Anda di halaman 1dari 16

TINJAUAN TERHADAP PENERAPAN KENAIKAN TARIF BAGI

PESERTA MANDIRI BPJS KESEHATAN BERDASARKAN


PERATURAN PRESIDEN NOMOR 28 TAHUN 2016 TENTANG
JAMINAN KESEHATAN

(Studi di Kota Mataram)

JURNAL ILMIAH

Oleh :

LALU ARIF HIDAYATULHAQ

NIM : DIA 012 225

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS MATARAM

2016
Halaman Pengesahan

PENINJAUAN TERHADAP PENERAPAN KENAIKAN TARIF BAGI


PESERTA MANDIRI BPJS KESEHATAN BERDASARKAN
PERATURAN PRESIDEN NOMOR 28 TAHUN 2016 TENTANG
JAMINAN KESEHATAN (Studi Di Kota Mataram)

Oleh :

LALU ARIF HIDAYATULHAQ

DIA 012 225

Menyetujui,

Pembimbing Pertama,

Dr. Any Suryani Hamzah, S.H., M.H.


NIP.19640706 199001 2 001
TINJAUAN TERHADAP PENERAPAN KENAIKAN TARIF BAGI
PESERTA MANDIRI BPJS KESEHATAN BERDASARKAN
PERATURAN PRESIDEN NOMOR 28 TAHUN 2016 TENTANG
JAMINAN KESEHATAN(Studi di Kota Mataram)
LALU ARIF HIDAYATULHAQ
NIM : D1A 012 225
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS MATARAM
Abstrak

Penulisan skripsi ini bertujuan untuk mengetahui alasan adanya kenaikan


tarif bagi Peserta Mandiri BPJS Kesehatan dan bagaimana pengaruhkenaikan tarif
terhadap hak-hak Peserta Mandiri BPJS Kesehatan. Penelitian ini merupakan
penelitian hukum empiris, yang menggunakan metode pendekatan perundang-
undangan, pendekatan konseptual dan pendekatan sosiologis. Alasan adanya
kenaikan tarif bagi peserta mandiri BPJS Kesehatan adalah karena adanya ketidak
seimbangan rasio atau mismatch yang mengakibatkan terjadinya defisit anggaran.
Pengaruh kenaikan tarif terhadap hak-hak Peserta Mandiri BPJS Kesehatan adalah
bahwa kenaikan tarif tersebut tidak diikuti peningkatan kualitas pelayanan yang
diterima Peserta Mandiri BPJS Kesehatan.
Kata Kunci : Kenaikan Tarif, Peserta Mandiri.

THE REVIEW ON APPLIYING BPJS KESEHATAN RAISE RATE FOR


INDEPENDENT MEMBER BESED ON PRESIDENTAL DECLARE
NUMBER 28 ABAOT HEALT ANSURANCE (THE STUDY IN
MATARAM)
Abstrack
This thesis aims to find out the reason of the raising of the cost for the
participants of Mandiri BPJS and how the effect of it for the rights of the
participants. This research is an empirical law, which uses methods of law
approach, conceptual approach and a sociological approach. The reason for the
raising of the cost for the participants of mandiri BPJS is because of an imbalance
or mismatch ratios resulting in a budget deficit. The Effect of raisising expense
for the rights of participants of Mandiri BPJS is not followed by the increasing of
the quality of care / service to the Participants.
Key Word : The raising of the cost, Participants of Mandiri.
i

1. PENDAHULUAN

Kesehatan adalah keadaan dimana seseorang dapat bertindak dan berbuat

baik secara jasmani maupun rohani.Jika seseorang dalam keadaan sakit, pelayanan

kesehatan merupakan kebutuhan primer yang bisa didapatkan di setiap tempat

yang menyediakan pelayanan kesehatan.Pelayanan Kesehatan merupakan hak

setiap orang yang tertuang dalam UUD 1945 yaitu, pasal 28H ayat (1) yang

mengatakan: “setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat

tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta

memperoleh pelayanan kesehatan”. Selanjutnya dalam didalam Pasal 34 ayat (2)

UUD 1945 mengatakan bahwa:“negara mengembangkan sistem jaminan sosial

bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak

mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan”.

Yang dimaksud jaminan sosial adalah bentuk berlindungan untuk

menjamin seluruh rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidup yang

layak. Untuk mewujudkan hal tersebut, pemerintah melalui UU No.24 tahun 2011

membentuk suatu badan penyelenggara jaminan sosial (BPJS). untuk

penyelenggaran jaminan kesehatan dilakukan oleh BPJS kesehatan yang mulai

beroperasi pada tanggal 1 januari tahun 2014.

Sejak diberlakukannya tahun 2014 lalu, BPJS Kesehatan mengalami

berbagai permasalahan dan kendala dalam pelaksanaannya, salah satunya adalah

pelayanan yang diterima oleh peserta BPJS Kesehatan dari semua faskes yang

bekerjasama dengan BPJS Kesehatan, “Mulai dari lambatnya penanganan,

keterbatasan ruang rawat inap dan tenaga medis, provider rumah sakit dan klinik
ii

swasta yang terbatas, serta tak jarang pasien harus menambah biaya pengobatan

sendiri karena biaya dari iuran BPJS tidak mencukupi tagihan rumah sakit. Hal

tersebut kemudian dikeluhkan banyak kalangan karena pemerintah terkesan

setengah hati dalam melaksanankan jaminan kesehatan bagi seluruh masyarakat.

Ditengah berbagai macam keluhan tersebut diperkeruh lagi dengan adanya

kenaikan tarif bagi peserta mendiri BPJS Kesehatan yang diatur dalam Peraturan

Presiden Nomor28 Tahun 2016 Tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan

Presiden Nomor12 Tahun 2013 Tentang Jaminan Kesehatan. Kenaikan tarif BPJS

Kesehatan tersebut semestinya diikuti dengan perbaikan dalam memberikan

pelayanan bagi Peserta Mandiri BPJS Kesehatan.

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, ada beberapa permasalahan yang

akan dibahas diantaranya: a. Apakah yang menjadi alasan adanya kenaikan tarif

bagi Peserta Mandiri BPJS Kesehatan? b. Bagaimana pengaruh kenaikan tarif

Jaminan Kesehatan terhadap hak-hak Peserta Mandiri BPJS Kesehatan? Tujuan

penelitian yang hendak dicapai yaitu: a. Untuk mengetahui alasan adanya

kenaikan tarif bagi Peserta Mandiri BPJS Kesehatan. b. Untuk mengetahui

bagaimana pengaruh kenaikan tarif Jaminan Kesehatan terhadap hak-hak Peserta

Mandiri BPJS Kesehatan.

Manfaat penelitian ini adalah: a. Manfaat teoritis: dapat memberikan

sumbangan pemikiran untuk perkembangan kajian-kajian ilmu pengetahuan

dalam dunia akademisi, khususnya dalam permasalahan hukum yang berkaitan

dengan hukum kesehatan tentang BPJS Kesehatan. b. Hasil penelitian ini

diharapkan mampu menjadi bahan masukan bagi mahasiswa atau pihak yang
iii

melakukan penelitian sejenis, Serta diharapkan dapat memberikan informasi

kepada masyarakat tentangbagaimanapelaksanaan BPJS Kesehatan sehingga

mampu memberikan kontrol sosial juga sebagai pedoman pemerintah dalam

mengkaji permasalahan hukum kedepannya yang berkaitan denganBPJS

Kesehatan. Jenis penelitian yang digunakan adalah metode penelitian hukum

empiris. Dengan metode pendekatan menggunakan metode statute approach,

conceptual approach dan sosiology approach.1Jenis data dan bahan hukum yang

digunakan adalah bahan kepustakaan (peraturan perundang-undangan, buku,

makalah dan jurnal) dan studi lapangan (wawancara). Analisis data dan bahan

hukum yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis kualitatif.2

1
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Kencana, Jakarta, 2011, hlm.119
2
Amirudindan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Raja Grafindo
Persada, Jakarta, 2004.Hlm. 30
iv

I. PEMBAHASAN

Alasan adanya kenaikan tarif bagi Peserta Mandiri BPJS Kesehatan

Tarif atau iuran pada dasarnya adalah sejumlah uang yang wajib dibayarkan oleh

pihak tertanggung (peserta) kepada pihak penanggung (BPJS Kesehatan) atas

keikutsertaannya dalam Program Jaminan Kesehatan Nasional. fungsi tarif adalah

untuk membiayai peserta dan anggota keluarganya apabila suatu saat terjadi

resiko sosial ekonomi.

Peran tarif sangat berpengaruh bagi keberlangsungan program, kecukupan

tarif menjadi tolak ukur penyelenggaraan Program Jaminan Kesehatan dimasa

yang akan datang. Oleh sebab itu, Pemerintah beserta Dewan Jaminan Nasional

menaikkan tarif BPJS Kesehatan yang mulai diberlakukan pada bulan Juni 2016

dengan dikeluarkannya Peraturan Presiden Nomor 28 Tahun 2016 Tentang

Perubahan Ketiga atas Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 Tentang

Jaminan Kesehatan.

Didalam Peraturan Presiden Nomor 28 Tahun 2016 tersebut memuat

beberapa perubahan terhadap Peraturan Presiden Nomor 19 Tahun 2016 Tentang

Perubahan Kedua Atas Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 Tentang

Jaminan Kesehatan, mengenai kenaikan tarif bagi peserta mandiri BPJS

Kesehatan diatur dalam Pasal 16F Ayat (1) Peraturan Presiden Nomor 28 Tahun

2016 Tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013

Tentang Jaminan Kesehatan yang mengatakan bahwa, “Iuran Jaminan Kesehatan

bagi Peserta Pekerja Bukan Penerima Upah dan Peserta bukan Pekerja: a. sebesar
v

Rp. 25.500,00 (dua puluh lima ribu lima ratus rupiah) per orang per bulan dengan

Manfaat pelayanan di ruang perawatan Kelas III. b. sebesar Rp. 51.000,00 (lima

puluh satu ribu rupiah) per orang per bulan dengan Manfaat pelayanan di ruang

perawatan Kelas II. c. sebesar Rp. 80.000,00 (delapan puluh ribu rupiah) per

orang per bulan dengan Manfaat pelayanan di ruang perawatan Kelas I.

Kenaikan tarif tersebut ditetapkan setelah Menteri Kesehatan, Dewan

Jaminan Sosial Nasional, dan BPJS Kesehatan melakukan peninjauan dan

evaluasi terhadap besaran kapitasi dan non kapitasi setelah 2 tahun sejak

beroprerasinya BPJS Kesehatan. peninjauan dan evaluasi tersebut telah

diamanatkan dalam Pasal 39 Ayat (4) dan (5) Peraturan Presiden Nomor 19 Tahun

2016 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Peresiden Nomor 12 Tahun 2013

Tantang Jaminan Kesehatan.

Ketentuan dalam pasal 39 ayat (4) dan Ayat (5) tersebut mengatakan

bahwa, Pasal 39 Ayat (4): “Besaran kapitasi dan non kapitasi serta Indonesian

Case Based Groups (INA-CBG’s) dan non Indonesian Case Based Groups (non

INA-CBG’s) ditinjau sekurang-kurangnya setiap 2 (dua) tahun sekali oleh

Menteri”.Pasal 39 Ayat (5) :“Menteri dalam meninjau besaran kapitasi dan non

kapitasi serta Indonesian Case Based Groups (IN-ACBG's) dan non Indonesian

Case Based Groups (non INA-CBG’s) sebagaimana dimaksud pada ayat (4)

dilakukan dengan memperhitungkan kecukupan iuran dan kesinambungan

program sampai dengan 2 (dua) tahun ke depan yang dilakukan bersama dengan

BPJS Kesehatan, DJSN, dan menteri yang menyelenggarakan urusan

pemerintahan di bidang keuangan”.


vi

Setelah dilakukannya peninjauan dan evaluasi oleh Mentri Kesehatan,

DJSN, BPJS Kesehatan serta mentri yang menyelenggarakan urusan dibidang

keuangan didapatkan beberapa persoalan diantaranya adalah “defisit anggaran

yang mencapai angka Rp.6 triliun sejak tahun 2014 sampai dengan tahun 2016”3.

Berdasarkan keterangan yang disampaikan oleh Direktur Utama BPJS

Kesehatan Fachmi Idris bahwa “penyebab adanya defisit anggaran adalah ketidak

sesuaian (mismatch) antara premi yang didapat dari peserta dengan klaim manfaat

yang dibayarkan kepada setiap fasilitas kesehatan yang telah bekerjasama dengan

BPJS Kesehatan”4. Lebih lanjut Fachi Idris menyampaikan bahwa, “total iuran

yang didapat dari peserta pada akhir tahun lalu mencapai Rp.41,06 triliun

sedangkan, biaya klaim manfaat (benefit) yang dikeluarkan BPJS Kesehatan lebih

besar, yakni mencapai Rp.42,6 triliun. Artinya terjadi mismatch rasio klaim

sampai 103,88%”5.

Disamping untuk mencegah terjadinya mismatch, Kenaikan tarif juga

dilakukan untuk menyesuaikan antara pelayanan dengan kebutuhan alat medis dan

harga obat-obatan. Seperti yang disampaikan Yani Putri bahwa:“Perubahan tarif

yang diatur didalam Perpres Nomor 28 Tahun 2016 tersebut sebenarnya tidak

tepat dikatakan kenaikan tarif tetapi lebih tepat jika digunakan istilah penyesuaian

tarif, karena perubahan premi yang terjadi semata-mata untuk menyesuaikan

antara pelayanan kesehatan dengan harga obat-obatan dan alat-alat medis yang

digunakan sebagai penunjang pelayanan bagi pasien”. Beliau menambahkan

3
Fachmi Idris, Penyesuaian Iuran Untuk Keberlangsungan Program, INFO BPJS
Kesehatan (Media Internal Resmi BPJS Kesehatan), edisi XXV tahun 2015, hlm. 3
4
Ibid.
5
Ibid, hlm.4
vii

penyesuaian premi tersebut juga merupakan implementasi dari Pasal 39 Ayat (4)

Perpres Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Jaminan Kesehatan Nasional” 6.Defisit

anggaran serta ketidak seimbangan rasio terjadi disebabkan karena adanya

beberapa faktor diantaranya adalah faktor masyarakat dan faktor kebudayaan.

Faktor masyarakat yaitu ketika masyarakat khususnya peserta BPJS

Kesehatan tidak melakukan apa yang menjadi kewajibannya, seperti perbandingan

rasio pembayaran iuran BPJS Kesehatan yang disampaikan oleh Yani Putri .S.H,

berdasarkan hasil wawancara mengatakan bahwa:“Dari sepuluh peserta empat

orang tidak membayar iuran sehingga, jika hal tersebut terjadi terus menerus akan

berdampak pada berkurangnya anggaran yang berujung pada ketidak seimbangan

antara iuran yang diterima dari peserta dengan klaim yang dibayarkan kepada

fasilitas kesehatan yang mengakibatkan defisit anggaran pada Badan

Penyelenggara Jaminan Sosial”7.

Ketidak tertiban peserta dalam melakukan apa yang menjadi kewajibannya

tersebut, berpengaruh terhadap terjadinya mismatch atau ketidak seimbangan rasio

yang merupakan alasan utama adanya kenaikan tarif BPJS Kesehatan bagi Peserta

Mandiri.

Selanjutnya, faktor kebudayaan juga menjadi penyebab adanya defisit

anggaran dan mismatch BPJS Kesehatan. Dalam pelaksanaannya BPJS

mengadopsi budaya gotongroyong sebagai salah satu prinsip yaitu prinsip

6
Yani Putri (Staf Hukum Dan Komunikasi di Kantor BPJS Kesehatan Kota Mataram),
hasil wawancara pada tanggal 15 Agustus 2016 pukul 13.20 di kantor BPJS Kesehatan cabang
Mataram
7
Yani Putri (Staf Hukum Dan Komunikasi di Kantor BPJS Kesehatan Kota Mataram),
hasil wawancara pada tanggal 22 November 2016 pukul 14.30 di kantor BPJS Kesehatan cabang
Mataram
viii

kegotongroyongan yang berarti bahwa, peserta yang sehat dapat membantu

peserta yang sakit, peserta yang mampu dapat membantu peserta yang kurang

mampu dan peserta yang berisiko rendah membantu yang berisiko tinggi. Namun

prinsip gotongroyong tersebut tidak akan berjalan apabila masyarakat tidak

memiliki kesadaran tentang hal tersebut.

Hal tersebut dapat dilihat dari kepesertaannya yang kebanyakan mendaftar

setelah mereka sakit. Pada saat mereka sakit, baru kemudian mendaftar menjadi

peserta BPJS Kesehatan.Yani Putri mengatakan bahwa: “Banyaknya masyarakat

yang mendaftar jadi peserta BPJS setelah mereka sakit adalah salah satu penyebab

adanya defisit anggaran kerena, mereka belum pernah membayar iuran dan pada

saat mereka menjadi peserta biaya perawatan langsung ditanggung BPJS

Kesehatan.”8

Prinsip gotong royong akan memberikan kemudahan dalam pelaksanaan

Program Jaminan Kesehatan Nasional jika peserta memahmi dan melakukan

kewajibannya, namun akan berdampak pada kekurangan anggaran jika peserta

tidak mendukung apa yang menjadi tujuan dari prinsip kegotongroyongan yang

dianut BPJS Kesehatan.

Pengaruh kenaikan tarif Jaminan Kesehatan Nasional terhadap hak-

hak Peserta Mandiri BPJS Kesehatan adalah bahwa kenaikan tarif tersebut

berdampak pada peningkatan jumlah pelayanan namun, tidak diikuti dengan

peningkatan kualitas pelayanan. Adapun yang menjadi hak-hak peserta BPJS

Kesehatan diatur dalam Pasal 24 Ayat (1) Peraturan BPJS Kesehatan Nomor 1
8
YaniPutri (Staf Hukum Dan Komunikasi Di Kantor BPJS Kesehatan Kota Mataram),
Hasil Wawancara Pada Tanggal 22 November 2016 Pukul 14.30 Di Kantor BPJS Kesehatan
Cabang Mataram.
ix

Tahun 2014 Tentang Penyelenggara Jaminan Kesehatan Nasional, diantaranya

adalah:1. Mendapatkan kartu peserta sebagai identitas untuk mendapatkan

pelayanan kesehatan. 2. Memperoleh informasi tentang hak dan kewajiban serta

prosedur dan manfaat pelayanan kesehatan. 3. Mendapatkan pelayanan kesehatan

di fasilitas kesehatan yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan. 4.

Menyampaikan keluhan/pengaduan, kritik dan saran secara lisan maupun tertulis

kepada BPJS Kesehatan.

Hak-hak peserta tersebut masih belum bisa didapatkan secara maksimal

oleh masyarakat yang terdaftar menjadi peserta BPJS Kesehatan, faktor utamanya

adalah kurangnya pengetahuan peserta BPJS Kesehatan dan kurangnya

pengawasan pemerintah terhadap pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan

Nasional yang diselenggarakan oleh BPJS Kesehatan.

Sebagai contoh, hak peserta untuk melakukan dan menyampaikan

pengaduan terhadap pelayanan yang mereka terima kepada BPJS Kesehatan.

Pengaduan yang disampaikan di Kantor BPJS Kota Mataram masih sangat

rendah, dari 46 peserta yang diwawancarai, yang pernah melakukan pengaduan

hanya 5 orang, bukan karena tidak ada keluhan, dari 46 Peserta Mandiri BPJS

Kesehatan tersebut semuanya memiliki keluhan terhadap pelayanan rumah sakit

yang mereka terima. Sedikitnya angka penyampaian keluhan tersebut terjadi

karena kurangnya pemahaman peserta yang berkaitan dengan prosedur dalam

melakukan pengaduan.

Kualitas pelayanan yang diterima peserta BPJS Kesehatan tidak

mengalami perbaikan atau peningkatan setelah 7 bulan sejak ditetapkannya


x

peraturan presiden nomor 28 tahun 2016 tentang perubahan ketiga atas peraturan

presiden nomor 12 tahun 2013 tentang jaminan kesehatan, kualitas pelayanan

masih sama seperti sebelum adanya kenaikan tarif Jaminan Kesehatan Nasional,

kualitas pelayanan yang seharusnya diperbaiki terlebih dahulu mengingat

buruknya pelayanan yang diterima pasien peserta BPJS Kesehatan, tidak

dilakukan oleh pemerintah.Namun, kenaikan tarif BPJS Kesehatan diikuti dengan

penambahan jumlah pelayanan yang terdiri dari, tubektomi untuk Keluarga

Berencana (KB) dan pemeriksaan medis dasar di UGD rumah sakit yang telah

bekerja sama dengan BPJS Kesehatan.


xi

II. PENUTUP

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian di atas guna menjawab rumusan masalah

dalam skripsi ini maka dapat diambil kesimpulan bahwa: 1. Kenaikan tarif bagi

Peserta Mandiri BPJS Kesehatan terjadi karena adanya ketidak seimbangan rasio

mismatch antara jumlah iuran yang dibayarkan oleh peserta denagn jumlah klaim

manfaat yang dibayarkan kepada fasilitas kesehatan yang telah bekerja sama

dengan BPJS Kesehatan. Selain itu, ketidak seimbangan rasio yang terjadi juga

mengakibatkan adanya defisit anggaran yang mencapai angka Rp.6 Triliun. 2.

Pengaruh kenaikan tarif BPJS Kesehatan terhadap hak-hak Peserta Mandiri BPJS

Kesehatan adalah bahwa kenaikan tarif tersebut diikuti dengan penambahan dalam

hal pelayanan namun tidak diikuti dengan peningkatan kualitas pelayanan.

Kualitas pelayanan sebelum dan sesudah adanya kenaikan tarif tidak mengalami

perubahan.

SARAN

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan di Kota Mataram, saran

yang dapat disampaikan adalah: 1. Kenaikan tarif seharusnya diikuti dengan

peningkatan kualitas pelayanan untuk keberlangsungan program, peningkatan

kualitas pelayanan harus diutamakan karena jumlah pelayanan tidak akan ada

artinya jika kualitasnya masih rendah. 2. Perlunya sosialisasi terhadap Program

Jaminan Kesehatan Nasional, terutama mengenai prosedur dalam mendapatkan

pelayanan serta hak dan kewajiban sebagai peserta. 3. Perlunya meningkatkan


xii

pengawasan terhadap pelayanan yang diberikan rumah sakit agar sesuai dengan

standar pelayanan yang telah ditetapkan. 4. Disarankan untuk membentuk forum-

forum yang berfungsi untuk menampung setiap kritik, saran dan pengaduan dari

peserta yang ditempatkan di setiap desa/kelurahan maupun kecamatan. 5.

Perlunya membentuk lembaga khusus anti kecurangan atau fraud yang wilayah

kerjanya berada di Kecamatan.


xiii

DAFTAR PUSTAKA

Buku-buku :

Amirudin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Rajawali Pers,

Jakarta, 2013.

Marzuki, Peter Mahmud, Penelitian Hukum, Kencana, Jakarta, 2011.

Idris Fachmi, 2015, Penyesuaian Iuran Untuk Keberlangsungan Programedisi

XXV, Jakarta: INFO BPJS Kesehatan (Media Internal Resmi BPJS

Kesehatan).

Peraturan perundang-undangan

Undang-Undang Dasar Negara 1945.

Republik Indonesia. 2016. Peraturan presiden nomor 19 tahun 2016 tentang

perubahan kedua atas peraturan presiden nomor 12 tahun 2013 tentang

jaminan kesehatan. Jakarta: Sekretariat Kabinet Republik Indonesia.

Republik Indonesia. 2016. Peraturan presiden nomor 28 tahun 2016 tentang

perubahan ketiga atas peraturan presiden nomor 12 tahun 2013 tentang

jaminan kesehatan. Jakarta: Sekretariat Kabinet Republik Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai