Anda di halaman 1dari 18

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Bagi anak-anak yang sehat, bermain adalah kegiatan yang paling


menyenangkan bagi mereka, tidak jarang, seorang anak mengalami trauma
akibat terjatuh, tergores, dan terluka yang didapatnya saat sedang bermain.
Trauma tersebut bisa saja sampai mengakibatkan perdarahan. Bila terjadi
pendarahan pada seseorang yang normal dan sehat, misalnya terluka, maka
dalam waktu yang tidak terlalu lama perdarahan tersebut akan berhenti
sendiri, apakah itu dengan bantuan penekanan pada tempat luka ataupun
tidak. Untuk mengatasi perdarahan yang terjadi pada anak tersebut
dibutuhkan sistem pembekuan darah yang baik. Disebut sebagai sistem
karena dalam proses pembekuan darah melibatkan banyak faktor yang saling
melengkapi sehingga perdarahan dapat terhenti. Apabila salah satu dari faktor
tersebut mengalami kelainan atau tidak ada pada seorang anak, maka
pembekuan darah menjadi terhambat atau tidak terjadi sama sekali. Keadaan
inilah yang disebut sebagai gangguan pembekuan darah.
Gangguan pembekuan darah pada anak dapat terjadi karena adanya
defisiensi dari faktor-faktor pembekuan darah yang bisa didapat secara
congenital atau bawaan. Salah satu dari gangguan pembekuan darah yang
paling berbahaya adalah hemophilia dan hemophilia adalah satu-satunya
penyakit gangguan pembekuan daran bawaan yang disebabkan karena adanya
kelainan pada kromosom sex.1 Oleh karena itu, pasien hemophilia lebih
banyak dijumpai pada anak-anak dan sangat sulit untuk dihindari
kemunculannya.
Angka kejadian hemophilia dapat mencapai satu kejadian diantara sepuluh
ribu kelahiran bayi laki-laki hidup. Dan angka ini tidak boleh dianggap
remeh. Selain kasus hemophilia masih sering dijumpai dalam kehidupan
sehari-hari, juga karena manifestasi klinis yang berat yang dapat ditimbulkan
oleh penyakit hemophilia. Namun, hemophilia memiliki prevalensi kejadian
yang lebih jarang daripada von Willebrand Disease (vWD), dimana

1
prevalensi kejadian von Willebrand Disease adalah 1% dari populasi2. Pada
pasien yang mengidap vWD akan memiliki defisit pada von Willebrand
factor yang disekresikan oleh sel endothelial ke dalam plasma. Fungsi dari
von Willebrand factor adalah melakukan inisiasi penempelam trombosit pada
tempat dimana terdapat kerusakan dinding pembuluh darah.
Hemophilia sendiri dibagi menjadi 3 (tiga), yaitu hemophilia A,
hemophilia B, dan hemophilia C. Namun yang kejadiannya paling sering
ditemukan pada anak adalah hemophilia A dan hemophilia B.
Penyakit hemophilia merupakan salah satu penyakit yang sudah ada sejak
lama dan menurut sumber yang ada, hemophilia sudah ada sejak dibuatnya
kitab suci agama (Injil). Hemofilia tidak hanya merupakan masalah medis
atau biologis semata, namun juga mempunya dampa psikososial yang dalam.
Pengaruh orang dengan hemofilia sebaiknya tidak hanya memperhatikan
masalah fisiologi saja, misal mengontrol perdarahannya dan mencegah
timbulnya disabilitas fisik, tetapi juga diharapkan mempunya perhatian pada
berbagai gangguan alam perasaannya, rasa tidak amannya, rasa terisolasi dan
masalah keluarga terdekatnya (orangtua, dan saudara kandung). Setiap orang
dengan hemofilia tumbuh kembang dalam suatu lingkungan keluarga dan
budaya yang unik / spesifik. Juga dengan berbagai variasi kebutuhan,
ketakutan, perhatian dan harapan yang berbeda-beda. Masalah psikososial
membutuhkan penanganan yang hati-hati. Setiap kasus mempunyai
permasalahn yang berbeda, akibat dari adanya perbedaan lata belakang
budaya, agama ataupun etnik, juga system penanggulangan kesehatan yang
tidak sama. Oleh karena itu dalam menolong seorang pasien hemofilia dan
keluarganya dibutuhkan pendekatan satu tim inter-disiplin, yang dapat
membina hubungan yang baik dengan anak dan keluarga.
Penelitian dan pengetahuan mengenai penyakit hemophilia ini sudah ada
sejak lama juga dan diketahui bahwa hemophilia memiliki komplikasi yang
cukup berat yang dapat menurunkan kualitas hidup anak tersebut, bahkan
dapat sampai menimbulkan kematian. Modalitas terapi yang tidak memakan
biaya yang besar dan berfungsi untuk mengurangi komplikasi akibat
hemophilia terhadap sistem musculoskeletal saat ini masih dalam tahap

2
penelitian.3 Oleh karena itu, sangat penting bagi seorang dokter mengetahui
secara jelas mengenai kelainan ini. Selain gangguan pembekuan darah yang
berupa hemophilia, masih ada juga gangguan pembekuan darah yang lainnya.
Tetapi dalam makalah ini hanya akan dibahas mengenai hemophilia yang
terjadi pada anak.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apakah pengertian dari hemofilia?
2. Apa sajakah klasifikasi dari hemofilia?
3. Apakah etiologi dari hemofilia?
4. Apakah manifestasi klinis dari hemofilia?
5. Bagaimanakah patofisiologi dari hemofilia?
6. Apakah komplikasi dari hemofilia?
7. Apakah pemeriksaan diagnostik yang dapat dilakukan pada klien dengan
hemofilia?
8. Bagaimanakah penatalaksanaan dari hemofilia?
9. Bagaimanakah konsep asuhan keperawatan pada hemofilia?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian dari hemofilia.
2. Untuk mengetahui klasifikasi dari hemofilia.
3. Untuk mengetahui etiologi dari hemofilia.
4. Untuk mengetahui manifestasi klinis dari hemofilia.
5. Untuk mengetahui patofisiologi dari hemofilia.
6. Untuk mengetahui komplikasi dari hemofilia.
7. Untuk mengetahui pemeriksaan diagnostik yang dapat dilakukan pada
klien dengan hemofilia.
8. Untuk mengetahui penatalaksanaan dari hemofilia.
9. Untuk mengetahui konsep asuhan keperawatan pada hemofilia

3
BAB 2

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian
Hemofilia adalah gangguan perdarahan herediter dapat timbul pada
defisiensi atau gangguan fungsional faktor pembekuan plasma yang
manapun, kecuali faktor XII, prekalikrein, dan kininogen berat molekul tinggi
(HMWK) (Price & Wilson, 1994)
Hemofilia ialah kelainan perdarahan herediter terikat seksi resesif
yang dikarakteristikkan oleh defisiensi faktor pembekuan esensial. (Engram,
1998)
Hemofilia adalah gangguan pendarahan yang disebabkan oleh
defisiensi herediter dan faktor darah esensial untuk koagulasi (Wong, 2003)
Hemofilia adalah penyakit yang bersifat herediter, biasanya hanya
terdapat pada anak laki-laki tetapi diturunkan oleh wanita (bersifat Sex-
Linked Recessive (Ngastiyah, 2005)
Hemofilia merupakan kelainan perdarahan herediter terikat seksi
resesif yang dikarakteristikkan oleh defisiensi faktor pembekuan esensial
yang diakibatkan oleh mutasi pada kromosom X (Handayani & Haribowo,
2008)
Hemofilia adalah penyakit koagulasi darah kongenital karena anak
kekurangan faktor pembekuan dan diturunkan oleh gen resesif X-Linked dari
pihak ibu (Betz & Sowden, 2009)

2.2 Klasifikasi
Hemofilia terbagi atas dua jenis, yaitu :
1. Hemofilia A yang dikenal juga dengan nama :
a. Hemofilia klasik : karena jenis hemofilia ini adalah yang paling banyak
kekurangan faktor pembekuan pada darah.
b. Hemofilia kekurangan faktor VIII : terjadi karena kekurangan faktor 8
(Faktor VIII) protein pada darah yang menyebabkan masalah pada
proses pembekuan darah.

4
2. Hemofilia B yang dikenal juga dengan nama :
a. Christmas disease : karena ditemukan untuk pertama kalinya pada
seorang yang bernama Steven Christmas asal Kanada.
b. Hemofilia kekurangan faktor IX : Terjadi karena kekurangan faktor 9
(Faktor IX) protein pada darah yang menyebabkan masalah pada proses
pembekuan darah.
Klasifikasi Hemofili menurut berat ringannya penyakit:
1. Defisiensi berat:
a. Kadar faktor VIII 0-2% dari normal
b. Terjadi hemartros dan perdarahan berat berulang
2. Defisiensi sedang:
a. Kadar faktor VIII 2-5 % dari normal
b. Jarang menyebabkan kelainan ortopedik
c. Jarang terjadi hemartros dan perdarahan spontan
3. Defisiensi ringan:
a. Kadar faktor VIII 5-25 % dari normal
b. Mungkin tidak terjadi hemartros dan perdarahan spontan lain, tetapi
dapat menyebabkan perdarahan serius bila terjadi trauma / luka yg tidak
berat / proses pembedahan.
4. Subhemofilia
Kadar faktor 25-50% dari normal. Tidak mengakibatkaan
perdarahan, kecuali bila penderita mengalami trauma hebat dan pembedahan
yang luas.

2.3 Etiologi
1. Mutasi genetik yang didapat (acquired) atau diturunkan (herediter)
2. Hemofilia A disebabkan kurangnya factor pembekuan VIII
3. Hemofilia B disebabkan kurangnya factor pembekuan IX (Plasma
Tromboplastic Antecendent)

2.4 Manifestasi Klinis


1. Perdarahan spontan

5
2. Hematom pada jaringan lunak atau perdarahan pada jaringan bagian dalam
3. Hematrosis (perdarahan sendi) yang dapat timbul kembali oleh trauma dan
kontraktur sendi
4. Hematuria
5. Perdarahan retroperitoneal dan perdarahan intrakranial dapat
membahayakn kehidupan.

2.5 Patofisiologi

Hemofilia adalah penyakit koagulasi darah kongenital karena anak


kekurangan factor pembekuan VII (hemofiliaA) atau faktor IX (hemofilia B
atau penyakit Christmas). Keadaan ini adalah penyakit kongenital yang
diturunkan oleh gen resesif X-linked dari pihak ibu. Faktor VIII dan faktor IX
adalah protein plasma yang merupakan komponen yang diperlukan untuk
pembekuan darah, faktor-faktor tersebut diperlukan untuk pembentukan
bekuan fibrin pada tempat pembuluh cedera. Hemofilia berat terjadi bila
kosentrasi factor VIII dan IX plasma kurang dari 1%. Hemofilia sedang
terjadi bila kosentrasi plasma antara 1% dan 5%, dan hemofilia ringan terjadi
bila kosentrasi plasma antara 6% dan 50% dari kadar normal. Manifestasi
klinisnya bergantung pada umur anak dan hebatnya defisiensi factor VIII dan
IX. Hemofilia berat ditandai perdarahan kambuhan, timbul spontan atau
setelah trauma yang relative ringan. Tempat perdarahan paling umum adalah
di dalam persendian lutut, siku, pergelangan kaki, bahu, dan pangkal paha.
Otot yang paling sering terkena adalah fleksor lengan bawah, gastroknemius,
dan iliopsoas. Karena kemajuan dalam bidang pengobatan, hamper semua
pasien hemofilia diperkirakan dapat hidup normal (Betz & Sowden, 2009)

Kecacatan dasar dari hemofilia A adalah defisiensi factor VIII


antihemophlic factor (AHF). AHF diproduksi oleh hati dan merupakan factor
utama dalam pembentukan tromboplastin pada pembekuan darah tahap I.
AHF yang ditemukan dalam darah lebih sedikit, yang dapat memperberat
penyakit. Trombosit yang melekat pada kolagen yang terbuka dari pembuluh
yang cedera, mengkerut dan melepaskan ADP serta faktor 3 trombosit, yang

6
sangat penting untuk mengawali system pembekuan, sehingga untaian fibrin
memendek dan mendekatkan pinggir-pinggir pembuluh darah yang cedera
dan menutup daerah tersebut. Setelah pembekuan terjadi diikuti dengan
sisitem fibrinolitik yang mengandung antitrombin yang merupakan protein
yang mengaktifkan fibrin dan memantau mempertahankan darah dalam
keadaan cair.
Penderita hemofilia memiliki dua dari tiga faktor yang dibutuhkan untuk
proses pembekuan darah yaitu pengaruh vaskuler dan trombosit (platelet)
yang dapat memperpanjang periode perdarahan, tetapi tidak pada tingat yang
lebih cepat. Defisiensi faktor VIII dan IX dapat menyebabkan perdarahan
yang lama karena stabilisasi fibrin yang tidak memadai. Masa perdarahan
yang memanjang, dengan adanya defisiensi faktor VIII, merupakan petunjuk
terhadap penyakit von willebrand. Perdarahan pada jaringan dapat terjadi
dimana saja, tetapi perdahan pada sendi dan otot merupakan tipe yang paling
sering terjadi pada perdarahan internal. Perubahan tulang dan kelumpuhan
dapat terjadi setelah perdarahan yang berulang-ulang dalam beberapa tahun.
Perdarahan pada leher, mulut atau dada merupakan hal yang serius, sejak
airway mengalami obstruksi. Perdarahan intracranial merupakan salah satu
penyebab terbesar dari kematian . Perdarahan pada gastrointestinal dapat
menunjukkan anemia dan perdarahan pada kavum retroperitoneal sangat
berbahaya karena merupakan ruang yang luas untuk berkumpulnya darah.
Hematoma pada batang otak dapat menyebabkan paralysis (Wong, 2001).
Ganguan pembekuan darah itu dapat terjadi; Gangguan itu dapat terjadi
karena jumlah pembeku darah jenis tertentu kurang dari jumlah normal,
bahkan hampir tidak ada perbedaan proses pembekuan darah yang terjadi
antara orang normal.

7
2.6 Pathway
Etiologi

Trauma

Tromboplastisin ↓

Perdarahan Hebat

Hemartrosis Konsentrasi Hb ↓ Darah Sukar


Membeku

Refleks Keterbatasan Hipoksia


Spasme Otot ↓ Gerak Hematom Pada
Jaringan Lunak

Nekrosis
Kontraktur Aktivitas ↓ Jaringan
Sendi Perdarahan
Serebral
Gangguan
Iskemik
Nyeri Mobilitas Fisik
Potensial
Komplikasi
Infark Perdarahan

Perdarahan Berulang Gangguan Perfusi


Jaringan

Perubahan Kekurangan
Tulang dan Volume
Kelumpuhan Cairan

8
2.7 Komplikasi

Menurut (Betz & Sowden, 2009) komplikasi hemofili adalah :


a. Artritis/artropati progresif
b. Sindrom compartemen
c. Atrofi otot
d. Kontraktur otot
e. Paralisis
f. Perdarahan intrakranial
g. Kerusakan saraf
h. Hipertensi
i. Kerusakan ginjal
j. Splenomegali
k. Hepatitis
l. Sirosis
m. Infeksi HIV karena terpajan produk darah yang terkontaminasi
n. Antibody terbentuk sebagai antagonis terhadap
o. Reaksi transfusi alergi terhadap produk darah
p. Anemia hemolitik
q. Trombosis dan/atau tromboembolisme
r. Nyeri kronis

2.8 Pemeriksaan diagnostik


Menurut (Betz & Sowden, 2009) uji laboratorium dan diagnostik untuk
hemofilia adalah :
1. Uji penapisan/skrining untuk koagulasi darah
a. Hitung trombosit --- normal pada hemofilia ringan sampai sedang
b. Masa protrombin (PT) --- normal pada hemofili ringan sampai sedang
c. Masa tromboplastin parsial (APTT) --- normal pada hemofilia ringan
sampai sedang; memanjang pada pengukuran hemofilia cukup berat
secara adekuat dalam aliran koagulasi instrinsik.
d. Masa perdarahan --- normal pada hemofilia ringan sampai sedang;
mengkaji pembentukan sumbatan trombosit trombosit dalam kapiler

9
e. Analisis fungsional terhadap faktor VIII dan IX --- memastikan
diagnosis
f. Masa pembekuan trombin normal pada hemofilia ringan sampai
sedang
2. Biopsi hati (kadang-kadang) digunakan untuk memperoleh jaringan untuk
pemeriksaan patologi dan kultur.
3. Uji fungsi hati (kadang-kadang) digunakan untuk mendeteksi adanya
penyakit hati (misalnya serum glutamic-piruvic transaminase [SPGT],
serum glutamic-oxaloacetic transaminase [SGOT], alkalin fosfatase,
bilirubin).

2.9 Penatalaksanaan

a. Penatalaksanaan Medis
Pengobatan yang diberikan untuk mengganti factor VIII atau faktot
IX yang tidak ada pada hemofilia A diberikan infus kriopresipitas yang
mengandung 8 sampai 100 unit faktor VIII setiap kantongnya atau
konsentrat yang sudah diperdagangkan. Karena waktu paruh faktor VIII
adalah 12 jam sampai pendarahan berhenti dan keadaan menjadi stabil.
Pada defisiensi faktor IX memiliki waktu paruh 24 jam, maka diberikan
terapi pengganti dengan menggunakan plasma atau konsentrat factor IX
yang diberikan setiap hari sampai perdarahan berhenti. Penghambat
antibody yang ditunjukkan untuk melawan faktor pembekuan tertentu
timbul pada 5% sampai 10% penderita defisiensi faktor VIII dan lebih
jarang pada faktor IX. Infuse selanjutnya dari faktor tersebut membentuk
anti bodi lebih banyak. Agen-agen imunosupresif, plasma resesif untuk
membuang inhibitor dan kompleks protombin yang memotong faktor VIII
dan faktor IX yang terdapat dalam plasma beku segar (FFP, Fresh Frozen
Plasma) digunakan untuk mengobati penderita ini. Produk sintetik yang
baru yaitu: DDAVP (1-deamino 8-Dargirin vasopressin) sudah tersedia
untuk menangani penderita hemofilia sedang. Pemberiannya secara
intravena (IV), dapat merangsang aktivitas faktor VIII sebanyak tiga kali

10
sampai enam kali lipat. Karena DDAVP merupakan produk sintetik maka
resiko transmisi virus yang merugikan dapat terhindari. (Price & Wilson,
1994)
Analgesik dan kortikosteroid dapat mengurangi nyeri sendi dan
kemerahan pada hemofilia ringan pengguna hemopresin intra vena
mungkin tidak diperlukan untuk AHF. Sistem pembekuan darah yang
sifatnya hanya sementara, sehingga tidak perlu dilakukan transfusi.
Biasanya pengobatan meliputi transfuse untuk menggantikan kekurangan
faktor pembekuan. Faktor-faktor ini ditemukan di dalam plasma dan dalam
jumlah yang lebih besar ditemukan dalam plasma konsentrat.

b. Penatalaksanaan Keperawatan
Penderita hemofilia harus menyadari keadaan yang bisa
menimbulkan perdarahan. Mereka harus sangat memperhatikan perawatan
giginya agar tidak perlu menjalani pencabutan gigi. Istirahatkan anggota
tubuh dimana ada luka. Bila kaki yang mengalami perdarahan, gunakan
alat Bantu seperti tongkat.
Kompreslah bagian tubuh yangterluka dan daerah sekitarnya
dengan es atau bahan lain yang lembut & beku/dingin.
Tekan dan ikat, sehingga bagian tubuh yang mengalami perdarahan
tidak dapat bergerak (immobilisasi). Gunakan perban elastis namun perlu
di ingat, jangan tekan & ikat terlalu keras. Letakkan bagian tubuh tersebut
dalam posisi lebih tinggi dari posisi dada dan letakkan diatas benda yang
lembut seperti bantal.

2.10 Konsep Asuhan Keperawatan Anak dengan Hemofilia

A. Pengkajian

1. Identitas Klien, meliputi : nama, umur (, jenis kelamin (biasanya pada


anak laki-laki dan wanita sebagai carier), agama, suku/bangsa, alamat,
tgl. MRS, dan penanggung jawab.

11
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan utama
Nyeri pada sendi, adanya oedem pada sendi, sendi terasa
hangat, akibat perdarahan jaringan lunak dan hemoragi pada sendi.
b. Riwayat penyakit sekarang
Klien mengatakan nyeri pada kaki. Nyeri dirasakan hilang
timbul seperti tertusuk-tusuk dan nyeri bertambah saat berjalan dan
berkurang bila dibuat istirahat. Pasien mengeluh terjadi perdarahan
lama, epitaksis, bengkak yang nyeri, perdarahan spontan, perdarahan
system GI track.
c. Riwayat penyakit dahulu
Tanyakan apakah klien pernah mengalami perdarahan yang
tidak henti-hentinya serta apakah klien mempunyai penyakit menular
atau menurun seperti, hipertensi, TBC.
d. Riwayat penyakit keluarga
Biasanya Keluarga klien ada yang menderita hemofili pada
laki-laki atau carrier pada wanita.
3. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum : lemah
b. Kesadaran : composmentis
c. Tanda-tanda vital
- Suhu : normal (36,5oC – 37,5oC)
- Nadi : takikardi (>110x/menit)
- RR : normal/meningkat (>28x/menit)
- TD : normal (120/80 mmHg)
d. Head to toe
- Wajah : wajah mengekspresikan nyeri
- Rambut : hitam, tidak ada ketombe, distribusi merata
- Mata : gangguan penglihatan, ketidaksamaan pupil
- Mulut : mukosa mulut kering, perdarahan mukosa mulut
- Hidung : epitaksis
- Thorak/ dada :

12
o Jantung
 Inspeksi : adanya tarikan intercostanalis
 Palpasi :adanya pembesaran jantung (kardiomegali)
 Perkusi : suara jantung pekak paru sonor.
 Auskultasi : tidak ada BJ tambahan.
o Abdomen:
 Inspeksi : adanya distensi abdomen
 Palpasi : terdapat hepatomegali
 Perkusi : timpani
 Auskultasi : bising usus meningkat
- Anus dan genetalia : hematuria, eliminasi urin menurun, feses
berwarna hitam
- Ekstremitas : hemartrosis memar khususnya pada
ekstremitas bawah
e. Activity Daily Life (ADL)
- Pola Nutrisi : Anoreksia
- Pola Eliminasi : Hematuria, feses hitam
- Pola personal hygiene : Kurangnya kemampuan untuk
melakukan aktivitas perawatan dini.
- Pola aktivitas : Kelemahan dan adanya pengawasan ketat
dalam beraktivitas
- Pola istirahat tidur : Kebutuhan untuk tidur terganggu karena
nyeri.
-
B. Diagnosa

1. Nyeri berhubungan dengan reflek spasme otot sekunder.


2. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan volume cairan
yang aktif akibat perdarahan.
3. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan musculoskeletal
akibat perdarahan.

13
C. Perencanaan

No. Tujuan dan


Intervensi Rasional
Dx Kriteria Hasil
1 Setelah dilakukan 1. Lakukan pengkajian 1. Membantu dalam
tindakan nyeri secara mengatasi masalah
keperawatan selama komprehensif pasien.
...x24 jam diharapkan termasuk lokasi, 2. Mengetahui respon
nyeri dapat karakteristik, durasi, yang dilakukan
berkurang atau hilang frekuensi, kualitas 3. Pasien mengetahui
dan faktor yang apa penyebab dari
Kriteria Hasil : memperberat nyeri yang dirasakan
- Klien mengetahui timbulnya nyeri. dan dapat
penyebab nyeri 2. Observasi reaksi mengurangi rasa
- Klien mengetahui nonverbal dan cemas
cara untuk ketidaknyamanan. 4. Komunikasi
mengurangi atau 3. Berikan terapeutik dapat
menghilangkan pengetahuan menigkatkan
rasa nyeri mengenai timbulnya hubungan antara
- Klien dapat rasa nyeri pasien dengan
melakukan 4. Gunakan teknik perawat
tindakan yang komunikasi 5. Meningkatkan
telah diajarkan leh terapeutik dalam vasokonstriksi,
perawat untuk mengkaji tingkat penumpukan resepsi
mengurangi atau nyeri pasien. sensori yang
menghilangkan 5. Berikan kompres selanjutnya akan
rasa nyeri. hangat pada lokasi menurunkan nyeri di
- Skala nyeri nyeri. lokasi yang
berkurang atau 6. Kolaborasi dengan dirasakan
bahkan hilang tim medis dalam 6. Analgetik merupakan
- Ekspresi wajah pemberian obat untuk
tidak analgetik. penghilang rasa
menunjukkan sakit/nyeri
tanda-tanda nyeri
seperti meringis
- TTV dalam batas
normal (TD:
120/80 mmHg,
Nadi: 80-100
x/mnt, RR: 16-24
x/mnt, Suhu:
o
36,5 C - 37,5°C)

14
2 Setelah dilakukan 1. Kaji tingkat 1. Dapat mengetahui
tindakan perdarahan dan tingkat perdarahan
keperawatan selama pembekuan untuk pemberian
...x24 jam diharapkan perdarahan pasien. intervensi
tidak terjadi 2. Observasi TTV selanjutnya
kekurangan volume setiap 4-6 jam. 2. Mengetahui
cairan 3. Ukur intake dan perkembangan
output cairan pasien
Kriteria Hasil : pasien. 3. Membantu
- Klien mengetahui 4. Anjurkan untuk mengontrol
penyebab minum yang banyak keseimbangan cairan
kekurangan 5. Kolaborasi dalam tubuh pasien
volume cairan pemberian cairan 4. Untuk
- Klien mengetahui yang adekuat. meminimalkan
cara untuk terjadinya
mengatasi kekurangan volume
kekurangan cairan
volume cairan 5. Meminimalkan
- Klien dapat terjadinya
melakukan cara kekurangan cairan
yang telah akibat perdarahan yg
diajarkan untuk dialami pasien.
mengatasi
kekurangan
volume cairan
- Membran mukosa
lembab
- Turgor kulit
kembali dalam 2
detik
- Cairan masuk dan
cairan keluar
seimbang
- TTV dalam batas
normal (TD:
120/80 mmHg,
Nadi: 80-
100x/mnt, RR:
16-24x/mnt,
Suhu: 36,5oC -
37,5°C)

15
3 Setelah dilakukan 1. Pantau tingkat 1. Tingkat aktivitas atau
tindakan inflamasi atau rasa latihan tergantung
keperawatan selama sakit pada sendi. dari proses inflamasi
...x24 jam diharapkan 2. Bantu dengan cara 2. meningkatkan fungsi
tidak terjadi latihan aktif pasif. sendi, kekuatan otot
gangguan mobilitas 3. Ubah posisi pasien dan stamina umum
fisik. setiap 4-6 jam. 3. mencegah kekakuan
4. Gunakan bantal pada otot pasien
Kriteria Hasil : yang tipis di bawah 4. mencegah flexi leher
- Pasien mampu leher. 5. menghindari cedera
beradaptasi 5. Ciptakan akibat
dengan lingkungan yang kecelakaan/terjatuh
keterbatasan aman dan nyaman.
fungsional
tubuhnya
- Tonus otot pasien
kuat
- Pasien mampu
berpindah posisi
dengan mandiri

16
BAB 3

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Hemofilia adalah penyakit koagulasi darah kongenital karena anak


kekurangan faktor pembekuan dan diturunkan oleh gen resesif X-Linked dari
pihak ibu (Betz & Sowden, 2009)
Klasifikasi dari hemofilia terbagi atas dua jenis, yaitu hemofilia A dan
hemofilia B. Klasifikasi Hemofili menurut berat ringannya penyakit dapat
dibedakan menjadi 4 yaitu defisiensi berat, defisiensi sedang, defisiensi
ringan dan subhemofilia.
Penyebab dari hemofilia adalah mutasi genetik yang didapat (acquired)
atau diturunkan (herediter), hemofilia A disebabkan kurangnya factor
pembekuan VIIIdan hemofilia B disebabkan kurangnya factor pembekuan IX
(Plasma Tromboplastic Antecendent).
Manifestasi dari hemofilia diantaranya adalah perdarahan hebat setelah
suatu trauma ringan, hematom pada jaringan lunak, hematrosis (perdarahan
sendi) dan kontraktur sendi, hematuria, perdarahan serebral, terjadinya
perdarahan dapat menyebabkan takhikardia, takipnea dan hipotensi.
Komplikasi dari hemofili menurut Cecily L. Betz adalah artropati
progresif, kontraktur otot, paralisis, perdarahan intrakranial, HT (Hipertensi),
dan kerusakan ginjal.
Pemeriksaan diagnostik yang dapat digunakan untuk mendiagnosis atau
mengetahui mengenai hemofili adalah uji skrining untuk koagulasi darah,
biopsi hati (kadang-kadang), dan uji fungsi faal hati (kadang-kadang).
Penatalaksanaan yang dilakukan pada klien dengan hemofilia adalah terapi
supportif, penggantian factor pembekuan, terapi gen, transplantasi hati,
pemberian vitamin K; menghindari aspirin, asam salisilat, AINS, heparin,
pemberian rekombinan factor VIII dan pada pembedahan (dengan dosis
kg/BB)

17
3.2 Saran
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh
karena itu saran maupun kritik yang bersifat membangun sangat kami
harapkan demi kesempurnaan penulisan makalah ini, dengan demikian
penulisan makalah ini bisa bermanfaat bagi penulis atau pihak lain yang
membutuhkannya.

18

Anda mungkin juga menyukai