Anda di halaman 1dari 6

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sumberdaya perikanan Indonesia memiliki potensi yang besar dalam
memenuhi kebutuhan gizi masyarakat. Salah satu sumber nutrisi yang berpotensi
tersebut adalah dari kelas Cephalopoda yang meliputi cumi-cumi, sotong, gurita
dan beberapa kerabat lainnya. Produksi Cephalopoda dari tahun ke tahun juga
mengalami peningkatan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Syarifuddin
pada tahun 2011, dikatakan bahwa selama periode 2003-2007 produksi
Cephalopoda Indonesia yaitu 77.823-93.113 ton. Kontribusi terbesar
disumbangkan kelompok cumi-cumi dengan rata-rata 70,42%, diikuti oleh sotong
23,17% dan kelompok gurita 6,41%.
Menurut Direktorat Jendral Penguatan Daya Saing Produk Kelautan dan
Perikanan (2018), dilaporkan bahwa Produksi perikanan tangkap dari
perairan laut yang didaratkan di Provinsi Sulawesi Utara secara garis
besar untuk kelompok non-ikan (sotong) pada tahun 2015 mencapai
326,2 ton (0,14%), dengan nilai produksi 1.630.800. Sotong di Provinsi
Sulawesi Utara banyak didaratkan di Kabupaten Kepulauan Talaud,
Kabupaten Kepulauan Sangihe, Kabupaten Bolaang Mongondow Utara,
Kota Bitung, dan Kota Manado. Produksinya pada tahun 2018 mencapai
413,6 ton dengan kontribusi produksi tertinggi berasal dari Kota Bitung
dan Kota Manado, masing-masing sebesar 48,80% dan 43,71%.
Sotong merupakan kelas Cephalopoda yang banyak terdapat di perairan
pesisir Eropa, Afrika, Asia dan Pasifik Selatan. Ciri khas pada sotong adalah
cangkang yang terdapat di dalam tubuh yang tersusun atas kalsium karbonat.
Sotong juga merupakan makanan sejenis seafood dengan nilai gizi yang sangat
tinggi. Sotong memiliki kantung tinta di dalam tubuhnya. Kantung tinta
mengandung pigmen melanin dan lender (Jereb dan Roper, 2005).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Caldwell di Oxford University
New York pada tahun 2012, didapatkan bahwa tinta sotong digunakan sebagai alat
tulis pada zaman dahulu, namun saat ini tinta sotong juga digunakan sebagai
pewarna makanan dan bumbu, misalnya dalam pembuatan pasta atau saus. Namun

1
di Indonesia konsumsi sotong hanya sebatas pada daging saja sedangkan kantung
tinta masih dianggap sebagai limbah.
Metabolit sekunder adalah senyawa metabolit yang tidak esensial bagi
pertumbuhan organisme dan ditemukan dalam bentuk yang unik atau berbeda-
beda antara spesies yang satu dan lainnya. Setiap organisme biasanya
menghasilkan senyawa metabolit sekunder yang berbeda-beda, bahkan mungkin
satu jenis senyawa metabolit sekunder hanya ditemukan pada satu spesies dalam
suatu kingdom. Senyawa ini juga tidak selalu dihasilkan, tetapi hanya pada saat
dibutuhkan saja atau pada fase-fase tertentu. Fungsi metabolit sekunder adalah
untuk mempertahankan diri dari kondisi lingkungan yang kurang menguntungkan,
misalnya untuk mengatasi hama dan penyakit, menarik polinator, dan sebagai
molekul sinyal ( Verpoorte, R. A. W. Alferma, 2000).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Okwu (2010), di USA,
didapatkan bahwa tinta cumi-cumi mengandung senyawa steroid yang memiliki
profil farmakologis sebagai pengatur hormon penting yang miliki oxytocic, anti-
inflamasi, antioksidan, anti-asma, bronkodilator, anti-spasmodik properti;
tindakan detoksifikasi hati dan membantu menormalkan darah lengket.
Penelitian yang sama dilakukan juga oleh Benkendorff (2009), di Australia,
menunjukan bahwa Cephalopoda merupakan bagian utama dari laut fauna, dan
dilaporkan memiliki metabolit anti-stres yang beragam secara struktural
sehubungan dengan sifat bioaktif. Kelas Cephalopoda dari Phylum Mollusca
dapat bersifat penghambat oksidasi dan anti-inflamasi. Selain itu, berdasarkan
penelitian yang dilakukan oleh peneliti Indonesia yaitu Nurzakiah (2011), di
Departemen Teknologi Hasil Perairan Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan
Institut Pertanian Bogor didapatkan bahwa Sepia recurvirostra mengandung
senyawa kimia diantaranya steroid.
Berdasarkan uraian diatas, dimana jarangnya pemanfaatan tinta sotong dan
pengetahuan masyarakat tentang kandungan senyawa dalam tinta sotong yang
dapat dimanfaatkan dalam bidang kesehatan, maka peneliti tertarik untuk
melakukan identifikasi dan karakterisasi senyawa steroid ekstrak n-heksan tinta
sotong dengan menggunakan metode kromatografi lapis tipis (KLT).

2
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimana cara mengidentifikasi dan karaterisasi senyawa steroid ekstrak
n-heksan tinta sotong dengan menggunakan metode kromatografi lapis tipis
(KLT)?
1.3 Tujuan Percobaan
1.3.1 Tujuan Umum
Agar mahasiswa dapat mengetahui bagaimana cara mengidentifikasi dan
karakterisasi senyawa steroid yang ada pada tinta sotong.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Agar mahasiswa dapat mengetahui cara ekstraksi tinta sotong.
2. Agar mahasiswa dapat mengetahui cara fraksinasi tinta sotong.
3. Agar mahasiswa dapat mengetahui cara analisis senyawa steroid dengan
menggunakan kromatografi lapis tipis (KLT).

3
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
1. Ekstraksi tinta sotong dilakukan dengan cara maserasi. Dimana tinta sotong
diukur dan direndam dalam pelarut n-heksan dan digojok selama 24 jam.
Disaring sampel yang telah dimaserasi menggunakan kain saring, dan
diambil filtratnya. Hasil maserat kemudian diuapkan pada alat evaporator
untuk mendapatkan ekstrak kental.
2. Fraksinasi sampel tinta sotong dilakukan dengan menggunakan
kromatografi cair vakum (KCV). Dimana sampel yang berupa ekstrak
kental dicampurkan bersama sebagian silica gel hingga menjadi satu
kesatuan serbuk kering yang homogen. Kertas saring kemudian digunting
dan dimasukkan dalam kolom. Silika gel dan smapel yang berupa serbuk
kering kemudian dimasukkan dalam kolom satu-persatu dan dimampatkan.
Eluen dengan perbandingan fraksi yang telah disipkan kemudian
dimasukkan dalam kolom melalui dinding kolom. Hasil setiap fraksi
kemudian dimasukkan dalam botol vial. Fraksi-fraksi tersebut kemudian
diuapkan untuk mendapatkan ekstrak kental.
3. Ekstrak kental hasil fraksinasi kemudian dilarutkan dengan n-heksan.
Disiapkan perbandingan eluen n-heksan dan metanol pada gelas kimia dan
dijenuhkan. Fase diam (silica gel) kemudian disiapkan dengan ukuran 5x1
cm dan batas bawah dan batas atas silica menggunakan mistar dengan tinggi
0,5 cm. ditotolkan sampel pada lempeng dan dimasukkan dalam leuen ang
telah dijenuhkan dan dibiarkan hinggan proses elusi selesai. Dilihat noda
pada lampu UV 366, dilingkari noda menggunakan pensil, dan dihitung nilai
Rf yang dihasilkan.
5.2 Saran
Disarankan kepada peneliti selanjutnya untuk melakukan elusidasi struktur
terhadap senyawa steroid dari tinta sotong (Sepia recurvirostra).

4
DAPUS
Syarifuddin. (2011). Cephalopoda sumber protein sangat potensial. Makasar:
Universitas Hasanudin. Halaman 32.

Caldwell, R.L. (2005). An observation of inking behavior protecting adult


Octopus bocki from predation by Green Turtle (Chelonia mydas)
hatchlings. Pacific science.59(1): 69-72.

Jereb, P dan Roper, C.F.E. (2005). An annotated and illustrated catalogue of


cephalopod species known to date. Volume 1.Chambered nautiluses and
sepioids (Nautilidae, Sepiidae, Sepiolidae, Sepiadariidae, Idiosepiidae and
Spirulidae). FAO Species Catalogue forFishery Purposes.Cephalopods of
the world. 1(4): 114-115. Washington, USA.

Okwu, D.E., dan Ohenhen, O.N. (2010) Isolation and characterization of


Steroidal Gycosides from the leaves of Stachytarpheta Jamaicensis Linn
Vahl.Pelagia research library.1(2):6-14.

Tyler,V.E., Brady, L.R., danRobbers, J.E.(1976). Pharmacognosy. Edisi


ketigaPhiladelphia: Lea dan Febriger. Halaman 76.
Direktorat Jendral Penguatan Daya Saing Produk Kelautan dan Perikanan. 2018.
PROFIL KELAUTAN DAN PERIKANAN PROVINSI SULAWESI UTARA UNTUK
MENDUKUNG INDUSTRIALISASI KP. Kementerian Kelautan dan Perikanan:
Jakarta.
Nurzakiah, 2011. KOMPOSISI ASAM LEMAK DAN KOLESTEROL SOTONG
(Sepia recurvirostra). DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN
BOGOR: Bogor.
Florkin, Marcel. 2014. Preparation of cephalopod extract for the enrichment of
purified sardine oil. Academic Press: New York.

5
Verpoorte, R. and A.W. Alfermann. 2000. Metabolic engineering of plant secondary
metabolism. Springer. 1-3pp.

Anda mungkin juga menyukai