Anda di halaman 1dari 38

MAKALAH

“Konsep Asuhan Keperawatan Kritis Pada Sistem Hematologi Dan Sistem


Imunologi”

Ditujukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Kritis


Dosen : Rosmini Rasimin S. Kep.,Ns

Kelompok IV

Ika Nurjulianti NHO116070


Martina NH0116088
Hilkia Lisa Bangkulu NH0116067
Lisa NH0116084
Iskandar NH0116077

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
NANI HASANUDDIN
MAKASSAR
2019

1
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah yang telah memberikan kami kemudahan sehingga
dapat menyelesaikan makalah ini. Tanpa pertolongan-Nya mungkin penyusun
tidak akan sanggup menyelesaikannya dengan baik. Shalawat dan salam semoga
terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita yakni Nabi Muhammad SAW.
Makalah ini merupakan salah satu tugas mata kuliah Keperawatan Kritis.

Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak


kekurangan baik pada teknis penulisan maupun materi, mengingat akan
kemampuan yang dimiliki. Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak kami
harapkan.

Makassar, 26 Oktober 2019

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL .......................................................................... i

KATA PENGANTAR ........................................................................... ii

DAFTAR ISI .......................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN ................................................................. 1

A. Latar Belakang .................................................................. 1


B. Tujuan ............................................................................... 2
C. Rumusan Masalah............................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN ....................................................................

A. Pengkajian Terhadap Sistem Hematologis ....................... 3


B. Pengkajian Terhadap Sistem Imunologi ........................... 9
C. Diagnose Keperawatan ..................................................... 15
D. Intervensi Keperawatan .................................................... 15
E. Implementasi Keperawatan .............................................. 20
F. Evaluasi Keperawatan ...................................................... 20
G. Konsep Asuhan Kperawatan Kritis Penyakit Leukimia ... 21

BAB III PENUTUP ............................................................................. 21


A. Kesimpulan ....................................................................... 21
B. Saran ................................................................................ 21
DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Imunitas adalah respon protektif tubuh yang spesifik terhadap
benda asing atau mikroorganisme yang menginvasinya. Immunopatologi
berarti ilmu tentang penyakit terjadi akbat disfungsi dalam sistem imun,
struktur sistem imun (Desmawati, 2013).
Gangguan hematologi dan Imun mencakup sejumlah gangguan
ringan, banyak diantaranya bersifat mengancam kehidupan. Umumnya,
gangguan hematologi diklasifikasikan sebagai produksi berlebihan atau
produksi kurang atau disfungsi dari komponen ini. Gangguan imun
biasanya disebabakan oleh aktivitas yang kurang atau aktivitas yang
berlebihan dari unsur system imun. System hematologis dan imun
merupakan system yang kompleks dan saling berkaitan, oleh karena itu,
gangguan atau disfungsi system ini sering kali mengganggu keefektifan
system lainnya (Subekti B, 2011)
Penyakit kanker merupakan penyakit yang paling ditakuti oleh
masyarakat dunia, karena penyakit kanker selalu identik dengan rasa sakit,
tidak bisa sembuh, serta kematian. Berdasarkan catatan International
Confederation of Childhood Cancer Parent Organizations (ICCCPO).
Jumlah anak penderita kanker di seluruh dunia diperkirakan berjumlah
250.000 atau sekitar 4% dari seluruh penderita kanker. Jumlah tersebut,
20% yang memperoleh perawatan memadai . Sementara di Indonesia,
menurut catatan Departemen Kesehatan (Depkes), penderita kanker setiap
tahunnya diperkirakan mencapai 100 penderita baru diantara 100.000
penduduk. Dengan jumlah penduduk 20 juta, maka diperkirakan setiap
tahunnya ditemukan sekitar 200.000 penderita kanker baru di Indonesia.
Yang memprihatinkan, kanker pada anak sangat sulit dideteksi sejak dini
(Ghozali & Eviyanti, 2016).

1
B. Tujuan Keperawatan
Mahasiswa mampu memahami terkait konsep asuhan keperawatan
kritis pada system hematologic dan imunologi

C. Rumusan Masalah
1. Apa pengkajian pada system hematologic?
2. Apa pengkajian pada system imunologi?
3. Apa diagnosa Keperawatan Sistem Hematologi Dan Imunologi?
4. Apa itu Implementasi Keperawatan?
5. Apa itu Evaluasi Keperawatan?

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengkajian Sistem Hematologis


1. Riwayat
Riwayat pengkajian pasien yang menyeluruh penting saat
mengevaluasi pasien yang berpotensi mengalami gangguan hematologis
dan imun. Ketika menanyakan mengenai keluhan utamanya, pasien
mungkin menyatakan adanya gejala yang tampak samar dan tidak
berhubungan. Perlu diingat mengenal kerumitan fisiologi systim ini ketika
kita mengkaji riwayat kesehatan pasien. Setelah mengambil data tentang
awitan dan lamanya keluhan pasien, perawat menelusuri tentang riwayat
medis pasien, terapi yang menjalani sebelumnya, serta riwayat medis
keluarga, menunjukkan ringkasan kondisi dan pengobatan yang mungkin
dapat memicu terjadinya gangguan imun dan hematologis. (Subekti B,
2011).
Berikut adalah beberapa pertanyaan spesifik untuk memandu
proses wawancara :
a. Apakah keluhan utama pasien ?
b. Apakah pasien memiliki riwayat sering mengalami infeksi (saluran
napas atas dan bawah, saluran kemih, vagina, rongga oral )?
c. Apakah pasien pernah mengalami serangan memar atau pendarahan
(memar yang tidak jelas penyebabnya, epistaksis, pendarahan gusi,
menstruasi berlebihan, batuk darah, darah dalam urine, gangguan
saluran cerna, feses tar/dempul)?
d. Bagaimana pasien menggambarkan tingkat energi dan toleransi dirinya
dalam beraktifitas?

3
e. Apakah pasien sering mengalami sakit kepala, gangguan penglihatan,
insiden serebri(mis,.serangan iskemik sementara,(transient ischemic
attack, TIA}), cerebrovacular accident (CVA}), atau latergi ?
f. Apakah pasien menyadari adanya pembesaran pada kelenjar limfe atau
erupsi kulit?
g. Apakah pasiean pernah mengalami demam, berkeringat malam, atau
penurunan berat badan yang tidak sengaja?
h. Apakah pasien pernah terpajan benda asing atau zat kimia?
i. Apakah terdapat riwayat keluarga berupa gangguam pendarahn,
anemia, malignansi hematologis atau gangguan imun?
j. Pengobatan apakah yang pernah dijalani pasien dan untuk berapa
lama?
2. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik menyeluruh diperlukan untuk mengidentifikasi


tanda-tanda fisik yang mungkin menunjukkan gangguan system imunatau
hematologis. Table 46-2 memberikan ringkasan tentang temuan fisik yang
dapat menunjukkan beragam gangguan dari system ini. Perawat
memeriksa kulit pasien apakah terdapat pucat, ikterus, plethora fasial, dan
tanda-tanda pendarahan abnormal. Selain itu perawat juga mengevaluasi
persendian pasien untuk memeriksa adanya nyeri, pembengkakan dan
keterbatasan dalam rentang pergerakan, yang dapat menunjukkan
hematrosis akibat koagulapati atau anemia sel sabit. Perdarahan
mukokutanceus superficial serta distribusi local dari petekia dapat
menunjukkan trombogtopenia, sedangkan petekia yang berkelompok
mudah dipalpasi, menimnulkan ras gatal dapat menjadi petunjuk adanya
vaskulitis. Purpura superficial yang meluas hematopa profunda atau
hemartosis dapat menunjukkan gangguan koagulasi. Perawat juga perlu
memeriksa ruam kulit, pruritus dan ekskoriasi, Ekstermitas dikaji apakah
terdapa area kemerahan, nyeri tekan, hangat, atau pembengkakan, yang
dapat menunjukkan tromboflebitis bibir, dan dasar kuku harus dikaji untuk

4
memeriksa sianosis: jari tabuh dapat terlihat pada pasien hipoksemia
kronik. Ulkus tungkai dan pergelangan kaki mungkin dijumpai pasien
dengan anemia sel sabit.

Perawat juga memeriksa mata dan mulut pasien. Perubahan visual


dapat menunjukkan hipervisikositas akibat polisitemia atau infark retina
akibat anemia sel sabit, lubang hidung, gusi, dan mukosa membrane dari
mulut perlu dikaji untuk memeriksa tanda-tanda perdarahan. Jika dijumpai
pucat pada mukosa mulut dapat menjadi indicator bermakna terhadap
terhadap anemia. Perubahan pada lidah dapat dijumpai pada pengkajian
pasien defisiensi zat besi dan anemia megaloblastik. Untuk menilai apakah
terdapat infeksi atau malignansi harus dilakukan inspeksi terhadap area
tenggorok dan palpasi kelenjar limfe di daerah tersebut.

Pada pasien anemia atau infeksi, dapat dijumpai takikardia dan


takipnea. Bunyi jantung S4 akan terdengar pada pasien anemia berat.
Dspnea pada saat beraktifitas serta perubahan tekanan darah ortostatik
merupakan gejala lain dari anemia. Pemeriksaan auskultasi paru dan
inspeksi sputum yang menyeluruh perlu dilakukan, untuk menyingkirkan
dugaan inspeksi pernapasan dan hemoptisis. Gejala klaudikasi intermiten
(lihat bab19) disertai angina pectoris (lihat bab 21) menunjukkan adanya
masalah pasokan oksigen yang dijumpai pada pasien polisitemia. Pasien
ini juga sering hipertensi.

Temuan pengkajian fisik yang berkaitan dengan tegiobdomen dan


panggul mencakup pengkajian limfadenopati, splenomegali, dan
hepatomegali, kesemuanya ini dapat menjadi petunjuk terjadinya
gangguan hematologis dan imun. Perawat juga mengkaji secara
menyeluruh adanya infeksi perkemihan, vagina dan area perirektal.
Adanya sekresi tubuh atau cairan (feses, urine, muntahan atau sekresi
lambung) harus diispeksi atau apakah disertai darah.

5
Abnomarlitas neurologis dapat ditemui pada pasien yang
mengalami masalah hemartologis. Sebagai contoh sakit kepala dan pusing
merupakan gejala dari anemia.

Gejala ini disertai dengan sensasi kepenatan di kepala, dapat


menjadi penada terjadinya polistermia, konfusi, sakit kepala, gangguan
status mental, paresis, afasia, disfasia, koma, kejang, parestesia, dan
masalah visual dapat disebabkan oleh pupura trombositopenik trombotik
(TPP; lihat bab 49). Gangguan tingkat kesadaran, sakit kepala,
papiledema, muntah, dan bradikardia disertai pelebaran tekanan denyut
merupakan tanda-tanda peningkatan tekanan intrakarnial, suatu kondisi
yang dipicu oleh perdarahan intrakarnial pada pasien koagulopati (Subekti
B, 2011).

3. Pemeriksaan Diagnostik

Uji laboratorium menentukan apakah komponen dari system


hematologis dan imun dihasilkan dalam jumlah yang masih sesuai batas
kecukupan. Untuk memastikan apakah komponen sistem-sistem tersebut
telah berfungsi dengan memadai, perlu dilakukan pengujiann lebih lanjut.
Karena pasien dengan gambaran kondisi hematologis Dn imun berat
biasanya ditemui diruang perawatan intensif (Subekti B, 2011).

a. Uji untuk Mengevaluasi Sel Darah Merah

Sel darah merah (SDM) merupakan komponen yang penting


untuk oksigenasi jaringan. Produksi berlebihan dari SDM
mengakibatkan kondisi yang disebut polisitemia, suatu kondisi yang
ditandai oleh kadar hematrikit yang tinggi dan peningkatan massa
SDM. Anemia merupakan kondisi yang ditandai oleh penurunan dalam
massa SDM yang disebabkan oleh penurunan produksi SDM,
peningkatan perusakan SDM, kombinasi dari kedua kondisi tersebut,
atau akibat pengeluaran darah akut. Semua pasien yang dievaluasi
anemia harus menjalani pemeriksaan hitung darah lengkap dan indeks
6
SDM, jalani pemeriksaan hitung retikulosit, pemeriksaan zat besi, serta
analisis apusan darah perifer. Abnormalitas dalam hasil uji ini
menunjukkan perlunya dilakukan pengujian lebih lanjut (Subekti B,
2011).

1) Hitung Darah Lengkap

Hitung darah lengkap memberikan indikasi lengkap


mengenai produksi SDM, SDP, dan trombosit oleh sum-sum
tulang. Uji ini juga memberikan gambaran kadar hemoglobin
pasien, kadar hematokrit, indeks SDM, dan hitung jenis SDP.

2) Indeks Sel Darah Merah


Indeks sel darah merah merupakan nilai laboratorium yang
memberikan petunjuk tentang karakteristik struktur atau fungsi
SDM. SDM dan beberapa kondisi yang dapat menimbulkan hasil
laboratorium yang abnormal.
3) Apusan Darah Perifer
Asupan darah perifer dapat menunjukan gangguan struktur
SDM. Abnormalitas yang beraga dapat di tentukaan oleh
pemeriksaan apusan darah perifer.
SDM dewasa tidak mengandung sel inti. SDM bernukleasi
matur dalam sumsum tulang dan tidak normal jika di jumpai pada
darah perifer. SDM ini akan terlihat pada uji apusan darah perifer
setelah melalui stimulasi yang berlebihan, seperti pada kasus
hemoragi akut, hipoksemia, anemia hemolitik, atau anemia
megaloblastik. Jika semua penyebab ini telah disingkirkan,
kehadiran SDM bernukleasi ini mungkin di sebabkan oleh proses
infilratif dalam sumsum tulang akibat kondisi
malognansis,mielofibrosis atau granuloma. SDM bernueklasi juga
dapat ditemui pada pasien tanpa limpa karena dalam keadaan

7
normal limpa bertugas mengenali dan menyingkirkan sel yang
abnormal ini.
Sterosit dan eliptoxit merupakan bentuk normal dari SDM.
Sel ini biasanya terlihat pada pasien yang mengalami gangguan
herediter, yang dapat menyebabkan efek membran SDM, sel yang
tidak beraturan ini terjebak dan dan hancur dalam limpa,yang
menyebabkan anemia hermolitik, pengujian terhadap kerapuhan
osmotic sel darah merah menunjukkan bahwa sel ini lebih
cenderung untuk hancur dibandingkan sel darah merah yang
normal. Kadar hidrogenase laktat serum dan bilirubih serum harus
dianjurkan untuk diperiksa jika terdapat dugaan hemoliasis.
Adanya pembentukan Rouleaux (SDM pada apusan darah perifer
menyerupai tumpukan koin) dapat menunjukan adanya myeloma
multiple. Langkah selanjutnya untuk menegakkan diagnosis yakni
dengan melakukan uji elektriforesis protein serum dan analisis
urine untuk memastikan apakah ada protein bence jones, jika dari
temuan klinis mendukung kecurigaan akan gangguan ini.
Keberadaan sel target, sel sabit, dan stoplasma SDM pada
apusan darah perifer mendorong perlunya pengujian kadar
elktroforesis hemoglobin dan hemoglobin F serta A. dalam uji
tersebut, anemia sel sabit dan talesemia-beta paling banyak
didiagnosis.
Skistosit yang terdapat pada pasien yang menggunakan
katup jantung buatan dapat menunjukkan hemolisiskan mekanis.
Skistosit yang terjadi pada pasien demam, trombositopenia,
disfungsi ginjal, dan abnormalitas neurologis, harus diatasi dengan
cepat jika diduga TTP.
b. Uji Untuk Mengevaluasi Sel Darah Putih
Karena sel darah putih berfungsi untuk mendeteksi dan
menghancurkan pathogen, setiap peningkatan hitung SDP biasanya

8
menunjukkan infeksi dan cenderung berkaitan dengan keparahan
infeksi.
1) Hitung Sel Darah Putih
Hitung SDP mengukur leukosit yang beredar dan hitung ini
harus selalu dikaji bersama dengan jenis SDP dan membandingkan
dengan kondisi klinis pasien. Hitung jenis SDP menunjukkan
persentase subjenis SDP (neutrofil, eosinofil, basofil, monosit, dan
limfosit). Lihat bab 45 untuk penjelasan mengenai jenis SDP.
(Subekti B, 2011)

B. Pengkajian Terhadap Pasien Gangguan Imun

Kompetensi imun adalah kemampuan tubuh untuk melindungi dirinya


sendiri terhadap serangan penyakit. Pasien dengan gangguan imun yang
mengalami sakit kritis harus dikaji dengan interval waktu yang sering. Stres
psikologis dan fisik akibat beban penyakit atas trauma pada pasien
berpenyakit kritis, dapat menekan kemampuan berfungsi dari sistem imun.
Prosedur invasive, pemasangan kateter menetap, pemasangan jalur
intravena,ventilasi mekanis, gangguan nutrisi, serta lingkungan perawatan
intensif itu sendiri, dapat menyebabkan pasien mengalami infeksi sepsis.
Tindakan protktif seperti, mencuci tangan dan menerapkan tindakan aseptic,
merupakan hal yang penting untuk meminimalkan pajanan terhadap
organisme infeksius. Perawat harus sering memantau area yang dapat
menimbulkan infeksi dalam tubuh,status nutrisi,dan temuan laboratorium
sebagai indikasi terhdap gangguan sistem imunatau awitan infeksi. Syok
septik merupakan komplikasi yang mengancam kehidupan yang berkembang
cepat pada pasien dengan penurunan status imun. Keadaan psien sangat
membaik jika syok septik dideteksi pada tahap dini dan intervensi segera
dilakukan (Subekti B, 2011).

9
Pengkajian kompetensi imun :

Riwayat Pasien:

a. Usia
b. Riwayat infeksi

Status Nutrisi:

Protein dan kalori yang adekuat

Penyakit Kronik:

a. Diabetes
b. Kanker
c. Anemia aplastic

Pengobatan dan terapi:

a. Kemoterapi
b. Antibiotik
c. Terapi radiasi

Integritas kulit:

a. Luka
b. Luka bakar
c. Dekubitus

Status Imunosupresi:

a. Leukemia/limfoma
b. Protokoi terapi
c. Defisiensi Imun
1. Riwayat
Mendapatkan riwayat yang menyeluruh untuk mengidentifikasi
kerentanan terhadap infeksi merupakan hal yang penting ketika mengkaji

10
status imun pasien. Jeniws infeksi sering memberikan petunjuk pertama
tentang sifat defek imun. Sebagai contoh, pasien yang mengalami defek
sistem imun humorai rentan mengalami infeksi bakteri berulang atau
memiliki NHM berkurang dari 1000. Akan tetapi semua pasien diunit
perawatan intensif (ICU) dianggap berisiko mengalami gangguan imun
dan harus menerima manfaat mencuci tangan dengan cermat, pementauan
yang teliti, serta intervensi protektif (Subekti B, 2011).
2. Penyakit Kronis

Banyak penyakit kronis disebabkan gangguan fungsi sistem


imun.Penyakit seperti diabetes, kanker, dan anemia aplastic merupakan
beberapa contoh penyakit yang menunjukkan terjadinya defisiensi imun.
Karena banyak pasien berpenyakit kritis memilki riwayat penyakit kronis
keberadaan dan tingkat keparahan penyakit harus dipertimbangkan sebagai
faktor yang menyebabkan gangguan sistem imun saat pasien ini dikaji
(Subekti B, 2011).

3. Status Imunosupresi
Pasien yang mengalami leukemia limfoma myeloma multiple dan
kondisi hematologis dapat mengalami gangguan imunitas dan infeksi
berulang. Status defisiensi sistem imun dapat bersifat kongenital sering
kali tidak mampu bertahan hidup pada masa kanak-kaak.Sidrom defisiensi
sistem imun pada orang dewasa dapat terjadi pada defek spintan sistem
imun atau melalui infeksi yang diperoleh dari HIV.
Pasien yang mengalami imunotupresi berat mengalami gangguan
dalam berespons terhadap agens infeksi dan mungkin tidak menunjukkan
tanda-tanda infeksi. Demam kemerahan atau pun pada area infeksi dapat
berkurang karena penurunan hitung SDP yang diperlukan dalam
menimbulkan tanda-tanda fisik. Dengan demikian, perawat harus secara
seksama memantau infeksi yang mungkin timbul (Subekti B, 2011).

11
4. Pengobatan Dan Terapi

Banyak orang yang memengaruhi kompetensi imun pemberian


antibiotik pengobatan (mis, sikloporin), suatu obat yang menyebabkan
supresi luar biasa pada sistem imin.Pasien yang mendapatkan program
terapi Imunosupresi harus dipantau terhadap gejala dini infeksi yang dapat
menunjukkan gangguan dalam fungsi sistem imun.

Beragam terapi juga dapat merusak kemapuan sistem imun.


Protokol terapi bagi pasien dapat menyebabkan komplikasi yang
mengancam kehidupan, seperti infeksi dan sepsis. Terapi biologis dengan
pemberian interferon-alfa dan interleukin-2 dapat menyebabkan
leukopenia. Pasien yang menerima transfuse SDM dalam jumlah besar,
dapat menunjukkan supresi imunitas. Kebanyakan agens kemoterapeutik
dan radiasi terhadap panggul. spinal, tulang iga, sternum, tengkorak
kepala, dan metafisis tulang SDP, atau titik nadir,mungkin tidak tampak
sampai beberapa hari atau minggu setelah awal terapi. Hitung neutrophil
mutlak (NHM) dihitung pada pasien neutropenik, untuk menentukan
derajat Imunosupresi (Subekti B, 2011).

5. Faktor Risiko Gangguan Imun


Faktor tertentu, seperti usia kronologis, menyebabkan pasien
berpenyakit kritis berisiko tinggi mengalami gangguan sistem imun.
Pasien yang mengalami penyakit kronik atau telah mengalami
imunosupresi juga dapat disebabkan oleh kesulitan imun lebih lanjut.
Akhirnya pengobatan dan terapi tertentu dapat mempengaruhi kompetensi
imun pasien, seperti layaknya status nutrisi dan integritas kulit pasien.
Selama melakukan pengkajian kompetensi imun, perawat harus waspada
terhadap faktor risiko tersebut (Subekti B, 2011).
6. Usia
Usia kronologis pasien memengaruhi kemampuan imunnya.
Respon imun dapat tertekan pada individu yanf berusia sangat muda

12
Karena belum berkembangnya kelenjar timus. Pasien lansia mengalami
penurunan fungsi sistem imun, membuat mereka lebih rentan
mendapatkan infeksi. Dengan demikian, individu dalam kelompok ini
harus benar-benar dikaji terhadap gangguan dalam kemampuan sistem
imunnya (Subekti B, 2011).
7. Status Nutrisi
Status nutrisi pasien memiliki pengaruh banyak terhadap fungsi
sistem imunnya. Asupan protein dan kalori yang tidak adekuat dapat
merusak respons imun dan resistensi terhadap infeksi, dengan cara
mengurangi produksi antibody dan lomfosit serta mengganggu pemulihan
luka. Pendekatan multidisplin dengan menggunakan ahli gizi dapat
membantu perawat dala mengkaji asupan diet sehari-hari dan kebutuhan
nutrisi bagi individu yang mengalami gangguan imun kritis. Pemberian
makanan tambahan per intravena atau enteral mungkin diperlukan untuk
mencegah gangguan lebih lanjut terhadap status nutrisi tubuh dan
kemampuan untuk melawan infeksi (Subekti B, 2011).
8. Integritas Kulit
Sistem integument, mencakup kulit dan membrane mukosa,
memberikan suatu barler fisik bagi infeksi. Luka pembedahan atau trauma,
luka bakar, atau ulkus ekubitus dapat menggangu pertahan fisik dan
menyebabkab pasien dengan penyakit kritis mendapatkan infeksi. Selain
itu, dalam unit perawata kritis, ketika kateter intra arterial dan intravena,
kateter uretra, serta slang endotrakea digunakan, berbagai jalan masuk
organisme pathogen dapat memberikan lokasi yang simultan bagi infeksi
yang potensial. Oleh karena itu,seluruh luka dan jalan masuk harus
sungguh-sungguh dipantau terhadap timbulnya tanda dan gejala infeksi
(Subekti B, 2011).
9. Penyakit Kronis
Banyak penyakit kronis disebabkan gangguan fungsi sistem imun.
Penyakit seperti diabetes, kanker, dan anemia aplastic merupakan
beberapa contoh penyakit yang menunjukkan terjadinya defisiensi imun.

13
Karena banyak pasien berpenyakit kritis memilki riwayat penyakit kronis
keberadaan dan tingkat keparahan penyakit harus dipertimbangkan sebagai
faktor yang menyebabkan gangguan sistem imun saat pasien ini dikaji
(Subekti B, 2011).
10. Status Imunosupresi
Pasien yang mengalami leukemia, limfoma, myeloma, multiple,
dan kondisi hematologis dapat mengalami gangguan imunitas dan infeksi
berulang. Status defisiensi sistem imun dapat bersifat kongenital sering
kali tidak mampu bertahan hidup pada masa kanak-kanak. Sidrom
defisiensi sistem imun pada orang dewasa dapat terjadi pada defek spintan
sistem imun atau melalui infeksi yang diperoleh dari HIV.
Pasien yang mengalami imunotupresi berat mengalami gangguan
dalam berespons terhadap agens infeksi dan mungkin tidak menunjukkan
tanda-tanda infeksi. Demam kemerahan atau pun pada area infeksi dapat
berkurang karena penurunan hitung SDP yang diperlukan dalam
menimbulkan tanda-tanda fisik. Dengan demikian, perawat harus secara
seksama memantau infeksi yang mungkin timbul (Subekti B, 2011).
11. Pengobatan Dan Terapi
Banyak orang yang memengaruhi kompetensi imun pemberian
antibiotik seperti tetrasiklin dan kloramferifed merusak fungsi sumsum
tulang. Obat steroid menunukkan banyak yang memengaruhi sistem imun
termaksud penurunan hitung hitung limfosit dan konsentrasi antibody.
Pasien yang mendapatkan transplantasi organ atau sumsum tulang sering
kali harus tetap menerima pengobatan (mis, sikloporin), suatu obat yang
menyebabkan supresi luar biasa pada sistem imin. Pasien yang
mendapatkan program terapi Imunosupresi harus dipantau terhadap gejala
dini infeksi yang dapat menunjukkan gangguan dalam fungsi sistem imun.
Beragam terapi juga dapat merusak kemapuan sistem imun.
Protokol terapi bagi pasien dapat menyebabkan komplikasi yang
mengancam kehidupan, seperti infeksi dan sepsis. Terapi biologis dengan
pemberian interferon-alfa dan interleukin-2 dapat menyebabkan

14
leukopenia. Pasien yang menerima transfuse SDM dalam jumlah besar,
dapat menunjukkan supresi imunitas. Kebanyakan agens kemoterapeutik
dan radiasi terhadap panggul. spinal, tulang iga, sternum, tengkorak
kepala, dan metafisis tulang SDP, atau titik nadir,mungkin tidak tampak
sampai beberapa hari atau minggu setelah awal terapi (Subekti B, 2011).
C. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri kronik
2. Hipertermi
3. Intoleransi aktivitas
4. Ansietas
5. Resiko infeksi
6. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
(NANDA Internasional, 2015)

D. Intervensi Keperawatan

NO DIAGNOSA NOC NIC


(Moorhead, S., Jhonson, M., (Bulechek, G.M,
Maas M.L., & Swanson, 2013) Butcher H.K,
dochterman, J.M.,
2013)
1. Nyeri Kronik Kontrol Nyeri : Manajemen Nyeri :
Definisi : Pengalaman Indikator : 1. Lakukan pengkajian
sensorik dan emonional 1. Mengenali kapan terjadi nyeri nyeri komprehensif.
tidak menyenangkan 2. Gunakan Tindakan 2. Ajarkan prinsip-
dengan kerusakan pengurangan nyeri tanpa prinsip manajemen
jaringan actual atau analgesic. nyeri.
potensial, atau di 3. Melaporkan nyeri yang 3. Ajarkan penggunaan
gambarkan suatu terkontrol. non farmakologi
kerusakan: awitan tiba- (relaksasi,terapi
tiba atau lambat dengan music, terapi

15
intensitas dari ringan aktifitas)
hingga berat, terjadi 4. Dukung istirahat
konstan atau berulang tidur yang adekuat
tampa akhir yang dapat di untuk membantu
antisipasi atau prediksi penurunan nyeri
dan berlangsung lebih 5. Mulai dan modifikasi
dari 3 bulan Tindakan
Batasan karakteristik: pengontrolan nyeri
1. Anoreksia berdasarkan respon
2. Ekspresi wajah nyeri pasien.
3. Fokus pada diri 6. Libatkan keluarga
sendiri dalam modalitas
4. Hambatan penurunan nyeri jika
kemampuan memungkinkan.
meneruskan aktivitas
selanjutnya.
5. Perubahan pola tidur
6. Bukti nyeri dengan
menggunakan standar
daftar periksa nyeri.
2. Intoleransi aktivitas Toleransi terhadap aktivitas Terapi Aktivitas
Defenisi: ketidakcukupan Indikator outcome 1. Identifikasi
energi psikologi atau 1. Saturasi oksigen ketika strategi untuk
fisiologi untuk beraktivitas, skala target meningkatkan
mempertahankan atau outcome. Dipertahankan partisipasi terkait
menyelesaikan aktivitas pada 3 (cukup tergaggu), dengan aktivitas
kehidupan sehari-hari ditingkatkan ke 5 (tidak yang diiginkan
yang harus atau yang terganggu). 2. Instruksikan
ingin di lakukan 2. Frekuensi pernapasan pasien dan
Batasan karakteristik: ketika beraktivitas, skala keluarga untuk
1. Dispnea setelah target outcome. melaksanakan

16
beraktifitas Dipertahankan pada 2 aktivitas yang
2. Keletihan (banyak terganggu), diinginkan
3. Ketidaknyamanan ditingkatkan ke 5(tidak maupun yang
setelah beraktivitas terganggu) telah diresepakan
3. Bantu klien untuk
mengeksplorasi
tujuan personal
dari aktivitas-
aktivitas yang
biasa dilakukan
(misalnya,
bekerja dan
aktivitas-aktivitas
yang disukai
3. Ansietas Tingkat kecemasan Berkurang Pengurangan kecemasan
Defenisi : perasaan tidak Indicator : :
nyaman atau 1. Dapat beristirshat 1. Gunakan pendekatan
kekhawatiran yang samar 2. Perasaan gelisah berkurang yang tenang dan
di sertai respon otonom 3. Rasa cemas yang berkurang menyakinkan
perasaan takut yang di yang disampaikan secara lisan 2. Nyatakan dengan
sebabkan oleh antisipasi jelas harapan
terhadap bahaya. terhadap perilaku
Batasan karakteristik: klien.
1. Gelisah 3. Dorong keluarga
2. Insomnia untuk mendampingi
3. Mengeprisikan klien dengan cara
kekhawatiran yang tepat.
karna perubahan 4. Puji/kuatkan perilaku
perisitiwa hidup yang baik secara
4. Penurunan tepat
produktifitas 5. Berikan aktivitas

17
pengganti untuk
mengurangi tekanan.
6. Bantu klien
mengidentifikasi
situasi yang memicu
kecemasan
7. Kaji untuk tanda
verbal dan non verbal
kecemasan.
4 Resiko infeksi Control resiko : proses infeksi Control infeksi :
Definisi ; rentan Indicator : 1. Bersihkan
mengalami invasi dan 1. lingkungan yang bersih lingkungan dengan
multiplikasi organisme 2. pengguna alat APD baik setelah
pathogen yang dapat 3. kebersihan tangan tetap digunakan untuk
mengganggu kesehatan. terjaga setiap pasien.
4. Tidak ada Perubahan status 2. Ganti peralatan
kesehatan perawatan per pasien
sesuai protocol
institusi
3. Isolasi orang terkena
penyakit menular
4. Batasi jumlah
pengunjung
5. Ajarkan cara cuci
bagi tenaga
kesehatan.
6. Anjurkan pasien
mengenai Teknik
mencuci tangan
dengan tepat.
7. Anjurkan pengunjung

18
untuk mencuci pada
saat memasuki dan
meninggalkan
ruangan pasien.
8. Ajarkan pasien dan
anggota keluaga
mengenai bagaimana
menghindari infeksi.
5. Ketidakseimbangan Status nutrisi Manajemen nutrisi
nutrisi kurang dari Indicator: 1. Tentukan status
kebutuhan tubuh 1. Asupan gizi terpenuhi gizi pasien dan
Definisi : asupan nutrisi 2. Asupan makanan terpenuhi kemampuan
tidak cukup memenuhi 3. Asupan cairan terpenuhi pasien untuk
kebutuhan metabolic. memenuhi
Batasan karakteristik : kebutuhan gizi
1. Berat badan 20% atau 2. Tentukan apa
lebih di bawah yang menjadi
rentang berat badan prefensi makanan
ideal bagi pasien
2. Gangguan sensasi 3. Tentukan jumlah
rasa kalori dan jenis
3. Kehilangan rambut nutrisi yang di
berlebih butuhkan untuk
memenuhi
persyaratan gizi
4. Atur diet yang di
perlukan
5. Anjurkan
keluarga untuk
membawa
makanan pavorit

19
pasien
6. Anjurkan pasien
terkait dengan
kebutuhan
makanan tertentu
berdasarkan
perkembangan
usia.

E. Implementasi
Implementasi keperawatan adalah fase ketika perawat
mengimplementasikan intervensi atau rencana keperawatan yang sudah di
susun. Implementasi terdiri dari pelaksanaan pendokumentasian tindakan
keperawatan (Induniasih, 2017).

F. Evaluasi
Evaluasi adalah fase ke lima dan fase terakhir proses keperawatan. Dalam
konteks ini evaluasi adalah aktivitas yang di rencanakan, berkelanjutan dan
terarah ketika klien dan professional kesehatan menemukan kemajuan klien
dan keefektipan rencana asuhan keperawatan (Induniasih, 2017).

20
G. Konsep Asuhan Keperawatan Kritis Penyakit Leukimia
1. Pengkajian
a. Keluhan utama
Keluhan keletihan, kelemahan, dyspnea pada aktivitas, infeksi
sering, luka tengorok, keringat malam, pendarahan gusi, atau
pendarahan hidung; penurunan berat badan baru-baru ini; pajanan
terhadap radiasi ionisasi (sinar-x multiple, tingal didekat uji radiasi
atau atom) atau bahan kimia (pekerjaan); pengobata kanker
sebelumnya; riwayat gangguan imun (LeMone, 2015).
b. Riwayat kesehatan
1) Riwat kesehaatan dahulu
a) Kemungkinan klien perna terpanjan zat kimiawi atau
mendapatkan pengobatan seperti benzol, arsen, preparat sulfat
b) Kemungkinan klien perna kontak atau terpanjan radiasi dengan
kadar lonisasi yang lebi besar
c) Kemungkinan klien perna menderita demam tinggi yang tidak
diketahui penyebabnya.
2) Riwayat kesehatan keluarga
Penyakit leukemia tidak diwariskan, tapi senjumla induvidu
memiliki factor predisposisi, misalnya pada kembar satu telur.
3) Riwayat kesehatan sekarang
a) Adanya pendarahan seperti; ptekle, purpura, epistakksis
b) Nyeri sendi dan tulang
c) Peningkatan suhu tubuh, sakit kepala, anoreaksia, mual, munta
d) Mengeluh tidak enak pada perut dan BAB tidak teratur
c. Kebutuhan dasar
1) Pola aktivitas sehari hari
Keletihan, malaise, kelemahan, kelelahan otot
2) Sirkulasi

21
a) Palpitasi, tachycardia, mur mur jantung, membrane mukosa dan
kulit pucat
b) Muncul nya tanda tanda pendarahan serbral
3) Elminasi
a) Diare, nyeri, tekanan pernai, fases hitam
b) Dara pada urine
4) Integritas ego
a) Perasaan tidak berdosa, tidak ada harapan
b) Depresi, ansietas, takut, marah, mudah tersinggung
c) Perubahan alam perasaan, kacau
5) Makanan dan cairan
a) Penurunan nafsu makan
b) Mual, muntah
c) Perubahan rasa kecap, rasa
d) Penurunan berat badan
e) Disfagia, pharigitis
f) Distensi abdomen, penuruan bising usus
g) Spenomegali, hepatomegalia, icterus
h) Stomatitis, hipertropi gusi
6) Neurosensori
a) Penuran kondisi atau kesadaran
b) Perubahan dalam perasaan, kacau
c) Disoriantasi/kurang konsentarasi
d) Pusing, kebas , parastesia
e) Otot-otot muda terangsang, kejang
7) Nyeri dan kenyamana
a) Sakit kepala, nyeri abdomen, nyeri sendi dan tulang
b) Nyeri tekan pada strrunum
c) Kram otot
d) Gelisa
8) Pernapasan

22
Napas pendek, dyspnea, takipnea, ronchi, batuk, penurunan bunyi
napas.
9) Keamanan
Gangguan penglihatan, jatuh, injuri, demam dan infeksi.
10) Seksualitas
Penurunan libido, perubahan siklus menstruasi menorggia,
impoten.
d. Pemeriksaan penunjang
1) Pemeriksaan Laboratorium
a) Darah tepi
Gejala yang terlihat berdasarkan kelainan sumsum Tulang yang
berupa pansitopenia, limfositos yang dapat meyebabkan
gambran darah tepi menonton dan terdapatnya sel biast.
Terdapatnya leukosit yang limatur.
b) Kimia darah
Kolesterol mungkin rendah,asam urat dapat meningkat,
hipogamaglobinemia
c) Sumsum tulang
Hanya terdiri dari sel limfopoetik patologis sedangkan sistem
lain terdesak (aplasia sekunder).
Aspirasi sumum tulang (BMP) = hiperseluler terutama banyak
terdapat sel muda.
2) Pemeriksaan Lain:
a) Biobsi Limpa
Memperlihatkan proliferensi sel leukemia dan sel yang berasal
dari jaringan limpa akan terdesak seperti limfosit normal, RES,
granulosit, pulp cell.
b) Lumbal punksi; yaitu untuk mengetahui apakah SSP
terinfiltrasi yang dapat dilihat dari peningkatan jumlah sel
patologis dan protein (CSS). Kelainan ini dapat terjadi setiap

23
saat pada perjalanan penyakit baik dalam keadaan remis atau
pada keadaan kambuh.
c) Sitogenik
Pemeriksaan pada kromosom baik jumlah maupun
morfologisnya.
(Wijaya saferi, Andra & Putri mariza, 2013)

2. Diagnosa keperawatan
a. Hipertermi
b. Nyeri Kronik
c. Ketidakseimbangan perfusi jaringan perifer
d. Resiko perdarahan
e. Intoleransi aktivitas
f. Ansietas
g. Resiko infeksi
h. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

3. Intervensi Keperawatan

NO DIAGNOSA NOC NIC

1. Hipertermi Termoregulasi Perawatan hipertermi :


Definisi : suhu tubuh Indikator :  monitor tanda-tanda vital
diatas kisaran normal 1. denyut nadi radial  monitor suhu tubuh
diurnal karena 2. tingkat pernapasan menggunakan alat yang
kegagalan 3. melaporkan kenyamanan sesuai
termoregulasi suhu  Kontrol infeksi
Batasan karakteristik 4. berkeringat saat panass  Berikan obat anti
: menggigil sesuai kebutuhan
1. Gelisah Perawatan demam
2. Kejang

24
3. Kulit kemerahan
4. Kulit terasa hangat
5. Takikardi
6. vasodilatasi
2. Ketidakseimbangan 1. Circulation status Peripheral sensation
perfusi jaringan 2. Tissue perfusion : cerebral Managemen(manajemen
perifer Kriteria hasil : sensasi perifer)..
Definisi: penurunan Mendemonstrasikan status 1. monitor adanya daerah
sirkulasi darah ke sirkulasi yang ditandai tertentu yang hanya peka
perifer yang dapat dengan: terhadap
mengganggu 1. Tekanan systol dan panas/dingin/tajam/tumpul.
kesehatan. diastole dalam rentang 2. monitor adanya peretase.
yang diharapkan. 3. instruksikan keluarga untuk
Batasan karakteristik 2. tidak ada orostatik mengobserfasi kulit jika ada
: hipertensi. isi atau laserasi.
1. Tidak ada nadi 3. tidak ada tanda tanda 4. gunakan sarung tangan untuk
2. Perubahan fungsi peningkatan intrakranial proteksi.
motorik (tidak lebih dari 15 5. batasi gerakan pada
3. Perubahan mmHg). kepala,leher,dan punggung.
karakteristik kulit Mendemonstrasikan 6. monitor kemampuan BAB
(warna, elastisitas, kemampuan kognitif yang 7. kolaborasi pemberian
rambut, ditandai dengan: analgetik
kelembapan, kuku, 1. Berkomunikasi dengan
sensasi, suhu). jelas dan sesuai dengan
4. Perubahan tekanan kemampuan.
darah diestermitas 2. menunjukan
5. Edema perhatian,konsentrasi,dan
orientasi.
3. memproses informasi.
4. membuat keputusan
dengan benar.

25
3. Resiko perdarahan 1. Blood lose saverity. NIC
Definisi: 2. Blood koagulation. Bleeding precautions
Berisiko mengalami Kriteria Hasil: 1. Monitor ketat tanda-tanda
penurunan volume 1. Tidak ada hematuria dan perdarahan.
darah yang dapat hematemesisi. 2. Catat nilai HB dan Ht
mengganggu 2. Kehilangan darah yang sebelum dan sesudah
kesehatan. terlihat. terjadinya perdarahan.
Batasan karakteristik 3. Tekanan darah dalam 3. Monitor nilai lab
: batas normal sistole dan (koagulasi)yang meliputi
1. Trauma diastole. PT,PTT,trombosit.
2. Efek samping 4. Tidalk ada perdarahan 4. Monitor TTV ortostatik.
terksit terapi pervagina. 5. Pertahankan bedrest
3. Aneurisme 5. Tidak ada disestensi selama perdarahan aktiv.
4. Sirkumsisi abdominal. 6. Kolaborasi dalam
5. Koagulopati 6. Hemoglobin dan pemberian produk darah
inheren hemotrokrit dalam batas (platelet,atau fresh frozen
nornal. plasma).
7. Plasma,PT,PTT dalam 7. Lindungi pasien dari
batas normal. trauma yang dapat
menyebabkan perdarahan.
8. Hindari mengukur suhu
lewat rectal.
Bleding
reduction:gastrointestinal
1. Observasi adanya darah
dalam sekresi cairan

26
tubuh:emesisi,feses,urin,re
sidu lambung,dan drainasi
luka.
2. Monitor komplete blood
count dan leukosit.
3. Kolaborasi dalam
pemberian terapi :
lactulose atau vasopressin.
4. Lakukan pemasangan
NGT untuk memonitor
sekresi dan perdarahan
lambung.
5. Lakukan bilas lambung
dengan nacl dingin.
6. Dokumentasikan
warna,jumlah dan
karakteristik feses.
7. Hindari PH lambung yang
ekstrim dengan kolaborasi
pemberian antaside atau
vitamin blockin agent).
8. Kurangi faktor stress
9. Pertahankan jalan napas.
10. Hindari penggunaaan anti
coaglent.
11. Monitor status nutri
pasien.
12. Berikan cairan intravena.
13. Hindari penggunaan
aspirin dan ibuprofen.

27
4. Nyeri Kronik Kontrol Nyeri : Manajemen Nyeri :
Definisi : Pengalaman Indikator : 1. Lakukan pengkajian nyeri
sensorik dan 1. Mengenali kapan terjadi komprehensif.
emonional tidak nyeri 2. Ajarkan prinsip-prinsip
menyenangkan dengan 2. Gunakan Tindakan manajemen nyeri.
kerusakan jaringan pengurangan nyeri tanpa 3. Ajarkan penggunaan non
actual atau potensial, analgesic. farmakologi (relaksasi,terapi
atau di gambarkan 3. Melaporkan nyeri yang music, terapi aktifitas)
suatu kerusakan: terkontrol. 4. Dukung istirahat tidur yang
awitan tiba-tiba atau adekuat untuk membantu
lambat dengan penurunan nyeri
intensitas dari ringan 5. Mulai dan modifikasi
hingga berat, terjadi Tindakan pengontrolan
konstan atau berulang nyeri berdasarkan respon
tampa akhir yang dapat pasien.
di antisipasi atau 6. Libatkan keluarga dalam
prediksi dan modalitas penurunan nyeri
berlangsung lebih dari jika memungkinkan.
3 bulan
Batasan
karakteristik:
1. Anoreksia
2. Ekspresi wajah
nyeri
3. Fokus pada diri
sendiri
4. Hambatan
kemampuan
meneruskan
aktivitas
selanjutnya.

28
5. Perubahan pola
tidur
6. Bukti nyeri dengan
menggunakan
standar daftar
periksa nyeri.
5. Intoleransi aktivitas Toleransi terhadap Terapi Aktivitas
Defenisi: aktivitas 1. Identifikasi strategi untuk
ketidakcukupan energi Indikator outcome meningkatkan partisipasi
psikologi atau fisiologi 1. Saturasi oksigen ketika terkait dengan aktivitas yang
untuk beraktivitas, skala target diiginkan
mempertahankan atau outcome. Dipertahankan 2. Instruksikan pasien dan
menyelesaikan pada 3 (cukup tergaggu), keluarga untuk
aktivitas kehidupan ditingkatkan ke 5 (tidak melaksanakan aktivitas yang
sehari-hari yang harus terganggu). diinginkan maupun yang
atau yang ingin di 2. Frekuensi pernapasan telah diresepakan
lakukan ketika beraktivitas, skala 3. Bantu klien untuk
Batasan target outcome. mengeksplorasi tujuan
karakteristik: Dipertahankan pada 2 personal dari aktivitas-
1. Dispnea setelah (banyak terganggu), aktivitas yang biasa
beraktifitas ditingkatkan ke 5(tidak dilakukan (misalnya, bekerja
2. Keletihan terganggu) dan aktivitas-aktivitas yang
3. Ketidaknyamanan disukai
setelah beraktivitas
3. Ansietas Tingkat kecemasan Pengurangan kecemasan :
Defenisi : perasaan Berkurang 1. Gunakan pendekatan yang
tidak nyaman atau Indicator : tenang dan menyakinkan
kekhawatiran yang 1. Dapat beristirshat 2. Nyatakan dengan jelas
samar di sertai respon 2. Perasaan gelisah harapan terhadap perilaku
otonom perasaan takut berkurang klien.

29
yang di sebabkan oleh 3. Rasa cemas yang 3. Dorong keluarga untuk
antisipasi terhadap berkurang yang mendampingi klien dengan
bahaya. disampaikan secara lisan cara yang tepat.
Batasan 4. Puji/kuatkan perilaku yang
karakteristik: baik secara tepat
1. Gelisah 5. Berikan aktivitas pengganti
2. Insomnia untuk mengurangi tekanan.
3. Mengeprisikan 6. Bantu klien
kekhawatiran karna mengidentifikasi situasi
perubahan yang memicu kecemasan
perisitiwa hidup 7. Kaji untuk tanda verbal dan
4. Penurunan non verbal kecemasan.
produktifitas
6. Resiko infeksi Control resiko : proses Control infeksi :
Definisi ; rentan infeksi 1. Bersihkan lingkungan
mengalami invasi dan Indicator : dengan baik setelah
multiplikasi organisme 6. lingkungan yang bersih digunakan untuk setiap
pathogen yang dapat 7. pengguna alat APD pasien.
mengganggu 8. kebersihan tangan tetap 2. Ganti peralatan perawatan
kesehatan. terjaga per pasien sesuai protocol
9. Tidak ada Perubahan institusi
status kesehatan 3. Isolasi orang terkena
penyakit menular
4. Batasi jumlah pengunjung
5. Ajarkan cara cuci bagi
tenaga kesehatan.
6. Anjurkan pasien mengenai
Teknik mencuci tangan
dengan tepat.
7. Anjurkan pengunjung untuk
mencuci pada saat

30
memasuki dan
meninggalkan ruangan
pasien.
8. Ajarkan pasien dan anggota
keluaga mengenai
bagaimana menghindari
infeksi.
7. Ketidakseimbangan Status nutrisi Manajemen nutrisi
nutrisi kurang dari Indicator: 1. Tentukan status gizi pasien
kebutuhan tubuh 1. Asupan gizi terpenuhi dan kemampuan pasien
Definisi : asupan 2. Asupan makanan untuk memenuhi kebutuhan
nutrisi tidak cukup terpenuhi gizi
memenuhi kebutuhan 3. Asupan cairan terpenuhi 2. Tentukan apa yang menjadi
metabolic. prefensi makanan bagi
Batasan karakteristik pasien
: 3. Tentukan jumlah kalori dan
1. Berat badan 20% jenis nutrisi yang di
atau lebih di bawah butuhkan untuk memenuhi
rentang berat persyaratan gizi
badan ideal 4. Atur diet yang di perlukan
2. Gangguan sensasi 5. Anjurkan keluarga untuk
rasa membawa makanan pavorit
3. Kehilangan rambut pasien
berlebih 6. Anjurkan pasien terkait
dengan kebutuhan makanan
tertentu berdasarkan
perkembangan usia.

H. Implementasi

31
Implementasi keperawatan adalah fase ketika perawat
mengimplementasikan intervensi atau rencana keperawatan yang sudah di
susun. Implementasi terdiri dari pelaksanaan pendokumentasian tindakan
keperawatan (Induniasih, 2017).

I. Evaluasi
Evaluasi adalah fase ke lima dan fase terakhir proses keperawatan. Dalam
konteks ini evaluasi adalah aktivitas yang di rencanakan, berkelanjutan dan
terarah ketika klien dan professional kesehatan menemukan kemajuan klien
dan keefektipan rencana asuhan keperawatan (Induniasih, 2017).

32
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Pengkajian Sistem Hematologis mencakup riwayat, pemeriksaan fisik dan
Pemeriksaan Diagnostik. Berikut adalah beberapa pertanyaan spesifik untuk
memandu proses wawancara : Apakah keluhan utama pasien ? Apakah pasien
memiliki riwayat sering mengalami infeksi (saluran napas atas dan bawah,
saluran kemih, vagina, rongga oral)?, Apakah pasien pernah mengalami
serangan memar atau pendarahan (memar yang tidak jelas penyebabnya,
epistaksis, pendarahan gusi, menstruasi berlebihan, batuk darah, darah dalam
urine, gangguan saluran cerna, feses tar/dempul)?, Bagaimana pasien
menggambarkan tingkat energi dan toleransi dirinya dalam beraktifitas? Dll.
Pengkajian Terhadap Pasien Gangguan Imun yaitu Kompetensi imun
adalah kemampuan tubuh untuk melindungi dirinya sendiri terhadap serangan
penyakit. Pasien dengan gangguan imun yang mengalami sakit kritis harus
dikaji dengan interval waktu yang sering. Stres psikologis dan fisik akibat
beban penyakit atas trauma pada pasien berpenyakit kritis, dapat menekan
kemampuan berfungsi dari sistem imun.

B. Saran
Diharapkan kepada mahasiswa kesehatan terkhususnya sebagai calon
perawat untuk mampu memahami lebih dalam terkait konsep Asuhan
Keperawatan kritis pada system hematologi dan imunologi sebagai penunjang
atau pedoman pada pembuatan Kasus asuhan keperawatan kritis pada system
hematologi dan imunologi.

33
DAFTAR PUSTAKA

Bulechek, G.M, Butcher H.K, dochterman, J.M., W. C. . (2013). Nursing


Intervention Classification. Singapore: Elsevier.

Desmawati. (2013). Sistem Hematologi Dan Imunologi (D. Juliastuti, ed.). IN


Media.

Ghozali, M. F., & Eviyanti, A. (2016). Sistem Pakar Diagnosis Dini Penyakit
Leukemia Dengan Metode Certainty Factor. 1(3), 135–146.

Induniasih. (2017). Metodologi Keperawatan. Yogyakarta: Pustaka Baru Press.

LeMone, P. & dkk. (2015). Buku Ajar Keperawatan Medika Bedah. Jakarta: EGC.

Moorhead, S., Jhonson, M., Maas M.L., & Swanson, E. (2013). Nursing
Outcomes Classification. Singapore: Elsevier.

NANDA Internasional. (2015). Nursing Diagnoses : Definitions &


Classifications. Jakarta: EGC.

Nanda, NIC&NOC. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa


Medis dan Nanda Nic-Noc. Jilid 2. Jogjakarta : Mediaction Jogja.
Subekti B, N. (2011). Keperawatan Kritis Pendekatan Asuhan Holistik (Edisi 8).

34
Jakarta: EGC.

Wijaya saferi, Andara & Putri mariza, Y. (2013). Keperawatan Medikal Bedah
(Cetakan P). Nuha Medika.

35

Anda mungkin juga menyukai