Anda di halaman 1dari 20

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Dengue Haemorrhagic Fever

2.1.1 Defenisi
Demam dengue (DF) dan demam berdarah dengue (DBD) dengue
haemorrhagic fever (DHF)adalah penyakit infeksi yang disebabkan oeh
virus dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot dan/atau nyeri
sendi yang disertai leucopenia, ruam, limfadenopati , trombositopeni dan
diathesis hemoragik. Pada DHF terjadi perembesan plasma yang ditandai
dengan hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan
di rongga tubuh.5
Virus dengue ditularkan kepada manusia terutama melalui gigitan
nyamuk Aedes aegypti.Nyamuk aedes dapat mengandung virus dengue pada
saat menggigit manusia yang sedangmengalami viremia, yakni dua hari
sebelum panas hingga 5 hari setelah demam timbul. Virusyang terdapat
pada kelenjar liur kemudian berkembang biak dalam waktu 8-10 hari
danselanjutnya dapat ditularkan kepada manusia lain melalui gigitan. Sekali
virus masuk dan berkembang biak dalam tubuh nyamuk, nyamuk tersebut
dapat menularkan virus (infektif)sepanjang hidupnya.6
2.1.2 Etiologi
Demam berdarah dengue disebabkan oleh virus dengue, yang
tergolong Arthropod-Borne virus, termasuk dalam genus flavivirus,
keluarga flaviviridae.Flavivirus merupakan virus dengan diameter 30 nm
terdiri dari asam ribonukleat rantai tunggal dengan berat molekul 4×106.
Terdapat 4 serotipe virus yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4
yang semuanya dapat menyebabkan demam dengue atau demam berdarah
dengue.Keempat serotype ditemukan di Indonesia dengan DEN-3
merupakan serotype terbanyak. Terdapat reaksi silang antara serotype
dengue dengan Flavivirus lain seperti Yellow fever, Japanese encephalitis
dan West Nile virus.

3
Dalam laboratorium virus dengue dapat bereplikasi pada hewan
mamalia seperti tikus, kelinci, anjing, kelelawar, dan primata.survei
epidemiologi pada hewan ternak didapatkan antibody terhadap virus dengue
pada hewan kuda, sapi dan babi. Penelitian pada artropoda menunjukan
virus dengue dapat bereplikasi pada nyamuk genus Aedes (Stegomyia) dan
Toxorhynchites.7

2.1.3 Patogenesis
Patogenesis terjadinya demam berdarah dengue hingga saat ini masih
diperdebatakan.
Berdasarkan data yang ada, terdapat bukti yang kuat bahwa
mekanisme imunopatologis berperan dalam terjadinya demam berdarah
dengue dan sindrom renjatan dengue.
Respon imun yang diketahui berperan dalam patgenesis DBD adalah:

a). Respon humoral berupa pembentukan antibodi yang berperan dalam


proses netralisasi virus, sitolisis yang dimediasi komplemen dan
sitotoksisitas yang dimediasi antibody. Antibodi terhadap virus dengue
berperan dalam mempercepat replikasi virus pada monosit atau
makrofag. Hipotesis ini disebut antibody dependent enhancement
(ADE);

b). Limfosit T baik T-helper (CD-4) dan T-sitotoksik (CD8) berperan


dalam respon imun seluler terhadap virus dengue. Diferensiasi T helper
yaitu TH1 akan memproduksi interferon gamma, IL-2 dan limfokin,
sedangkan TH2 memproduksi IL-4, IL-5, IL-6 dan IL-10;

c). Monosit dan makrofag berperan dalam fagositosis virus dengan


opsonisasi antibody. Namun proses fagositosis ini meyebabkan
peningkatan replikasi virus dan sekresi sitokin oleh makrofag;

d). Selain itu aktivasi komplemen oleh kompleks imun menyebabkan


terbentuknya C3a dan C5a.

4
Infeksi virus dengue menyebabkan aktivasi makrofag yang me-
fagositosis kompleks virus-antibody non netralisasi sehingga virus bereplikasi
di makrofag.Terjadinya infeksi makrofag oleh virus dengue menyebabkan
aktivasi T helper dan T sitotoksik sehingga diprosuksi limfokin dan interferon
gamma. Interferon gamma akan mengaktivasi monosit sehinggadisekresi.7

2.1.4 Epidemiologi
Demam berdarah dengue tersebar di wilayah Asia Tenggara, Pasifi
Barat dan Karibia.Indonesia merupakan wilayah endemis dengan sebaran di
seluruh wilayah tanah air. Insiden DBD di Indonesia antara 6 sampai 15 per
100.000 penduduk (1989 hingga 1995); dan pernah meningkat tajam saat
kejadian luar biasa hingga per 35 per 100.000 penduduk pada tahun 1998,
sedangkan mortalitas DBD cenderung menurun hingga mencapai 2% pada
tahun 1999.
Penularan infeksi virus dengue terjadi melalui vector nyamuk genus
Aedes (terutama A. aegypti dan A. albopictus).Peningkatan kasus setiap
tahunnya berkaitan dengan sanitasi lingkungan dengan tersedianya tempat
perindukan bagi nyamuk betina yaitu bejana yang berisi air jernih (bak
mandi, kaleng bekas dan tempat penampungan air lainnya).
Beberapa faktor diketahui berkaitan dengan peningkatan transmisi
biakan virus dengue yaitu:
1). Vector : perkembangbiakan vector, kebiasaan mengggigit, kepadatan
vector di lingkungan, transportasi vector dari satu tempat ke tempat
lain;

2). Pejamu : terdapatnya penderita di lingkungan/keluarga, mobilisasi dan


paparan terhadap nyamuk, usia dan jenis kelamin;

3). Lingkungan : curah hujan, suhu, sanitasi dan kepadatan penduduk.8

5
2.1.5 Gambara klinis
A. Anamnesis
1. Demam
Demam tinggi mendadak, tanpa sebab yang jelas.Pada umumnya pasien
mengalami fase demam selama 2-7 hari, yang diikuti fase kritis selama
2-3 hari. Pada waktu fase ini pasien sudah tidak demam, akan tetapi
mempunyai risiko untuk terjadi renjatan jika tidak mendapat
pengobatan adekuat.
2. Perdarahan mukosa (tersering epistaksis atau perdarahan gusi), atau
perdarahan bdari tempat lain.
3. Hematemesis atau melena
4. Gejala prodormal yang tidak khas seperti: nyeri kepala, nyeri tulang
belakang dan perasaan lelah.9
B. Pemeriksaan fisik
1. Demam dengan suhu > 37.5o C
2. Terdapat ruam atau bintik merah pada kulit, petekie, ekimosis ataupunpurpura.
3. Uji tourniket atau rumple leed positif, dengan menemukan adanya petekie
4. Perdarahan mukosa (tersering epistaksis atau perdarahan gusi), melena
5. Perubahan frekuensi nadi, menjadi lebih cepat dan lembut, kadang sampai tidak
teraba jika terjadi shock
6. Kulit pucat, dingin dan lembab terutama pada ujung jari kaki, tangan danhidung
7. Otot sakit dan nyeri sendi
8. Nyeri di belakang mata (retro-orbital pain)
9. Gangguan gastrointestinal. 10,1
C. Laboratorium
Pemeriksaan darah yang rutin dilakukan untuk menapis pasien
tersangka demam dengue adalah melalui pemeriksaan kadar hemoglobin,
hematokrit, jumlah trombosit dan hapusan darah tepi untuk melihat adanya
limfositosis relative disertai gambaran limfosit plasma biru.
Diagnosis pasti didapatkan dari hasil isolasi virus dengue (cell
culture) ataupun deteksi antigen virus RNA dengue dengan teknik RT-

6
PCR (Reverse Transcriptase Polymerase Chain Reaction), namun karena
teknik yang lebih rumit, saat ini tes serologis yang mendeteksi adanya
antibody spesifi terhadap dengue berupa antibody total, IgM maupun IgG
lebih banyak.
Parameter Laboratorium yang dapat diperiksa antara lain:

- Leukosit; dapat normal atau menurun. Mulai hari ke-3 dapat ditemui
limfositosis relative (>45% dari total leukosit) disertai adanya limfosit
plasma biru (LPB) >15% dari jumlah total leukosit yang pada fase syok
akan meningkat.
- Trombosit: umumnya terdapat trombositopenia pada hari ke 3-8
- Hematokrit: kebocoran plasma dibuktikan dengan ditemukannya
peningkatan hematokrit >20% dari hematokrit awal , umumnya dimulai
pada hari ke-3 demam.
- Hemostasis: dilakukan pemeriksaan PT, APTT, Fibrinogen, D-Dimer
atau FDP pada keadaan yang dicurigai terjadi perdarahan atau kelainan
pembekuan darah.
- Protein/albumin: dapat terjadi hipoproteinemia akibat kebocoran plasma
- SGOT/SGPT dapat meningkat
- Ureum, kreatinin: bila didapatkan gangguan fungsi ginjal.
- Elektrolit: sebagai parameter pemantauan pemberian cairan
- Golongan darah dan cross match (uni cocok serasi): bila akan diberikan
transfusi darah atau komponen darah.
- Imunoserologi dilakukan pemeriksaan IgM dan IgG terhadap dengue.
IgM: terdeteksi mulai hari ke 3-5, meningkat sampai minggu ke-3,
menghilang setelah 60-90 hari.
IgG: pada infeksi primer, IgG mulai terdeteksi pada hari ke-14, pada
infeksi sekunder IgG mulai terdeteksi hari ke-2
- Uji HI; dilakukan pengambilan bahan pada harii pertama serta saat
pulang dari perawatan, uji ini digunakan untuk kepentingan surveilans.

7
- NS1; antigen NS1 dapat dideteksi pada awal demam hari pertama sampai
hari ke delapan. Sensitivitas antigen NS1 berkisar 63%-93,4% dengan
spesifisitas 100% sama tingginya dengan spesifisitas gold standard kultur
virus. Hasil negative antigen NS1 tidak menyingkirkan adanya infeksi
virus dengue.5

D. Pemeriksaan radiologis
Pada foto dada didapatkan efusi pleura, terutama pada hemitoraks
kanan tetapi apabila terjadi perembesan plasma hebat, efusi pleura dapat
dijumpai pada kedua hemitoraks. Pemeriksaan foto rontgen dada
sebaiknya dalam posisi lateral dekubitus kanan (pasien tidur pada sisi
badan sebelah kanan). Asites dan efusi pleura dapat pula dideteksi dengan
pemeriksaan USG.5

2.1.6 Diagnosis banding


Diagnosis banding perlu dipertimbangkan bilamana terdapat
kesesuaian klinis dengan:
a. Dengue Haemorrhagic Fever (DHF)
b. Demam tifoid
c. Malaria
d. Chikungunya;
e. Campak influenza; dan
f. Leptospirosis.5

2.1.7 Derajat penyakit infeksi virus dengue


Untuk menentukan penatalaksanaan pasien infeksi virus dengue, perlu
diketahui klasifikasi derajat penyakit.

Tabel 1. Klasifikasi Derajat Penyakit Infeksi Virus Dengue


DD/DBD Derajat Gejala Laboratorium
DD Demam disertai 2 atau lebih - Leukopenia
tanda sakit kepala, nyeri - Trombositopenia,tidak

8
retro-orbital, mialgia, ditemukan bukti
atralgia. kebocoran plasma

DBD I Gejala di atas ditambah uji - Trombositopenia


bending positif <100.000/ul)
- Bukti ada kebocoran
plasma

DBD II Gejala di atas ditambah - Trombositopenia


perdarahan spontan. (<100.000/ul)
- Bukti ada kebocoran
plasma

DBD III Gejala di atas ditambah - Trombositopenia


kegagalan sirkulasi (kulit (<100.000/ul)
dingin dan lembab serta - Bukti ada kebocoran
gelisah) plasma

DBD IV Syok berat disertai dengan - Trombositopenia


tekanan darah dan nadi (<100.000/ul)
tidak terikur - Bukti ada kebocoran
plasma

DBD derajat III dan IV juga disebut sindrom syok dengue (SSD).5

2.1.8 Penatalaksanaan
Tidak ada terapi yang spesifik untuk demam dengue, prinsip utama
adalah terapi suportif.Dengan terapi suportif yang adekuat, angka kematian
dapat diturunkan hingga kurang dari 1%.Pemeliharaan volume cairan
sirkulasi merupakan tindakan yang paling penting dalam penanganan kasus

9
DBD.Asupan cairan pasien harus tetap dijaga, terutama cairan oral.Jika
asupan cairan oral pasien tidak mampu dipertahankan, maka dibutuhkan
suplemen cairan melalui intravena untuk mencegah dehidrasi dan
hemokonsentrasi secara bermakna.
Perhimpunan Dokter Ahli Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI)
bersama dengan Divisi Hematologi dan Onkologi Medik Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia telah menyusun protokol
penatalaksanaan DBD pada pasien dewasa berdasarkan kriteria:
- Penatalaksanaan yang tepat dengan rancangan tindakan yang dibuar
sesuai atas indikasi
- Praktis dalam pelaksanaannya
- Mempertimbangkan cost effectiveness

Protokol 1. Penanganan tersangka (Probable) DBD dewasa tanpa syok.


Protokol 1 ini digunakan sebagai petunjuk dalam memberikan pertolongan
pertama pada penderita DBD di Instalasi Gawat Darurat dan juga dipakai
sebagai petunjuk dalam memutuskan indikasi rawat.

Keluhan DBD
(Kriteria WHO 1997)

Hb, Ht, Hb, Ht normal Hb, Ht normal Hb, Ht meningkat


trombo normal trombo 100.000- Trombo <100.000 trombo normal/turun
150.000

Observasi Observasi Rawat Rawat


Rawat jalan Rawat jalan
Periksa Hb, Ht Periksa Hb, Ht
Leuko, Trombo/24 jam Leuko, trombo/24 jam

10
Protokol 2. Pemberian Cairan Pada Tersangka DBD Dewasa di Ruang
Rawat.
Pasien yang tersangka DBD tanpa perdarahan spontan dan massif tanpa
tanda syok maka di ruang rawat diberikan cairan infuse kristaloid dengan
jumlah seperti rumus berikut ini:
Volume cairan kristaloid per hari yang diperlukan, sesuai rumus berikut
1500 + {20 x (BB dalam kg - 20)}
Suspek DBD
Perdarah spontan dan massif (-)
Syok (-)

- Hb, Ht normal - Hb, Ht meningkat


- Tromb <100.000 10-20% - Hb, Ht meningkat > 20%
- Infuse kristaloid* - Tromb <100.000 - Tromb <100.000
- Hb, Ht, Tromb tiap - Infuse kristaloid*
24 jam** - Hb, Ht, Tromb tiap
24 jam**

Protokol pemberian cairan


DBD dengan Ht meningkat
≥ 20%

*Volume cairan kristaloid per hari yang diperlukan


Sesuai rumus 1500 + 20 x (berat badan dalam kg – 20)
Contoh volume rumatan untuk berat badan 55 kg: 1500 + 20 x (55 – 20) = 220 ml

**Pemantauan disesuaikan dengan fase/hari perjalan enyakit dan kondisi


klinis

Protokol 3. Penatalaksanaan DBD dengan peningkatan hematokrit > 20%


Meningkatnya Ht > 20% menunjukkan bahwa tubuh mengalami defisit
cairan sebanyak 5%. Pada keadaan ini terapi awal pemberian cairan adalah
dengan memberikan infuse cairan kristaloid sebanyak 6-7 ml/kg/jam. Pasien
kemudian dipantau setelah 3-4 jam pemberian cairan. Bila terjadi perbaikan
dengan tanda-tanda hematokrit menurun, frekuensi nadi turun, tekanan darah

11
stabil, roduksi urin meningkat maka jumlah cairan infuse dikurangi menjadi 5
ml/kgBB/jam. Dua jam kemudian dilakukan pemantauan kembali dan bila
keadaan tetap menunjukkan perbaikan maka jumlah cairan infuse dikurangi
menjadi 3 ml/kgBB/jam. Bila dalam pemantauan keadaan tetap membaik maka
pemberian cairan dapat dihentikan 24-48 jam kemudian.
Apabila setelah pemberian terapi cairan awal 6-7 ml/kgBB/jam tadi
keadaan tetap tidak membaik, yang ditandai dengan hematokrit dan nadi
meningkat, tekanan nadi menurun < 20 mmHg, produksi urin menurun, maka
kita harus menaikkan jumlah cairan infuse menjadi 10 ml/kgBB/jam. Dua jam
kemudian dilakukan pemantauan kembali dan bila keadaan menunjukkan
perbaikan maka jumlah cairan dikurangi menjadi 5 ml/kgBB/jam tetapi bila
keadaan tidak menunjukkan perbaikan maka jumlah cairan infuse dinaikkan
menjadi 15 ml/kgBB/jam dan bila dalam perkembangannya kondisi menjadi
memburuk dan didapatkan tanda-tanda syok maka pasien ditangani sesuai
protokol tatalaksana sindrom syok dengue pada dewasa. Bila syok telah teratasi
maka pemberian cairan dimulai lagi seperti terapi pemberian cairan awal.

12
Protokol 3. Penatalaksanaan DBD dengan peningkatan hematokrit > 20%

5% defisit cairan

Terapi awal cairan intravena kristaloid 6-7 ml/kg/jam

PERBAIKAN Evaluasi TIDAK MEMBAIK


Ht dan frekuensi nadi turun, 3-4 jam Ht nadi meningkat
tekanan darah membaik, tekanan darah menurun < 20mHg
produksi urin meningkat produksi urin menurun

Kurangi infuse TANDA VITAL DAN Infus kristaloid


kristaloid HEMATOKRIT 10 ml/kg/jam
5 ml/kg/jam MEMBURUK

TIDAK
PERBAIKAN MEMBAIK

PERBAIKAN
Infus kristaloid
Kurangi infus kristaloid 15 ml/kg/jam
3 ml/kgBB/jam

PERBAIKAN KONDISI
MEMBURUK tanda
syok
Terapi cairan dihentikan
24-48 jam
Tatalaksan sesuai
PERBAIKAN syok dan perdarahan

13
Protokol 4. Penatalaksanaan Perdarahan Spontan pada DBD Dewasa
KASUS DBD
Perdarahan spontan dan massif: - Epitaksis tidak terkendali
- Hematemesis melena
- Perdarah otak

Syok (-)

Hb, Ht, trombo, leuko, pemeriksaan hemostasis (KID)


Golongan darah, uji cocok serasi

KID (+) KID (-)


Transfusi komponen darah: Transfusi komponen darah:
*PRC (Hb < 10 g/dL) *PRC (Hb < 10 g/dL)
*FFP *FFP
*TC (tromb < 100.000) *TC (tromb < 100.000)
**Heparinisasi 5000-10000/24 jam drip *pemantauan Hb, Ht, tromb tiap 4-6 jam
*pemantauan Hb, Ht, tromb tiap 4-6 jam *ulang pemeriksaan hemostasis 24 jam
*ulang pemeriksaan hemostasis 24 jam kemudian
kemudian

Cek APTT tiap hari, target 1,5 -2,5 kali control

14
Protokol 5. Tatalaksana Sindrom Syok Dengue pada Dewasa
Penatalaksanaan sindrom renjatan dengue
- Kristaloid guyur 10-20ml/kgBB 20-30 menit
- O2 2-4 l/menit
- AGD, Hb, Ht elektrolit, Ur, Kr, gol. Darah

Perbaikan Tetap syok

Kristaloid guyur 20-30


Kristaloid ml/kgBB 20-30 menit
7 ml/kgBB/jam

perbaikan tanda vital/Ht menurun Tetap syok


Ht↑ Ht↓
Kristaloid Kembali
5ml/kh/jam ke awal
Koloid 10-20 ml/kgBB Tranfusi darah segar 10
perbaikan tetes cepat 10-15 menit ml/kgBB dapat diulang
sesuai kebutuhan
Kristaloid
perbaikan Tetap syok
3ml/kh/jam

Koloid (hingga maksimal


30 ml/kgBB
24-48 jam setelah
syok teratasi, tanda
vital/Ht stabil dieresis perbaikan
cukup

Tetap syok
Stop infus
Koreksi gangguan
Pasang PVC
asam basa, elektrolit,
hipoglikemia, anemia,
KID, infeksi sekunder Hipovolemik normovelemik

Koreksi gangguan asam


Kristaloid basa, elektrolit,
Perbaikan dipantau 10-15 hipoglikemia, anwmia,
KID, infeksi sekunder

- Inotropik
Kombinasi koloid Perbaikan bertahap - Vasopresor
kristaloid vasopresor - Afterload

15
Setiap pasien tersangka demam dengue atau DBD sebaiknya dirawat di
tempat terpisah dengan pasien penyakit lain, sebaiknya pada kamar yang
bebas nyamuk (berkelambu). Penatalaksanaan pada demam dengue atau
DBD tanpa penyulit adalah:
a. Tirah baring.
b. Pemberian cairan. Bila belum ada nafsu makan dianjurkan untuk
minum banyak 1,5-2 liter dalam 24 jam (susu, air dengan gula/sirup,
atau air tawar ditambah dengan garam saja).
c. Medikamentosa yang bersifat simtomatis. Untuk hiperpireksia dapat
diberikan kompres kepala, ketiak atau inguinal. Antipiretik sebaiknya
dari golongan asetaminofen, eukinin atau dipiron. Hindari pemakaian
asetosal karena bahaya perdarahan.
d. Antibiotik diberikan bila terdapat kekuatiran infeksi sekunder.

Pasien DHF perlu diobservasi teliti terhadap penemuan dini tanda


syok, yaitu:
a. Keadaan umum memburuk.
b. Terjadi pembesaran hati.
c. Masa perdarahan memanjang karena trombositopenia.
d. Hematokrit meninggi pada pemeriksaan berkala.
Jika ditemukan tanda-tanda dini tersebut, infus harus segera
dipersiapkan dan terpasang pada pasien. Observasi meliput pemeriksaan tiap
jam terhadap keadaan umum, nadi, tekanan darah, suhu dan pernafasan; serta
Hb dan Ht setiap 4-6 jam pada hari-hari pertama pengamatan, selanjutnya
setiap 24 jam. Terapi untuk sindrom syok dengue bertujuan utama untuk
mengembalikan volume cairan intravaskular ke tingkat yang normal, dan hal
ini dapat tercapai dengan pemberian segera cairan intravena.
Jenis cairan dapat berupa NaCl 0,9%, Ringer’s lactate (RL) atau bila
terdapat syok berat dapat dipakai plasma atau ekspander plasma. Jumlah
cairan disesuaikan dengan perkembangan klinis.

16
Kecepatan permulaan infus ialah 20 ml/kg berat badan/ jam, dan bila
syok telah diatasi, kecepatan infus dikurangi menjadi 10 ml/kg berat badan/
jam.
Pada kasus syok berat, cairan diberikan dengan diguyur, dan bila tak
tampak perbaikan, diusahakan pemberian plasma atau ekspander plasma atau
dekstran atau preparat hemasel dengan jumlah 15-29 ml/kg berat badan.Dalam
hal ini perlu diperhatikan keadaan asidosis yang harus dikoreksi dengan Na-
bikarbonat. Pada umumnya untuk menjaga keseimbangan volume
intravaskular, pemberian cairan intravena baik dalam bentuk elektrolit maupun
plasma dipertahankan 12-48 jam setelah syok selesai.⁷
Pada tahun 1997, WHO merekomendasikan jenis larutan infus yang
dapat diberikan pada pasien demam dengue/DBD:
1. Kristaloid.
a. Larutan ringer laktat (RL) atau dekstrosa 5% dalam larutan ringer laktat
(D5/RL).
b. Larutan ringer asetat (RA) atau dekstrosa 5% dalam larutan ringer asetat
(D5/RA).
c. Larutan NaCl 0,9% (garam faali/GF) atau dekstrosa 5% dalam larutan
faali (D5/GF).
2. Koloid.
Merupakan cairan yang terdiri dari elektrolit dan makromolekul.
a. Koloid Alami
Protein plasma 5% dan albumin manusia ( 5% dan 25%). Fraksi protein
plasma selain mengandung albumin (83%) juga mengandung alfa
globulin dan beta globulin.
b. Koloid Sintetik
- Dextran 40 (Rheomacrodex)
- Dextran 70 (Macrodex)
- Hydroxylethyl Starch (HES)
- Gelatin

17
Transfusi darah dilakukan pada:
a. Pasien dengan perdarahan yang membahayakan (hematemesis dan
melena).
b. Pasien sindrom syok dengue yang pada pemeriksaan berkala,
menunjukkan penurunan kadar Hb dan Ht.
Pemberian transfusi profilaksis trombosit atau produk darah masih
banyak dipraktikkan.Padahal, penelitian Lum et al. (2003) menemukan
bukti bahwa praktik ini tidak berguna dalam pencegahan perdarahan yang
signifikan.
Pemberian kortikosteroid tidak memberikan efek yang bermakna.Pada
pasien dengan syok yang lama, koagulopati intravaskular diseminata
(disseminated intravascular coagulophaty, DIC) diperkirakan merupakan
penyebab utama perdarahan. Bila dengan pemeriksaan hemostasis terbukti
adanya.5

2.1.9 Prognosa
Prognosis demam dengue dapat beragam, dipengaruhi oleh adanya
antibody yang didapat secara pasif atau infeksi sebelumnya.Pada DBD,
kematian telah terjadi pada 40-50% pasien dengan syok, tetapi dengan
penanganan intensif yang adekuat kematian dapat ditekan <1%
kasus.Keselamatan secara langsung berhubungan dengan penatalaksanaan
awal dan intensif. Pada kasus yang jarang, terdapat kerusakan otak yang
disebabkan syok berkepanjangan atau perdarahan intrakranial.7

2.1.10 Komplikasi
Menurut widagdo (2012)komplikasi DBD adalah sebagai berikut:5
a. Gagal ginjal
b. Efusi pleura
c. Hepatomegali
d. Gagal jantung

18
2.1.11 Pencegahan dan Pengendalian
Untuk pencegahan DHF, bisa dilakukan imunisasi dan untuk
menekan epidemik demam berdarah yaitu dengan mengontrol keberadaan
dan sedapat mungkin menghindari vector nyamuk pembawa virus dengue.

a. Vaksin Dengue
Vaksin Dengueadalah vaksin untuk mencegah infeksi Dengue atau
mengurangi resiko seorang anak terkena infeksi Dengue yang
berat.Vaksin Demam Berdarah Pertama di Dunia.Vaksin Dengue yang
beredar saat ini adalah vaksin buatan Sanofi Pasteur yang telah
menyelesaikan penelitian uji klinis fase III. Dr.Ari Prayitno,Sp.A(K)
selaku tim anggota uji klinis vaksin Dengue di Indonesia menjelaskan,
“Terdapat empat fase dalam tahapan uji klinis sebuah obat/vaksin. Fase
III dilakukan utamanya untuk mengetahui efikasi (manfaat) dan
keamanan vaksin Dengue.Fase IV adalah post-marketing
surveillance yang merupakan pengamatan terhadap obat yang telah
dipasarkan.”
Penelitian vaksin Dengue fase III sebenarnya sudah dilaksanakan
sejak tahun 2011 di 2 tempat yaitu Amerika Latin dan Asia Tenggara
termasuk Indonesia. Pada fase ini uji klinis dilakukan pada anak-anak
dengan populasi besar. Di Asia Tenggara penelitian fase III akan
berakhir tahun 2017, namun efikasi dan keamanan sudah dapat dilihat
sejak tahun 2015. Berdasarkan penelitian terakhir tersebut didapatkan
bahwa secara umum vaksin ini mempunyai efikasi 56,5 % dan
vaksin Dengue ini dapat menurunkan resiko perawatan rumah sakit
sebanyak 80% serta mengurangi resiko menderita Dengue yang berat
sebesar 93% bila diberikan pada anak diatas usia 9 tahun. Selain itu,
vaksin ini juga memiliki keamanan yang baik terbukti dengan tidak
ditemukannya efek samping yang berat.
Pada bulan September tahun 2016 lalu, vaksin Dengue pertama di
dunia tersebut mendapat persetujuan dari BPOM.Sejak saat itu,

19
vaksin Dengue tetravalen sudah resmi beredar di Indonesia.Indonesia
merupakan negara kedua di Asia yang BPOMnya telah memberi ijin
edar vaksin dengue. Saat ini terdapat 10 negara di dunia yang telah
menyetujui penggunaan vaksin Dengue di antaranya Indonesia,
Filipina, Vietnam, Thailand, Malaysia, Brazil, Puerto Rico, Meksiko,
Honduras, dan Kolombia.
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan vaksin ini memiliki hasil
efikasi terbaik pada anak usia 9-16 tahun, sedangkan apabila diberikan
di bawah usia 9 tahun akan meningkatkan resiko untuk dirawat karena
infeksi dengue dan meningkatkan resiko mendapatkan dengue yang
berat, khususnya pada anak dengan kelompok usia 2-5 tahun.
Jadi, vaksin Dengue dapat diberikan pada anak usia 9-16 tahun
sebanyak 3 kali dengan jarak pemberian 6 bulan. Pemberian vaksin juga
dapat dimulai kapan saja sejak anak berusia 9 hingga 16 tahun.

b. Metode Pencegahan dan Pengendalian


Pencegahan nyamuk tersebut dapat dilakukan dengan beberapa metode
yang tepat, antara lain:
- Lingkungan
Pencegahan demam berdarah dapat dilakukan dengan pengendalian
vector nyamuk, antara lain dengan menguras bak mandi atau
penampung air sekurang-kurangnya sekali seminggu, mengganti atau
menguras vas bunga dan tempat minum burung seminggu sekali,
menutup dengan rapat tempat penampungan air, mengubur kaleng-
kaleng bekas, aki bekas dan ban bekas di sekitar rumah.
- Biologis
Secara biologis, vector nyamuk pembawa virus dengue dapat
dikontrol dengan menggunakan ikan pemakan jentik dan bakteri.

20
- Kimiawi
Pengasapan dapat membunuh nyamuk dewasa, sedangkan pemberian
bubuk abate pada tempat-tempat penampungan air dapat membunuh
jentik-jentik nyamuk, selain itu dapat juga digunakan larvasida.
Karena nyamuk aedes aktif pada siang hari beberapa tindakan
pencegahan yang dapat dilakukan yaitu dengan menggunakan
senyawa anti nyamuk yang menganduk pikaridin atau minyak lemon
eucalyptus serta gunakan pakaian tertutup untuk dapat melindungi
tubuh dari gigitan nyamuk bila sedang beraktifitas di luar
rumah.Selain itu, segeralah berobat bila muncul gejala-gejala penakit
demam berdarah sebelum berkembang menjadi semakin parah. Upaya
pemberantasan vector dilakukan melalui kegiatan pemberantasan
sarang nyamuk (PSN). Kegiatan ini dilakukan melalui pengasapan
dengan insektisida dalam 2 siklus.
- Siklus pertama semua nyamuk yang mengandung virus dengue dan
nyamuk-nyamuk lainnya akan mati. Namun akan muncul nyamuk-
nyamuk baru yang berasal dari jentik yang memang tidak dapat
dibasmi pada siklus pertama. Oleh karena itu perlu dilakukan
penyemprotan siklus kedua.
- Siklus kedua penyemprotan yang kedua dilakukan 1 minggu
sesudah penyemprotan yang pertama agar nyamuk yang baru
tersebut akan terbasmi sebelum sempat menularkan kepada orang
lain.11
2.1.12 Edukasi
Edukasi yang harus dilakukan pada pasien dan keluarga pasien demam
dengue (dengue fever/DF) yang dirawat jalan antara lain :
 Pasien harus istirahat cukup
 Diperlukan asupan cairan yang cukup. Cairan dapat berupa susu, jus,
cairan isotonik, maupun oralit.
 Jaga suhu tubuh di bawah 39o C
 Awasi munculnya warning sign

21
 Pasien diminta untuk kontrol kadar leukosit, hematokrit, dan trombosit
setiap 24 jam
 Lingkungan sekitar rumah pasien harus dibersihkan agar penyebaran
penyakit dapat terkontrol

Edukasi dan promosi kesehatan kepada masyarakat pada umumnya


berupa peningkatan kesadaran masyarakat, dalam upaya untuk
mengendalikan dan mencegah penularan virus dengue, dengan cara
membasmi nyamuk melalui pemberantasan sarang nyamuk.9

22

Anda mungkin juga menyukai