Anda di halaman 1dari 28

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Riset Kesehatan Dasar Riskesdas (2013) melaporkan bahwa

Kematian balita di Indonesia mencapai 15,5%. Diperkirakan ada 1,8 juta

atau 20% dari kematian anak diakibatkan oleh bronchopneumonia,

melebihi kematian akibat AIDS, malaria, dan tuberculosis. Di Indonesia,

bronchopneumonia merupakan urutan kedua penyebab kematian balita

setelah diare.
Bronchopneumonia merupakan radang paru-paru pada bagian

lobularis, adanya bercak-bercak infiltrate yang disebabkan oleh infeksi

bakteri, virus, jamur serta benda asing. Bronchopneumonia ditandai dengan

gejala demam tinggi, gelisah, dispnea, napas cepat dan dangkal (adanya

ronki basah), muntah, diare, batuk kering dan produkif. Dampak

bronkopneumonia pada anak jika tidak ditangani akan mengakibatkan

komplikasi seperti infeksi darah, abses paru-paru, efusi pleura, gagal napas,

otitis media akut, atelektasis, emfisema, dan meningitis.

Bronchopneumonia juga merupakan penyebab utama morbiditas dan

mortalitas anak berusia 5 tahun (Nuratif,2015).


Balita adalah istilah umum bagi anak usia 1-3 tahun (batita) dan

anak prasekolah (3-5 tahun). Saat usia batita anak masih tergantung penuh

kepada orang tua (Terri Kyle,2015).


Secara global, bronkopneumonia jadi pembunuh nomor satu anak

balita. Data World Health Organization (WHO) menyatakan proporsi

kematian balita karena bronkopneumonia di dunia sekitar 156 juta

1
2

pertahun, 61 juta kasus yang terjadi di regio Asia Tenggara, dan

diperkirakan sekitar 3,1 juta pertahun kasus kematian anak di bawah umur

5 tahun dalam populasi regio negara-negara Asia Tenggara, 19%

diantaranya diakibatkan oleh bronkopneumonia (Kompas 2016).


Berdasarkan data statistik di Indonesia jumlah kasus pasien anak

dengan bronkopneumonia tahun 2016 sebanyak 503.738 (57,84%) kasus,

Maluku 534 (9,82%) kasus dan pada tahun 2017 mulai menurun di

Indonesia sebanyak 447.431 (46,34%) kasus, Maluku 1.050 (18,33%)

kasus sedangkan (Ditjen P2P, Kemenkes RI, 2017).


Selain itu berdasarkan data profil dinas kesehatan Maluku Tenggara

jumlah anak dengan bronkopneumonia dalam empat tahun terakhir kasus

bronkopneumonia pada balita terjadi peningkatan yang cukup signifikan.

Pada tahun 2013 sebesar 3 kasus, 2014 sebesar 22 kasus, 2015 sebesar 44

kasus, dan mengalami peningkatan yang cukup signifikan pada tahun 2016

dengan 159 kasus. Sedangkan data yang diambil dari RSUD KS Langgur

jumlah anak dengan bronkopneumonia pasien rawat inap pada tahun 2016

sebanyak 74 kasus, tahun 2017 sebanyak 28 kasus dan tahun 2018

mengalami peningkatan sebanyak 56 kasus . Dari jumlah keseluruhan maka

pasien dengan bronkopneumonia pada tahun 2016-2018 sebanyak 156

anak. Anak yang dirawat dengan kasus bronkopneumonia biasanya

mengalami kesulitan bernapas sehingga dibantu dengan pemasangan

nebulizer oleh perawat.


Nebulizer merupakan suatu tindakan atau terapi untuk pembersihan

atau pemeliharaan sistem pernafasan dengan tujuan untuk mengencerkan

secret agar mudah untuk dikeluarkan dan merelaksasi jalan pernafasan.


3

Dalam pelaksanaan tindakan terapi nebulizer merupakan instruksi dokter

dan didelegasikan kepada perawat sebagaimana sesuai peran dan fungsi

perawat yaitu sebagai pemberi asuhan keperawatan, pembela pasien,

pembawa perubahan, pemimpin, manager dan peneliti untuk melaksanakan

fungsi secara independen, dependen dan interdependen (Nursalam, 2013).


Berdasarkan permasalahan diatas, maka penulis tertarik untuk

melakukan studi kasus tentang “Asuhan keperawatan pada pasien

Bronkopneumonia Dalam Pelaksanaan Tindakan Nebulizer di Ruangan

Anak RSUD Karel Sadsuitubun Langgur”. Studi kasus ini dinilai penting

untuk mengurangi angka kesakitan dan kematian anak yang menderita

penyakit bronkopneumonia.
1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka hal yang menjadi masalah

dalam studi kasus ini adalah “Bagaimanakah asuhan keperawatan pada

pasien bronkopneumonia dalam pelaksanaan tindakan nebulizer di Ruang

Anak RSUD Karel Sadsuitubun Langgur” ?

1.3 Tujuan Studi Kasus


Tujuan dari studi kasus ini adalah menggambarkan asuhan

keperawatan pada pasien bronkopneumonia dalam pelaksanaan tindakan

nebulizer di Ruang Anak RSUD Karel Sadsuitubun Langgur.


1.4 Manfaat Studi Kasus
1.4.1 Bagi Masyarakat
4

Dapat memberikan manfaat bagi masyarakat terutama bagi orang

tua tentang pentingnya mengenal penyakit bronkopneumonia dan

pelaksanaan tindakan nebulizer pada anak.


1.4.2 Bagi Institusi
Untuk menambah informasi dan referensi perpustakaan institusi

Pendidikan Program Studi Keperawatan Tual tentang Asuhan

Keperawatan pada pasien Bronkopneumonia dalam pelaksanaan

tindakan nebulizer.
1.4.3 Bagi Penulis
Memperoleh pengalaman nyata dan menambah wawasan dalam

melakukan Asuhan Keperawatan pada pasien Bronkopneumonia

dalam pelaksanaan tindakan nebulizer.

BAB II

TINJAUAN KASUS

2.1. Tinjauan Umum Tentang Asuhan Keperawatan

Bronkopneumonia
2.1.1. Pengkajian
Proses kontinu yang dilakukan semua fase pemecahan

masalah dan menjadi dasar untuk pengambilan keputusan.

Pengkajian menggunakan banyak keterampilan keperawatan dan


5

terdiri atas pengumpulan, klasifikasi, dan analisis data dari berbagai

sumber. Untuk memberikan pengkajian yang akurat dan

komperehensif, perawat harus mempertimbangkan informasi

mengenai latar belakang biofisik, psikologi, sosiokultural, dan

spiritual pasien (Dona L. Wong, 2012).


2.1.1.1. Biodata
a.Identitas diri klien
Pengkajian berisikan identitas diri klien meliputi nama,

usia, jenis kelamin, jenis pekerjaan, alamat,

suku/bangsa, agama, status perkawinan, tgl

pengkajian.
b. Penanggung jawab
Pengkajian berisikan penanggung jawab meliputi

nama, umur, pendidikan, pekerjaan, agama, alamat,

hubungan dengan klien.

2.1.1.2. Riwayat Keperawatan


c.Keluhan utama
Anak sangat gelisah, dispnea, pernapasan cepat dan

dangkal, disertai pernapasan cuping hidung, serta

sianosis sekitar hidung dan mulut. Kadang disertai

muntah dan diare, tinja berdarah dengan atau tanpa

lendir, anoreksia dan muntah.


d. Riwayat penyakit sekarang
Bronkopneumonia biasanya didahului oleh infeksi

saluran pernapasan bagian atas selama beberapa hari.

Suhu tubuh dapat naik sangat mendadak sampai 39-

400C dan kadang disertai kejang karena demam yang

tinggi.
6

e.Riwayat penyakit dahulu


Pernah menderita penyakit infeksi yang menyebabkan

system imun menurun.


f. Riwayat kesehatan keluarga
Anggota keluarga lain yang menderita penyakit infeksi

saluran pernapasan dapat menularkan kepada anggota

yang lainnya.
g. Riwayat kesehatan lingkungan
Bronkopneumonia sering terjadi pada musim hujan

dan awal musim semi. Selain itu pemeliharan

kesehatan dan kebersihan lingkungan yang kurang juga

bisa menyebabkan anak menderita sakit. Lingkungan

pabrik atau banyak asap dan debu ataupun lingkungan

dengan anggota keluarga perokok.


h. Imunisasi
Anak yang tidak mendapatkan imunisasi beresiko

tinggi untuk mendapat penyakit infeksi saluran

pernapasan atas atau bawah karena system pertahanan

tubuh yang tidak cukup kuat untuk melawan infeksi

sekunder (Meck,2015).
2.1.1.3. Pola Aktivitas Sehari-hari
a.Pola persepsi sehat-penatalaksanaan sehat.
Data yang muncul sering kebiasaan orangtua anaknya

batuk masih menganggap belum terjadi gangguan

serius, biasanya orangtua menganggap anaknya benar-

benar sakit apabila anaknya sudah mengalami sesak

napas.
b. Pola metabolic nutrisi.
7

Anak dengan bronkopneumonia sering muncul

anoreksia (akibat respon sistemik melalui control saraf

pusat), mual dan muntah (karena peningkatan

rangsangan gaster sebagai dampak peningkatan toksik

mikroorganisme)
c.Pola eliminasi
Penderita sering mengalami penurunan produksi urin

akibat perpindahan cairan melalui proses evaporasi

karena demam.
d. Pola istirahat dan tidur.
Data yang sering muncul adalah anak mengalami

kesulitan tidur karena sesak napas. Penampilan anak

terlihat lemah, sering menguap, mata merah, anak juga

sering menangis pada malam hari karena

ketidaknyamanan tersebut.
e.Pola aktivitas-latihan.
Anak tampak menurun aktivitas dan latihannya sebagai

dampak kelemahan fisik. Anak tampak lebih banyak

minta digendong orangtuanya tau bedrest.


f. Pola kongnitif-persepsi.
Penurunan kongnitif untuk meningat apa yang pernah

disampaikan biasanya sesuai akibat penurunan asupan

nutrisi dan oksigen pada otak. Pada saat dirawat anak

tampak bingung kalau ditanya hal-hal baru

disampaikan.
g. Pola persepsi diri-konsep diri.
8

Tampak gambaran orangtua terhadap anak diam

kurang bersahabat, tidak suka bermain, ketakutan

terhadap orang lain meningkat.


h. Pola peran-hubungan.
Anak tampak malas kalau diajak bicara baik dengan

teman sebaya maupun yang lebih besar, anak lebih

banyak diam dan selalu bersama dengan orang terdekat

(orangtua).
i. Pola seksualitas-reproduktif.
Pada kondisi sakit dan anak kecil masih sulit terkaji.

Pada anak yang sudah mengalami pubertas mungkin

terjadi gangguan menstruasi pada wanita tetapi bersifat

sementara dan biasanya penundaan


2.1.1.4. Pemeriksan fisik.
a.Keadaan umum Tingkat kesadaran : composmentis,
apatis, somnolent, spoor, suporocomatus, coma.
b. Tanda-tanda vital
1) Tekanan darah :
a) Baru lahir (0-1 bulan) : 50/70 mmHg
b) Bayi (1 bulan-1 tahun) : 90/60 mmHg
c) Toodler (1-3 tahun) : 80/100

mmHg
d) Prasekolah (4-5 tahun) : 80/100

mmHg
e) Anak-anak (5-12 tahun) : 80/100

mmHg
2) Nadi :
a) Baru lahir (0-1 bulan) : 120-160 x/m
b) Bayi (1 bulan-1 tahun) : 100-160 x/m
c) Toodler (1-3 tahun) : 90-150 x/m
d) Prasekolah (4-5 tahun) : 80-140 x/m
e) Anak-anak (5-12 tahun) : 70-120 x/m
3) Pernapasan :
a) Baru lahir (0-1 bulan) : 40-60 x/m
b) Bayi (1 bulan-1 tahun) : 30-60 x/m
9

c) Toodler (1-3 tahun) : 24-40 x/m


d) Prasekolah (4-5 tahun) : 22-34 x/m
e) Anak-anak (5-12 tahun) : 18-30 x/m
(Jackson, M & Jackson L, 2011).
4) Suhu :
a) 36,50C – 37,50C.
(Jackson, M & Jackson L, 2011).
c.Kepala : Dikaji mengenai bentuk kepala, warna

rambut distribusi rambut, adanya lesi atau tidak,

hygiene, apakah ada hematoma.


d. Mata : Pada klien dengan bronkopneumnia

biasanya didapatkan sclera berwarna merah

dikarenakan adanya peningkatan suhu tubuh, kaji

reflek cahaya, konjungtiva anemis atau tidak,

pergerakan bola mata.


e.Telinga : Dikaji mengenai bentuknya simetris atau

tidak, kebersihan dan fungsi pendengaran.


f. Hidung : Dikaji apakah dihidung terdapat polip,

nyeri tekan, pernapasan cuping hidung, fungsi

penciuman.
g. Mulut : Kaji warna bibir, mukosa bibrnya

lembab atau tidak, biasanya jika bronkopneumonia

akibat meningkatnya suhu tubuh maka mukosa bibir

akan kering dan kaji reflek mengisap, reflek menelan.


h. Dada dan thoraks : Pada pasien anak dengan

bronkpneumonia biasanya mengalami irama napas

tidak teratur, pernapasan dangkal, penggunaan otot

bantu pernapasan.
i. Abdomen : inspeksi (bentuk, lesi), Palpasi

(splenomegali, hepatomegali, nyeri tekan, nyeri lepas,


10

turgor kulit <3 detik), Perkusi (suara abdomen

timpani), Auskultasi ( bising usus meningkat (normal

4-9 x/menit)
j. Genitalia : Kaji kelengkap (laki-laki : penis, skrotum,

perempuan : labia minora, labia mayora, klitoris),

fungsi buang air besar dan fungsi buang air kecil.


k. Ekstremitas : biasanya akan didapatkan data

pergerakan sendi terbatas karena terjadi nyeri sendi,

kelelahan, kelemahan dan malaise, CRT <2 detik dan

keluhan.
l. Pemeriksaan penunjang : pemeriksaan penunjang

pada klien dengan bronkopneumonia (pemeriksaan

darah menunjukan leukositosis dengan prodomianan

PMN atau dapat ditemukan leucopenia yang

menandakan prognosis buruk. Dapat ditemukan

anemia sedang atau buruk. Pemeriksaan radiologis

memberi gambaran bervariasi : bercak konsolidasi

merata pada bronkopneumonia, bercak konsolidasi

satu lobus pada bronkopneumonia lobaris dan

gambaran bronkopneumonia difusi atau infiltrate pada

bronkopneumonia stafilokok. Pemeriksaan

mikrobiologik, dapat dibiak dari specimen usap

tenggorok, sekresi nasofaring, bilasan bronkus atau

sputum, darah, aspirasi trakea, fungsi pleura atau

aspirasi paru (Terri Kyle,2015).


11

2.1.2 Diagnosa Keperawatan.


Diagnosa keperawatan adalah penilaian klinis tentang

respons manusia terhadap gangguan kesehatan/ proses kehidupan,

atau kerentanan respons dari seseorang individu, keluarga,

kelompok, atau komunitas. Diagnosis keperawatan biasanya berisi

dua bagian: 1) description atau pengubah, dan 2) focus diagnosis,

atau konsep kunci dari diagnosis. (NANDA,2016).


2.1.2.1 Ketidakefektifan bersihan jalan napas b.d

inflamasi trakeabronkial, pembentukan edema,

peningkatan produksi sputum.


2.2.2.1 Gangguan pertukaran gas b.d perubahan

membrane alveolus kapiler, gangguan kapasitas pembawa

oksigen darah, gangguan pengiriman oksigen.


2.3.2.1 Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari

kebutuhan tubuh b.d kebutuhan metabolic sekunder

terhadap demam dan proses infeksi.


2.4.2.1 Intoleransi aktivitas b.d insufiensi oksigen

untuk aktivitas sehari-hari.


2.5.2.1 Resiko ketidakseimbangan elektrolit.
2.1.3 Rencana Keperawatan.
Rencana implementasi didasarkan pada pengkajian dan

diagnosis dari status kesehatan klien, kekuatan, dan masalah klien.

Setelah diagnosis keperawatan divalidasi, diagnosis keperawatan

tersebut memberikan arahan untuk menentukan cara membantu

klien guna menyelesaikan masalah yang berhubungan dengan

pemulihan, pemeliharaan, dan peningkatan kesehatan.


2.1.3.1 Bersihan jalan nafas tidak efektif

berhubungan
12

dengan peningkatan produksi sputum.


a.Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan

selama 1x24 jam jalan napas klien kembali efektif.


b. Intervensi mandiri :
1) Kaji frekuensi atau kedalaman pernafasan

dan gerakan dada.


Rasional : Takipnea, pernafasan dangkal dan

gerakan dada tak simetris terjadi karena

peningkatan tekanan dalam paru dan penyempitan

bronkus.
2) Auskultasi area paru, catat area paru, catat

area penurunan atau tak ada aliran udara dan bunyi

napas, mis : krekels, mengi.


Rasional : suara mengi mengindikasikan

terdapatnya penyempitan bronkus oleh sputum.


3) Bantu pasien latihan nafas dalam dan batuk

secara efektif.
Rasional : napas dalam memudahkan ekspansi

maksimum paru-paru. Batuk secara efektif

mempermudah mengeluarkan dahak dan

mengurangi tingkat kelelahan akibat batuk.


4) Lakukan fisioterapi dada
Rasional : merangsang gerakan mekanik lewat

fibrasi dinding dada supaya sputum mudah

bergerak keluar.
5) Berikan cairan sedikitnya 2500 ml/hari

(kecuali kontraundikasi). Tawarkan air hangat dari

pada dingin.
13

Rasional : meningkatkan hidrasi sputum. Air

hangat mengurangi tingkat kekentalan dahak

sehingga mudah dikeluarkan.


6) Koaborasi dalam pemberian Nebulizer
Rasional : memudahkan pengenceran dan

pembuangan sekret.
2.2.3.1 Kerusakan pertukaran gas berhubungan

dengan peningkatan tekanan kapiler alveolus.


a.Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan

selama 1x24 jam ventilasi dan pertukaran gas efektif .


b. Intervensi mandiri :
1) Kaji frekuensi kedalaman dan

kemudahanbernapas.
Rasional : distress pernapasan yang dibuktikan

dengan dispnea dan takipnea sebagai indikasi

penurunan kemampuan menyediakan oksigen bagi

jaringan.
2) Observasi warna kulit, catat adanya sianosis

padakulit, kuku dan jaringan sentral.


Rasional: sianosis kuku menunjukan

vasokkontraksi. Sedangkan sianosis daun telinga,

membran mukosa dan kulit sekitar mulut

(membrane hangat) menunjukan hipoksemia

sistemik.
3) Kaji status mental dan penurunan kesadaran.
Rasional : Gelisah, mudah terangsang , bingung

dan samnolen sebagai petunjuk hipoksemia atau

penurunan oksigen serebral.


4) Awasi frekuensi jantung atau irama.
14

Rasional : takikardia biasanya ada sebagai akibat

demam atau dehidrasi tetapi dapat sebagai respon

terhadap hipoksemia.
5) Awasi suhu tubuh.
Rasional : demam tinggi sangat meningkat

kebutuhan metabolic dan kebutuhan oksigen dan

menganggu oksigenasi seluler.


6) Kaji tingkat ansietas sediakan waktu untuk

berdiskusi dengan pasien atau susun bersama

dengan jadwal pertemuan.


Rasional : Ansietas adalah manifestasi masalah

psikologi sesuai dengan respon fisiologi terhadap

hipoksia. Pemberian keyakinan dan meningkatkan

rasa aman dapat menurunkan komponen psikologi,

sehingga menurunkan kebutuhan oksigen dan efek

merugikan dari respon fisiologis.


2.1.3.3 Kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan

tubuh berhubungan dengan peningkatan kebutuhan

metabolic sekunder terhadap demam dan proses infeksi,

anoreksia yang berhubungan dengan toksin bakteri.


a.Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama 1x24 jam pemenuhan nutrisi adekuat.
b. Intervensi mandiri :
1) Identifikasi factor yang menimbulkan mual

atau muntah, misalnya: sputum banyak,

pengobatan aerosol, dispnea berat, nyeri.


Rasional : Sputum akan merangsang nervus vagus

sehingga berakibat mual


15

2) Jadwalkan pengobatan pernapasan sedikitnya

1 jam sebelum makan.


Rasional : Menurunkan efek muak yang

berhubungan dengan pengobatan.


3) Auskultasi bunyi usus, observasi/palpasi

distensi abdomen.
Rasional : Bunyi usus mungkin menurun/tak ada

bila proses infeksi berat/memanjang. Distensi

abdomen terjadi sebab akibat menelan udara.


4) Beri makan porsi kecil dan sering termasuk

makanan kering (roti panggang, krekers) dan ataau

makanan yang menarik untuk pasien.


Rasional : Tindakan ini dapat meningkatkan

masukan, meskipun nafsu makan mungkin lambat

untuk kembali.
5) Evaluasi status nutrisi umum, ukur berat

badan besar.
Rasional : Adanya kondisi kronis (seperti PPOM

atau alkoholisme) atau keterbatasan keuangan

dapat menimbulkan malnutrisi, t\rendahnya

tahanan terhadap infeksi, dan atau lambatnya

respon terhadap terapi.


2.1.3.4 Intoleransi aktivitas berhubungan dengan

ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen.

Dapat dihubungkan dengan : Kelemahan yang

berhubungan dengan gangguan pola tidur yang


16

berhubungan dengan ketidaknyamanan, batuk berlebihan,

dan dispnea.
a.Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan

selama 1x24 jam aktivitas pasien dapat ditingkatkan.


b. Intervensi mandiri :
1) Evaluasi respon klien terhadap aktivitas.

Catat laporan disonea, peningkatan kelemahan atau

kelelahan dan perubahan tanda vital selama dan

setelah aktivitas.
Rasional : menetapkan kemampuan atau kebutuhan

pasien dan memudahkan pilihan intervensi.


2) Berikan lingkungan tenang dan batasi

pengunjung selama fase akut selama indikasi.


Rasional : menurunkan stress dan rangsangan

berlebihan, meningkatkan istirahat.


3) Jelaskan pentingnya istirahat dalam rencana

pengobatan dan perlunya keseimbangan aktivitas

dan istirahat.
Rasional : Tirah baring dipertahankan selama akut

untuk menurunkan kebutuhan metabolik,

menghemat energy untuk penyembuhan.


4) Bantu pasien memilih posisi nyaman untuk

istirahat dan atau tidur.


Rasional : pasien mungkin nyaman dengan kepala

tinggi, tidur dikursi atau menunduk kedepan meja

atau bantal.
5) Bantu aktivitas perawatan diri yang

diperlukan. Berikan kemajuan peningkatan

aktivitas selama fase penyembuhan.


17

Rasional : meminimalkan kelelahan dan membantu

keseimbangan sumpali dan kebutuhan oksigen.


2.1.3.5 Resiko ketidakseimbangan elektrolit

berhubungan dengan kehilangan cairan berlebihan

(demam, berkeringat banyak, napas mulut/hiperventilasi

muntah), penurunan masukan oral.


a.Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan

selama 1x24 jam elektrolit klien dapat terpenuhi.


b. Intervensi mandiri :
1) Kaji perubahan tanda vital (peningkatan suhu

tubuh/demam, takikardia, hipotensi artostatik.


Rasional : peningkatan suhu/demam meningkatkan

laju metabolic dan kehilangan cairan melalui

evaporasi TD ortostatik berubah dan peningkatan

takikardia menunjukan kekurangan cairan sistemik.


2) Kaji turgor kulit kelembaban membrane

mukosa (bibir,lidah).
2.1.4 Implementasi.
Implementasi adalah tahap ketika perawat mengaplikasikan

asuhan keperawatan ke dalam bentuk intervensi keperawatan guna

membantu klien mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

Kemampuan yang harus dimiliki perawat pada tahap implementasi

adalah kemampuan komunikasi yang efektif, kemampuan untuk

menciptakan hubungan saling percaya dan saling bantu,

kemampuan melakukan teknik psikomotor, kemampuan melakukan

observasi sistematis, kemampuan memberikan pendidikan


18

kesehatan, kemampuan advokasi, dan kemampuan evaluasi

(Asmadi, 2008).
2.1.5 Evaluasi.
Evaluasi adalah suatu proses yang terencana dan sitematis

dalam mengumpulkan, mengorganisasi, menganalis, dan

membandingkan status kesehatan klien dengan kriteria hasil yang

diinginkan, serta menilai derajat pencapaian hasil klien (Janet W.

Kenney, 2009).
2.2. Tinjauan Umum Tentang Bronkopneumonia
2.2.1 Pengertian.
Bronchopneumonia adalah suatu peradangan paru yang biasanya

menyerang di bronkeoli terminal. Bronkeoli terminal tersumbat oleh

eksudat mokopurulen yang membentuk bercak-bercak konsolidasi di

lobuli yang berdekatan. Penyakit ini sering bersifat sekunder,

menyertai infeksi saluran pernafasan atas, demam infeksi yang spesifik

dan penyakit yang melemahkan daya tahan tubuh. Kesimpulannya

bronchopneumonia adalah jenis infeksi paru yang disebabkan oleh

agen infeksius dan terdapat didaerah bronkus dan sekitar alveoli

(NANDA,2016).
2.2.2 Etiologi.
Secara umum bronchopneumonia diakibatkan penurunan

mekanisme pertahanan tubuh terhadap virulensi organisme

pathogen. Orang normal dan sehat mempunyai mekanisme

pertahanan tubuh terhadap organ pernafasan yang terdiri atas :

reflek glottis dan batuk, adanya lapisan mucus, gerakan silia yang

menggerakkan kuman keluar dari organ, dan sekresi humoral

setempat (Sibuea dkk,2009).


19

Timbulnya bronchopneumonia disebabkan oleh virus, bakteri,

jamur, protozoa, mikobakteri, mikoplasma, dan riketsia. (Sandra M.

Nettiria) antara lain :


1. Bakteri : Streptococcus, Staphylococcus, H.

Influenzae,
Klebsiella.
2. Virus : Legionella Pneumoniae.
3. Jamur : Aspergillus Spesies, Candida Albicans.
4. Aspirasi Makanan, sekresi orofaringeal atau isi lambung ke

dalam paru-paru.
5. Terjadi karena kongesti paru yang lama.
2.2.3 Manifestasi Klinis
Bronchopneumonia biasanya didahului oleh suatu infeksi

disaluran pernafasan bagian atas selama beberapa hari. Pada tahap

awal, penderitan bronchopneumonia mengalami tanda dan gejala

yang khas seperti menggigil, demam, nyeri dada pleuritis, batuk

produktif, hidung kemerahan, saat bernafas menggunakan otot

aksesorius dan bisa timbul sianosis. Terdengar adanya krekels di

atas paru yang sakit dan terdengar ketika terjadi konsolidasi

(pengisian rongga udara oleh eksudat). (NANDA 2016).


2.2.4 Pemeriksaan penunjang (Wim de Jong, 2009).
Untuk dapat menegakkan diagnosa keperawatan dapat digunakan

cara :
1. Pemeriksaan Laboratorium
a. Pemeriksaan darah
b. Pemeriksaan sputum
c. Analisa gas darah
d. Kultur darah
e. Sampel darah, sputum, dan urin
2. Pemeriksaan Radiologi
a. Rontgenogram Thoraks
b. Laringoskopi/ bronkoskopi
2.2.5 Penatalaksanaan (Sudaru, 2009)
Penatalaksanaan yang dapat diberikan antara lain :
20

1. Menjaga kelancaran pernafasan


2. Kebutuhan istirahat
Pasien ini sering hiperpireksia maka pasien perlu cukup

istirahat, semua kebutuhan pasien harus ditolong ditempat tidur.


3. Kebutuhan Nutrisi dan Cairan
Pasien bronkopneumonia hampir selalu mengalami masukan

makanan yang kurang. Suhu tubuh yang tinggi selama beberapa

hari dan masukan cairan yang kurang dapat menyebabkan

dehidrasi. Untuk mencegah dehidrasi dan kekurangan kalori

dipasang infus dengan cairan glukosa 5% dan NaCl 0,9%.


4. Mengontrol suhu tubuh
5. Pengobatan
Pengobatan diberikan berdasarkan etiologi dan uji resistensi.

Akan tetapi, karena hal itu perlu waktu dan pasien perlu terapi

secepatnya maka biasanya diberikan penisilin ditambah dengan

Cloramfenikol atau diberikan antibiotik yang mempunyai

spectrum luas seperti Ampisilin. Pengobatan ini diteruskan

sampai bebas demam 4-5 hari. Karena sebagian besar pasien

jatuh ke dalam asidosis metabolik akibat kurang makan dan

hipoksia, maka dapat diberikan koreksi sesuai dengan hasil

analisis gas darah arteri.


2.2.6 Masalah yang lazim muncul (Nanda,2015)
1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas b.d inflamasi
trakeobronkial, pembentukan edema, peningkatan produksi

sputum.
2. Gangguan pertukaran gas b.d perubahan membrane alveolus

kapiler, gangguan kapasitas pembawa oksigen darah, gangguan

pengiriman oksigen.
21

3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d

kebutuhan metabolic sekunder terhadap demam dan proses

infeksi, anoreksia yang berhubungan dengan toksin bakteri bau

dan rasa sputum, distensi abdomen atau gas.


4. Intoleransi aktivitas b.d insufiensi O2 untuk aktivitas sehari-

hari.
5. Resiko ketidakseimbangan elektrolit.
2.2.7 Discharge Planning
1. Beri instruksi pemulangan kepada orang tua seperti berikut :
a. Penjelasan tentang penyakit anak
b. Bagaimana memantau tanda-tanda distress

pernafasan dan masalah medis lainnya


c. Kebutuhan anak sehat
d. Kapan harus memanggil dokter
e. Penggunaan peralatan dirumah dan pemantauan
f. Bagaimana member dan memantau efek pengobatan
g. Pencegahan infeksi
h. Pentingnya daerah bebas asap rokok
i. Penggenalan isyarat stress dan interaksi pada anak
2. Lakukan program tindak lanjut untuk memantau kebutuhan

pernafasan, nutrisi, perkembangan, dan kebutuhan khusus

lainnya yang sifatnya terus menerus.


a. Bantu orang tua membuat janji kunjungan

pemeriksaan tindak lanjut yang pertama, beri catatan tertulis

tentang kapan janji itu harus dilaksanakan


b. Buat rujukan untuk kunjungan keperawatan dirumah

sesuai yang dibutuhkan anak dan keluarga


22

2.2.8 Patofisiologi (Nanda,2016)

- Penderita yang dirawat di Jamur, virus, bakteri, protozoa


RS
- Penderita yang mengalami
supresi system Infeksi
pertahanan tubuh
saluran Saluran pernapasan atas
- Kontaminasi peralatan RS
pernapasan bawah
Proses peradangan Kuman berlebihan Kuman terbawa disaluran
Ketidakefektifan
dibronkus cerna
Infeksi saluran
Akumulasi secret
bersihan jalan nafas pencernaan
Mucus bronkus
dibronkus
Peningkatan peristaltic Peningkatan flora normal
meningkat
Bau mulut tidak sedap
usus Diare
Malabsorbsi Resiko ketidakseimbangan
dalam usus
Anoreksia elektrolit
Ketidakefektifan
Intake kurang nutrisi kurang dari Eksplorasi meningkat
Peningkatan metabolisme
kebutuhan tubuh
Dilatasi pembuluh septikimia
Peningkatan suhu
darah
Eksudat plasma Gangguan difusi dalam Ketidakefektifan
masuk alveoli plasma
Iritan PMN eritrosit bersihan jalan nafas
Edema antara Edema paru
pecah
kapiler dari alveoli
Suplai O2 menurun Penurunan capliance Pergeseran dinding paru
paru
Hipoksia Hiperventilasi Dispneu
Akumulasi asam Retraksi dada/nafas
Metabolic anaerob
laktat cuping hidung
meningkat
Intoleransi fatique
Gangguan pertukaran
aktivitas
gas
23

2.3 Tinjauan Umum Tentang Standar Operasional Prosedur

Nebulizer (Depkes RI,2011)


2.4.1 Pengertian
Pemberian inhalasi uap dengan obat/tanpa obat menggunakan

nebulator.
2.4.2 Tujuan
1. Mengencerkan secret agar mudah dikeluarkan
2. Melonggarkan jalan nafas
2.4.3 Indikasi
1. Pasien yang mengalami kesulitan mengeluarkan

secret
2. Pasien yang mengalami penyempitan jalan nafas
2.4.4 Kontraindikasi
1. Pada penderita trakeostomi atau pada faktur didaerah

hidung
2.4.5 Tahap Persiapan
1. Persiapan Pasien
a.Memberi salam dan memperkenalkan diri kepada

pasien/keluarga.
b. Menjelaskan tujuan atas tindakan
c.Mengatur posisi yang aman dan nyaman bagi pasien
2. Persiapan lingkungan
a.Menutup pintu
b. Memasang sampiran
3. Persiapan Alat
a.Set nebulizer
b. Obat bronkodilator
c.Bengkok 1 buah
d. Tissue
e.Spuit 5 cc
f. Aquades
g. Tissue
2.4.6 Prosedur pelaksanaan
1. Tahap pra interkasi
a.Mengecek program terapi
b. Mencuci tangan
c.Menyiapkan alat
2. Tahap orientasi
a.Memberikan salam dan sapa nama pasien
24

b. Menjelaskan tujuan dan prosedur

pelaksanaan pada keluarga pasien


c.Menanyakan persetujuan/kesiapan pasien pada

keluarga pasien
3. Tahap kerja
a.Menjaga privacy pasien
b. Mengatur pasien dalam posisi duduk
c.Menempatkan meja/troly di depan pasien yang berisi

set nebulizer
d. Mengisi nebulizer dengan aquades sesuai

takaran
e.Memastikan alat dapat berfungsi dengan baik
f. Memasukkan obat sesuai dosis
g. Menghidupkan nebulizer
h. Bersihkan mulut dan hidung dengan tissue
4. Tahap terminasi
1. Melakukan evaluasi tindakan
2. Berpamitan dengan pasien/keluarga
3. Membereskan alat
4. Mencuci tangan
5. Mencatat kegiatan dalam lembar catatan

keperawatan

BAB III
METODOLOGI PENULISAN
3.1 Rancangan Studi Kasus.
25

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif, yaitu suatu penelitian

yang dilakukan untuk mendeskripsikan atau menggambarkan suatu

fenomena (Notoatmojo, 2010). Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui

Asuhan Keperawatan Pada Pasien Anak Bronkopneumonia Dalam

Pelaksanaan Tindakan Nebulizer di Ruang Anak RSUD Karel Sadsuitubun

Langgur.
3.2 Subjek studi kasus
Subyek studi kasus adalah subyek yang ditujukan untuk diteliti oleh

peneliti atau subjek yang menjadi pusat perhatian atau sasaran peneliti

(Arikunto, 2009).
Subjek dalam penelitian ini sebanyak 2 orang pasien anak yang

menderita bronkopneumonia dalam pelaksanaan tindakan nebulizer di

ruang anak RSUD KS Langgur. Ada 2 kriteria pada subjek studi kasus

dalam penelitian ini, yaitu :


3.4.5 Kriteria inklusi
Kriteria inklusi adalah kriteria atau ciri-ciri yang perlu dipenuhi

oleh setiap anggota populasi yang dapat diambil sebagai sampel

(Notoatmojo,2010). Kriteria inklusi dalam penelitian ini yaitu :


3.2.1.1 Pasien bronkopneumonia yang berada

diruang anak.
3.2.1.2 Pasien anak dengan kisaran usia antara 0-5

tahun.
3.2.1.3 Orang tua pasien yang bersedia menjadi

responden penelitian.
3.2.2 Kriteria Eksklusi
Kriteria eksklusi adalah ciri-ciri anggota populasi yang tidak

dapat diambil sebagai sampel (Notoatmojo, 2010). Kriteria

eksklusi dalam penelitian ini yaitu.


26

3.2.2.1 Pasien anak yang tidak mengalami

bronkopnumonia
3.2.2.2 Pasien anak yang tidak masuk dalam kisaran

antara usia 0-5 tahun.


3.2.2.3 Orang tua pasien yang tidak bersedia untuk

menjadi responden penelitian.


3.3 Fokus Studi Kasus
Fokus studi dalam studi kasus ini adalah asuhan keperawatan pada pasien

anak bronkopneumonia dalam pelaksanaan tindakan nebulizer.


3.4 Defenisi Operasional
3.4.1 Asuhan keperawatan adalah asuhan yang diberikan bagi

pasien dengan focus pada masalah pada pasien anak dengan

bronkopneumonia.
3.4.2 Anak adalah seseorang lelaki atau perempuan yang berusia

antara 0-5 tahun.


3.4.3 Bronkopneumonia adalah suatu peradangan paru yang

disebabkan oleh bermacam-macam penyebab.


3.4.4 Nebulizer adalah terapi yang dilakukan untuk mengencerkan

secret agar mudah dikeluarkan


3.5 Tempat dan Waktu.
3.5.1 Tempat : Studi kasus dilakukan di Ruang Anak RSUD Karel

Sadsuitubun Langgur.
3.5.2 Waktu : Studi kasus akan dilakukan pada bulan Maret

2019
3.6 Pengumpulan Data.
Pengumpulan data dalam studi kasus ini adalah sebagai berikut dengan

menggunakan metode proses asuhan keperawatan.


3.6.1 Jenis data.
3.6.1.1 Data primer adalah data yang pertama kali

dicatat dan dikumpulkan oleh peneliti dengan


27

menggunakan teknik wawancara, observasi dan

pemeriksaan fisik.
a. Wawancara yaitu proses Tanya jawab antara peneliti

dengan pasien atau keluarga.


b. Observasi, proses pengamatan langsung peneliti

terhadap kondisi pasien


c. Pemeriksaan fisik, proses langsung peneliti

memeriksa tubuh pasien.


3.6.1.2 Data sekunder adalah data yang diperoleh peneliti

secara tidak langsung melalui media perantara berupa bukti,

catatan atau laporan dalam sebuah arsip.

3.7 Penyajian data.


Dalam penelitian ini, data disajikan dalam bentuk laporan asuhan

keperawatan secara sistematis dari pengkajian, diagnosa, intervensi,

implementasi dan evaluasi.


3.8 Etika Studi Kasus.
Menurut Notoatmojo (2010), masalah etika penelitian keperawatan sangat

penting karena penelitian ini berhubungan langsung dengan manusia,

sehingga perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut :


3.8.1 Informed concent (Lembar persetujuan).
Informed merupakan lembar persetujuan yang akan diteliti agar

subjek mengerti maksud dan tujuan penelitian. Bila responden tidak

bersedia maka peneliti harus menghormati hak-hak responden.


3.8.2 Anonimity (Tanpa nama).
Untuk menjaga kerahasiaan responden penelitian ini mencantumkan

nama responden dan hanya menuliskan kode pada lembar

pengumpulan data.
3.8.3 Confedentiality (Kerahasiaan).
28

Semua informasi yang telah dikumpulkan dijamin kerahasianya

oleh peneliti, hanya kelompok data tertentu yang akan dilaporkan

kepada pihak yang terkait dengan peneliti.

Anda mungkin juga menyukai