Anda di halaman 1dari 18

1

Tugas Individu
Mata Kuliah : Syariah
Dosen : Drs. H. Muh. Ilyas Upe, M.Ag

MAKALAH
“Syariah, Hukum, Fiqh Islam & Sumber Hukum Syariah”

Oleh:
Dhevy Try Putry
15020190095
C5

Program Studi Sarjana Farmasi


Fakultas Farmasi
Universitas Muslim Indonesia
Makassar
2020
2

KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan karunian-Nya saya dapat
menyelesaikan makalah mata kuliah syariah ini.
Saya telah berusaha dengan semaksimal mungkin agar dapat menyelesaikan makalah ini
dengan sebaik mungkin dan sebenar-benarnya. Saya menyadari makalah ini jauh dari
kesempurnaan baik materi, penganalisaan, dan pembahasan. Semua hal ini dikarenakan
keterbatasan kemampuan dan pengalaman.
Saya berharap makalah ini dapat diterima dan dipahami bagi para pembaca. Dan saya juga
mengharapkan saran dan kritik dari semua pihak terutama yang bersifat membangun, guna
terciptanya kesempurnaan makalah ini. Dan bila didalamnya ada kesalahan dan kekurangan
mohon dimaklumi dan dimaafkan. Akhir kata saya ucapkan terima kasih. Mudah-mudahan
makalah ini dapat berguna bagi semua pihak.

(penulis)
3

DAFTAR ISI
Kata Pengantar........................................................................................................................2
Daftar isi...................................................................................................................................3
Bab 1 pendahuluan
1.1 Latar belakang..................................................................................................................4
1.2 Rumusan masalah.............................................................................................................4
1.3 Tujuan penulisan...............................................................................................................4
Bab 2 Pembahasan
2.1 Pengertian syariah............................................................................................................5
2.2 Pengertian hukum............................................................................................................6
2.3 Pengertian fiqh.................................................................................................................7
2.4 Pengertian sumber dan dalil...........................................................................................7
2.5 Sumber syari’ah pertama primer Al-Qur’an................................................................9
2.6 Sumber syari’ah primer kedua Al-Hadist.....................................................................12
2.7 Sumber syari’ah sekunder yang lahir dari ujtihad......................................................14
2.8 Yang dilahirkan ijtihad sebagai sumber syari’ah sekunder........................................17
Bab 3 Penutup
3.1 Kesimpulan.......................................................................................................................17
3.2 Saran ................................................................................................................................17
4

BAB 1
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Syariah islam merupakan jalan hidup bagi umat manusia dan diciptakan untuk
mengantarkan manusia menuju kebahagiaan di dunia maupun di akhirat melalui
penegakan berbagai seruan yang termaksud dalam al-qur’an dan as-sunnah mengatur
manusia dalam berbagai aspek, bidang ‘ubudiyah dan muamalah. Islam sebagai
agama memuat ajaran yang bersifat universal dan komprehensif. Universal yaitu
bersifat umum dan komprehensif artinya mencakup seluruh bidang kehidupan. Secara
umum hubungan aspek atau ajaran dalam islam dapat dilihat dari sistem muamalah
dalam islam yang meliputi berbagai aspek ajaran yaitu mulai dari persoalan hak atau
hukum sampai kepada urusan lembaga keuangan.secara umum, lembaga keuangan
meliputi dua lembaga yaitu, lembaga keuangan bank dan lembaga keuangan bukan
bank (non bank).
Seluruh tindakan manusia (ucapan, perbuatan dalam ibadah dan muamalah)
terdapat hukum-hukumnya. Hukum-hukum tersebut sebagian telah dijelaskan di
dalam nash-nash Al-Qur’an dan As-Sunnah. Meskipun demikian yang lain belum
terdapat penjelasan, namun syari’at islam telah memberikan dalil dan isyarat-isyarat
tersebut.
Para imam Madzhab sepakat dengan dalil yang dikemukakan Imam Syafi’i
dalam kitab al-Risalah yakni Al=qur’an dan As-Sunnah merupakan sumber hukum
utama yang saling berkaitan dan tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Selain dari al-
Qur’an dan As-Sunnah terdapat juga sumber dan dalil hukum Islam yang lain.
B. RUMUSAN MASALAH
Adapun rumusan masalah yang akan saya sajikan pada makalah ini yaitu:
1. Pengertian syari’ah
2. Pengertian hukum
3. Pengertian fiqh
4. Pengertian sumber dan dalil
5. Sumber syari’ah pertama primer Al-Qur’an
6. Sumber syari’ah primer kedua Al-Hadist
7. Sumber syari’ah sekunder yang lahir dari ijtihad
C. TUJUAN PENULISAN
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini antara lain:
1. Untuk mengetahui pengertian syari’ah
2. Untuk mengetahui pengertian hukum
3. Untuk mengetahui pengertian fiqh
4. Untuk mengetahui pengertian sumber dan dalil
5. Untuk mengetahui sumber syari’ah pertama primer Al-Qur’an
6. Untuk mengetahui sumber syariah primer kedua Al-Hadist
7. Untuk mengetahui sumber syari’ah sekunder yang lahir dari ijtihad
5

8. Untuk mengetahui yang dilahirkan utihad sebagai sumber syari’ah sekunder.

BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 PENGERTIAN SYARI’AH
Istilah syari’ah merupakan kata yang lumrah dimasukkan di antara masyarakat
Muslim dari masa awal Islam, namun yang mereka gunakan selalu syara’i (bentuk
jamak) bukan syariah (bentuk murfad).
Syari’ah adalah kosa kata bahasa arab yang berarti “sumber udara” atau
“sumber kehidupan”. Dalam bahasa Mukhtar al-sihah dipahami sebagai berikut.
Syariah adalah sumber udara dan ia adalah tujuan bagi orang yang akan minum.
Syari,ah juga sesuatu yang telah ditetapkan Allah swt. Untuk hamba-nya sebagai
agama yang telah disyairahkan kepada mereka.
Al-Qur’an menggunakan kata syirah dan syariah dalam agama, atau dalam arti
jalan yang jelas yang menggunakan Allah bagi manusia. Syariah sering digunakan
sebagai senonim kata din dan millah yang berarti semua peraturan yang berasal dari
Allah SWT. yang ada dalam al-Qur’an dan hadis yang berpotensi qat’l atau jelas
nasnya.
Sementara pengertian syariah Islam menurut Mahmud Syaltut adalah: syariah
menurut bahasa adalah tempat yang didatangi atau yang dituju oleh manusia dan
hewan guna meminum udara.
Menurut istilah hukum-hukum dan aturan Allah disyariahkan buat hambanya
untuk diikuti dan hubungan mereka sesama manusia. Di sini, makalah tentang syariah
tertuju kepada hukum yang didatangkan al-Qur'an dan Rasul-Nya, kemudian yang
menyetujui para sahabat dari hukum-hukum yang tidak datang mengenai urusannya
sesuatu nas dari al-Qur'an atau sunah. Kemudian hukum yang diistinbatkan dengan
jalan ijtihad, dan masuk ke ruang ijtihad mengatur hukum dengan menggabungkan
kias, karinah, tanda-tanda dan dalil-dalil.
Sementara syariah menurut Salam Madkur: tasyrik adalah lafal yang dikenal
dari kata syariah yang di antara Maknanya di dalam pandangan orang Arab di jalan
yang lurus dan digunakan oleh ahli fikih Islam untuk nama bagi hukum-hukum yang
Allah tetapkan untuk hambanya dan dituangkan dengan perantaraan Rasul-Nya Agar
mereka dapat bekerja dengan penuh keilmuan, baik hukum-hukum yang terkait
dengan kerja dengan aqidah atau dengan akhlak budi pekerti dan dinamakan dengan
Makna ini dipetik kalimat tasyrik yang mendukung undang-undang dan membuat
kaidah-kaidah-Nya, maka tasyrik sesuai permintaan ini membuat undang-undang baik
undang-undang itu berasal dari agama dan dinamakan tasyrik samawi atau dari
pebuatan manusia dan pikiran mereka dinamakan tasyrik wa'i.
6

Pengertian yang dikemukakan Syaltut ini dengan jelas telah dikembalikan


antara agama dengan syariah. Manurutnya, agama terdiri dari dua ajaran pokok yaitu
akidah dan syariah. Di mana syariah lebih dikhususkan pada alokasi amaliah. Lebih
lanjut, masih menurut Syaltut, aspek akidah merupakan pondasi tempat tumbuh dan
berkembangnya syariah, sedangkan syariah adalah sesuatu yang harus tumbuh dari
akidah itu.
Definisi syariah ini sebagai ketentuan hukum yang diatur oleh amaliah terdiri
dari dua kategori; pertama, ketentuan-ketentuan hukum yang diatur langsung oleh
syari '. Ketentuan-ketentuan tersebut bersifat abadi dan tidak berubah, karena tidak
ada yang punya wewenang untuk mengubahnya kecuali Allah.
tidak berbeda antara Rasul yang satu dengan yang lain. Sebagian ulama ada
yang mengartikan syariah itu dengan: “ Apa-apa yang bersangkutan dengan
peradilanserta pengajuan perkara kepada mahkamah dan tidak mencakup kepada hal
yanghalal dan haram.” Lebih dalam lagi Syaltut mengartikan syariah dengan “hukum-
hukum dan aturan-aturan yang ditetapkan Allah bagi hamba-hambaNya untukdiikuti
dalam hubungannya dengan Allah dan hubungannya dengan manusia.Dr.Farouk Abu
Zeid menjelaskan bahwa syariah itu adalah apa-apa yangditetapkan Allah melalui
lisan Nabi-Nya. Allah adalah pembuat huku yangmenyangkut kehidupan agama dan
kehidupan dunia.

2.2 PENGERTIAN HUKUM


Para ahli ushul menta'rifkan hukum dengan :
Perintah / firman Allah Swt yang berhubungan dengan perbuatan mukallaf, baik
berupa tuntutan ( perintah dan larangan), atau pilihan (kebolehan ) atau wadh'i
(menjadikan sesuatu sebagai sebab, syarat dan penghalang bagi sesuatu hukum.
Dari definisi di atas menunjukan, bahwa yang menetapkan hukum itu adalah
Allah Swt. Hanya Allah hakim yang maha tinggi dan maha kuasa. Rasulullah
penyampai hukum-hukum Allah kepada manusia. Oleh karena Allah yang
menetapkan hukum, maka sumber hukum yang pertama dan paling utama adalah
wahyu Allah yaitu Alquran, kemudian sunnah Rasul sebagai sumber hukum yang ke
dua, dan sumber hukum yang ke tiga adalah Ijtihad.
Adapun Hukum Islam merupakan rangkaian kata “hukum” dan “islam”.
Secara terpisah hukum dapat diartikan sebagai seperangkat perturan tentang tingkah
lakumanusia yang diakui sekelompok masyarakat, disusun orang-orang yang
diberiwewenang oleh masyarakat itu, berlaku dan mengikat seluruh anggotanya. Bila
kata “hukum” di gabungkan dengan kata “islam”, maka hukum islam adalah
seperangkat peraturan berdasarkan wahyu Allah dan sunah rasul tentang tingkahlaku
manusia mukallaf yang diakui dan diyakini mengikat untuk semua yangberagama
islam.
7

Bila artian sederhana tentang hukum islam itu dihubungkan dengan


pengertian fiqh, maka dapat dikatakan bahwa yang dimaksud hukum islam itu adalah
yang bernama fiqh dalam literatur islam yang berbahasa arab.
2.3 PENGERTIAN FIQH
Fiqh secara etimologi berarti pemahaman yang mendalam dan membutuhkan
pengerahan potensi akal, Sedangkan secara terminologi fiqh merupakan bagiandari
syari’ah Islamiyah, yaitu pengetahuan tentang hukum syari’ah Isl Amiyah yang
berkaitan dengan perbuatan manusia yang telah dewasa dan berakal sehat (mukallaf)
dan diambil dari dalil yang terinci. Sedangkan menurut Prof. Dr. H.Amir Syarifuddin
mengatakan fiqh adalah ilmu tentang hukum-hukum syar’I yang bersifat amaliah yang
digali dan ditemukan dengan dalil-dalil yang tafsili. Penggunaan kata “syariah” dalam
definisi tersebut menjelaskan bahwa fiqh itu menyangkut ketentuan yang bersifat
syar‟I, yaitu sesuatu yang berasal darikehendak Allah. Kata “amaliah” yang terdapat
dalam definisi diatas menjelaskan bahwa fiqh itu hanya menyangkut tindak tanduk
manusia yang bersifat lahiriah.Dengan demikian hal-hal yang bersifat bukan amaliah
seperti masalah keimanan atau “aqidah” tidak termasuk dalam lingkungan fiqh dalam
uraian ini. penggunaankata “digali dan ditemukan” mengandung arti bahwa fiqh itu
adalah hasil penggalian, penemuan, penganalisisan, dan penentuan ketetapan tentang
hukum.Fiqh itu adalah hasil penemuan mujtahid dalam hal yang tdak dijelaskan oleh
nash.
Dari penjelasan diata dapat kita tarik benang merah, bahwa fiqh dan
syariahmemiliki hubungan yang erat. Semua tindakan manusia di dunia dalam
mencapaikehidupan yang baik itu harus tunduk kepada kehendak Allah dan
Rasulullah.Kehendak Allah dan Rasul itu sebagian terdapat secara tertulis dalam
kitab-Nyayang disebut syari’ah.Untuk mengetahui semua kehendak-Nya tentang
amaliahmanusia itu, harus ada pemahaman yang mendalam tentang syari‟ah,
sehingga amaliah syari‟ah dapat diterapkan dalam kondisi dan situasi apapun dan
bagaimanapun. Hasilnya itu dituangkan dalam ketentuan yang terinci. Ketentuanyang
terinci tentang amaliah manusia mukalaf yang diramu dan diformulasikan sebagai
hasil pemahaman terhadap syari‟ah itu disebut fiqh.

2.4 PENGERTIAN SUMBER DAN DALIL


Secara etimologi ( bahasa) sumber berarti asal dari segala sesuatu atau tempat
merujuk sesuatu. Adapun secara terminologi ( istilah ) dalam ilmu ushul, sumber
diartikan sebagai rujukan yang pokok atau utama dalam menetapkan hukum Islam,
yaitu berupa Alquran dan Al-Sunnah.
Dalil, secara bahasa artinya petunjuk pada sesuatu baik yang bersifat material
maupun yang bersifat nonmaterial. Sedangkan menurut Istilah, suatu petunjuk yang
dijadikan landasan berfikir yang benar dalam memperoleh hukum syara' yang bersifat
praktis, baik yang kedudukannya qath'i ( pasti ) atau Dhani (relatif). Atau dengan kata
lain, dalil adalah segala sesuatu yang menunjukan kepada madlul. Madlul itu
8

adalah hukum syara' yang amaliyah dari dalil. Untuk samapai kepada madlul
memerlukan pemahaman atau tanda penunjuknya ( dalalah ). Jadi prosesnya ialah :
Dalil - dalalah - madlul Aqiemu ash-shalat - Perintah shalat - Wajib shalat
Asap - Ada yang terbakar - Api Dalil dapat dilihat dari berbagai segi : Dari segi
asalnya, dari segi ruang limgkupnya, dari segi kekuatannya.
a. Dalil ditinjau dari segi asalnya
Ditinjau dari asalnya, dalil ada dua macam:
1. Dalil Naqli yaitu dalil-dalil yang berasal dari nash langsung, yaitu Alquran dan
al- Sunnah.
2. Dalil aqli, yaitu dalil - dalil yang berasal bukan dari nash langsung, akan tetapi
dengan menggunakan akal pikiran, yaitu Ijtihad. Bila direnungkan, dalam fiqih
dalil akal itu bukanlah dalil yang lepas sama sekali dari Alquran dan al-
Sunnah, tetapi prinsif-prinsif umumnya terdapat dalam Alquran dan Al-
Sunnah.
b. Dalil ditinjau dari ruang lingkupnya
Dalil ditinjau dari ruang lingkupnya ada dua macam, yaitu:
1. Dalil Kully yaitu dalil yang mencakup banyak satuan hukum. Dalil Kulli ini
adakalaya berupa ayat Alquran, dan berupa hadits, juga adakalanya berupa
Qaidah-qaidah Kully.
2. Dalil Juz'i, atau Tafsili yaitu dalil yang menunjukan kepada satu persoalan dan
satu hukum tertentu
c. Dalil ditinjau dari daya kekuatannya
Dalil ditinjau dari daya kekuatannya ada dua, yaitu Dalil Qath'i dan dalil
Dhanni.
1. Dalil Qath'i,
Dalil Qath'i ini terbagi kepada dua macam, yaitu :
a. Dalil Qath'i al-Wurud, yaitu dalil yang meyakinkan bahwa datangnya dari
Allah (Al-quran) atau dari Rasulullah ( Hadits Mutawatir). Al-quran
seluruhnya Qath'i wurudnya, dan tidak semua hadits qath'i wurudnya.
b. Dalil Qath'i Dalalah, yaitu dalil yang kata-katanya atau ungkapan kata-
katanya menunjukan arti dan maksud tertentu dengan tegas dan jelas sehingga
tidak mungkin dipahamkan lain.
2.Dalil Dhanni.
Dalil Dhanni, terbagi kepada dua macam pula yaitu: Dhanni al-Wurud
danDhanni al-Dalalah.
a. Dhanni al-Wurud, yaitu dalil yang memberi kesan yang kuat atau
sangkaan yang kuat bahwa datangnya dari Nabi saw. Tidak ada ayat
Alquran yang dhanni wurud, adapun hadits ada yang dhanni wurudnya
yaitu hadits ahad.
b. Dhanni al-Dalalah, yaitu dalil yang kata-katanya atau ungkapan kata-
katanya memberi kemungkinan - kemungkinan arti dan maksud lebih dari
satu. Tidak
9

menunjukan kepada satu arti dan maksud tertentu. Dan wanita yang ditalak
hendaklah menahan dirinya (beriddah) tiga kali quru. Kata Quru dalam ayat di
atas bisa diartikan haid dan bisa diartikan suci. Oleh karena itu para ula sering
berbeda pendapat dalam menentukan hukum dari ayat tersebut di atas.
Dari pengertian dalil yang diungkapkan di atas, maka dapat dikatakan bahwa;
Alquran dan al-Sunnah juga disebut sebagai dalil hukum, disamping sebagai
sumber hukum Islam. Karena itu dari sisi ini, apa yang dikemukakan Abdul
Wahab Khalaf bahwa al-Adillah al-Ahkam identik dengan Mashadir al-
Ahkam ( sumber hukum). Dari sini pula dapat dikatakan bahwa seperti, Ijma,
Qiyas, mashlahah mursalah, istihsan dan lain sebagainya tidak dapat
dikatakan sebagai sumber hukum Islam, karena dalil-dalil ini hanya bersifat
al-Kasyf wa al-Izhar li al-Hukum artinya hanya menyingkap dan
memunculkan yang ada dalam Alquran dan al-Sunnah. Karena suatu dalil
yang membutuhkan dalil lain untuk dijadikan hujjah, tidaklah dapat dikatakan
sumber, karena yang dikatakan sumber itu harus berdiri sendiri. Disamping
itu, keberadaan suatu dalil, seperti Ijma, Qiyas dan istihsan misalnya, tidak
boleh bertentangan dengan ketentuan-ketentuan yang ada dalam Alquran dan
al- Sunnah. Oleh sebab itu, para ahli ushul Fiqh sering menyebut terhadap
adillah ahkam seperti Ijma, Qiyas dan sebagainya, sebagai turuq istinbath al-
Ahkam yaitu metode dalam menetapkan hukum.
2.5 SUMBER SYARI’AH PERTAMA PRIMER AL-QUR’AN
Secara etimologi Alquran berasal dari kata qara’a, yaqra’u, qiraa’atan, atau
qur’anan yang berarti mengumpulkan (al-jam’u) dan menghimpun (al-
dlammu). Sedangkan secara terminologi (syariat), Alquran adalah Kalam
Allah ta’ala yang diturunkan kepada Rasul dan penutup para Nabi-Nya,
Muhammad shallallaahu ‘alaihi wasallam, diawali dengan surat al-Fatihah dan
diakhiri dengan surat an-Naas. Dan menurut para ulama klasik, Alquran
sumber agama (juga ajaran) Islam pertama dan utama yang memuat firman-
firman (wahyu) Allah, sama benar dengan yang disampai- kan oleh Malaikat
Jibril kepada Nabi Muhammad sebagai Rasul Allah sedikit demi sediki selama
22 tahun 2 bulan 22 hari, mula-mula di Mekah kemudian di Madinah.
Al-Qur’an menyajikan tingkat tertinggi dari segi kehidupan manusia.
Sangat mengaggumkan bukan saja bagi orang mukmin, melainkan juga bagi
orang-orang kafir. Al-Qur’an pertama kali diturunkan pada tanggal 17
Ramadhan (Nuzulul Qur’an). Wahyu yang perta kali turun tersebut adalah
Surat Alaq, ayat 1-5. Al-Qur’an memiliki beberapa nama lain, antara lain
adalah Al-Qur’an (QS. Al-Isra: 9), Al-Kitab (QS. Al-Baqoroh: 1-2), Al-
Furqon (QS. Al-Furqon: 1), At-Tanzil (QS. As-Syu’ara: 192), Adz-Dzikir
(QS. Al-Hijr: 1-9).
Ayat-ayat al-Quran yang diturunkan selama lebih kurang 23 tahun itu
dapat dibedakan antara ayat-ayat yang diturunkan ketika Nabi Muhammad
masih tinggal di Mekah (sebelum hijrah) dengan ayat yang turun setelah Nabi
10

Muhammad hijrah (pindah) ke Madinah. Ayat-ayat yang tutun ketika Nabi


Muhammad masih berdiam di Mekkah di sebut ayat-ayat Makkiyah,
sedangkan ayat-ayat yang turun sesudah Nabi Muhammad pindah ke Medinah
dinamakan ayat-ayat Madaniyah
FUNGSI AL-QUR’AN
1. Sebagai pedoman hidup.
2. Sebagai korektor dan penyempurna kitab-kitab Allah swt. yang terdahulu.
3. Sebagai sarana peribadatan.
Ciri-cirinya adalah :
1. Ayat-ayat Makiyah pada umumnya pendek-pendek, merupakan 19/30
dari seluruh isi al-Quran, terdiri dari 86 surat, 4.780 ayat. Sedangkan ayat-ayat
Madaniyah pada umumnya panjang-panjang, merupakan 11/30 dari seluruh isi
al-Quran, terdiri dari 28 surat, 1456 ayat.
2. Ayat-ayat Makkiyah dimulai dengan kata-kata yaa ayyuhannaas (hai
manusia) sedang ayat–ayat Madaniyah dimulai dengan kata-kata yaa
ayyuhallaziina aamanu (hai orang-orang yang beriman).
3. Pada umumnya ayat-ayat Makkiyah berisi tentang tauhid yakni
keyakinan pada Kemaha Esaan Allah, hari Kiamat, akhlak dan kisah-kisah
umat manusia di masa lalu, sedang ayat-ayat Madaniya memuat soal-soal
hukum, keadilan, masyarakat dan sebagainya.
.

Pokok-pokok kandungan dalam Alquran antara lain:


1. Petunjuk mengenai akidah yang harus diyakini oleh manusia. Petunjuk
akidah ini berintikan keimanan akan keesaan Tuhan dan kepercayaan kepastian
adanya hari kebangkitan, perhitungan serta pembalasan kelak.
2. Petunjuk mengenai syari’ah yaitu jalan yang harus diikuti manusia dalam
berhubungan dengan Allah dan dengan sesama insan demi kebahagiaan hidup
manusia di dunia ini dan di akhirat kelak.
3. Petunjuk tentang akhlak, mengenai yang baik dan buruk yang harus
diindahkan leh manusia dalam kehidupan, baik kehidupan individual maupun
kehidupan sosial.
4. Kisah-kisah umat manusia di zaman lampau. Sebagai contoh kisah kaum
Saba yang tidak mensyukuri karunia yang diberikan Allah, sehingga Allah
menghukum mereka dengan mendatangkan banjir besar serta mengganti kebun
yang rusak itu dengan kebun lain yang ditumbuhi pohon-pohon yang berbuah
pahit rasanya.
5. Berita tentang zaman yang akan datang. Yakni zaman kehidupan akhir
manusia yang disebut kehidupan akhirat. Kehidupan akhirat dimulai dengan
11

peniupan sangkakala (terompet) oleh malaikat Israil. “ Apabila sangkakala


pertamaditiupkan, diangkatlah bumi dan gunung-gunung, la- lu keduanya
dibenturkan sekali bentur. Pada hari itulah terjadilah kiamat dan terbelahlah
langit...”. (Qs al-Haqqah (69) : 13-16.
6. Benih dan Prinsip-prinsip ilmu pengetahuan.
7. Hukum yang berlaku bagi alam semesta.
Keutamaan Al-Qur’an ditegaskan dalam Sabda Rasullullah, antara lain:
Sebaik-baik orang di antara kamu, ialah orang yang mempelajari Al-Qur’an dan
mengajarkannya
Umatku yang paling mulia adalah Huffaz (penghafal) Al-Qur’an (HR. Turmuzi)
Orang-orang yang mahir dengan Al-Qur’an adalah beserta malaikat-malaikat yang
suci dan mulia, sedangkan orang membaca Al-Qur’an dan kurang fasih lidahnya
berat dan sulit membetulkannya maka baginya dapat dua pahala (HR. Muslim).
Sesungguhnya Al-Qur’an ini adalah hidangan Allah, maka pelajarilah hidangan
Allah tersebut dengan kemampuanmu (HR. Bukhari-Muslim).
Bacalah Al-Qur’an sebab di hari Kiamat nanti akan datang Al-Qur’an sebagai
penolong bagai pembacanya (HR. Turmuzi).
Al-Quran mengandung tiga komponen dasar hukum, sebagai berikut:
1. Hukum I’tiqadiah, yakni hukum yang mengatur hubungan rohaniah manusia
dengan Allah SWT dan hal-hal yang berkaitan dengan akidah/keimanan. Hukum
ini tercermin dalam Rukun Iman. Ilmu yang mempelajarinya disebut Ilmu Tauhid,
Ilmu Ushuluddin, atau Ilmu Kalam.
2. Hukum Amaliah, yakni hukum yang mengatur secara lahiriah hubungan
manusia dengan Allah SWT, antara manusia dengan sesama manusia, serta
manusia dengan lingkungan sekitar. Hukum amaliah ini tercermin dalam Rukun
Islam dan disebut hukum syara/syariat. Adapun ilmu yang mempelajarinya
disebut Ilmu Fikih.
3. Hukum Khuluqiah, yakni hukum yang berkaitan dengan perilaku normal
manusia dalam kehidupan, baik sebagai makhluk individual atau makhluk sosial.
Hukum ini tercermin dalam konsep Ihsan. Adapun ilmu yang mempelajarinya
disebut Ilmu Akhlaq atau Tasawuf.
Sedangkan khusus hukum syara dapat dibagi menjadi dua kelompok, yakni:
1. Hukum ibadah, yaitu hukum yang mengatur hubungan manusia dengan
Allah SWT, misalnya salat, puasa, zakat, dan haji
2. Hukum muamalat, yaitu hukum yang mengatur manusia dengan sesama
manusia dan alam sekitarnya. Termasuk ke dalam hukum muamalat adalah
sebagai berikut:
· Hukum munakahat (pernikahan).
· Hukum faraid (waris).
· Hukum jinayat (pidana).
· Hukum hudud (hukuman).
· Hukum jual-beli dan perjanjian.
· Hukum tata Negara/kepemerintahan
12

· Hukum makanan dan penyembelihan.


· Hukum aqdiyah (pengadilan).
· Hukum jihad (peperangan).
· Hukum dauliyah (antarbangsa).
Fungsi Al-Qur’an antara lain adalah:
Menerangkan dan menjelaskan (QS. 16:89; 44:4-5)
Al-Qur’an kebenaran mutlak (Al-Haq) (QS. 2: 91, 76)
Pembenar (membenarkan kitab-kitab sebelumnya) (QS. 2: 41, 91, 97; 3: 3; 5: 48;
6: 92; 10: 37; 35: 31; 46: 1; 12: 30)
1. Sebagai Furqon (pembeda antara haq dan yang bathil, baik dan buruk)
2. Sebagai obat penyakit (jiwa) (QS. 10: 57; 17:82; 41: 44)
3. Sebagai pemberi kabar gembira
4. Sebagai hidayah atau petunjuk (QS. 2:1, 97, 185; 3: 138; 7: 52, 203, dll)
5. Sebagai peringatan
6. Sebagai cahaya petunjuk (QS. 42: 52)
7. Sebagai pedoman hidup (QS. 45: 20)
8. Sebagai pelajaran
2.6 SYARI’AH PRIMER KEDUA AL-HADIST
Al-Hadis adalah sumber kedua agama dan ajaran Islam. Sebagai sumber agama
dan ajaran Islam, al-Hadis mempunyai peranan penting setelah Al-Quran. Al-
Quran sebagai kitab suci dan pedoman hidup umat Islam diturunkan pada
umumnya dalam kata-kata yang perlu dirinci dan dijelaskan lebih lanjut, agar
dapat dipahami dan diamalkan.
Ada tiga peranan al-Hadis disamping al-Quran sebagai sumber agama dan ajaran
Islam, yakni sebagai berikut :
1. Menegaskan lebih lanjut ketentuan yang terdapat dalam al-Quran. Misalnya
dalam Al-Quran terdapat ayat tentang sholat tetapi mengenai tata cara
pelaksanaannya dijelaskan oleh Nabi.
2. Sebagai penjelasan isi Al-Quran. Di dalam Al-Quran Allah memerintah- kan
manusia mendirikan shalat. Namun di dalam kitab suci tidak dijelaskan
banyaknya raka’at, cara rukun dan syarat mendirikan shalat. Nabilah yang
menyebut sambil mencontohkan jumlah raka’at setiap shalat, cara, rukun dan
syarat mendirikan shalat.
3. Menambahkan atau mengembangkan sesuatu yang tidak ada atau samar-
samar ketentuannya di dalam Al-Quran. Sebagai contoh larangan Nabi mengawini
seorang perempuan dengan bibinya. Larangan ini tidak terdapat dalam larangan-
larangan perkawinan di surat An-Nisa (4) : 23. Namun, kalau dilihat hikmah
larangan itu jelas bahwa larangan tersebut mencegah rusak atau putusnya
hubungan silaturrahim antara dua kerabat dekat yang tidak disukai oleh agama
Islam.
13

Macam-macam As-Sunnah:
Ditinjau dari bentuknya
1. Sunnah qauliyah, yaitu semua perkataan Rasulullah
2. Sunnah fi’liyah, yaitu semua perbuatan Rasulullah
3 Sunnah taqririyah, yaitu penetapan dan pengakuan Rasulullah terhadap
pernyataan ataupun perbuatan orang lain
4. Sunnah hammiyah, yaitu sesuatu yang telah direncanakan akan dikerjakan tapi
tidak sampai dikerjakan

Ditinjau dari segi jumlah orang-orang yang menyampaikannya


1. Mutawir, yaitu yang diriwayatkan oleh orang banyak
2. Masyhur, diriwayatkan oleh banyak orang, tetapi tidak sampai (jumlahnya)
kepada derajat mutawir
3. Ahad, yang diriwayatkan oleh satu orang.
Ditinjau dari kualitasnya
1. Shahih, yaitu hadits yang sehat, benar, dan sah
2. Hasan, yaitu hadits yang baik, memenuhi syarat shahih, tetapi dari segi hafalan
pembawaannya yang kurang baik.
3. Dhaif, yaitu hadits yang lemah
4. Maudhu’, yaitu hadits yang palsu.
Ditinjau dari segi diterima atau tidaknya
1. Maqbul, yang diterima.
2. Mardud, yang ditolak.
Ø Apabila as-Sunnah / Hadits tidak berfungsi sebagai sumber hukum, maka kaum
muslimin akan mengalami kesulitan-kesulitan seperti :
1. Melaksanakan Shalat, Ibadah Haji, mengeluarkan Zakat dan lain sebagainya,
karena ayat al-Qur’an dalam hal tersebut hanya berbicara secara global dan
umum, sedangkan yang menjelaskan secara rinci adalah as-Sunnah / Hadits.
2. Menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an, untuk menghindari penafsiran yang subyektif
dan tidak dapat dipertanggungjawabkan.
14

3. Mengikuti pola hidup Nabi, karena dijelaskan secara rinci dalam Sunnahnya,
sedangkan mengikuti pola hidup Nabi adalah perintah al-Qur’an.
4. Menghadapi masalah kehidupan yang bersifat teknis, karena adanya peraturan-
peraturan yang diterangkan oleh as-Sunnah / Hadits yang tidak ada dalam al-
Qur’an seperti kebolehan memakan bangkai ikan dan belalang, sedangkan dalam
al-Qur’an menyatakan bahwa bangkai itu haram.
2.7 SUMBER SYARI’AH SEKUNDER YANG LAHIR DARI IJTIHAD
IJTIHAD
Etimologi = mencurahkan tenaga, memeras pikiran, berusaha bersungguh-
sungguh, bekerja semaksimal munggkin.
Terminologi = usaha yang sungguh-sungguh oleh seseorang ulama yang
memiliki syarat-syarat tertentu, untuk merumuskan kepastian hukum tentang
sesuatu ( beberapa ) perkara tertentu yang belum ditetapkan hukumnya secara
explisit di dalam al-Qur’an dan as-Sunnah.

Ijtihad berasal dari kata ijtihada yang berarti mencurahkan tenaga dan pikiran
atau bekerja semaksimal mungkin. Sedangkan ijtihad sendiri berarti
mencurahkan segala kemampuan berfikir untuk mengeluarkan hukum syar’i
dari dalil-dalil syara, yaitu Alquran dan hadist. Hasil dari ijtihad merupakan
sumber hukum ketiga setelah Alquran dan hadist. Ijtihad dapat dilakukan
apabila ada suatu masalah yang hukumnya tidak terdapat di dalam Alquran
maupun hadist, maka dapat dilakukan ijtihad dengan menggunakan akal
pikiran dengan tetap mengacu pada Alquran dan hadist.
Macam-macam ijtidah yang dikenal dalam syariat islam, yaitu
1. Ijma’, yaitu menurut bahasa artinya sepakat, setuju, atau sependapat.
Sedangkan menurut istilah adalah kebulatan pendapat ahli ijtihad umat Nabi
Muhammad SAW sesudah beliau wafat pada suatu masa, tentang hukum suatu
perkara dengan cara musyawarah. Hasil dari Ijma’ adalah fatwa, yaitu
keputusan bersama para ulama dan ahli agama yang berwenang untuk diikuti
seluruh umat.

2. Qiyas,yaitu berarti mengukur sesuatu dengan yang lain dan


menyamakannya. Dengan kata lain Qiyas dapat diartikan pula sebagai suatu
upaya untuk membandingkan suatu perkara dengan perkara lain yang
mempunyai pokok masalah atau sebab akibat yang sama. Contohnya adalah
pada surat Al isra ayat 23 dikatakan bahwa perkataan ‘ah’, ‘cis’, atau ‘hus’
kepada orang tua tidak diperbolehkan karena dianggap meremehkan atau
menghina, apalagi sampai memukul karena sama-sama menyakiti hati orang
tua.
15

3. Istihsan, yaitu suatu proses perpindahan dari suatu Qiyas kepada Qiyas
lainnya yang lebih kuat atau mengganti argumen dengan fakta yang dapat
diterima untuk mencegah kemudharatan atau dapat diartikan pula menetapkan
hukum suatu perkara yang menurut logika dapat dibenarkan. Contohnya,
menurut aturan syarak, kita dilarang mengadakan jual beli yang barangnya
belum ada saat terjadi akad. Akan tetapi menurut Istihsan, syarak memberikan
rukhsah (kemudahan atau keringanan) bahwa jual beli diperbolehkan dengan
system pembayaran di awal, sedangkan barangnya dikirim kemudian.
4. Mushalat Murshalah, yaitu menurut bahasa berarti kesejahteraan umum.
Adapun menurut istilah adalah perkara-perkara yang perlu dilakukan demi
kemaslahatan manusia. Contohnya, dalam Al Quran maupun Hadist tidak
terdapat dalil yang memerintahkan untuk membukukan ayat-ayat Al Quran.
Akan tetapi, hal ini dilakukan oleh umat Islam demi kemaslahatan umat.

5. Sududz Dzariah, yaitu menurut bahasa berarti menutup jalan, sedangkan


menurut istilah adalah tindakan memutuskan suatu yang mubah menjadi
makruh atau haram demi kepentingan umat. Contohnya adalah adanya
larangan meminum minuman keras walaupun hanya seteguk, padahal minum
seteguk tidak memabukan. Larangan seperti ini untuk menjaga agar jangan
sampai orang tersebut minum banyak hingga mabuk bahkan menjadi
kebiasaan.

6. Istishab, yaitu melanjutkan berlakunya hukum yang telah ada dan telah
ditetapkan di masa lalu hingga ada dalil yang mengubah kedudukan hukum
tersebut. Contohnya, seseorang yang ragu-ragu apakah ia sudah berwudhu
atau belum. Di saat seperti ini, ia harus berpegang atau yakin kepada keadaan
sebelum berwudhu sehingga ia harus berwudhu kembali karena shalat tidak
sah bila tidak berwudhu.

7. Urf, yaitu berupa perbuatan yang dilakukan terus-menerus (adat), baik


berupa perkataan maupun perbuatan. Contohnya adalah dalam hal jual beli. Si
pembeli menyerahkan uang sebagai pembayaran atas barang yang telah
diambilnya tanpa mengadakan ijab kabul karena harga telah dimaklumi
bersama antara penjual dan pembeli.

Ra’yu Yang Dilaksanakan Dengan Ijtihad


Menurut Mahmud Syaltut, Ijtihad atau al-Ra’yu mencakup 2 pengertian, yaitu
:
1. Penggunaan pikiran untuk menentukan suatu hukum yang tidak ditentukan
secara eksplisit oleh al-Qur’an dan as-Sunnah.
2. Penggunaan pikiran dalam mengartikan, menafsirkan dan mengambil
kesimpulan dari suatu ayat atau Hadits.
16

Dasar melaksanakan Ijtihad adalah al-Qur’an Surat al-Maidah ayat 48!


dan Kami telah turunkan kepadamu Al Quran dengan membawa kebenaran,
membenarkan apa yang sebelumnya, Yaitu Kitab-Kitab (yang diturunkan
sebelumnya) dan batu ujian[421] terhadap Kitab-Kitab yang lain itu; Maka
putuskanlah perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan dan janganlah
kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang
telah datang kepadamu. untuk tiap-tiap umat diantara kamu[422], Kami
berikan aturan dan jalan yang terang. Sekiranya Allah menghendaki, niscaya
kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu
terhadap pemberian-Nya kepadamu, Maka berlomba-lombalah berbuat
kebajikan. hanya kepada Allah-lah kembali kamu semuanya, lalu
diberitahukan-Nya kepadamu apa yang telah kamu perselisihkan itu,
[421] Maksudnya: Al Quran adalah ukuran untuk menentukan benar tidaknya
ayat-ayat yang diturunkan dalam Kitab-Kitab sebelumnya.
[422] Maksudnya: umat Nabi Muhammad s.a.w. dan umat-umat yang
sebelumnya.

LAPANGAN IJTIHAD
Secara ringkas, lapangan Ijtihad dapat dibagi menjadi 3 perkara, yaitu :
1. Perkara yang sama sekali tidak ada nashnya di dalam al-Qur’an dan as-
Sunnah.
2. Perkara yang ada nashnya, tetapi tidak Qath’i ( mutlak ) wurud ( sampai /
muncul ) dan dhalala ( kesesatan ) nya.
3. Perkara hukum yang baru tumbuh dan berkembang dalam masyarakat.

KEDUDUKAN IJTIHAD
Berbeda dengan al-Qur’an dan as-Sunnah, Ijtihad sebagai sumber hukum
Islam yang ketiga terikat dengan ketentuan sebagai berikut:
1. Yang ditetapkan oleh Ijtihad tidak melahirkan keputusan yang absolut,
sebab Ijtihad merupakan aktivitas akal pikiran manusia yang relatif. Sebagai
produk pikiran manusia yang relatif, maka keputusan Ijtihad pun relatif.
2. Keputusan yang diterapkan oleh Ijtihad mungkin berlaku bagi seseorang,
tetapi tidak berlaku bagi orang lain. Berlaku untuk satu masa / tempat, tetapi
tidak berlaku pada masa / tempat yang lain.
3. Keputusan Ijtihad tidak boleh bertentangan dengan al-Qur’an dan as-
Sunnah.
4. Berijtihad mempertimbangkan faktor motivasi, kemaslahatan umum,
kemanfaatan bersama dan nilai-nilai yang menjadi ciri dan jiwa ajaran Islam.
5. Ijtihad tidak berlaku dalam urusan Ibadah Makhdah.
17

2.8 YANG DILAHIRKAN IJTIHAD SEBAGAI SUMBER SYARI’AH


SEKUNDER
Untuk pertama kalinya ijtihad dilakukan terhadap yang pertama timbul
dalam Islam : siapa pengganti nabi Muhammad sebagai khalifah atau kepala
negara setelah beliau wafat? Kaum Anshar berijtihad bahwa pengganti beliau
haruslah salah seorang dari mereka, dengan alasan merekalah yang menolong
beliau ketika dikejar-kejar Kaum Quraisy Makkah. Sedangkan menurut ijtihad
Abu Bakar, yang berhak menjadi khalifah pengganti Nabi adalah orang
Quraisy, dengan alasan Nabi Muhammad bersabda “para pemuka/ al-aimmah
adalah dari golongan Quraisy”. Selama lebih 900 tahun ijtihad Abu Bakarlah
yang dipegang oleh ummat Islam, yang dikenal dengan ‘Sunni’. Adapun
menurut ijtihad Ali, yang berhak menjadi khalifah pengganti Nabi ialah
keluarga Nabi Muhammad. Ijtihad ini di kemudian hari melahirkan madzhab
Syi’ah. Di dalam madzhab ini terdapat perbedaan pendapat, sehingga
melahirkan Syi’ah Zaidiyah, Syi’ah Ismailiyah, dan Syi’ah 12. Dan kaum
khawarij tidak menyetujui hasil ijtihad kaum Anshar, kaum Sunni, dan kaum
Syi’ah. Mereka (kaum khawarij) berijtihad bahwa muslim manapun, asal
memenuhi syarat-syarat yang diperlukan, dapat menjadi khalifah dan tidak ada
ketentuan bahwa ia harus orang Arab, Quraisy, ataupun keturunan Nabi.
Tidak lama setelah menjadi khalifah, Abu Bakar menghadapi satu
masalah; sebagian orang Islam tidak mau membayarkan zakatnya setelah Nabi
Muhammad wafat. Ia menyelesaikan masalah itu melalui ijtihad. Begitu pula
Umar ibn al-Khattab. Melalui ijtihad ia menyelesaikan masalah-masalah yang
ditimbulkan oleh meluasnya daerah yang dikuasai oleh tentara Islam.
Berlainan dengan ketentuan dan Al-Qur’an dan sunah Nabi Muhammad, Umar
tidak membagi-bagikan tanah itu kepada tentara yang menaklukkannya.

BAB 3
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Mempelajari agama Islam merupakan fardhu ’ain , yakni kewajiban pribadi
setiap muslim dan muslimah, sedang mengkaji ajaran Islam terutama dikembangkan
oleh akal pikiran manusia, diwajibkan kepada masyarakat atau kelompok masyarakat.
Sumber ajaran agama islam terdiri dari sumber ajaran islam primer dan
sekunder. Sumber ajaran agama islam primer terdiri dari al-qur’an dan as-sunnah
(hadist), sedangkan sumber ajaran agama islam sekunder adalah ijtihad.
3.2 SARAN
Sebelum kita mempelajari agama islam lebih jauh, terlebih dahulu kita harus
mempelajari sumber-sumber ajaran agama islam agar agama islam yang kita pelajri
sesuia dengan al-qur’an dan tuntunan nabi Muhammad SAW yang terdapat dalam as-
sunnah (hadist).
18

DAFTAR PUSTAKA

Ali, Mukti. 2000. Ijtihad dalam pandangan Muhammad Jakarta : PT


Bulan Bintang.
Ajib Mas’adi, Ghufron.1997. Metodologi Pembaharuan Hukum Islam.
Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Asmawi.2011. Perbandingan Ushul Fiqh. Jakarta: AMZAH.
http://id.wikipedia.org/wiki/ijtihad

Anda mungkin juga menyukai