Anda di halaman 1dari 3

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia berkomitmen meningkatkan jaminan kualitas mutu prouk perikanan dan
keamanan hasil perikanan untuk memacu ekspor produk perikanan di manca negara.
Pasalnya, jaminan kualitas (quality assurance) merupakan hal kunci untuk mempermudah
akses pasar produk perikanan. Sehubungan dengan itu, Kementerian Kelautan dan
Perikanan (KKP) terus berupaya untuk meningkatkan jaminan mutu dan keamanan hasil
perikanan nasional maupun internasional pada proses produksi, pengolahan, dan
distribusi. Demikian diungkapkan oleh Menteri Kelautan dan Perikanan RI, Sharif C.
Sutardjo dalam acara Seminar Bulan Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan di Bali, selasa
(02/10/2012).
Pentingnya penilaian kesesuaian dalam menjamin mutu produk perikanan juga
diungkapkan oleh Plt. Kepala Badan Standardisasi Nasional (BSN), Suprapto. Dalam
kesempatan yang sama, Suprapto menyampaikan pemaparan mengenai Kebijakan
Standardisasi Produk Pangan.
Standardisasi, metrologi, dan penilaian kesesuaian adalah tiga pilar pengembangan
infrastruktur mutu. Ketiganya memiliki peran penting dalam meningkatkan daya saing
produk nasional. Yang menjadi masalah kunci produk kelautan dan perikanan adalah
bagaimana produk kelautan dan perikanan memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI).
Sementara di dalam perdagangan internasional, juga sering terjadi adanya tuntutan dan
penolakan atas ekspor produk perikanan Indonesia. Dalam hal ini, laboratorium atau
lembaga sertifikasi memiliki peran penting dimana mereka harus memenuhi persyaratan
internasional.
Hingga September 2012, BSN telah menetapkan 541 SNI untuk sektor perikanan. SNI
tersebut mencakup Produk, Cara uji, Pengemasan, Budidaya/persyaratan produksi, serta
Istilah dan definisi. Salah satu kebijakan pengembangan SNI adalah harmonis atau
equivalen dengan standar internasional. Untuk standar pangan, organisasi internasional
yang mengembangkan adalah Codex Alimentarius Commission (CAC).
CAC, biasanya cukup disebut Codex, merupakan badan antar pemerintah yang dibentuk
oleh FAO dan WHO (Joint FAO/WHO Food Standards Programme). Codex dibentuk
dengan tujuan antara lain untuk melindungi kesehatan konsumen, menjamin praktek yang
adil dalam perdagangan pangan internasional serta mempromosikan koordinasi pekerjaan
standardisasi pangan yang dilakukan oleh organisasi internasional lain. Standar Codex
adalah standar internasional yang berkaitan dengan pangan yang merupakan hasil
rumusan dari CAC. Terkait dengan kegiatan Codex saat ini di tingkat nasional, untuk
pelaksanaan kegiatannya dikoordinasikan oleh Sekretariat Codex Contact Point yang
menjadi tanggung jawab BSN.
Pada tanggal 1 - 5 Oktober 2012, Indonesia menjadi co-host penyelenggaraan Sidang
Codex Committee on Fish and Fishery Products (CCFFP) ke-32 yang berlangsung di
Discovery Kartika Plaza Hotel, Bali. CCFFP merupakan salah satu komite penting dalam
sistem Codex yang perhatian utamanya adalah mengembangkan standar dunia untuk ikan
dan produk perikanan.
Menurut Suprapto, kendala implementasi standardisasi di negara berkembang adalah
lemahnya infrastruktur untuk memproduksi barang domestik sesuai dengan mutu yang
disyaratkan; regulasi Pemerintah sering belum mampu melindungi produk dalam negeri
atau mencegah produk impor dengan mutu rendah atau produk tidak aman atau dumping;
dan kesadaran konsumen atas produk yang bermutu masih rendah.
BSN dalam penerapan SNI memiliki kebijakan: ketersediaan Lembaga Penilaian
Kesesuaian (laboratorium, lembaga sertifikasi, lembaga inspeksi) yang kompeten;
membangun sistem akreditasi dan sertifikasi yang terpecaya dan mendapatkan pengakuan
nasional/inter-nasional; diupayakan voluntary, tetapi efektif; sesuai dengan peraturan
perundang-undangan di Indonesia; sesuai perjanjian TBT-WTO; serta dapat memberikan
value terhadap penggunaan SNI.

Pembuktian penerapan SNI dilakukan melalui kegiatan sertifikasi dan akreditasi. Barang,
jasa, proses dan personel yang memenuhi ketentuan/spesifikasi SNI dapat diberikan
sertifikat dan/atau dibubuhi tanda SNI. Sertifikat diberikan oleh Lembaga sertifikasi,
Lembaga inspeksi, atau Laboratorium. Persyaratan dan tata cara pemberian sertifikat dan
pembubuhan tanda SNI di atur oleh Komite Akreditasi Nasional (KAN).
Terkait dengan keamanan hasil perikanan, Kementerian Kelautan dan Perikanan telah
menerbitkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER. 01/MEN/2007 yang
secara jelas menyatakan bahwa keamanan pangan harus dijamin sepanjang rantai
produksi, dan semua pihak yang terlibat dalam penyediaan produk perikanan
bertanggungjawab terhadap aspek keamanan pangannya.
Menurut Dirjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan KKP, Saut P. Hutagalung,
pada 2013, KKP akan menargetkan pengembangan dan penerapan sebanyak 160 SNI di
sektor pengolahan hasil perikanan, sehingga tahun depan sebanyak 483 produk perikanan
mendapatkan SNI. Tercatat, realisasi ekspor hasil perikanan pada tahun 2011 sebanyak
3,5 miliar dolar dengan negara yang menjadi favorit tujuan ekspor produk perikanan
Indonesia diantaranya, Amerika Serikat mencapai nilai 1,07 miliar dolar (30,4 persen),
Jepang 806 juta dolar (22,9 persen), dan Eropa 459,8 juta dolar (13,1 persen).(arf)

1.2 Tujuan

Anda mungkin juga menyukai