan relibilitas instrumen
tersebut
g. apakah responden penelitian saat ini mengerti bahasayang di gunakan
dalam instrumen tersebut?.Jika peneliti harus mentranslete ke dalam

17
bahasa indonesia,apakah bahasa hasil translete tersebut dapat di pahami
oleh responden?
h. seberapa besar fisibilitas (keterlaksanaan) instrumen tersebut jika di
tinjau dari aspek pembiayaan (cost)dan lama waktu yang di perlukan
responden untuk menjawab item pertanyaan dalam instrumen tersebut
Setelah mempertimbangakn beberepa pertanyaan di atas dan memilih
untuk menggunakan suatu instrumen,maka peneliti harus menghubungi
pembuat instrumen atau pemilik copyright dari instrumen tersebut
untuk mendapaatkan izin penggunaannya.

D. Memilih Alat Pengumpulan Data


Sukardi (2011) menyatakan, langkah-langkah dalam mengembangkan
konsep menjadi beberapa indicator sehingga lebih kongkrit dan dapat
diukur pada subjek penelitian:
1. Memahami definisi konseptual berdasarkan literature.
2. Mengembangkan definisi operasional (definisi empirik) konsep
tersebut berdasarkan kesimpulan dari beberapa literature.
3. Berdasarkan definisi konseptual dan definisi operasional,kemudian
dikembangkan beberapa sub variabel atau dimensi yang terdapat
dalam konsep ditentukan berdasarkan literature.
4. Mengembangkan beberapa indikator yang lebih kongkrit berdasarkan
dimensi/sub variabel.

Seperti yang ditunjukan melalui slema berikut ini:

Abstrak Kongkrit Indikator


Dimensi
Dimensi Indikator
Konsep Variabel Konseptual dan
operasional Indikator
Dimensi
indikator

18
Pengukuran terhadap suatu variabel penelitian dilakukan dengan
mengukur indikator-indikator dari variabel tersebut.

Memilih Alat Pengumpulan Data

Sumber masalah penelitian


Rumuskan Tentukan TUJUAN dan
a. Fenomena empiris
b. Teoritis MASALAH PENELITIAN Manfaat Penelitian
c. Penelitian terdahulu

Lakukan PENELUSURAN
LITERATURUntuk mempelajari teori dan konsep
yang berhubungan dengan masalah penelitian
Buku,jurnal,pendapat pakar,hasil penelitian
terdahulu.

Identifikasi VARIABEL
PENELITIAN penelitian

jika jika

a. Konsep dan teori jelas a. Konsep dan teori belum


menyatakan hubungan terpapar dengan jelas
variabel masalah yang b. Jenis penelitian deskriptif
diteliti eksperimen (lebih
dari 1 variabel).
mmaka
Buat PERTANYAAN PENELITIAN
PENEMUAN DAN
PEMBUATAN LAPORAN maka
Rumukan HIPOTESIS dugaan hasil
penelitian yang menyatakan
hubungan antar variabel. Tentukan DESAIN PENELITIAN yang
tepat untuk menjawab pertanyaan
penelitian atau membuktikan
ANALISIS DATA dengan uji hipotesis
statistic yang tepat

19
Buat INSTRUMEN PENELITIAN
yang tepat untuk menjawab
pertanyaan penelitian atau
Lakukan PENGAMBILAN DATA
membuktikan hipotesis

Uji validitas dan reliabilitas instrumen

Tentukan
populasi dan
SAMPEL

E. Uji Validitas Intrumen


Validitas (kesahihan) merupakan kriteria kredibilitas yang paling
krusial dalam riset. Validitas dalam pengertian umum mengacu kepada
persoalan pengukuran yang benar melalui instrumen yang benar, seperti
tersurat dalam definisi validitas yang berbunyi “sejauh mana instrumen
mengukur apa yang seharusnya diukur, sesuai dengan yangn
sesungguhnya dimaksudkan peneliti”. Dengan perkataan lain, validitas
memprsoalkan akurasi peneliti dalam mengamati, mengukur,
mewawancarai, mengitenpretasikan, mencatat, megolah informasi yang
diperoleh dari subyek penelitian. Validitas dalam pengertian itu disebut
validitas pengukuran (validitas instrumen). Validitas pengukuran
menekankan kepada pentingnya ketertiban, kebenaran, dan kesahihan
dalam pengukuran. Validitas pengukuran mencakup sejumlah dimensi
(1) Validitas muka; (2) Validitas isi; (3) Validitas criteria; dan (4)
Validitas konstruk (Saefuddin, 2011)
VALIDITAS INSTRUMEN. Berikut adalah beberapa dimensi validitas
instrumen, berturut-turut dari konsep yang paling konkrit ke konsep yang
paling abstrak:
1. Validitas muka adalah kesahihan yang mempersoalkan kemampuan
model pertanyaan dalam suatu isntrumen (misalnya, kuesioner atau

20
daftar pertanyaan) untuk merefleksikan variabel yang hendak diukur,
dan untuk dapat ditafsirkan responden dengan benar. Pertanyaan
“berapa menit anda mengambil air minum dari sumber air?”
memenuhi syarat validitas muka jika ditujukan bagi responden yang
memiliki konsep waktu yang baik. Tetapi, bagi masyarakat pedesaan
yang tidak mengenal atau membaca jam, pertanyaan tersebut jelas
tidak sahih.
2. Validitas isi adalah kesahihan yang mempersoalkan kemampuan
instrumen meliputi semua substansi variabel yang hendak diukur.
Sebagai contoh, mencoba mengembangkan instrumen untuk
mengukur kemampuan pasien diabet dalam merawat diri.
Kememapuan perawatan diabetes merupakan variabel yang
kompleks sifatnya, yang membutuhkan kemampuan dan
keterampilan dalam banyak aspek. Oleh karena itu, Windsor
membentuk panel terdiri atas para pakar dari berbagai aspek
termasuk diet, pemakaian insulin, tes air seni, perawatam kaki dan
kulit, penanganan aspek keamanan, komplikasi, dan informasi
umum. Semua variabel itu diperhitungkan dalam pembuatan
instrumen yang bermaksud mengukur kemampuan perawatan
diabetik pada penderita diabet agar memenuhi syarat validitas isi.
Validitas isi instrumen bersifat sementara, sebab substansi berupa
dari waktu ke waktu. Demikian pula, validitas instrumen pengukuran
kemampuan perawatan pasien akan makin menurun, sejalan makin
majunya pengetahuan perawatan diabetik yang lebih baik.
3. Validitas kriteria sering dijumpai sebuah instrumen mengukur
dengan sangat akurat, tetapi sayangnya mahal atau tidak praktis
untuk diterapkan. Instrumen baru itu bisa akurat bisa juga ngawur.
Maka dengan validitas kriteria dimaksudkan kesahihan yang
mempersoalkan akurasi instrumen yang baru (murah), relatif
dibandingkan dengan instrumen yang ideal (mahal). Instrumen ynag
baru dikatakan memiliki validitas kriteria yang tinggi, jika iya

21
berkorelasi kuat dengan instrumen idela tersebut. Contoh: sebuah
penelitian hendak mempelajari hubungan antara intake natrium
(garam) tekanan darah tinggi. Salah satu metode pengukuran intake
natrium yang akurat adalah mengukur natrium yang diekskresikan
kedalam urine selama 24 jam, 7 hari berturut. Meski ideal, metode
itu merepotkan bagi kebanyakan orang. Oleh karena itu dicari
metode lain yang lebih praktis, yaitu mengumpulkan sempel urine 1
malam utuk mengukur natrium dan kreatinin. Maka persoalan
validitas disini adalah, apakah metode mampu memberikan
informasi yang seakurat metode penyampelan 24 jam selama 7 hari
bertutut-turut. Berdasarkan waktu melakukan penilaian validitas,
maka validitas kriteria dibagi menjadi 2 jenis: (1) Validitas sewaktu
(concur-rent validaty); dan (2) Validitas predktif (predicitive
validity). Validitas sewaktu adalah kesahihan pengukuran instrumen
ketika dibandingkan dengan instrumen yang ideal pada saat ini.
Validitas prediktif adalah kesahihan pengukuran instrumen ketika
dibandingkan dengan suatu instrumen lain ditemukan lebih ideal
pada waktu yang akan datang. Instrumen yang memiliki validitas
waktu belum tentu memiliki validitas prediktif. Istrumen yang baik
sekaligus sangat maju ke depan (antisipatif) memiliki kedua aspek
validitas kriteria tersebut.
4. Validitas konstruk adalah kesahihan yang mempersoalkan relevansi
pengukuran instrumen terhadap konteks teori yang berlaku.
Pengukuran instrumen memiliki validitas konstruk yang tinggi jika
mempunyai korelasi kuat dengan konteks teori yang berlaku.
Validitas konstruk mencakup dua aspek yaitu : (1) Validitas
konvergen dan (2)Validitas diskriminan. Validitas konvergen adalah
kesahihan yang mempersoalkan kemampuan instrumen variabel-
variabel yang berkolerasi kuat dengan variabel yang seharusnya
diukur. Sebuat instrumen dikatakan memiliki validitas konvergen
yang tinggi jika mengukur variabel-variabel yangt berkolerasi kuat

22
dengan variabel yang seharusnya diukur. Sebaliknya, validitas
diskriminasi adalah kesahihan yang mempersoalkan kemampuan
suatu instrumen untuk tidak mengukur variabel-variabel yang tidak
berkolerasi dengan variabel yang seharusnya diukur. Sebuah
instrumen memiliki validitas diskriminan yang tinggi jika tidak
mengukur variabel-variabel yang mempunyai korelasi rendah
dengan variabel yang seharusnya diukur. Contoh : Sebuah instrumen
dikembangkan untuk mengukur kecemasan. Menurut pengetahuan
dan teori yang berperilaku, responskecemasa dapat berwujud : (1)
Perubahan fisiologi (detak jantung dan frekuensi nafas meningkat,
tekanan darah naik, perubahan warna kulit); (2) Perubahan kognitif
(kemampuan mengikat,memutuskan). Jika sebuah instrumen yang
bermaksud mengukur kecemasan, juga mengukur detak jantung,
frekuensi pernafasan, tekanan darah, warna kulit, kemampuan
mengingat, dan kemampuan memutuskan, maka instrumen itu
memiliki validitas konvergen. Disamping itu, jika isntrumen tersebut
tidak mengukur variabel-variabel, yang menurut pengetahuan yang
berlaku, tidak ada hubungannya dengan kecemasan (misalnya, kadar
kolesterol darah, kadar trigliserida, gender, status pekerjaan, tingkat
pendidikan, tingkat kebotakab kepala), maka instrumen itu memiliki
validitas diskriminan.

MENILAI VALIDITAS PENGUKURAN


Validitas merupakan kriteria paling kritis dalam riset. Pertanyannya,
bagaimana menilai validitas? Jawabannya, untuk menilai validitas
pengukuran, kita perlu mencari bukti-bukti relevan (relevant evidence)
lainnya untuk mengkonfirmasikan hasil pengukuran instrumen kiota.
“Bukti-bukti relevan” itu sering disebut standar emas (golden standar).
Perlu diperhatikan, dengan penilaian validitas kita tidak menilai
konsistensi antara satu pengukuran dengan pengukuran lainnya (karena
memang tidak bermaksud menilian reliabilitas), melainkan antara rata-

23
rata (!) pengukuran suatu instrumen dan rata-rata (!) pengukuran
instumen lain yang merupakan standar emas.
Standar emas dalam penilaian validitas muka ditentukan oleh
keputusan terbaik peniliti dengan mengingat masalah penelitian.
Validitas isi biasanya tidak cukup ditentukan oleh peniliti, tetapi
membutuhkan penilaian panel para pakar untuk memutuskan sejauh
mana instrumen pengukuran sesuai standar yang seharusnya. Karena
penilaian dibuat berdasarakan keputusan terbaik peniliti dan/atau para
pakar, maka validitas muka, validitas isi, dan sebagai validitas konstruk,
diklasifikasikan sebagai validitas logic.
Validitas kriteria pada prinsipnya dinilai dengan ukuran yang
mengukur kekuatan asosiasi (=hubungan) anatra suatu pengukuran dan
pengukuran standar emas. Tergantung pada skala ukuran, ukuran asosiasi
ynag digunakan dapat berupa koefisien korelasi, koefisien kesepakatan,
konsep sensitifitas dan spesifitas. Makin kuat korelasi antara pengkuran
suatu instrumen dan pengkuruan instrumen itu. Karena penilaian di
lakukan secara emprik, maka validitas kriteria diklasifikasikan sebagai
validitas emprik. Setelah menghitung koefisien korelasi, kita dapat saja
menguji kemaknaanya dengan uji statistik. Namun 1 hal perlu diingat,
hendaknya kita tidak keliru menafsirkan bahwa pengukuran yang tidak
memiliki kemaknaan secara statisitk adalah tidak/kurang valid, atau
sebaliknya pengukuran yang mewakili kemaknaan secara statistik secara
adalah valid. Tinggi rendahnya validitas ditentukan oleh kekuatan
korelasi. Sedang uji kemakmuran hanya dimaksudkan untuk mengetahui
besarnya peluang untuk mendapatkan suatu koefisien korelasi.
Pengetahuan itu dibutuhkan untuk membandingkan dan memutuskan
instrumen yang terbaik di antara beberapa instrumen yang memiliki
kekuatan korelasi yang sama. Sebagai contoh : Instrumen pertama
memiliki koefisien korelasi (r) = 0,7 dengan p = 0.006. Artinya faktor
kebetulan sangat kecil peranannya untuk mendapatkan r = 0.7, yaitu
hanya enam kali kebetulan dari seribu kesempatan. Sedang instrumen

24
kedua memiliki r = 0.7 dengan p = 0.006, artinya faktor kebetulan terlalu
besar perannya untuk mendapatkan r = 0.7, yaitu enam kali kebetulan
dari seratus kesempatan. Meski r = 0.7 dari instrumen kedua
menunjukkan korelasi mudah saja lsain dengan instrumen yang sama kita
peroleh r = 0.3 (yang lemah itu). Dari contoh itu kita lebih memilih
instrumen yang pertama ketimbang yang kedua.
Hal penting lainnya, untuk mendapatkan hasil yang benar atau
dianggap benar (standar emas), seharusnya kita tidak terpaku kepada
kebakuan alat ukur tetapi juga jenis subyek yang diukur. Alat ukur
standar emas yang dipakai sebagai pembanding (acuan) seharusnya telah
mengukur/memeriksa semua subyek yang ada pada populasi. Maka
setidak-tidaknya kita menggunakan sampel yang serepresentatif mungkin
mewakili karakter populasi sasaran (yaitu dengan pencuplikan acak
sedderhana)
Validitas kontruk merupakan konsep paling kompleks dan abstrak.
Oleh karena itu paling sulit menilainya. Tetapi prinsipnya adalah menilai
kekuatan hubungan antara (hasil) pengukuran dan kerangka teori yang
berlaku. Jika pengukuran kita mempunyai korelasi kuat dengan teori,
maka dikatakan pengukuranitu memiliki validitas konstruk.
Agar lebih jelas, berikut kita simak contoh penilaian validitas kriteria
pengukuran dengan konsep sensitivitas dan spesifitas. Contoh dalam
dikenal apa yang disebut program penyaringan dengan tes penyaringan
(screening test). Tes penyaringan memiliki dua kategori tujuan yang
berbeda (1) Penurunan kasus (case-finding) adalah menemukan penyakit
secara dini pada tahap preklinik(misalnya status infeksi HIV) dari
seseorang tertentu, utnuk kemudian segera diberi terapi atau tindak lanjut
kesehatan masyarakat. Program penyaringan hanya bermanfaat apabila
diberi pemberian terapi dini pada fase preklinik menghasilkan proganosis
yang lebih baik ketimbang pemberian terapi setelah gejala manifes.
(Saepudin, 2011).

25
F. Theory Related Validity dan Criterio Related Validity
Validitas berasal dari kata validity yang mempunyai arti sejauh mana
ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya. Suatu skala
atau instrumen pengukur dapat dikatakan mempunyai validitas yang tinggi apabila
instrumen tersebut menjalankan fungsi ukurnya, atau memberikan hasil ukur yang
sesuai dengan maksud dilakukannya pengukuran tersebut. Sedangkan tes yangmemiliki
validitas rendah akan menghasilkan data yang tidak relevan dengan tujuan pengukuran
(Sireci, 2007)
Terkandung di sini pengertian bahwa ketepatan pada validitas suatu alat
ukurtergantung pada kemampuan alat ukur tersebut mencapai tujuan pengukuran
yangdikehendaki dengan tepat. Suatu tes yang dimaksudkan untuk mengukur variabel
A dankemudian memberikan hasil pengukuran mengenai variabel A, dikatakan sebagai
alatukur yang memiliki validitas tinggi. Suatu tes yang dimaksudkan mengukur variabel
Aakan tetapi menghasilkan data mengenai variabel A' atau bahkan B, dikatakan
sebagaialat ukur yang memiliki validitas rendah untuk mengukur variabel A dan
tinggivaliditasnya untuk mengukur variabel A' atau B (Sireci, 2007).
Sisi lain dari pengertian validitas adalah aspek kecermatan pengukuran. Suatu
alat ukuryang valid tidak hanya mampu menghasilkan data yang tepat akan tetapi juga
harusmemberikan gambaran yang cermat mengenai data tersebut.
Cermat berarti bahwa pengukuran itu dapat memberikan gambaran
mengenaiperbedaan yang sekecil-kecilnya di antara subjek yang satu dengan yang lain.
Sebagaicontoh, dalam bidang pengukuran aspek fisik, bila kita hendak mengetahui
beratsebuah cincin emas maka kita harus menggunakan alat penimbang berat emas
agarhasil penimbangannnya valid, yaitu tepat dan cermat. Sebuah alat penimbang
badanmemang mengukur berat, akan tetapi tidaklah cukup cermat guna menimbang
beratcincin emas karena perbedaan berat yang sangat kecil pada berat emas itu tidak
akanterlihat pada alat ukur berat badan.
Demikian pula kita ingin mengetahui waktu tempuh yang diperlukan dalam
perjalanandari satu kota ke kota lainnya, maka sebuah jam tangan biasa adalah cukup
cermat dankarenanya akan menghasikan pengukuran waktu yang valid. Akan tetapi,
jam tanganyang sama tentu tidak dapat memberikan hasil ukur yang valid mengenai

26
waktu yangdiperlukan seorang atlit pelari cepat dalam menempuh jarak 100 meter
dikarenakandalam hal itu diperlukan alat ukur yang dapat memberikan perbedaan
satuan waktu terkecil sampai kepada pecahan detik dengan stopwatch. Menggunakan
alat ukur yang dimaksudkan untuk mengukur suatu aspek tertentu, akan tetapi tidak
dapat memberikan hasil ukur yang cermat dan teliti akan menimbulkan kesalahan atau
eror. Alat ukur yang valid akan memiliki tingkat kesalahan yang kecilsehingga angka
yang dihasilkannya dapat dipercaya sebagai angka yang sebenarnyaatau angka yang
mendekati keadaan sebenarnya (Sireci, 2007).
  Pengertian validitas juga sangat erat berkaitan dengan tujuan pengukuran. Oleh
karena itu, tidak ada validitas yang berlaku umum untuk semua tujuan pengukuran.
Suatu alat ukur biasanyahanya merupakan ukuran yang valid untuk satu tujuan yang
spesifik. Dengan demikian,anggapan valid seperti dinyatakan dalam "alat ukur ini valid"
adalah kurang lengkap. Pernyataanvalid tersebut harus diikuti oleh keterangan yang
menunjuk kepada tujuan (yaitu valid untuk mengukur apa), serta valid bagi kelompok
subjek yang mana? Istilah validitas ternyata memiliki keragaman kategori. Validitas
dibagi menjadi concurrent validity, construct validity, face validity, factorial
validity,empirical validity, intrinsic validity, predictive validity, content
validity, dan curricular validity.
1. Concurrent Validity
Adalah validitas yang berkenaan dengan hubungan antara skor dengan kinerja.
2. Construct Validity
Adalah validitas yang berkenaan dengan kualitas aspek psikologis apa yang diukur
oleh suatu pengukuran serta terdapat evaluasi bahwa suatu konstruk tertentudapat
dapat menyebabkan kinerja yang baik dalam pengukuran.
3. Face Validity
Adalah validitas yang berhubungan apa yang nampak dalam mengukursesuatu dan
bukan terhadap apa yang seharusnya hendak diukur.
4. Factorial Validity
Dari sebuah alat ukur adalah korelasi antara alat ukur dengan faktor-faktor yang
yang bersamaan dalam suatu kelompok atau ukuran-ukuran perilaku
lainnya,dimana validitas ini diperoleh dengan menggunakan teknik analisis faktor.

27
5. Empirical Validity
Adalah validitas yang berkenaan dengan hubungan antara skor dengan suatu
kriteria. Kriteria tersebut adalah ukuran yang bebas dan langsung dengan apa
yangingin diramalkan oleh pengukuran.
6. Intrinsic Validity
Adalah validitas yang berkenaan dengan penggunaan teknik uji cobauntuk
memperoleh bukti kuantitatif dan objektif untuk mendukung bahwa suatu alat
ukurbenar-benar mengukur apa yang seharusnya diukur.
7. Predictive Validity
Adalah validitas yang berkenaan dengan hubungan antara skor suatu alatukur
dengan kinerja seseorang di masa mendatang.
8. Content Validity
Adalah validitas yang berkenaan dengan baik buruknya sampling darisuatu
populasi.
9. Curricular Validity
Adalah validitas yang ditentukan dengan cara menilik isi dari pengukuran dan
menilai seberapa jauh pengukuran tersebut merupakan alat ukur yangbenar-benar
mengukur aspek-aspek sesuai dengan tujuan instruksional.

G. Uji Reabilitas
Disamping valid,instrumen dituntut untuk reliabel. Reliabilitas
(keterandalan) adalah keajegan dari suatu pengukuran ke pengukuran
lainnya. Karena menilai keajegan dari satu pengukuran ke pengukuran-
pengukuran lainnya,maka realibilitas disebut juga konsistensi. Contoh :
kita akan mengukur suhu tubuh dengan sebuah termometer ,dengan dua
metode,yaitu melalui ketiak dan mulut. Hasil pengukuran suhu melalui
ketiak adalah : 39,0 derajat C,35 derajat C, dan 37 derajat C dan 36,8
derajat C.Hasil pengukuran kedua metode menunjukan adanya variasi.
Tetapi variasi pada metode pertama sangat besar,sedangkan pada metode
kedua kecil. Keadaan itu menunjukkan,pengukuran suhu melalui ketiak
tidak reliabel,sedang melaluo mulut lebih reliabel.

28
Reliabel meliputi dua aspek (khotari 1985)
1. Stabilitas (stability) adalah konsentrasi Hasil atau pengukuran Lainnya
oleh seorang instrumen yang sama, subjek penelitian yang sama, dan
instrumen yang sama. Stabilitas dalam jargon yang lebih luas disebut
Konsistensi intra-pengamat
2. Kesamaan (equivaliance) adalah pengukuran oleh pengamat lainnya
terhadap subjek penelitian yang sama dan instrumen yang sama.
Kesamaan dalam jargon yang lebih besar disebut konsistensi antar-
pengamat
Menilai realibilitas:
Keajegan antara satu pengukuran dan pengukuran lainnya diukur
dengan ukuran yang disebut dengan koefisien relibilitas. Keajekan
pengukuran dites melalui suatu uji coba (pilot study), dilakukan pada
populasi studi beberapa waktu sebelum penelitian yg sesungguhnya, tetapi
dapat juga dilakukan pada sampel lainnya yang mempunyai karakteristik
sama dengan populasi studi. Seperti halnya pada penilaian validitas
kriteria, koefisien reliabilitas pada dasarnya mengukur kekuatan hubungan
dan ukuran kekuatan hubungan hubungan itu mempunyai batas maksimum
dan minimum yang jelas. Selanjutnya ukuran kekuatan hubungan yang
dipilih tergantung pada skala variabel yang diukur. Sebagai contoh, jika
variabel diukur dalam skala kontinu, maka kita dapat menggunakan
koefisien korelasi pearson (r). Dalam riset epidemilogi, variabel yang
menjadi perhatian penelitian sering kali diukur dalam skala dikotomi.
Maka ukuran reliabilitas yang dipakai dalam hal ini adalah koefisien
kesepakatan kappa (K) cohen.

Koefisien kesepakatan kappa mempunyai nilai maksimum = 1


(kesepakatan sempurna) dan nilai minimum = 0 (tak ada kesepakatan sama
sekali). Perhatikan tabel 3.3, yang menyajikan tabel 2x2 untuk menghitung
koefisien kesepakatan Cohen. Karena tujuan kita adalah menilai
konsistensi, maka perhatian kita pusatkan pada sel a dan d yang
menunjukkan hasil-hasil yang konsisten. Sel a dan b disebut sel-sel

29
konkordan. Maka, yang disebut kesepakatan koefisien kappa Cohen adalah
rasio antara proporsi kesepakatan (setelah memperhitungkan kesepakatan
karena peluang) dan proporsi kesepakatan maksimum (setelah
memperhitungkan kesepakatan karena peluang). Rumus koefisien
kesepakatan kappa Cohen (Cohen, 1990 ; Fleiss, 1971), sebagai berikut:

K = Po-Pe

1-Pe

Dengan:
Po = O11 + O22
N
Dengan:
O11 ialah frekuensi terimati sel 11 (=sel a)
O22 ialah frekuensi terimati sel 22 (=sel d)
N ialah jumlah semua pengukuran
Proporsi kesepakatan harapan ialah;
Pe = E11 + E22
N

E11 ialah frekuensi harapan (karena peluang semata) sel 11 (=sel a)


E22 ialah frekuensi harapan (karena peluang semata ) sel 22 (=sel d)
E11 = (a + b) (a + c)
N
E22 =(c + d) (b + d)
N
(Saepudin,Malik.2011).

Setelah menguji validitas maka perlu juga menguji reliabilitas data,apakah


alat ukur dapat digunakan atau tidak. Dalam menguji reliabilitas dapat
digunakan beberapa rumus diantaranya belah dua dari Spearman

30
Brown,Kude Richardson-20,Anova Hoyt, dan Alpa,Dalam buku ini hanya
akan dibahas penggunaan rumus Spearman Browns.

Keterangan

r 11 :koifisien reliabilitas internal seluruh item

rb :korelasi Product Moment antara belahan

Dalam penggunaan metode ini sebaiknya jumlah pertanyaan adalah genap


sehingga memudahkan dibelah.

Menguji Reliabilitas dengan Program SPSS

Dalam pengujian reliabilitas instrumen pengumpulan data dengan program


SPSS para peneliti sering menggunakan uji reliabilitas dengan metode tes
ulang,formal belah dua dari Sperman Brown,Formula
Rulon,Flanagan,Cronbach’s Alpha, KR-20,KR 21,dan Metode Anova
Hoyt. Pada buku ini akan dijelaskan penggunaan program SPSS dengan
menggunakan Metode Alpha (Cronbach’s). Cara pengujiannya adalah
sebagai berikut.
1. Buka program SPSS.
2. Klik Variable View pada SPSS,kemudian pada kolom Name ketik
pertanyaan yang akan diuji seperti ketik pertanyaan 1 sampai dengan
6,kemudian ketik skor total dan pada angka Decimal angka diganti 0
untuk seluruh pertanyaan/item.
3. Buka Data View,ketik data sesuai hasil pertanyaan yang diuji.
4. Klik Analyze-Scale-Reliability Analysis.
5. Klik pertanyaan atau item yang valid (tidak gugur) dan masukan
kedalam kotak variabel Items,
6. Klik statistic,kemudian pilih Descriptives for dan klik Scale if item
deleted,
7. Klik Continiu dan OK.
(Hidayat, 2017)

31
H. Homogenitas
Homogenitas menunjukkan konsistensi internal sesautu alat ukur.
Uji reliabilitas dengan metode ini menghasilkan suatu ukuran konsistensi
antar item – item pertanyaan dalam suatu instrumen ketika mengukur
suatu variabel atau konstuk. Instrumen yang baik seharusnya memiliki
item – item pertanyaan yang konsusten dalam mengukur suatu variabel.
Dengan demikian uji homegenitas hanya memerlukan satu kali pengujian.
Konsistensi internal ( homogenitas ) suatu alat ukur dapat diukur dengan
beberapa prosedur antara lain metode Split half, Formula Kuder
Richardeson atau Clonbacha alpa.
Prosedur mana yang akan dipilih sangat tergantung peniliti sesuai
dengan jenis instrumen yang diuji.
1. Metode Split Half
Metode split-half reliability yaitu suatu uji konsistensi alat ukur yang
dilakukan dengan mengukur setengah item dari instrumen kemudian
menilai apakah salah satu dari setengah ukuran tersebut menghasilakn
hasil yang sama dengan setengah lainnya. Metode ini dilakukan
dengan cara membagi – bagi alat item menjadi dua bagian. Pembagian
dapat dilakukan dengan cara berdasarkan urutan ganjil dan genap.
Kemudian setiap bagian/kelompok diskor secara terpisah. Skor antar
dua bagian yang terpisah ini dikorelasikan untuk melihat konistensi
antar bagian.
2. Metode Kuder Richardson
Koefisien reliabilitas dengan metode Kuder Richardson diperoleh
berdasarkan konsistensi respon dari subjek terhadap seluruh item
instrumen. Semakin homogen domain yang diukur, maka akan
semakin tinggi konsistensi antar item. Metode ini sering digunakan
untuk ukur dengan skala dikotomi ( 2 piihan jawaban ). Sama halnya
dengan metode splithalf, metode ini juga dilakukan dengan hanya satu
kali tes
3. Metode Cheronbats alpa

32
Uji ini dilakukan untuk mengukur rata – rata konsistensi internal
diantara itemm – item pertanyaan. Keuntungan uji ini adalah dapat
dihitung hanya dengan melakukan pemgukuran satu waktu ( satu kali )
dan dapat digunakan untuk alat ukur multischale seperti skala sikap
( skala Likert ). Berikut ini rumus uji Cronbach”s alpa :

r =¿

33
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dalam melaksanakan kegiatan penelitian, keberadaan instrumen
penelitian merupakan bagian yang sangat integral dan termasuk dalam
komponen metodelogi penelitian karena instrumen penelitian merupakan
alat yang digunakan untuk mengumpulkan, memeriksa, menyelidiki suatu
masalah yang sedang diteliti.
Suatu intrumen yang baik tentu harus memiliki validitas dan
realibitas yang baik. Untuk memperoleh instrument yang baik tentu selain
harus diujicobakan, dihitung validitas dan realibiltasnya juga harus dibuat
sesuai kaidah-kaidah penyusunan instrument.

B. Saran
Diharapkan kepada pembaca agar memberikan masukan yang
membangun, untuk perbaikan makalah kami berikutnya, karena kami
menyadari masih banyak yang diperbaiki dalam penyusunan makalah ini.

34
DAFTAR PUSTAKA

Hidayat. A. Alimul. (2017). Metodologi Penelitian Keperawatan & Kesehatan.


Jakarta: Salemba Medika.
Nursalam. (2008). Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan Edisi 4. Jakarta:
Salemba Medika.

Saefudin Malik, 2011, Metodologi Penelitian Kesehatan Masyarakat, Jakarta: CV


Trans Info Medika.

Sukardi. (2011). Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta: PT. Bumi Aksara.

Sireci. G. S. (2007). On Validity Theory and Test Validation. Educational


Resercher, Vol 36. No. 8. PP. 477-481.doi: 10.3102/0013189x07311609

35

Anda mungkin juga menyukai