Anda di halaman 1dari 21

dan hadis yang berpotensi qat'I atau jelas nasnya.

[5]

Sementara pengertian syariah Islam menurut Mahmud Syaltut adalah: syariah menurut bahasa adalah
tempat yang didatangi atau yang dituju oleh manusia dan hewan guna meminum udara.

Menurut istilah hukum-hukum dan aturan Allah disyariahkan buat hambanya untuk diikuti dan
hubungan mereka sesama manusia. Di sini, makalah tentang syariah tertuju kepada hukum yang
didatangkan al-Qur'an dan Rasul-Nya, kemudian yang menyetujui para sahabat dari hukum-hukum yang
tidak datang mengenai urusannya sesuatu nas dari al-Qur'an atau sunah. Kemudian hukum yang
diistinbatkan dengan jalan ijtihad, dan masuk ke ruang ijtihad mengatur hukum dengan menggabungkan
kias, karinah, tanda-tanda dan dalil-dalil.

Sementara syariah menurut Salam Madkur: tasyrik adalah lafal yang dikenal dari kata syariah yang di
antara Maknanya di dalam pandangan orang Arab di jalan yang lurus dan digunakan oleh ahli fikih Islam
untuk nama bagi hukum-hukum yang Allah tetapkan untuk hambanya dan dituangkan dengan
perantaraan Rasul-Nya Agar mereka dapat bekerja dengan penuh keilmuan, baik hukum-hukum yang
terkait dengan kerja dengan aqidah atau dengan akhlak budi pekerti dan dinamakan dengan Makna ini
dipetik kalimat tasyrik yang mendukung undang-undang dan membuat kaidah-kaidah-Nya, maka tasyrik
sesuai permintaan ini membuat undang-undang baik undang-undang itu berasal dari agama dan
dinamakan tasyrik samawi atau dari pebuatan manusia dan pikiran mereka dinamakan tasyrik wa'i. [6]

Pengertian yang dikemukakan Syaltut ini dengan jelas telah dikembalikan antara agama dengan syariah.
Manurutnya, agama terdiri dari dua ajaran pokok yaitu akidah dan syariah. Di mana syariah lebih
dikhususkan pada alokasi amaliah. Lebih lanjut, masih menurut Syaltut, aspek akidah merupakan
pondasi tempat tumbuh dan berkembangnya syariah, sedangkan syariah adalah sesuatu yang harus
tumbuh dari akidah itu.

Definisi syariah ini sebagai ketentuan hukum yang diatur oleh amaliah terdiri dari dua kategori; pertama,
ketentuan-ketentuan hukum yang diatur langsung oleh syari '. Ketentuan-ketentuan tersebut bersifat
abadi dan tidak berubah, karena tidak ada yang punya wewenang untuk mengubahnya kecuali Allah.
tidak berbeda antara Rasul yang satu dengan yang lain. Sebagian ulama ada yang

mengartikan syariah itu dengan: “ Apa

-apa yang bersangkutan dengan peradilanserta pengajuan perkara kepada mahkamah dan tidak
mencakup kepada hal yang

halal dan haram.” Lebih dalam lagi Syaltut mengartikan syariah dengan “hukum

-hukum dan aturan-aturan yang ditetapkan Allah bagi hamba-hambaNya untukdiikuti dalam
hubungannya dengan Allah dan hubungannya dengan manusia.Dr.Farouk Abu Zeid menjelaskan bahwa
syariah itu adalah apa-apa yangditetapkan Allah melalui lisan Nabi-Nya. Allah adalah pembuat huku
yangmenyangkut kehidupan agama dan kehidupan dunia.

2.

Pengertian Fiqh

[2] Fiqh secara etimologi berarti pemahaman yang mendalam dan membutuhkan pengerahan potensi
akal.[3] Sedangkan secara terminologi fiqh merupakan bagiandari

syari’ah Islamiyah

, yaitu pengetahuan tentang hukum

syari’ah Isl

amiyah

yang berkaitan dengan perbuatan manusia yang telah dewasa dan berakal sehat(

mukallaf

) dan diambil dari dalil yang terinci. Sedangkan menurut Prof. Dr. H.Amir Syarifuddin mengatakan fiqh
adalah ilmu tentang hukum-

hukum syar‟I

yang bersifat amaliah yang digali dan ditemukan dengan dalil-dalil yang tafsili.[4]

Penggunaan kata “syariah” dalam definisi tersebut menjelaskan

bahwa fiqh itu

menyangkut ketentuan yang bersifat syar‟I, yaitu sesuatu yang berasal darikehendak Allah. Kata
“amaliah” yang terdapat dalam definisi diatas menjelaskan
bahwa fiqh itu hanya menyangkut tindak tanduk manusia yang bersifat lahiriah.Dengan demikian hal-
hal yang bersifat bukan amaliah seperti masalah keimanan

atau “aqidah” tidak termasuk dalam lingkungan fiqh dalam uraian ini. penggunaankata “digali dan
ditemukan” mengandung arti bahwa fiqh itu adalah hasil

penggalian, penemuan, penganalisisan, dan penentuan ketetapan tentang hukum.Fiqh itu adalah hasil
penemuan mujtahid dalam hal yang tdak dijelaskan oleh

nash.

Dari penjelasan diata dapat kita tarik benang merah, bahwa fiqh dan syariahmemiliki hubungan yang
erat. Semua tindakan manusia di dunia dalam mencapaikehidupan yang baik itu harus tunduk kepada
kehendak Allah dan Rasulullah.Kehendak Allah dan Rasul itu sebagian terdapat secara tertulis dalam
kitab-Nyayang disebut

syari’ah.

Untuk mengetahui semua kehendak-Nya tentang amaliahmanusi

a itu, harus ada pemahaman yang mendalam tentang syari‟ah, sehinggaamaliah syari‟ah dapat
diterapkan dalam kondisi dan situasi apapun dan

bagaimanapun. Hasilnya itu dituangkan dalam ketentuan yang terinci. Ketentuanyang terinci tentang
amaliah manusia mukalaf [5] yang diramu dan

diformulasikan sebagai hasil pemahaman terhadap syari‟ah itu disebut fiqh.

[6]

3.

Pengertian Hukum Islam

Hukum Islam merupakan rangkaian kata “hukum” dan “islam”. Secara

terpisah hukum dapat diartikan sebagai

seperangkat perturan tentang tingkah lakumanusia yang diakui sekelompok masyarakat,


disusun orang-orang yang diberiwewenang oleh masyarakat itu, berlaku dan mengikat seluruh
anggotanya.

Bila

kata “hukum” di gabungkan dengan kata “islam”, maka hukum islam

adalah

seperangkat peraturan berdasarkan wahyu Allah dan sunah rasul tentang tingkahlaku manusia mukallaf
yang diakui dan diyakini mengikat untuk semua yangberagama islam.

[7]

Bila artian sederhana tentang hukum islam itu dihubungkan dengan pengertianfiqh, maka dapat
dikatakan bahwa yang dimaksud hukum islam itu adalah yang bernama fiqh dalam literatur islam yang
berbahasa arab.

HUKUM, SUMBER DAN DALIL

1. Pengertian Hukum

Para ahli ushul menta'rifkan hukum dengan :

Perintah / firman Allah Swt yang berhubungan dengan perbuatan mukallaf,

baik berupa tuntutan ( perintah dan larangan), atau pilihan (kebolehan ) atau wadh'i

(menjadikan sesuatu sebagai sebab, syarat dan penghalang bagi seseatu hukum )

Dari definisi di atas menunjukan, bahwa yang menetapkan hukum itu adalah

Allah Swt. Hanya Allah hakim yang maha tinggi dan maha kuasa. Rasulullah
penyampai hukum-hukum Allah kepada manusia. Oleh karena Allah yang

menetapkan hukum, maka sumber hukum yang pertama dan paling utama adalah

wahyu Allah yaitu Alquran, kemudian sunnah Rasul sebagai sumber hukum yang ke

dua, dan sumber hukum yang ke tiga adalah Ijtihad.

2. Pengertian Sumber dan Dalil

Secara etimologi ( bahasa) sumber berarti asal dari segala sesuatu atau tempat

merujuk sesuatu. Adapun secara terminologi ( istilah ) dalam ilmu ushul, sumber

diartikan sebagai rujukan yang pokok atau utama dalam menetapkan hukum Islam,

yaitu berupa Alquran dan Al-Sunnah.

Dalil, secara bahasa artinya petunjuk pada sesuatu baik yang bersifat material

maupun yang bersifat nonmaterial. Sedangkan menurut Istilah, suatu petunjuk yang

dijadikan landasan berfikir yang benar dalam memperoleh hukum syara' yang bersifat

praktis, baik yang kedudukannya qath'i ( pasti ) atau Dhani (relatif). Atau dengan kata lain, dalil adalah
segala sesuatu yang menunjukan kepada madlul. Madlul itu
adalah hukum syara' yang amaliyah dari dalil. Untuk samapai kepada madlul

memerlukan pemahaman atau tanda penunjuknya ( dalalah ).

Jadi prosesnya ialah : Dalil - dalalah - madlul

Aqiemu ash-shalat - Perintah shalat - Wajib shalat

Asap - Ada yang terbakar - Api

Dalil dapat dilihat dari berbagai segi : Dari segi asalnya, dari segi ruang

limgkupnya, dari segi kekuatannya.

a. Dalil ditinjau dari segi asalnya

Ditinjau dari asalnya, dalil ada dua macam:

1.Dalil Naqli yaitu dalil-dalil yang berasal dari nash langsung, yaitu Alquran dan al-

Sunnah.

2.Dalil aqli, yaitu dalil - dalil yang berasal bukan dari nash langsung, akan tetapi
dengan menggunakan akal pikiran, yaitu Ijtihad.

Bila direnungkan, dalam fiqih dalil akal itu bukanlah dalil yang lepas sama

sekali dari Alquran dan al-Sunnah, tetapi prinsif-prinsif umumnya terdapat dalam

Alquran dan Al-Sunnah.

b. Dalil ditinjau dari ruang lingkupnya

Dalil ditinjau dari ruang lingkupnya ada dua macam, yaitu:

1. Dalil Kully yaitu dalil yang mencakup banyak satuan hukum. Dalil Kulli ini

adakalaya berupa ayat Alquran, dan berupa hadits, juga adakalanya berupa Qaidah-

qaidah Kully. Contoh berikut dari dalil kully:Dalil ini disebut dalil kully dari Alquran karena mencakup
berbagai macam

kerusakan yang dilarang oleh Allah Swt.

Dalil Kully dari hadits ini, menunjukan bahwa perbuatan apapun hendahnya

disertai niat, dan amal seseorang akan dilihat dari sisi niatnya.

Artinya: Kesulitan itu membawa kemudadahan.


Dalil kully dari Qaidah ini, memberi arti bahwa segala sesuatu yang tadinya

sulit akan menjadi mudah. Dalil kulli dari Qaidah kulliyah ini tetap kembali kepada

semangat atau didasari oleh isyarat Alquran dan al-Sunnah.

2.Dalil Juz'i, atau Tafsili yaitu dalil yang menunjukan kepada satu persoalan dan satu

hukum tertentu, seperti

Ayat ini disebut dalil Juz'i, karena hanya menunjukan kepada perbuatan puasa

saja.

c. Dalil ditinjau dari daya kekuatannya

Dalil ditinjau dari daya kekuatannya ada dua, yaitu Dalil Qath'i dan dalil

Dhanni.

1. Dalil Qath'i,

Dalil Qath'i ini terbagi kepada dua macam, yaitu :a. Dalil Qath'i al-Wurud, yaitu dalil yang meyakinkan
bahwa datangnya dari Allah (
Alquran) atau dari Rasulullah ( Hadits Mutawatir). Alquran seluruhnya Qath'i

wurudnya, dan tidak semua hadits qath'i wurudnya.

b. Dalil Qath'i Dalalah, yaitu dalil yang kata-katanya atau ungkapan kata-katanya

menunjukan arti dan maksud tertentu dengan tegas dan jelas sehingga tidak mungkin

dipahamkan lain. Contoh

Dan bagimu ( para suami) separoh dari harta yang ditinggalkan oleh istri-

istrimu, jika mereka tidak mempunyai anak.

Ayat ini tidak bisa diartikan lain, kecuali menunjukan bahwa suami mendapat

setengah dari harta peninggalan istri jika istrinya tidak mempunyai anak.

2.Dalil Dhanni.

Dalil Dhanni, terbagi kepada dua macam pula yaitu: Dhanni al-Wurud dan

Dhanni al-Dalalah.

a.Dhanni al-Wurud, yaitu dalil yang memberi kesan yang kuat atau sangkaan yang
kuat bahwa datangnya dari Nabi saw. Tidak ada ayat Alquran yang dhanni wurud,

adapun hadits ada yang dhanni wurudnya yaitu hadits ahad.

b.Dhanni al-Dalalah, yaitu dalil yang kata-katanya atau ungkapan kata-katanya

memberi kemungkinan - kemungkinan arti dan maksud lebih dari satu. Tidak

menunjukan kepada satu arti dan maksud tertentu.

Dan wanita yang ditalak hendaklah menahan dirinya (beriddah) tiga kali

quru. Kata Quru dalam ayat di atas bisa diartikan haid dan bisa diartikan suci. Oleh

karena itu para ula sering berbeda pendapat dalam menentukan hukum dari ayat

tersebut di atas.

Dari pengertian dalil yang diungkapkan di atas, maka dapat dikatakan bahwa;

Alquran dan al-Sunnah juga disebut sebagai dalil hukum, disamping sebagai sumber

hukum Islam. Karena itu dari sisi ini, apa yang dikemukakan Abdul Wahab Khalaf
bahwa al-Adillah al-Ahkam identik dengan Mashadir al-Ahkam ( sumber hukum).

Dari sini pula dapat dikatakan bahwa seperti, Ijma, Qiyas, mashlahah

mursalah, istihsan dan lain sebagainya tidak dapat dikatakan sebagai sumber hukum

Islam, karena dalil-dalil ini hanya bersifat al-Kasyf wa al-Izhar li al-Hukum artinya

hanya menyingkap dan memunculkan yang ada dalam Alquran dan al-Sunnah.

Karena suatu dalil yang membutuhkan dalil lain untuk dijadikan hujjah, tidaklah

dapat dikatakan sumber, karena yang dikatakan sumber itu harus berdiri sendiri.

Disamping itu, keberadaan suatu dalil, seperti Ijma, Qiyas dan istihsan misalnya,

tidak boleh bertentangan dengan ketentuan-ketentuan yang ada dalam Alquran dan al-

Sunnah. Oleh sebab itu, para ahli ushul Fiqh sering menyebut terhadap adillah ahkam

seperti Ijma, Qiyas dan sebagainya, sebagai turuq istinbath al-Ahkam yaitu metode

dalam menetapkan hukum.

1. Sumber-Sumber Ajaran Islam Primer


1. AL-QUR’AN

Secara etimologi Alquran berasal dari kata qara’a, yaqra’u, qiraa’atan, atau qur’anan yang berarti
mengumpulkan (al-jam’u) dan menghimpun (al-dlammu). Sedangkan secara terminologi (syariat),
Alquran adalah Kalam Allah ta’ala yang diturunkan kepada Rasul dan penutup para Nabi-Nya,
Muhammad shallallaahu ‘alaihi wasallam, diawali dengan surat al-Fatihah dan diakhiri dengan surat an-
Naas. Dan menurut para ulama klasik, Alquran sumber agama (juga ajaran) Islam pertama dan utama
yang memuat firman-firman (wahyu) Allah, sama benar dengan yang disampai- kan oleh Malaikat Jibril
kepada Nabi Muhammad sebagai Rasul Allah sedikit demi sediki selama 22 tahun 2 bulan 22 hari, mula-
mula di Mekah kemudian di Madinah.

Al-Qur’an menyajikan tingkat tertinggi dari segi kehidupan manusia. Sangat mengaggumkan bukan saja
bagi orang mukmin, melainkan juga bagi orang-orang kafir. Al-Qur’an pertama kali diturunkan pada
tanggal 17 Ramadhan (Nuzulul Qur’an). Wahyu yang perta kali turun tersebut adalah Surat Alaq, ayat 1-
5. Al-Qur’an memiliki beberapa nama lain, antara lain adalah Al-Qur’an (QS. Al-Isra: 9), Al-Kitab (QS. Al-
Baqoroh: 1-2), Al-Furqon (QS. Al-Furqon: 1), At-Tanzil (QS. As-Syu’ara: 192), Adz-Dzikir (QS. Al-Hijr: 1-9).

Ayat-ayat al-Quran yang diturunkan selama lebih kurang 23 tahun itu dapat dibedakan antara ayat-ayat
yang diturunkan ketika Nabi Muhammad masih tinggal di Mekah (sebelum hijrah) dengan ayat yang
turun setelah Nabi Muhammad hijrah (pindah) ke Madinah. Ayat-ayat yang tutun ketika Nabi
Muhammad masih berdiam di Mekkah di sebut ayat-ayat Makkiyah, sedangkan ayat-ayat yang turun
sesudah Nabi Muhammad pindah ke Medinah dinamakan ayat-ayat Madaniyah

FUNGSI AL-QUR’AN

1. Sebagai pedoman hidup.

2. Sebagai korektor dan penyempurna kitab-kitab Allah swt. yang terdahulu.

3. Sebagai sarana peribadatan.

Ciri-cirinya adalah :

1. Ayat-ayat Makiyah pada umumnya pendek-pendek, merupakan 19/30 dari seluruh isi al-Quran,
terdiri dari 86 surat, 4.780 ayat. Sedangkan ayat-ayat Madaniyah pada umumnya panjang-panjang,
merupakan 11/30 dari seluruh isi al-Quran, terdiri dari 28 surat, 1456 ayat.

2. Ayat-ayat Makkiyah dimulai dengan kata-kata yaa ayyuhannaas (hai manusia) sedang ayat–ayat
Madaniyah dimulai dengan kata-kata yaa ayyuhallaziina aamanu (hai orang-orang yang beriman).

3. Pada umumnya ayat-ayat Makkiyah berisi tentang tauhid yakni keyakinan pada Kemaha Esaan
Allah, hari Kiamat, akhlak dan kisah-kisah umat manusia di masa lalu, sedang ayat-ayat Madaniya
memuat soal-soal hukum, keadilan, masyarakat dan sebagainya.

.
Pokok-pokok kandungan dalam Alquran antara lain:

1. Petunjuk mengenai akidah yang harus diyakini oleh manusia. Petunjuk akidah ini berintikan
keimanan akan keesaan Tuhan dan kepercayaan kepastian adanya hari kebangkitan, perhitungan serta
pembalasan kelak.

2. Petunjuk mengenai syari’ah yaitu jalan yang harus diikuti manusia dalam berhubungan dengan
Allah dan dengan sesama insan demi kebahagiaan hidup manusia di dunia ini dan di akhirat kelak.

3. Petunjuk tentang akhlak, mengenai yang baik dan buruk yang harus diindahkan leh manusia dalam
kehidupan, baik kehidupan individual maupun kehidupan sosial.

4. Kisah-kisah umat manusia di zaman lampau. Sebagai contoh kisah kaum Saba yang tidak
mensyukuri karunia yang diberikan Allah, sehingga Allah menghukum mereka dengan mendatangkan
banjir besar serta mengganti kebun yang rusak itu dengan kebun lain yang ditumbuhi pohon-pohon yang
berbuah pahit rasanya.

5. Berita tentang zaman yang akan datang. Yakni zaman kehidupan akhir manusia yang disebut
kehidupan akhirat. Kehidupan akhirat dimulai dengan peniupan sangkakala (terompet) oleh malaikat
Israil. “ Apabila sangkakala pertamaditiupkan, diangkatlah bumi dan gunung-gunung, la- lu keduanya
dibenturkan sekali bentur. Pada hari itulah terjadilah kiamat dan terbelahlah langit...”. (Qs al-Haqqah
(69) : 13-16.

6. Benih dan Prinsip-prinsip ilmu pengetahuan.

7. Hukum yang berlaku bagi alam semesta.

Keutamaan Al-Qur’an ditegaskan dalam Sabda Rasullullah, antara lain:

Sebaik-baik orang di antara kamu, ialah orang yang mempelajari Al-Qur’an dan mengajarkannya

Umatku yang paling mulia adalah Huffaz (penghafal) Al-Qur’an (HR. Turmuzi)

Orang-orang yang mahir dengan Al-Qur’an adalah beserta malaikat-malaikat yang suci dan mulia,
sedangkan orang membaca Al-Qur’an dan kurang fasih lidahnya berat dan sulit membetulkannya maka
baginya dapat dua pahala (HR. Muslim).

Sesungguhnya Al-Qur’an ini adalah hidangan Allah, maka pelajarilah hidangan Allah tersebut dengan
kemampuanmu (HR. Bukhari-Muslim).

Bacalah Al-Qur’an sebab di hari Kiamat nanti akan datang Al-Qur’an sebagai penolong bagai
pembacanya (HR. Turmuzi).
Al-Quran mengandung tiga komponen dasar hukum, sebagai berikut:

1. Hukum I’tiqadiah, yakni hukum yang mengatur hubungan rohaniah manusia dengan Allah SWT dan
hal-hal yang berkaitan dengan akidah/keimanan. Hukum ini tercermin dalam Rukun Iman. Ilmu yang
mempelajarinya disebut Ilmu Tauhid, Ilmu Ushuluddin, atau Ilmu Kalam.

2. Hukum Amaliah, yakni hukum yang mengatur secara lahiriah hubungan manusia dengan Allah SWT,
antara manusia dengan sesama manusia, serta manusia dengan lingkungan sekitar. Hukum amaliah ini
tercermin dalam Rukun Islam dan disebut hukum syara/syariat. Adapun ilmu yang mempelajarinya
disebut Ilmu Fikih.

3. Hukum Khuluqiah, yakni hukum yang berkaitan dengan perilaku normal manusia dalam kehidupan,
baik sebagai makhluk individual atau makhluk sosial. Hukum ini tercermin dalam konsep Ihsan. Adapun
ilmu yang mempelajarinya disebut Ilmu Akhlaq atau Tasawuf.

Sedangkan khusus hukum syara dapat dibagi menjadi dua kelompok, yakni:

1. Hukum ibadah, yaitu hukum yang mengatur hubungan manusia dengan Allah SWT, misalnya salat,
puasa, zakat, dan haji

2. Hukum muamalat, yaitu hukum yang mengatur manusia dengan sesama manusia dan alam
sekitarnya. Termasuk ke dalam hukum muamalat adalah sebagai berikut:

· Hukum munakahat (pernikahan).

· Hukum faraid (waris).

· Hukum jinayat (pidana).

· Hukum hudud (hukuman).

· Hukum jual-beli dan perjanjian.

· Hukum tata Negara/kepemerintahan

· Hukum makanan dan penyembelihan.

· Hukum aqdiyah (pengadilan).

· Hukum jihad (peperangan).

· Hukum dauliyah (antarbangsa).

Fungsi Al-Qur’an antara lain adalah:

Menerangkan dan menjelaskan (QS. 16:89; 44:4-5)

Al-Qur’an kebenaran mutlak (Al-Haq) (QS. 2: 91, 76)


Pembenar (membenarkan kitab-kitab sebelumnya) (QS. 2: 41, 91, 97; 3: 3; 5: 48; 6: 92; 10: 37; 35: 31;
46: 1; 12: 30)

Sebagai Furqon (pembeda antara haq dan yang bathil, baik dan buruk)

Sebagai obat penyakit (jiwa) (QS. 10: 57; 17:82; 41: 44)

Sebagai pemberi kabar gembira

Sebagai hidayah atau petunjuk (QS. 2:1, 97, 185; 3: 138; 7: 52, 203, dll)

Sebagai peringatan

Sebagai cahaya petunjuk (QS. 42: 52)

Sebagai pedoman hidup (QS. 45: 20)

Sebagai pelajaran

2. HADIST

Etimologi = jalan / tradisi, kebiasaan, adat istiadat, dapat juga berarti undang-undang yang berlaku.

Terminologi = berita / kabar, segala perbuatan, perkataan dan takrir ( keizinan / pernyataan ) Nabi
Muhammad saw.

Al-Hadis adalah sumber kedua agama dan ajaran Islam. Sebagai sumber agama dan ajaran Islam, al-
Hadis mempunyai peranan penting setelah Al-Quran. Al-Quran sebagai kitab suci dan pedoman hidup
umat Islam diturunkan pada umumnya dalam kata-kata yang perlu dirinci dan dijelaskan lebih lanjut,
agar dapat dipahami dan diamalkan.

Ada tiga peranan al-Hadis disamping al-Quran sebagai sumber agama dan ajaran Islam, yakni sebagai
berikut :

1. Menegaskan lebih lanjut ketentuan yang terdapat dalam al-Quran. Misalnya dalam Al-Quran
terdapat ayat tentang sholat tetapi mengenai tata cara pelaksanaannya dijelaskan oleh Nabi.

2. Sebagai penjelasan isi Al-Quran. Di dalam Al-Quran Allah memerintah- kan manusia mendirikan
shalat. Namun di dalam kitab suci tidak dijelaskan banyaknya raka’at, cara rukun dan syarat mendirikan
shalat. Nabilah yang menyebut sambil mencontohkan jumlah raka’at setiap shalat, cara, rukun dan
syarat mendirikan shalat.

3. Menambahkan atau mengembangkan sesuatu yang tidak ada atau samar-samar ketentuannya di
dalam Al-Quran. Sebagai contoh larangan Nabi mengawini seorang perempuan dengan bibinya.
Larangan ini tidak terdapat dalam larangan-larangan perkawinan di surat An-Nisa (4) : 23. Namun, kalau
dilihat hikmah larangan itu jelas bahwa larangan tersebut mencegah rusak atau putusnya hubungan
silaturrahim antara dua kerabat dekat yang tidak disukai oleh agama Islam.
Macam-macam As-Sunnah:

Ditinjau dari bentuknya

1. Sunnah qauliyah, yaitu semua perkataan Rasulullah

2. Sunnah fi’liyah, yaitu semua perbuatan Rasulullah

3 Sunnah taqririyah, yaitu penetapan dan pengakuan Rasulullah terhadap pernyataan ataupun
perbuatan orang lain

4. Sunnah hammiyah, yaitu sesuatu yang telah direncanakan akan dikerjakan tapi tidak sampai
dikerjakan

Ditinjau dari segi jumlah orang-orang yang menyampaikannya

1. Mutawir, yaitu yang diriwayatkan oleh orang banyak

2. Masyhur, diriwayatkan oleh banyak orang, tetapi tidak sampai (jumlahnya) kepada derajat mutawir

3. Ahad, yang diriwayatkan oleh satu orang.

Ditinjau dari kualitasnya

1. Shahih, yaitu hadits yang sehat, benar, dan sah

2. Hasan, yaitu hadits yang baik, memenuhi syarat shahih, tetapi dari segi hafalan pembawaannya yang
kurang baik.

3. Dhaif, yaitu hadits yang lemah

4. Maudhu’, yaitu hadits yang palsu.

Ditinjau dari segi diterima atau tidaknya

1. Maqbul, yang diterima.

2. Mardud, yang ditolak.

Ø Apabila as-Sunnah / Hadits tidak berfungsi sebagai sumber hukum, maka kaum muslimin akan
mengalami kesulitan-kesulitan seperti :

1. Melaksanakan Shalat, Ibadah Haji, mengeluarkan Zakat dan lain sebagainya, karena ayat al-Qur’an
dalam hal tersebut hanya berbicara secara global dan umum, sedangkan yang menjelaskan secara rinci
adalah as-Sunnah / Hadits.
2. Menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an, untuk menghindari penafsiran yang subyektif dan tidak dapat
dipertanggungjawabkan.

3. Mengikuti pola hidup Nabi, karena dijelaskan secara rinci dalam Sunnahnya, sedangkan mengikuti
pola hidup Nabi adalah perintah al-Qur’an.

4. Menghadapi masalah kehidupan yang bersifat teknis, karena adanya peraturan-peraturan yang
diterangkan oleh as-Sunnah / Hadits yang tidak ada dalam al-Qur’an seperti kebolehan memakan
bangkai ikan dan belalang, sedangkan dalam al-Qur’an menyatakan bahwa bangkai itu haram.

2. Sumber-Sumber Ajaran Islam Sekunder

IJTIHAD

Etimologi = mencurahkan tenaga, memeras pikiran, berusaha bersungguh-sungguh, bekerja


semaksimal munggkin.

Terminologi = usaha yang sungguh-sungguh oleh seseorang ulama yang memiliki syarat-syarat tertentu,
untuk merumuskan kepastian hukum tentang sesuatu ( beberapa ) perkara tertentu yang belum
ditetapkan hukumnya secara explisit di dalam al-Qur’an dan as-Sunnah.

Ijtihad berasal dari kata ijtihada yang berarti mencurahkan tenaga dan pikiran atau bekerja semaksimal
mungkin. Sedangkan ijtihad sendiri berarti mencurahkan segala kemampuan berfikir untuk
mengeluarkan hukum syar’i dari dalil-dalil syara, yaitu Alquran dan hadist. Hasil dari ijtihad merupakan
sumber hukum ketiga setelah Alquran dan hadist. Ijtihad dapat dilakukan apabila ada suatu masalah
yang hukumnya tidak terdapat di dalam Alquran maupun hadist, maka dapat dilakukan ijtihad dengan
menggunakan akal pikiran dengan tetap mengacu pada Alquran dan hadist.

Macam-macam ijtidah yang dikenal dalam syariat islam, yaitu

1. Ijma’, yaitu menurut bahasa artinya sepakat, setuju, atau sependapat. Sedangkan menurut istilah
adalah kebulatan pendapat ahli ijtihad umat Nabi Muhammad SAW sesudah beliau wafat pada suatu
masa, tentang hukum suatu perkara dengan cara musyawarah. Hasil dari Ijma’ adalah fatwa, yaitu
keputusan bersama para ulama dan ahli agama yang berwenang untuk diikuti seluruh umat.

2. Qiyas,yaitu berarti mengukur sesuatu dengan yang lain dan menyamakannya. Dengan kata lain
Qiyas dapat diartikan pula sebagai suatu upaya untuk membandingkan suatu perkara dengan perkara
lain yang mempunyai pokok masalah atau sebab akibat yang sama. Contohnya adalah pada surat Al isra
ayat 23 dikatakan bahwa perkataan ‘ah’, ‘cis’, atau ‘hus’ kepada orang tua tidak diperbolehkan karena
dianggap meremehkan atau menghina, apalagi sampai memukul karena sama-sama menyakiti hati
orang tua.
3. Istihsan, yaitu suatu proses perpindahan dari suatu Qiyas kepada Qiyas lainnya yang lebih kuat atau
mengganti argumen dengan fakta yang dapat diterima untuk mencegah kemudharatan atau dapat
diartikan pula menetapkan hukum suatu perkara yang menurut logika dapat dibenarkan. Contohnya,
menurut aturan syarak, kita dilarang mengadakan jual beli yang barangnya belum ada saat terjadi akad.
Akan tetapi menurut Istihsan, syarak memberikan rukhsah (kemudahan atau keringanan) bahwa jual beli
diperbolehkan dengan system pembayaran di awal, sedangkan barangnya dikirim kemudian.

4. Mushalat Murshalah, yaitu menurut bahasa berarti kesejahteraan umum. Adapun menurut istilah
adalah perkara-perkara yang perlu dilakukan demi kemaslahatan manusia. Contohnya, dalam Al Quran
maupun Hadist tidak terdapat dalil yang memerintahkan untuk membukukan ayat-ayat Al Quran. Akan
tetapi, hal ini dilakukan oleh umat Islam demi kemaslahatan umat.

5. Sududz Dzariah, yaitu menurut bahasa berarti menutup jalan, sedangkan menurut istilah adalah
tindakan memutuskan suatu yang mubah menjadi makruh atau haram demi kepentingan umat.
Contohnya adalah adanya larangan meminum minuman keras walaupun hanya seteguk, padahal minum
seteguk tidak memabukan. Larangan seperti ini untuk menjaga agar jangan sampai orang tersebut
minum banyak hingga mabuk bahkan menjadi kebiasaan.

6. Istishab, yaitu melanjutkan berlakunya hukum yang telah ada dan telah ditetapkan di masa lalu
hingga ada dalil yang mengubah kedudukan hukum tersebut. Contohnya, seseorang yang ragu-ragu
apakah ia sudah berwudhu atau belum. Di saat seperti ini, ia harus berpegang atau yakin kepada
keadaan sebelum berwudhu sehingga ia harus berwudhu kembali karena shalat tidak sah bila tidak
berwudhu.

7. Urf, yaitu berupa perbuatan yang dilakukan terus-menerus (adat), baik berupa perkataan maupun
perbuatan. Contohnya adalah dalam hal jual beli. Si pembeli menyerahkan uang sebagai pembayaran
atas barang yang telah diambilnya tanpa mengadakan ijab kabul karena harga telah dimaklumi bersama
antara penjual dan pembeli.

Ra’yu Yang Dilaksanakan Dengan Ijtihad

Menurut Mahmud Syaltut, Ijtihad atau al-Ra’yu mencakup 2 pengertian, yaitu :


1. Penggunaan pikiran untuk menentukan suatu hukum yang tidak ditentukan secara eksplisit oleh al-
Qur’an dan as-Sunnah.

2. Penggunaan pikiran dalam mengartikan, menafsirkan dan mengambil kesimpulan dari suatu ayat atau
Hadits.

Dasar melaksanakan Ijtihad adalah al-Qur’an Surat al-Maidah ayat 48!

48. dan Kami telah turunkan kepadamu Al Quran dengan membawa kebenaran, membenarkan apa yang
sebelumnya, Yaitu Kitab-Kitab (yang diturunkan sebelumnya) dan batu ujian[421] terhadap Kitab-Kitab
yang lain itu; Maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan dan janganlah kamu
mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu. untuk
tiap-tiap umat diantara kamu[422], Kami berikan aturan dan jalan yang terang. Sekiranya Allah
menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap
pemberian-Nya kepadamu, Maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. hanya kepada Allah-lah
kembali kamu semuanya, lalu diberitahukan-Nya kepadamu apa yang telah kamu perselisihkan itu,

[421] Maksudnya: Al Quran adalah ukuran untuk menentukan benar tidaknya ayat-ayat yang diturunkan
dalam Kitab-Kitab sebelumnya.

[422] Maksudnya: umat Nabi Muhammad s.a.w. dan umat-umat yang sebelumnya.

LAPANGAN IJTIHAD

Secara ringkas, lapangan Ijtihad dapat dibagi menjadi 3 perkara, yaitu :

1. Perkara yang sama sekali tidak ada nashnya di dalam al-Qur’an dan as-Sunnah.

2. Perkara yang ada nashnya, tetapi tidak Qath’i ( mutlak ) wurud ( sampai / muncul ) dan dhalala
( kesesatan ) nya.
3. Perkara hukum yang baru tumbuh dan berkembang dalam masyarakat.

KEDUDUKAN IJTIHAD

Berbeda dengan al-Qur’an dan as-Sunnah, Ijtihad sebagai sumber hukum Islam yang ketiga terikat
dengan ketentuan sebagai berikut:

1. Yang ditetapkan oleh Ijtihad tidak melahirkan keputusan yang absolut, sebab Ijtihad merupakan
aktivitas akal pikiran manusia yang relatif. Sebagai produk pikiran manusia yang relatif, maka keputusan
Ijtihad pun relatif.

2. Keputusan yang diterapkan oleh Ijtihad mungkin berlaku bagi seseorang, tetapi tidak berlaku bagi
orang lain. Berlaku untuk satu masa / tempat, tetapi tidak berlaku pada masa / tempat yang lain.

3. Keputusan Ijtihad tidak boleh bertentangan dengan al-Qur’an dan as-Sunnah.

4. Berijtihad mempertimbangkan faktor motivasi, kemaslahatan umum, kemanfaatan bersama dan


nilai-nilai yang menjadi ciri dan jiwa ajaran Islam.

5. Ijtihad tidak berlaku dalam urusan Ibadah Makhdah.

Kesimpulan

Mempelajari agama Islam merupakan fardhu ’ain , yakni kewajiban pribadi setiap muslim dan muslimah,
sedang mengkaji ajaran Islam terutama dikembangkan oleh akal pikiran manusia, diwajibkan kepada
masyarakat atau kelompok masyarakat.

Sumber ajaran agama islam terdiri dari sumber ajaran islam primer dan sekunder. Sumber ajaran agama
islam primer terdiri dari al-qur’an dan as-sunnah (hadist), sedangkan sumber ajaran agama islam
sekunder adalah ijtihad.

Saran

Sebelum kita mempelajari agama islam lebih jauh, terlebih dahulu kita harus mempelajari sumber-
sumber ajaran agama islam agar agama islam yang kita pelajri sesuia dengan al-qur’an dan tuntunan
nabi Muhammad SAW yang terdapat dalam as-sunnah (hadist).

Anda mungkin juga menyukai