Anda di halaman 1dari 4

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN


4.1 Hasil
4.2 Perhitungan
4.3 Pemabahasan
Tembelekan (L. camara) merupakan tanaman perdu tegak atau setengah
merambat dengan ciri-ciri batang : berkayu, bercabang banyak, ranting berbentuk
segi empat, tinggi lebih dari 0,5-4 m, memiliki bau yang khas, terdapat dua
varietas (berduri dan tidak berduri); Daun : tunggal, duduk berhadapan, bentuk
bulat telur dengan ujung meruncing dan bagian 7 pinggirnya bergerigi, panjang 5-
8 cm, lebar 3,5-5 cm, warna hijau tua, tulang daun menyirip, permukaan atas
berbulu banyak, kasar dan permukaan bawah berbulu jarang; Bunga : majemuk
bentuk bulir, mahkota bagian dalam berbulu, berwarna putih, merah muda, jingga
kuning, dan masih banyak warna lainnya; Buah : seperti buah buni dan berwarna
hitam mengkilat bila sudah matang (Dalimarta, 1999).
Flavonoid merupakan salah satu metabolit sekunder penting pada tumbuhan.
Secara umum klasifikasi flavonoid terdiri dari flavon, flavonol, flavanol,
flavanone, ansotianidin, dan kalkon. Klasifikasi flavonoid ini tergantung pada
perbedaan substitusi struktur flavonoid dan perbedaan ini menyebabkan aktivitas
farmakologi yang beragam. Perbedaan aktivitas farmakologi flavonoid
diantaranya adalah sebagai anti-inflamasi, anti-oksidan, anti-diabetes, dan anti-
bakteri Sutriani (2008).
Alat dan bahan yang akan digunakan pada percobaan ini adalah corong,
dandang, gelas kimia, gelas ukur, kompor, kasin saring, lap halus, toples, UV 366,
wadah stenlis, aquadest, alkohol aluminium foil lempeng KLT, mrtanol, n-heksan,
simplisia daun tembelekan, dan tisu. Alat ynag telah disediakan kemudian
dibersihkan memnggunakan alkohol 70%. Menurut Parjetmo (1987), alkohol 70%
dapat berfungsi sebagai desinfektan, yaitu dapat membunuh mikroorganisme
hidup yang ada pada benda mati. Sampel yang akan digunakan kemudian
ditimbang sebanyak 100gr menggunakan neaca ohaus. Menurut Astuti (2012),
neraca ohaus adalah alat ukur masa benda dengna ketelitian tinggi dengan
kapasitas beban maksimal yang bisa ditimbang adalah 311 gr. Sampel yang telah
ditimbang kemudian diekstraksi menggunakan metanol sebanyak 750 ml.
Menurut Rustaman (2000), ekstraksi adalah suatu proses pemisahan suatu zat
berdasarkan perbedaan kelarutannya terhadap dua cairan tidak saling bercampur.
Menuerut Voight (1995), maserasi merupakan cara ekstraksi yang paling
sederhana, yang dilakukan dengan merendam simplisia dengan pelarut yang
sesuai. Menurut Meyna (2014), metanol dapat melarutkan alkaloid basa, minyak
menguap, kurkumin, flavonoid, antrakinon, damar, dan klorofil.
Pada proses maserasi sampel tersebut harus diaduk hingga proses ekstraksi
selesai. Menurut Handayani (2005), pengadukan pada pr[oses maserasi dapat
menjamin keseimbangan konsentrasi bahan yang diekstraksi lebih cepat di dalam
cairan penyari. Hasil penyarian dengan cara maserasi perludibiarkan selama
waktu tertentu. Menurut Astuti (2012), hal ini dilakuasn untuk mengendapkan zat-
zat yang tidak diperlukan tetapi ikut terlarut dalam cairan penyari.
Jika proses maserasi selesai, ekstrak tersebut disaring menggunakan kain
saring untuk memisahkan antra zat-zat yang terlarut dengan zat-zat yang tidak
dapat larut. Ekstrak cair yang dihasilkan kemudian dimasukkan dalam wadah
stenlisdan ditutup menggunakan aluminium foil. Menurut Lipsy (2010), hal ini
bertujuan untuk menjaga agar hasil maserat tidak mudah teroksidasi.
Maserat yang dihasilkan kemudian dievab di atas air yang telah didihkan.
Menurut Roy (1991), tujuan evaporasi yaitu untuk mendapatkan ekstrak kental
dari metanol. Ekstrak kental kemudian dimasukkan dalam cawan porselen dan
dibasahi dengan metanol. Menurut Sudjadi (1988), hal ini bertujuan untuk
melarutkan ekstrak kental agar mempermudah pada proses pembacaan pada sinar
UV. Ketika ekstrak terlalu kental makaakan terjadi penumpukan noda pada
lemmpeng KLT sehingga hasil yang didapatkan tidak begitu akurat. Langkah
selanjutnya yaitu menyiapkan eluent yang akan digunakan. Menurut
Kartianingrum (2004), eluent adalah fase gerak yang berperan pentingpaa proses
elusi bagi larutan umpan (feed), untuk melewati fase diam (adsorben). Interaksi
antara adsorbent dengan eluent sangat menentukan terjadinya pemisahan
komponen. Oleh sebab itu pemisahan komponen secara kromatografi
dipengaruhinolehlaju alir eluent dan jumlah umpan.
Eluen yang digunakan dalam percobaan ini adalah perbandingan eluent
antra n-heksan dengan metanol. (3:7) dalam 10 mL. menurut Gritter (1991), suatu
pelarut yang bersifat larutan lebih polar, dapat mengusir pelarut yang relatif tak
polar dengan ikatannya dengan alumina (gel silica), dimana kecepatan gerak
senyawa-senyawapada lempeng dipengaruhi oleh bagaimana kelarutan senyawa
dalam pelarut dan besaratraksi antara molekul-molekul senyawa dengan pelarut.
Pelarut tersebut kemudian dicampurkan menjadi satu keatuan yang homogeny dan
dijenuhkan menggunakan tisu dan ditutup menggunakan aluminium foil. Menurut
Ganjar (2008), tujuan penjenuhan ini adalah agar proses elusi berjalan dengan
cepat serta untuk mencegah terjadinya penguapan eluent. Dipotong lempeng KLT
1x5 cm. Menurut Widjanarko (2008), lempeng KLT berisi silica gel. Dimana
silica gel mengandung substansi yang dapat berpendar flour dalam sinar ultra
violet. Dibuat garis pada lempeng menggunakan pensil dengan tingga masing-
masing 0,5 cm pada ujung bawah dan ujung atas lempeng. Menurut Sutriani
(2008), pembuatan garis harus memnggunakan pensil karena jika dilakkukan
dengan tinta, pewarna dari tinta juga akan bergerak sebagai kromatogram
berkembang.
Larutan ekstrak kental kekmudian diitotlkan pada plat KLT di bagian end
line bawah. Setiap penotolan dilakukan tegak lurus dengan bidang tempat
menotol, serta hanya dilakukan satu kali. Menurut Roy (1991), hal ini bertujuan
untuk menghindari terjadinya komet (noda berekor)pada plat. Palt KLT kemudian
dimasukkan dalam gelas kimia dan dilakukan proses elusi sampai baying-bayang
eluent mencapai end line (batas akhir elusi). Menrut Sutriani (2008), elusi adalah
proses menyingkirkan analit dari adsorbent dengan mengalirkan suatu pelarut
yang disebut ‘eluent’ melewati kompleks penjerap analit.
Plat KLT kemudian dimasukkan dalam UV 366untuk memperjelas noda
yang timbul pada lempeng KLT. Noda ynag timbul kemudian ditandai dengan
pensil. Menurut Gandjar (2008), hal ini dikarenakan lrmpeng akan berhenti
berflouresensiketika dikeluarkan dari UV 366. Dihitung nilai RF berdasarkan
noda yang tampak tersebut. Nilai Rf dihitung dengan menggunakan perbandingan
jarak yang ditempuh solute dengan jarak yang ditempuh fase gerak. Menurut
Wjdjanarko (2008), nilai Rf maksimum adalah 1 dan nilai minimumnya 0. Nilai
Rf 1 menunjukan jika senyawa tersebut sangat non polar. Sedangkan nilai RF 0
menunjukan bahwa senyawa tersebut sangat non polar.
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, hasil nilai Rf yang
didapatkan adalah 0,62. Hal ini menunjukan bahwasannya sampel daun
tembelekan yang kami uji positif mengandung senyawa flavonoid.hasil yang kami
dapatkan sesuai dengan literature. Menurut Gandjar (2008), ranges nilai Rf dari
senyawa flavonoid 0,2-0,88.

Anda mungkin juga menyukai