Anda di halaman 1dari 20

KATA PENGANTAR

1
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Pembangunan bidang kesehatan pada dasarnya ditujukan untuk
meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap
orang untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal sebagai salah
satuunsur kesejahteraan sebagaimana diamanatkan oleh Pembukaan Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Tenaga Kefarmasian sebagai salah satu tenaga kesehatan
pemberi pelayanan kesehatan kepada masyarakat mempunyai peranan penting
karenaterkait langsung dengan pemberian pelayanan, khususnya Pelayanan
kefarmasian.
Dalam menjalankan tugasnya, seorang farmasis atau apoteker
melakukan kerja sama dengan banyak instansi terkait dengan tujuan yang sama
sejak awal yaitu mewujudkan derajat kesehatan yang optimal

2
1.2 Rumusan masalah
1.2.1 Bagaimana peran farmasi dalam bekerja sama dengan instansi terkait?
1.2.2 Bagaimana farmasi dalam melakukan kerja sama dengan instansi terkait?
1.2.3 Bagaimana

1.3 Tujuan penulisan

1.4 Manfaat penulisan

3
BAB II
PEMBAHASAN

Farmasi memiliki keterkaitan dalam hubungan kerja sama dengan beberapa


instansi diantaranya :

1. Apotik
Apotik sebagai salah satu sarana pelayanan kesehatan perlu
mengutamakan kepentingan masyarakat dan berkewajiban menyediakan,
menyimpan dan menyerahkan perbekalan farmasi yang bermutu baik dan
keabsahannya terjamin. Apotik dapat diusahakan oleh lembaga atau
instansi pemerintah dengan tugas pelayanan kesehatan di pusat dan daerah,
perusahaan milik negara yang ditunjuk oleh pemerintah dan apoteker yang
telah mengucapkan sumpah serta memperoleh izin dari Kepala Dinas
Kesehatan setempat.
Semua penyelenggaraan sarana kesehatan, termasuk apotek harus
memiliki izin. UU No.23, tahun 1992, pasal 59, point (3) menyatakan
”Ketentuan mengenai syarat dan tata cara memperoleh izin
penyelenggaraan sarana kesehatan ditetapkan dengan Peraturan
Pemerintah”.
Peraturan Pemerintah yang mengatur tentang perapotekan (PP No.25,
tahun 1980 ) pada Pasal 6, menyatakan ”Pelaksanaan Peraturan Pemerintah
ini dan hal-hal teknis lainnya yang belum diatur dalam Peraturan
Pemerintah ini diatur lebih lanjut oleh Menteri Kesehatan”.
Menteri Kesehatan Republik Indonesia dalam hal ini menerbitkan
Keputusan Menteri Kesehatan RI No.1332/MENKES/SK/X/2002, tentang
perubahan atas Peraturan Menteri Kesehatan RI
No.922/MENKES/PER/X/1993, tentang Ketentuan dan Tata Cara
Pemberian Izin Apotek. Berarti bahwa KepMenKes No. 1332, tahun 2002,
merupakan amanat dan atau merupakan bagian yang tidak bisa dipisahkan
dari UU No.23 tahun 1992.
Sesuai dengan perundangan yang berlaku apotek harus dikelola oleh
seorang apoteker yang profesional. Dalam pengelolaan apotek, apoteker

4
harus mampu memerankan ”Seven Star Pharmacist”sesuai dengan peran
farmasis yang digariskan oleh WHO.
KepMenKes No.1332 tahun 2002, Pasal19 :
1. Point (1) Apabila Apoteker Pengelola Apotek berhalangan melakukan
tugas nya pada jam buka apotek, Apoteker Pengelola Apotek harus
menunjuk Apoteker Pendamping.
2. Point (2) Apabila Apoteker Pengelola Apotek dan Apoteker
Pendamping karena hal-hal tertentu berhalangan melakukan tugasnya,
Apoteker Pengelola Apotek menunjuk Apoteker Pengganti.
3. Point (5) Apabila Apoteker Pengelola Apotek berhalangan melakukan
tugasnya lebih dari 2 (dua) tahun secara terus menerus, Surat Izin
Apotek atas nama Apoteker bersangkutan dicabut.

2. Rumah sakit
Menurut WHO, rumah sakit adalah suatu organisasi sosial dan medis
terpadu yang berfungsi menyediakan pelayanan kesehatan baik
penyembuhan maupun pencegahan kepada masyarakat serta merupakan
pusat pendidikan bagi petugas-petugas dibidang kesehatan dan penelitian
dibidang medis.
Menurut Peraturan Menkes Nomor 983 / Menkes / PER / IX / 1992,
rumah sakit adalah sarana upaya kesehatan yang menyelenggarakan
kegiatan pelayanan kesehatan serta dapat berfungsi sebagai tempat
pendidikan dan penelitian. Rumah sakit adalah fasilitas atau sarana
kesehatan bagi salah satu sumber daya kesehatan yang mempunyai tugas
untuk memelihara dan memulihkan kesehatan. Rumah sakit dapat juga
berfungsi sebagai tempat ideal untuk mengembangkan ilmu medis dan
penyakit serta mengembangkan pelayanan obat bagi pasien.
Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari sistem pelayanan kesehatan Rumah Sakit yang
berorientasi kepada pelayanan pasien, penyediaan Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang bermutu dan terjangkau
bagi semua lapisan masyarakat termasuk pelayanan farmasi klinik.
Pelayanan Kefarmasian merupakan kegiatan yang bertujuan untuk

5
mengidentifikasi, mencegah,dan menyelesaikan masalah terkait Obat.
Tuntutan pasien dan masyarakat akan peningkatan mutu.
Pelayanan Kefarmasian, mengharuskan adanya perluasan dari
paradigma lama yang berorientasi kepada produk (drug oriented) menjadi
paradigma baru yang berorientasi pada pasien (patient oriented) dengan
filosofi Pelayanan Kefarmasian (pharmaceutical care). Apoteker
khususnya yang bekerja di Rumah Sakit dituntut untuk merealisasikan
perluasan paradigma Pelayanan Kefarmasian dari orientasi produk
menjadi orientasi pasien. Untuk itu kompetensi Apoteker perlu
ditingkatkan secara terus menerus agar perubahan paradigma tersebut
dapat diimplementasikan. Apoteker harus dapat memenuhi hak pasien agar
terhindar dari hal-hal yang tidak diinginkan termasuk tuntutan hukum.
Dengan demikian, para Apoteker Indonesia dapat berkompetisi dan
menjadi tuan rumah di negara sendiri.
Perkembangan di atas dapat menjadi peluang sekaligus merupakan
tantangan bagi Apoteker untuk maju meningkatkan kompetensinya
sehingga dapat memberikan Pelayanan Kefarmasian secara komprehensif
dan simultan baik yang bersifat manajerial maupun farmasi klinik. Strategi
optimalisasi harus ditegakkan dengan cara memanfaatkan Sistem
Informasi Rumah Sakit secara maksimal pada fungsi manajemen
kefarmasian, sehingga diharapkan dengan model ini akan terjadi efisiensi
tenaga dan waktu. Efisiensi yang diperoleh kemudian dimanfaatkan untuk
melaksanakan fungsi pelayanan farmasi klinik secara intensif.
Peraturan perundang-undangan tersebut dan perkembangan konsep
Pelayanan Kefarmasian, perlu ditetapkan suatu Standar Pelayanan
Kefarmasian dengan Peraturan Menteri Kesehatan, sekaligus meninjau
kembali Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1197/Menkes/SK/X/2004
tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit.
Tujuan pelayanan farmasi :
1. Melangsungkan pelayanan farmasi yang optimal baik dalam keadaan
biasa maupun dalam keadaan gawat darurat, sesuai dengan keadaan
pasien maupun fasilitas yang tersedia.
2. Menyelenggarakan kegiatan pelayanan profesional berdasarkan

6
prosedur kefarmasian dan etik profesi.
3. Melaksanakan KIE (Komunikasi Informasi dan Edukasi) mengenai
obat.
4. Menjalankan pengawasan obat berdasarkan aturan-aturan yang
berlaku.
5. Melakukan dan memberi pelayanan bermutu melalui analisa, telaah
dan evaluasi pelayanan.
6. Mengawasi dan memberi pelayanan bermutu melalui analisa, telaah
dan evaluasi pelayanan.
7. Mengadakan penelitian di bidang farmasi dan peningkatan metoda.
Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit meliputi 2 (dua) kegiatan,
yaitu kegiatan yang bersifat manajerial berupa pengelolaan Sediaan
Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai dan kegiatan
pelayanan farmasi klinik.
1. Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Pakai
Apoteker bertanggung jawab terhadap pengelolaan sediaan
Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai di Rumah
Sakit yang menjamin seluruh rangkaian kegiatan perbekalan Sediaan
Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakaisesuai dengan
ketentuan yang berlaku serta memastikan kualitas, manfaat, dan
keamanannya. Kegiatan pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan,
dan bahan medis habis pakai meliputi pemilihan, perencanaan
kebutuhan, pengadaan, penyimpanan, pendistribusian, pemusnahan
dan penarikan sediaan farmasi alkes dan bahan medis habis pakai,
pengendalian administrasi.

2. Pelayanan Farmasi Klinik


Farmasi Klinik Pelayanan farmasi klinik merupakan pelayanan
langsung yang diberikan Apoteker kepada pasien dalam rangka
meningkatkan outcome terapi dan meminimalkan risiko terjadinya efek
samping karena Obat, untuk tujuan keselamatan pasien (patient safety)
sehingga kualitas hidup pasien (quality of life) terjamin.

7
Pelayanan farmasi klinik yang dilakukan meliputi :
a. Pengkaijian dan pelayanan resep
Pelayanan Resep dimulai dari penerimaan, pemeriksaan ketersediaan,
pengkajian Resep, penyiapan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan
Bahan Medis Habis Pakai termasuk peracikan Obat, pemeriksaan,
penyerahan disertai pemberian informasi. Pada setiap tahap alur
pelayanan Resep dilakukan upaya pencegahan terjadinya kesalahan
pemberian Obat (medication error).
b. Penelusuran riwayat penggunaan obat
Penelusuran riwayat penggunaan obat merupakan proses untuk
mendapatkan informasi mengenai seluruh obat/sediaan farmasi lain yang
pernah dan sedang digunakan. Riwayat pengobatan dapat diperoleh dari
wawancara atau data rekam medik/ pencatatn penggunaan obat pasien.
c. Pelayanan Informasi Obat (PIO), merupakan kegiatan pemberian dan
penyediaan informasi, rekomendasi obat yang independet, akurat tidak
bias, terkini dan komprehensif yang dilakukan oleh apoteker kepada
dokter, apoteker, perawat, profesi kesehatan lainnya, serta pasien dan
pihak lain di luar rumah sakit.
d. Konseling
Konseling obat adalah suatu aktivitas pemberian nasehat atau saran
terkait terapi obat dari apoteker (konselor) kepada pasien dan/ atau
keluarganya. Konseling untuk pasien rawat jalan maupun rawat inap
disemua fasilitas kesehatan dapat dilakukan atas inisiatif apoteker,
rujukan dokter, keinginan pasien atau keluarganya pemberian konseling
yang efektif dan garis miring atau keluarga terhadap apoteker.
e. Pemantauan terapi obat (PTO)
Pemantauan terapi obat (PTO merupakan suatu proses yang mencakup
kegiatan untuk memastikan terapi yang aman, efektif dan rasional bagi
pasien.
f. Monitoring Efek Samping Obat (MESO) merupakan kegiatan pemantaun
setiap respon terhadap obat yang tidak dikehendaki yang terjadi pada
dosis lazim yang digunkan pada manusia untuk tujuan profilaksis,
diagnosa, dan terapi.

8
Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit meliputi 2 (dua) kegiatan, yaitu
kegiatan yang bersifat manajerial berupa pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai dan kegiatan pelayanan farmasi
klinik.
3. Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Pakai
Apoteker bertanggung jawab terhadap pengelolaan sediaan Farmasi,
Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai di Rumah Sakit yang
menjamin seluruh rangkaian kegiatan perbekalan Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakaisesuai dengan ketentuan yang
berlaku serta memastikan kualitas, manfaat, dan keamanannya. Kegiatan
pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai
meliputi pemilihan, perencanaan kebutuhan, pengadaan, penyimpanan,
pendistribusian, pemusnahan dan penarikan sediaan farmasi alkes dan bahan
medis habis pakai, pengendalian administrasi.

4. Pelayanan Farmasi Klinik


Farmasi Klinik Pelayanan farmasi klinik merupakan pelayanan
langsung yang diberikan Apoteker kepada pasien dalam rangka
meningkatkan outcome terapi dan meminimalkan risiko terjadinya efek
samping karena Obat, untuk tujuan keselamatan pasien (patient safety)
sehingga kualitas hidup pasien (quality of life) terjamin.
Pelayanan farmasi klinik yang dilakukan meliputi :
g. Pengkaijian dan pelayanan resep
Pelayanan Resep dimulai dari penerimaan, pemeriksaan ketersediaan,
pengkajian Resep, penyiapan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan
Bahan Medis Habis Pakai termasuk peracikan Obat, pemeriksaan,
penyerahan disertai pemberian informasi. Pada setiap tahap alur
pelayanan Resep dilakukan upaya pencegahan terjadinya kesalahan
pemberian Obat (medication error).
h. Penelusuran riwayat penggunaan obat
Penelusuran riwayat penggunaan obat merupakan proses untuk
mendapatkan informasi mengenai seluruh obat/sediaan farmasi lain yang

9
pernah dan sedang digunakan. Riwayat pengobatan dapat diperoleh dari
wawancara atau data rekam medik/ pencatatn penggunaan obat pasien.
i. Pelayanan Informasi Obat (PIO), merupakan kegiatan pemberian dan
penyediaan informasi, rekomendasi obat yang independet, akurat tidak
bias, terkini dan komprehensif yang dilakukan oleh apoteker kepada
dokter, apoteker, perawat, profesi kesehatan lainnya, serta pasien dan
pihak lain di luar rumah sakit.
j. Konseling
Konseling obat adalah suatu aktivitas pemberian nasehat atau saran
terkait terapi obat dari apoteker (konselor) kepada pasien dan/ atau
keluarganya. Konseling untuk pasien rawat jalan maupun rawat inap
disemua fasilitas kesehatan dapat dilakukan atas inisiatif apoteker,
rujukan dokter, keinginan pasien atau keluarganya pemberian konseling
yang efektif dan garis miring atau keluarga terhadap apoteker.
k. Pemantauan terapi obat (PTO)
Pemantauan terapi obat (PTO merupakan suatu proses yang mencakup
kegiatan untuk memastikan terapi yang aman, efektif dan rasional bagi
pasien.
l. Monitoring Efek Samping Obat (MESO) merupakan kegiatan pemantaun
setiap respon terhadap obat yang tidak dikehendaki yang terjadi pada
dosis lazim yang digunkan pada manusia untuk tujuan profilaksis,
diagnosa, dan terapi.
Tujuan :
1) Meningkatkan mutu dan memperluas cakupan pelayanan farmasi di
rumah sakit.
2) Memberikan pelayanan farmasi yang dapat menjamin kemanjuran,
keamanan dan efisiensi penggunaan obat.
3) Meningkatkan kerjasama dengan dokter, perawat dan tenaga
kesehatan lainnya yang terkait dalam pelayanan farmasi.
4) Membantu penyelenggaraan kebijaksanaan obat di rumah sakit dalam
rangka meningkatkan penggunaan obat yang rasional.
Tujuan :

10
5) Meningkatkan mutu dan memperluas cakupan pelayanan farmasi di
rumah sakit.
6) Memberikan pelayanan farmasi yang dapat menjamin kemanjuran,
keamanan dan efisiensi penggunaan obat.
7) Meningkatkan kerjasama dengan dokter, perawat dan tenaga
kesehatan lainnya yang terkait dalam pelayanan farmasi.
8) Membantu penyelenggaraan kebijaksanaan obat di rumah sakit dalam
rangka meningkatkan penggunaan obat yang rasional.

3. Puskesmas
Puskesmas merupakan fasilitas pelayanan kesehatan dasar yang melenggarakan
upaya kesehatan pemeliharaan, peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan
penyakit (preventif), penyembuhan penyakit (kuratif) dan pemulihan kesehatan
(rehabilitatif), yang dilaksanakan secara menyeluruh, terpadu, dan
berkesinambungan. Konsep kesatuan upaya kesehatan ini menjadi pedoman dan
paegangan bagi semua fasilitas pelayanan kesehatan di Indonesia termasuk
puskesmas. Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas merupakan satu kesatuan
yang tidak terpisahkan dadi pelaksanaan upaya kesehatan, yang berperan
penting dalam meningkatkan mutu pelayanan kesehatan bagi masyarakat.

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 74


TAHUN 2016 TENTANG STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI PUSKESMAS
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK
INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 30 Tahun
2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas, sebagaimana telah
diubah dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 36 Tahun 2016 tentang
Perubahan atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 30 Tahun 2014 tentang
Standar Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas masih belum memenuhi kebutuhan
hukum di masyarakat sehingga perlu dilakukan perubahan; b. bahwa berdasarkan
pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu menetapkan Peraturan
Menteri Kesehatan tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas.
PERATURAN MENTERI KESEHATAN TENTANG STANDAR PELAYANAN
KEFARMASIAN DI PUSKESMAS. Pasal 6 (1) Penyelenggaraan Pelayanan Kefarmasian
di Puskesmas dilaksanakan pada unit pelayanan berupa ruang farmasi. (2) Ruang
farmasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipimpin oleh seorang Apoteker

11
sebagai penanggung jawab. Pasal 7 Setiap Apoteker dan/atau Tenaga Teknis
Kefarmasian yang menyelenggarakan Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas wajib
mengikuti Standar Pelayanan Kefarmasian sebagaimana diatur dalam Peraturan
Menteri ini.
4. Departemen Kesehatan
5. Dinas kesehatan
Tugas Pokok dan Fungsi Apoteker di Suku Dnias Kesehatan

a. Tugas Pokok dan Fungsi Apoteker Sesuai Jabatan

Fungsional di Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota

Jabatan fungsional adalah kedudukan yang

menunjukan tugas, tanggung jawab, wewenang dan hak

seorang Pegawai Negeri Sipil dalam rangka menjalankan

tugas pokok dan fungsi keahlian dan atau ketrampilan untuk

mencapai tujuna organisasi.

Adapun tugas pokok dan fungsi apoteker sesuai

dengan jabatan fungsional di Dinas Kesehatan

Kabupaten/Kota antara lain:

1. Apoteker Pertama

a. Membuat kerangka acuan dalam rangka penyiapan

rencana kegiatan kefarmasian.

b. Mengklasifikasi perbekalan farmasi dalam rangka

pemilihan perbekalan farmasi

c. Inventarisasi pemasok perbekalan farmasi dalam

rangka pemilihan perbekalan farmasi.

d. Mengolah data dalam rangka perencanaan perbekalan

farmasi

12
e. Menyusun perbekalan farmasi dalam rangka

penyimpanan perbekalan farmasi

f. Merekapitulasi daftar usulan perbekalan farmasi dalam

rangka penghapusan perbekalan farmasi

g. Meracik obat resep individu dalam rangka Dispensing.

h. Pelayanan informasi obat

i. Konseling obat (Departemen Kesehata Republik

Indonesia. 2009. Peraturan Menteri Kesehatan

Republik Indonesia No. 377/Menkes/Per/V/2009

tentang Petunjuk Teknis Jabatan Fungsional Apoteker

dan Angka Kreditnya)

2. Apoteker Muda

a. Menelaah atau mengkaji data-data dalam rangka

pentiapan rencana kegiatan kefarmasian.

b. Membuat rencana kerja dalam rangka penyiapan

rencana kegiatan kefarmasian.

c. Menentukan jenis perbekalan farmasi dalam rangka

pemilihan perbekalan farmasi.

d. Menilai mutu dalam rangka pemilihan pemasok

perbekalan farmasi.

e. Menyusun rencana kebutuhan dalam rangka

perencanaan, perbekalan farmasi.

f. Membuat surat pesanan dalam rangka pembelian

perbekalan farmasi.

13
g. Mengembalikan perbekalan farmasi yang tidak sesuai

dengan persyaratan dalam rangka pengadaan

perbekalan farmasi melalui jalur pembelian.

h. Mengajukan usulan obat program dalam rangka

pengadaan perbekalan farmasi melalui jalur non

pembelian.

i. Mengembalikan perbekalan farmasi yang tidak sesuai

dengan persyaratan dalam rangka pengadaan

perbekalan farmasi melalui jalur non pembelian.

j. Memeriksa perbekalan farmasi dalam rangka

penyimpan perbekalan farmasi.

k. Mengelompokkan perbekalan farmasi dalam rangka

penyimpanan perbekalan farmasi.

l. Mengkaji permintaan perbekalan farmasi dalam rangka

pebdistribusian perbekalan farmasi.

m. Membuat jadwal penghapusan dalam rangka

penghapusan perbekalan farmasi.

n. Penyusunan laporan kegiatan pengelolaan perbekalan

farmasi.

o. Memeriksa obat dalam rangka dosis unit.

p. Pelayanan informasi obat.

q. Konseling obat.

3. Apoteker Madya

a. Menyajikan rencana kegiatan dalam rangka penyiapan

rencana kegiatan kefarmasian.

14
b. Menyajikan rancangan dalam rangka perencanaan

perbekalan farmasi

c. Menganalisis usulan pembelian dalam rangka

pengadaan perbekalan farmasi melalui jalur oembelian.

d. Menilai barang droping dalam rangka pengadaan

perbekalan farmasi melalui jalur non pembelian.

e. Memeriksa catatan atau bukti perbekalan farmasi

dalam rangka penyimpanan perbekalan farmasi.

f. Menganalisis daftar usulan perbekalan dalam rangka

pengadaan penghapusan perbekalan farmasi.

g. Evaluasi kegiatan pengelolaan perbekalan farmasi.

h. Memeriksa perbekalan farmasi dalam rangka

Dispensingresep individu.

i. Menyerahkan perbekalan farmasi dalam rangka

Dispensingresep individu.

j. Pelayanan informasi obat.

k. Konseling obat.

4. Apoteker Madya

a. Mengawasi proses pemusnahan dalam rangka

penghapusan perbekalan farmasi.

b. Pelayanan informasi obat

c. Konseling obat. (Departemen Kesehata Republik

Indonesia. 2009. Peraturan Menteri Kesehatan

Republik Indonesia No. 377/Menkes/Per/V/2009

15
tentang Petunjuk Teknis Jabatan Fungsional Apoteker

dan Angka Kreditnya)

b. Tugas Pokok dan Fungsi Apoteker Dalam Jabatan

Struktural di Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota

Jabatan structural adalah suatu kedudukan yang

menunjukkan tugas, tanggung jawab, wewenang dan hak

seorang oegawai dalam rangka memimpin suatu satuan

organisasi.

Pengangkatan pegawai kedalam suatu jabatan

structural kesehatan dilakukan setelah memenuhi persyaratan

kualifikasi serta standar kompetensi jabatan yang akan

dipangkunya melalui proses rekruitmen dan seleksi sesuai

peraturan perundang-undangan.

Standar kompetensi jabatan sebagaimana dimaksud

meliputi kompetensi dasar, kompetensi bidang dan

kompetensi khusus.

Adapun fungsi dan tugas Apoteker dalam jabatan struktural

antara lain:

1. Perumusan kebijakan teknis bidang kesehatan.

2. Penyelenggaraan sebagian urusan pemerintahan dan

pelayanan umum di bidang kesehatan.

3. Pembinaan dan pelaksanaan tugas dibidang kesehatan.

4. Pelaksanaan urusan kesekretariatan.

16
5. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh walikota

sesuai dengan tugas, pokok dan fungsi. (Pemerintah

Republik Indonesia. 2007. Peraturan Pemerintah Nomor

41 tahun 2007 tentang organisasi perangkat daerah)

6. Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM)


Kepala Badan POM, Penny K. Lukito didampingi Deputi II Bid.
Pengawasan OT, Kosmetik dan Prod. Komplemen, Ondri Dwi Sampurno
memastikan proses produksi dan distribusi obat berjalan baik sesuai
dengan standar yang berlaku, melalui kunjungan kerja ke PT. Dexa
Laboratories of Biomolecular Science (DLBS) yang memproduksi bahan
baku aktif obat herbal dalam bentuk fraksi bioaktif dari bahan alam asli
Indonesia. Senin, (13/03).

Kepala Badan POM mengucapkan selamat dan apresiasi atas


pengembangan obat dan nutrasetikal melalui riset di bidang herbal,
bioteknologi, dan mikroba, sekaligus mendukung program pemerintah
terkait kemandirian bahan baku aktif obat.

“Badan POM sangat mendukung industri farmasi dalam negeri untuk


pengembangan obat berasal dari bahan alam. Pengawalan oleh Badan
POM dengan menerbitkan berbagai pedoman/peraturan serta
memberikan bimbingan teknis dan asistensi”, lanjutnya.

Badan POM telah menerbitkan pedoman penilaian produk biosimilar serta


pedoman tata laksana dan penilaian obat pengembangan baru. Jadi
diharapkan industri farmasi di Indonesia berani mengembangkan
biosimilar/produk bioteknologi.

Dalam kunjungan yang diterima langsung oleh Presiden Direktur Dexa


Group, Ferry A. Soetikno dan Direktur Eksekutif DLBS, Raymond R.
Tjandrawinata, Kepala Badan POM menyampaikan bahwa ke depan
diharapkan DLBS senantiasa memberikan sumbangsih bagi
perkembangan industri farmasi tanah air dengan menghasilkan produk
bermutu. HM-Rahman

Industri farmasi memiliki peran strategis untuk melindungi kesehatan


masyarakat melalui produksi obat yang aman, berkhasiat, dan bermutu.
“Sebagai produsen, industri farmasi bertanggung jawab terhadap mutu
obat yang diproduksi sesuai dengan izin edar yang telah disetujui dengan

17
menerapkan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) secara
menyeluruh dan konsisten", ujar Kepala Badan POM RI, Penny K. Lukito
dalam acara Penggalangan Komitmen Para Pelaku Usaha Industri
Farmasi dalam rangka Peningkatan Peran Serta Pelaku Usaha dalam
Menerapkan Ketentuan yang Berlaku di Kemayoran Jakarta Pusat, Jumat
(22/12).

Penggalangan komitmen ini dilakukan untuk meningkatkan kesadaran


industri farmasi bahwa obat merupakan komoditi yang highly regulated,
serta menggalang dan memperkuat komitmen untuk mematuhi
persyaratan CPOB. Karena obat adalah produk yang harus diproduksi
dengan terjamin keamanan, khasiat, dan mutunya sehingga mampu
melindungi kesehatan masyarakat.

Kegiatan ini merupakan salah satu komitmen Badan POM untuk


mendorong para pelaku usaha dalam meningkatkan kepatuhan terhadap
regulasi dan standar yang berlaku dengan tujuan menjamin obat yang
beredar aman, bermutu, dan berkhasiat.

“Badan POM akan terus mengawal peningkatan kemandirian industri


farmasi di Indonesia. Apabila tidak ada perubahan terhadap kemandirian
dalam menjamin mutu obat yang diproduksi, maka Badan POM tidak akan
segan-segan melakukan tindakan tegas”, tutup Kepala Badan POM. HM-
Diyan.

7. TNI/POLRI

18
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

3.2 Saran

19
DAFTAR PUSTAKA

20

Anda mungkin juga menyukai