1
BAB I
PENDAHULUAN
2
1.2 Rumusan masalah
1.2.1 Bagaimana peran farmasi dalam bekerja sama dengan instansi terkait?
1.2.2 Bagaimana farmasi dalam melakukan kerja sama dengan instansi terkait?
1.2.3 Bagaimana
3
BAB II
PEMBAHASAN
1. Apotik
Apotik sebagai salah satu sarana pelayanan kesehatan perlu
mengutamakan kepentingan masyarakat dan berkewajiban menyediakan,
menyimpan dan menyerahkan perbekalan farmasi yang bermutu baik dan
keabsahannya terjamin. Apotik dapat diusahakan oleh lembaga atau
instansi pemerintah dengan tugas pelayanan kesehatan di pusat dan daerah,
perusahaan milik negara yang ditunjuk oleh pemerintah dan apoteker yang
telah mengucapkan sumpah serta memperoleh izin dari Kepala Dinas
Kesehatan setempat.
Semua penyelenggaraan sarana kesehatan, termasuk apotek harus
memiliki izin. UU No.23, tahun 1992, pasal 59, point (3) menyatakan
”Ketentuan mengenai syarat dan tata cara memperoleh izin
penyelenggaraan sarana kesehatan ditetapkan dengan Peraturan
Pemerintah”.
Peraturan Pemerintah yang mengatur tentang perapotekan (PP No.25,
tahun 1980 ) pada Pasal 6, menyatakan ”Pelaksanaan Peraturan Pemerintah
ini dan hal-hal teknis lainnya yang belum diatur dalam Peraturan
Pemerintah ini diatur lebih lanjut oleh Menteri Kesehatan”.
Menteri Kesehatan Republik Indonesia dalam hal ini menerbitkan
Keputusan Menteri Kesehatan RI No.1332/MENKES/SK/X/2002, tentang
perubahan atas Peraturan Menteri Kesehatan RI
No.922/MENKES/PER/X/1993, tentang Ketentuan dan Tata Cara
Pemberian Izin Apotek. Berarti bahwa KepMenKes No. 1332, tahun 2002,
merupakan amanat dan atau merupakan bagian yang tidak bisa dipisahkan
dari UU No.23 tahun 1992.
Sesuai dengan perundangan yang berlaku apotek harus dikelola oleh
seorang apoteker yang profesional. Dalam pengelolaan apotek, apoteker
4
harus mampu memerankan ”Seven Star Pharmacist”sesuai dengan peran
farmasis yang digariskan oleh WHO.
KepMenKes No.1332 tahun 2002, Pasal19 :
1. Point (1) Apabila Apoteker Pengelola Apotek berhalangan melakukan
tugas nya pada jam buka apotek, Apoteker Pengelola Apotek harus
menunjuk Apoteker Pendamping.
2. Point (2) Apabila Apoteker Pengelola Apotek dan Apoteker
Pendamping karena hal-hal tertentu berhalangan melakukan tugasnya,
Apoteker Pengelola Apotek menunjuk Apoteker Pengganti.
3. Point (5) Apabila Apoteker Pengelola Apotek berhalangan melakukan
tugasnya lebih dari 2 (dua) tahun secara terus menerus, Surat Izin
Apotek atas nama Apoteker bersangkutan dicabut.
2. Rumah sakit
Menurut WHO, rumah sakit adalah suatu organisasi sosial dan medis
terpadu yang berfungsi menyediakan pelayanan kesehatan baik
penyembuhan maupun pencegahan kepada masyarakat serta merupakan
pusat pendidikan bagi petugas-petugas dibidang kesehatan dan penelitian
dibidang medis.
Menurut Peraturan Menkes Nomor 983 / Menkes / PER / IX / 1992,
rumah sakit adalah sarana upaya kesehatan yang menyelenggarakan
kegiatan pelayanan kesehatan serta dapat berfungsi sebagai tempat
pendidikan dan penelitian. Rumah sakit adalah fasilitas atau sarana
kesehatan bagi salah satu sumber daya kesehatan yang mempunyai tugas
untuk memelihara dan memulihkan kesehatan. Rumah sakit dapat juga
berfungsi sebagai tempat ideal untuk mengembangkan ilmu medis dan
penyakit serta mengembangkan pelayanan obat bagi pasien.
Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari sistem pelayanan kesehatan Rumah Sakit yang
berorientasi kepada pelayanan pasien, penyediaan Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang bermutu dan terjangkau
bagi semua lapisan masyarakat termasuk pelayanan farmasi klinik.
Pelayanan Kefarmasian merupakan kegiatan yang bertujuan untuk
5
mengidentifikasi, mencegah,dan menyelesaikan masalah terkait Obat.
Tuntutan pasien dan masyarakat akan peningkatan mutu.
Pelayanan Kefarmasian, mengharuskan adanya perluasan dari
paradigma lama yang berorientasi kepada produk (drug oriented) menjadi
paradigma baru yang berorientasi pada pasien (patient oriented) dengan
filosofi Pelayanan Kefarmasian (pharmaceutical care). Apoteker
khususnya yang bekerja di Rumah Sakit dituntut untuk merealisasikan
perluasan paradigma Pelayanan Kefarmasian dari orientasi produk
menjadi orientasi pasien. Untuk itu kompetensi Apoteker perlu
ditingkatkan secara terus menerus agar perubahan paradigma tersebut
dapat diimplementasikan. Apoteker harus dapat memenuhi hak pasien agar
terhindar dari hal-hal yang tidak diinginkan termasuk tuntutan hukum.
Dengan demikian, para Apoteker Indonesia dapat berkompetisi dan
menjadi tuan rumah di negara sendiri.
Perkembangan di atas dapat menjadi peluang sekaligus merupakan
tantangan bagi Apoteker untuk maju meningkatkan kompetensinya
sehingga dapat memberikan Pelayanan Kefarmasian secara komprehensif
dan simultan baik yang bersifat manajerial maupun farmasi klinik. Strategi
optimalisasi harus ditegakkan dengan cara memanfaatkan Sistem
Informasi Rumah Sakit secara maksimal pada fungsi manajemen
kefarmasian, sehingga diharapkan dengan model ini akan terjadi efisiensi
tenaga dan waktu. Efisiensi yang diperoleh kemudian dimanfaatkan untuk
melaksanakan fungsi pelayanan farmasi klinik secara intensif.
Peraturan perundang-undangan tersebut dan perkembangan konsep
Pelayanan Kefarmasian, perlu ditetapkan suatu Standar Pelayanan
Kefarmasian dengan Peraturan Menteri Kesehatan, sekaligus meninjau
kembali Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1197/Menkes/SK/X/2004
tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit.
Tujuan pelayanan farmasi :
1. Melangsungkan pelayanan farmasi yang optimal baik dalam keadaan
biasa maupun dalam keadaan gawat darurat, sesuai dengan keadaan
pasien maupun fasilitas yang tersedia.
2. Menyelenggarakan kegiatan pelayanan profesional berdasarkan
6
prosedur kefarmasian dan etik profesi.
3. Melaksanakan KIE (Komunikasi Informasi dan Edukasi) mengenai
obat.
4. Menjalankan pengawasan obat berdasarkan aturan-aturan yang
berlaku.
5. Melakukan dan memberi pelayanan bermutu melalui analisa, telaah
dan evaluasi pelayanan.
6. Mengawasi dan memberi pelayanan bermutu melalui analisa, telaah
dan evaluasi pelayanan.
7. Mengadakan penelitian di bidang farmasi dan peningkatan metoda.
Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit meliputi 2 (dua) kegiatan,
yaitu kegiatan yang bersifat manajerial berupa pengelolaan Sediaan
Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai dan kegiatan
pelayanan farmasi klinik.
1. Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Pakai
Apoteker bertanggung jawab terhadap pengelolaan sediaan
Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai di Rumah
Sakit yang menjamin seluruh rangkaian kegiatan perbekalan Sediaan
Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakaisesuai dengan
ketentuan yang berlaku serta memastikan kualitas, manfaat, dan
keamanannya. Kegiatan pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan,
dan bahan medis habis pakai meliputi pemilihan, perencanaan
kebutuhan, pengadaan, penyimpanan, pendistribusian, pemusnahan
dan penarikan sediaan farmasi alkes dan bahan medis habis pakai,
pengendalian administrasi.
7
Pelayanan farmasi klinik yang dilakukan meliputi :
a. Pengkaijian dan pelayanan resep
Pelayanan Resep dimulai dari penerimaan, pemeriksaan ketersediaan,
pengkajian Resep, penyiapan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan
Bahan Medis Habis Pakai termasuk peracikan Obat, pemeriksaan,
penyerahan disertai pemberian informasi. Pada setiap tahap alur
pelayanan Resep dilakukan upaya pencegahan terjadinya kesalahan
pemberian Obat (medication error).
b. Penelusuran riwayat penggunaan obat
Penelusuran riwayat penggunaan obat merupakan proses untuk
mendapatkan informasi mengenai seluruh obat/sediaan farmasi lain yang
pernah dan sedang digunakan. Riwayat pengobatan dapat diperoleh dari
wawancara atau data rekam medik/ pencatatn penggunaan obat pasien.
c. Pelayanan Informasi Obat (PIO), merupakan kegiatan pemberian dan
penyediaan informasi, rekomendasi obat yang independet, akurat tidak
bias, terkini dan komprehensif yang dilakukan oleh apoteker kepada
dokter, apoteker, perawat, profesi kesehatan lainnya, serta pasien dan
pihak lain di luar rumah sakit.
d. Konseling
Konseling obat adalah suatu aktivitas pemberian nasehat atau saran
terkait terapi obat dari apoteker (konselor) kepada pasien dan/ atau
keluarganya. Konseling untuk pasien rawat jalan maupun rawat inap
disemua fasilitas kesehatan dapat dilakukan atas inisiatif apoteker,
rujukan dokter, keinginan pasien atau keluarganya pemberian konseling
yang efektif dan garis miring atau keluarga terhadap apoteker.
e. Pemantauan terapi obat (PTO)
Pemantauan terapi obat (PTO merupakan suatu proses yang mencakup
kegiatan untuk memastikan terapi yang aman, efektif dan rasional bagi
pasien.
f. Monitoring Efek Samping Obat (MESO) merupakan kegiatan pemantaun
setiap respon terhadap obat yang tidak dikehendaki yang terjadi pada
dosis lazim yang digunkan pada manusia untuk tujuan profilaksis,
diagnosa, dan terapi.
8
Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit meliputi 2 (dua) kegiatan, yaitu
kegiatan yang bersifat manajerial berupa pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai dan kegiatan pelayanan farmasi
klinik.
3. Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Pakai
Apoteker bertanggung jawab terhadap pengelolaan sediaan Farmasi,
Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai di Rumah Sakit yang
menjamin seluruh rangkaian kegiatan perbekalan Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakaisesuai dengan ketentuan yang
berlaku serta memastikan kualitas, manfaat, dan keamanannya. Kegiatan
pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai
meliputi pemilihan, perencanaan kebutuhan, pengadaan, penyimpanan,
pendistribusian, pemusnahan dan penarikan sediaan farmasi alkes dan bahan
medis habis pakai, pengendalian administrasi.
9
pernah dan sedang digunakan. Riwayat pengobatan dapat diperoleh dari
wawancara atau data rekam medik/ pencatatn penggunaan obat pasien.
i. Pelayanan Informasi Obat (PIO), merupakan kegiatan pemberian dan
penyediaan informasi, rekomendasi obat yang independet, akurat tidak
bias, terkini dan komprehensif yang dilakukan oleh apoteker kepada
dokter, apoteker, perawat, profesi kesehatan lainnya, serta pasien dan
pihak lain di luar rumah sakit.
j. Konseling
Konseling obat adalah suatu aktivitas pemberian nasehat atau saran
terkait terapi obat dari apoteker (konselor) kepada pasien dan/ atau
keluarganya. Konseling untuk pasien rawat jalan maupun rawat inap
disemua fasilitas kesehatan dapat dilakukan atas inisiatif apoteker,
rujukan dokter, keinginan pasien atau keluarganya pemberian konseling
yang efektif dan garis miring atau keluarga terhadap apoteker.
k. Pemantauan terapi obat (PTO)
Pemantauan terapi obat (PTO merupakan suatu proses yang mencakup
kegiatan untuk memastikan terapi yang aman, efektif dan rasional bagi
pasien.
l. Monitoring Efek Samping Obat (MESO) merupakan kegiatan pemantaun
setiap respon terhadap obat yang tidak dikehendaki yang terjadi pada
dosis lazim yang digunkan pada manusia untuk tujuan profilaksis,
diagnosa, dan terapi.
Tujuan :
1) Meningkatkan mutu dan memperluas cakupan pelayanan farmasi di
rumah sakit.
2) Memberikan pelayanan farmasi yang dapat menjamin kemanjuran,
keamanan dan efisiensi penggunaan obat.
3) Meningkatkan kerjasama dengan dokter, perawat dan tenaga
kesehatan lainnya yang terkait dalam pelayanan farmasi.
4) Membantu penyelenggaraan kebijaksanaan obat di rumah sakit dalam
rangka meningkatkan penggunaan obat yang rasional.
Tujuan :
10
5) Meningkatkan mutu dan memperluas cakupan pelayanan farmasi di
rumah sakit.
6) Memberikan pelayanan farmasi yang dapat menjamin kemanjuran,
keamanan dan efisiensi penggunaan obat.
7) Meningkatkan kerjasama dengan dokter, perawat dan tenaga
kesehatan lainnya yang terkait dalam pelayanan farmasi.
8) Membantu penyelenggaraan kebijaksanaan obat di rumah sakit dalam
rangka meningkatkan penggunaan obat yang rasional.
3. Puskesmas
Puskesmas merupakan fasilitas pelayanan kesehatan dasar yang melenggarakan
upaya kesehatan pemeliharaan, peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan
penyakit (preventif), penyembuhan penyakit (kuratif) dan pemulihan kesehatan
(rehabilitatif), yang dilaksanakan secara menyeluruh, terpadu, dan
berkesinambungan. Konsep kesatuan upaya kesehatan ini menjadi pedoman dan
paegangan bagi semua fasilitas pelayanan kesehatan di Indonesia termasuk
puskesmas. Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas merupakan satu kesatuan
yang tidak terpisahkan dadi pelaksanaan upaya kesehatan, yang berperan
penting dalam meningkatkan mutu pelayanan kesehatan bagi masyarakat.
11
sebagai penanggung jawab. Pasal 7 Setiap Apoteker dan/atau Tenaga Teknis
Kefarmasian yang menyelenggarakan Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas wajib
mengikuti Standar Pelayanan Kefarmasian sebagaimana diatur dalam Peraturan
Menteri ini.
4. Departemen Kesehatan
5. Dinas kesehatan
Tugas Pokok dan Fungsi Apoteker di Suku Dnias Kesehatan
1. Apoteker Pertama
farmasi
12
e. Menyusun perbekalan farmasi dalam rangka
2. Apoteker Muda
perbekalan farmasi.
perbekalan farmasi.
13
g. Mengembalikan perbekalan farmasi yang tidak sesuai
pembelian.
farmasi.
q. Konseling obat.
3. Apoteker Madya
14
b. Menyajikan rancangan dalam rangka perencanaan
perbekalan farmasi
Dispensingresep individu.
Dispensingresep individu.
k. Konseling obat.
4. Apoteker Madya
15
tentang Petunjuk Teknis Jabatan Fungsional Apoteker
organisasi.
peraturan perundang-undangan.
kompetensi khusus.
antara lain:
16
5. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh walikota
17
menerapkan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) secara
menyeluruh dan konsisten", ujar Kepala Badan POM RI, Penny K. Lukito
dalam acara Penggalangan Komitmen Para Pelaku Usaha Industri
Farmasi dalam rangka Peningkatan Peran Serta Pelaku Usaha dalam
Menerapkan Ketentuan yang Berlaku di Kemayoran Jakarta Pusat, Jumat
(22/12).
7. TNI/POLRI
18
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
19
DAFTAR PUSTAKA
20