Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN STUDI LAPANGAN

BLOK ASUHAN GIZI KLINIK 3


TATA LAKSANA DIET PADA PASIEN
SYSTEMIC LUPUS ERYTHEMATOSUS (SLE) DENGAN NEUROPSIKIATER ANEMIA
NORMOSITIK NORMOKROM TROMBOSITOSIS
DIRUANG DAHLIA 4 RSUP DR. SARDJITO

Disusun oleh :
IRLAN AWALIA SABRINI
12/329204/KU/14976

PROGRAM STUDI GIZI KESEHATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2015

1
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Laporan studi kasus mendalam berjudul “ Penatalaksanaan Diet pada Pasien
Systemic Lupus Erythematosus (SLE) Dengan Neuropsikiater Anemia Normositik Normokrom
Trombositosis Diruang Dahlia 4” ini telah mendapat persetujuan pada:
Tanggal :

Menyetujui,
Pembimbing

Hesti Winarti
NIP.19691208032002

2
BAB I
PENDAHULUAN

1. ASSESMEN GIZI
A. ANAMNESIS
1. Identitas Pasien
Nama : Ny. FM No RM : 01.02.17.01
Umur : 33 tahun 7 bulan Ruang : Dahlia 4 (D4)
Sex : Perempuan Tanggal Masuk : 16 November 2015
Pekerjaan : PNS Tanggal Kasus : 16 November 2015
Pendidikan : S1 Alamat : Sulang Kidul, Jetis
Agama : Islam Diagnosis Medis : SLE dengan Neuropsikiater
Anemia Normositik
Normokrom Trombositosis.

2. Berkaitan dengan Riwayat Penyakit


Keluhan Utama Mual (-), muntah (-), lumpuh (-), kaki kesemutan (-) atau tidak
ada keluhan.
Riwayat Penyakit SLE dengan Neuropsikiater, Anemia Normositik Normokrom,
Sekarang Trombositosis. Rencana pemberian siklofosfamid siklus ke
III.
Riwayat Penyakit Dahulu Didiagnosis SLE sejak bulan September 2015. Dengan
keluhan kelumpuhan kedua kaki (+) akibat penyakit lupus,
sulit saat diajak komunikasi, batuk, dan radang paru-paru.
Setelah pemberian siklofosfamid siklus I keluhan kaki lumpuh
membaik.
Riwayat Penyakit Keluarga Hipertensi (-), DM (-)

3. Berkaitan dengan Riwayat Gizi


Data Sosio Ekonomi Penghasilan : Bekerja sebagai dokter hewan di
Papua
Jumlah anggota keluarga : 3 orang
Suku : Jawa
Aktifitas Fisik Jumlah Jam kerja : 8,5 jam/hari (7.30-16.00)
Jumlah tidur sehari : ±8 jam/hari (terbangun 2x karena
memiliki anak bayi umur 22 bulan)
Jenis olahraga : Jalan santai
Frekuensi olahraga : 20 menit/ hari
Alergi makanan Makanan :- Penyebab :-
Jenis diet khusus :- Alasan :-
Yang menganjurkan : -
Masalah Nyeri ulu hati (tidak), Mual (tidak), Muntah (tidak),
Gastrointestinal Diare (tidak), Konstipasi (tidak), Anoreksia (tidak)
Perubahan pengecapan/penciuman (tidak)
Penyakit kronik Jenis penyakit : -
Jenis pengobatan : -
Kesehatan mulut Sulit menelan (tidak), stomatitis (tidak), gigi lengkap (ya)
Pengobatan Vitamin/mineral/suplemen gizi lain: Calcept (2x1), Cavit D3
(1x1), Neurodes (1x1).
Perubahan berat badan Berat badan berkurang secara tidak disengaja sebesar 13 kg,
dari berat badan normal 45 kg. Penurunan berat badan tersebut

3
dikarenakan pasien tidak ada nafsu makan dimulai sejak bulan
Februari 2015. Kebiasaan makan pasien pada saat itu adalah
hanya makan siang dan makan malam sebanyak 3-5 sendok
makan. Walaupun sebenernya pasien ada keinginan untuk
makan dan mengambil makanan sesuai porsi yang biasa
dimakan. Namun setelah ada makanan dihadapannya pasien
merasa enek dan hilang nafsu makan. Sedangkan untuk
kebiasaan sarapan hanya minum susu dan makan roti.
Kehilangan nafsu makan tersebut terus berlanjut hingga
memasuki bulan puasa dan pasien merasakan penurunan berat
badan yang drastis. Hingga setelah lebaran pasien merasa tidak
ada keinginan untuk makan. Akhirnya pada bulan September
2015 pasien terdiagnosa SLE dan mendapatkan terapi
siklofosfamid. Berat badan pasien meningkat sedikit demi
sedikit, diikuti dengan nafsu makan yang mulai membaik.
Mempersiapkan Fasilitas memasak : kompor gas dan kompor minyak tanah.
makanan Fasilitas menyimpan makanan : lemari makan, lemari
pendingin, dan tudung saji.
Riwayat/ pola makan Makanan pokok: nasi 3x/sehari 1- 2 centong, selingan : jarang.
Lauk hewani : ikan @1ekor/hari, telur @1btr 1x/minggu, ayam
@1ptg sdg 1x/minggu, daging sapi @1ptg 1x/minggu, masak
lebih sering dengan cara digoreng.
Lauk nabati : tahu dan tempe 3x/hari @1ptg, digoreng.
Sayuran : bayam, sawi, kol, dll. Sayur selalu ada disetiap kali
makan, 1-2 sendok sayur.
Buah : selalu ada setiap hari, buah apa saja mau.
Sebelum terdiagnosa SLE pasien hanya makan sebanyak
3x/hari dan jarang mengkonsumsi selingan, walaupun
menyediakan/selalu membeli selingan (tapi jarang dikonsumsi).
Kesimpulan:
Dari hasil anamnesis pasien perempuan berusia 33 tahun 7 bulan dengan
diagnosis Systemic Lupus Erythematosus (SLE) dengan Neuropsikiater, Anemia
Normositik Normokrom, Trombositosis. Pasien datang ke Rumah Sakit tanpa keluhan.
Pasien terdiagnosa SLE pada bulan September 2015, dengan keluhan tidak bisa
berjalan, sulit saat diajak komunikasi, batuk, dan radang paru-paru. Dan mengalami
penurunan berat badan secara tidak disengaja sebesar 13 kg dari berat badan normal
45 kg sejak bulan Februari-September 2015.
Pola makan pasien sebelum sakit sudah cukup baik dengan 3x makan besar,
namun jarang mengkonsumsi makanan selingan. Makanan yang biasa dikonsumsi
adalah makanan pokok, lauk hewani, lauk nabati, sayur, dan buah disetiap kali makan.
Dengan jenis makanan yang beraneka ragam. Namun aktivitas fisik yang kurang karena
tidak pernah olah raga, dan lebih banyak tidur.
Namun saat sebelum terdiagnosis (pada bulan Februari-September 2015) pasien
merasa tidak nafsu makan, walupun ada keinginan untuk makan pasien hanya mampu
makan 3-5 sendok makan. Hal tersebut dikarenakan pasien merasa enek saat melihat
makanan. Setelah terdiagnosis SLE dan mendapatkan terapi siklofosfamid, nafsu

4
makan pasien pun mulai membaik. Apabila terasa lapar langsung makan, serta mulai
sering mengkonsumsi makanan selingan/snack seperti gethuk, roti, dll.
Hingga saat ini pasien telah mendapatkan terapi siklofosfamid sebanyak 2 kali
sejak bulan september 2015. Dimana kondisi fisik dan nafsu makan pasien mulai
membaik. Dan akan mendapatkan terapi siklofosfamid yang ke 3 sekaligus sebagai
terapi yang terakhir.
Systemic Lupus Erythematosus (SLE) merupakan penyakit inflamasi autoimun
kronis dengan etiologi yang belum diketahui serta manifestasi klinis, perjalanan penyakit
dan prognosis yang sangat beragam (Tutuncu ZN, 2007). Menurut hasil anamnesis
diatas dapat disimpulkan bahwa manifestasi klinis dari SLE yang dialami oleh pasien
meliputi, sendi, darah, dan sistem imun. Kecurigaan akan penyakit SLE bila meliputi 2
atau lebih kriteria. Dan pada kasus ini kriteria yang dimiliki oleh pasien adalah wanita
muda dengan keterlibatan dua organ atau lebih. Dimana penyakit ini banyak menyerang
wanita usia produktif. Kriteria lain yang muncul adalah gejala kostitusional, yaitu
penurunan berat badan. Kriteria hematologi meliputi anemia dan trombositosis, dimana
kriteria tersebut sesuai dengan diagnosis medis pasien. Kriteria lain yang menjadikan
pasien didiagnosis SLE adalah neuropsikiatri berupa psikosis/sulit diajak komunikasi,
dan gangguan mood (tidak ada nafsu makan). Hal tersebut seperti yang dialami pasien
saat didiagnosis SLE (Perhimpunan Reumatologi Indonesia, 2011).

B. ANTROPOMETRI
BB TB
42,5 kg 153 cm
Kesimpulan:
Status gizi ditentukan berdasarkan Indeks Massa (IMT), nilai yang diambil dari perhitungan
antara berat badan dibandingkan dengan tinggi badan, sebagai berikut:
BB
IMT = TB2
42,5
= 1,532

= 18,2  status gizi kurang


Kategori, IMT orang dewasa Asia
BMI (kg/m²) Kategori
< 18,5 Gizi kurang
18,5-22,9 Normal
23,0 - 26,9 Overweight
27,0 - 29,9 Obese
>=30 Obese II
Sumber: (WHO, 2000)

5
C. PEMERIKSAAN BIOKIMIA
Pemeriksaan Nilai Normal Hasil Keterangan
Albumin 3,97 – 4,94 3,26 g/dL Rendah
SGOT ≤ 32 13 U/L Normal
SGPT ≤ 33 10 U/L Normal
BUN 6,00-20,00 5,20 mg/dL Rendah
Kreatinin 0,50-0,90 0,49 mg/dL Rendah
Na 136-145 145 mmol/L Normal
Kalium 3,50-5,10 4,10 mmol/L Normal
Klorida 98-107 107 mmol/L Normal
Eritrosit 4,20-5,20 3,36 10^3/µL Rendah
Hemoglobin 12,3-15,3 9,8 g/dL Rendah
Hematokrit 35,0-47,0 29,3 % Rendah
MCH 28,0-33,0 29,2 pg Normal
MCV 80,0-96,0 87,2 fL Normal
MCHC 33,0-36,0 33,4 g/dL Normal
RDW-SD 35,0-45,0 50,2 fL Tinggi
RDW-CV 11,5-14,5 15,9 % Tinggi
NRBC # - 0,0 % -
NRBC % - 0,0 10^3/µL -
Leukosit # 4,50-11,0 6,20 10^3/µL Normal
Netrofil # 2,20-4,80 4,29 10^3/µL Normal
Limfosit # 1,30-2,90 1,45 10^3/µL Normal
Monosit # 0,30-0,80 0,41 10^3/µL Normal
Eosinofil # 0,00-0,20 0,03 10^3/µL Normal
Basofil # 0,00-0,10 0,02 10^3/µL Normal
Immaturgranulocyte (IG) # - 0,36 -
Netrofil % 50-70 69,2 % Normal
Limfosit % 25,0-40,0 23,4 % Rendah
Monosit % 2,0-8,0 6,6 % Normal
Eosinofil % 2,0-4,0 0,5 % Rendah
Basofil % < 1,0 0,3 % Normal
Immaturgranulocyte (IG) % - 5,80 % -
Trombosit 170-394 540 10^3/µL Tinggi
PDW 0,0-99,9 9,2 fL Normal
MPV 7,2-10,4 9,2 fL Normal
P-LCR 15,0-25 17,9 % Normal
PCT 0,0-1,0 0,50 % Normal
Kesimpulan:
Berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium pasien mengalami penurunan kadar
albumin, BUN dan kreatinin, eritrosit, Hb, hematokrit, limfosit, dan eosinofil. Nilai albumin
menurun pada keadaan malnutrisi, sindroma absorpsi, hipertiroid, pendarahan, dll.
Penurunan nilai kreatinin dan BUN akibat dari distropi otot, atropi, malnutrisi atau
penurunan massa otot akibat penuaan. Penurunan kadar hemoglobin (pada wanita <12
g/dL) menandakan pasien mengalami anemia, dimana 50% penderita SLE ditemukan
adanya anemia (Gottlieb BS, Ilowite NT, 2006). Penurunan hematokrit dan eritrosit juga
merupakan indikator anemia karena berbagai sebab. Nilai hematokrit biasanya sebanding
dengan jumlah sel darah merah pada ukuran eritrosit normal. Pada kasus ini pasien

6
mengalami anemia normositik normokrom, adalah anemia dengan MCV normal antara 80-
100 fL. Keadaan ini dapat disebabkan oleh anemia hemolitik karena kelainan ekstrinsik sel
darah merah: imun dan autoimun (Oehadian, 2012). Penurunan kadar limfosit (limfopenia)
berhubungan dengan aktivitas penyakit, selain itu juga sebagai penanda penyakit SLE.
Sedangkan penurunan jumlah eosinofil dalam sirkulasi darah dapat terjadi pada saat tubuh
merespon stres (peningkatan glukokortikoid). Sedangkan yang mengalami peningkatan
kadar adalah RDW-SV dan RDW-CV, hasil yang tinggi dapat mengindikasikan ukuran
eritrosit yang heterogen, dan biasanya ditemukan pada anemia defisiensi besi, asam folat,
dan vitamin B12. RDW (Red Cell Distribution Width) merupakan koefisien variasi dari
volume eritrosit. Peningkatan jumlah trombosit >400.00/mm3 (trombositosis) disebabkan
karena peradangan atau pendarahan kronik, dan ditemukan pada 3,7% penderita lupus
(Schur PH. 2008).

D. PEMERIKSAAN FISIK
1. Kesan Umum : sedang, compos mentis.
2. Fisik : Kepala: konjungtiva pucat (+/+), sklera ikterik (-),
Ekstermitas: anggota gerak normal, refleks normal
3. Vital Sign :
Pemeriksaan Nilai Normal Hasil Keterangan
Tensi ≤120/80 132/89 mmHg Pra Hipertensi
Respirasi 16-24 16 x/menit Normal
Nadi 60-100 93 x/menit Normal
Suhu 36-37 36,6°C Normal
Kesimpulan:
Kesan umum pasien sedang, kompos mentis. Vital sign normal, kecuali tekanan
darah termasuk dalam katagori pra hipertensi. Konjungtiva pucat, karena pasien
mengalami anemia normositik normokrom.
Pembahasan:
Menurut The Seventh Report of The Joint National Committee on Prevention,
Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure (JNC VII) tekanan darah
pasien sudah termasuk dalam kriteria pra hipertensi, yaitu tekanan darah sistole 120-
139 mmHg atau diastole 80-89 mmHg (Wahyuningsih, 2013).

E. ASUPAN ZAT GIZI


Hasil recall 24 jam diet di rumah
Tanggal : 16 November 2015
Implementasi Energi (kcal) Protein (g) Lemak (g) Karbohidrat (g)
Asupan Oral 1994,9 73,2 46,2 322,9
AKG 2013 2150 57 60 323
Asupan (%) 92,8 % 128,4 % 77,7 % 100 %

7
Kesimpulan:
Dari hasil recall 24 jam dibandingkan dengan Angka Kecukupan Gizi (AKG, 2013)
untuk perempuan interval umur 30-49 tahun. Asupan makan pasien untuk energi dan
karbohidrat adekuat, karena tingkat konsumsi >80%. Untuk konsumsi lemak kebutuhannya
masih defisit <80%. Sedangkan konsumsi protein pasien lebih dari kebutuhan. Pasien
dikatakan mengkonsumsi makanan dengan baik, apabila mampu menghabiskan makanan
sebesar ≥ 80% (Menkes, 2008).

F. TERAPI MEDIS
Jenis Fungsi Interaksi dengan Zat Gizi
Obat/Tindakan
Cellcept 2x500 Penekan kekebalan yang lain yang Berikan sebelum makan.
digunakan untuk lupus yang sudah
melibatkan ginjal, digunakan
sebagai pengganti cytoxan.
CavitD3 1x1 Suplemen kalsium untuk Dikonsumsi bersamaan dengan
pencegahan osteoporosis saat makanan.
monopause.
Neurodes 1x1 Untuk pengobatan kekurangan -
vitamin B1, B6, B12.
Paracetamol Analgesik, Antipiretik, AntiinflamasiMakanan akan memperlambat
500mg non steroid. Bekerja langsung pada penyerapan obat. Pemakaian
pusat pengaturan panas di
bersama dengan kurkumin
hipotalamus dan menghambat (misalnya dalam temulawak dan
sintesa prostaglandin di sistem sarafkunyit) dapat menyebabkan
pusat. disorientasi. Minum obat dalam
keadaan perut kosong.
Dexametason Glukokortikoid. Obat yang -
10mg meningkatkan nafsu makan.
Ondansentron 4mg Obat yang digunakan untuk Bisa dikonsumsi dengan atau
mencegah dan mengobati mual dan tanpa makanan.
muntah yang disebabkan oleh efek
samping kemoterapi, radioterapi
atau operasi.
Infus NaCl 0,9% Pengganti cairan plasma isotonik -
yang hilang

8
2. DIAGNOSIS GIZI

a. (NI-5.1) Peningkatan kebutuhan energi dan protein berkaitan dengan SLE dengan
Neuropsikiater, dibuktikan dengan status gizi kurang IMT 18,2, Hb rendah (10,0
mg/dL), Ht rendah (29,9%), eritrosit rendah (3,36 10^3/µL), dan trombosit
tinggi/trombositosis (540 10^3/µL).
b. (NC-3.2) Penurunan berat badan yang tidak disengaja berkaitan dengan perubahan
kebutuhan gizi yang meningkat karena penyakit autoimun SLE dibuktikan dengan
berat badan turun 13 kg.

9
3. INTERVENSI GIZI
A. PLANNING
1. Tujuan Diet:
a. Memenuhi kebutuhan energi dan zat gizi.
b. Meningkatkan berat badan.
c. Meningkatkan status gizi pasien.
2. Syarat / Prinsip Diet
a. Energi tinggi dikoreksi dengan adanya faktor stress dan faktor aktivitas.
b. Protein tinggi 1,5 g/kgBB/hari
c. Kebutuhan lemak cukup 25% dari kebutuhan energi total.
d. Kebutuhan karbohidrat dari sisa energi yang belum terpenuhi oleh protein dan
lemak (by difference).
e. Pemberian makan dengan porsi kecil tapi sering.
3. Perhitungan Kebutuhan Energi dan Zat Gizi.
BMR = 655,1 + (9,6 x BB) + (1,9 x TB) – (4,7 x U)
= 655,1 + (9,6 x 42,5) + (1,9 x 153) – (4,7 x 33)
= 655,1 + 408 + 290,7 – 155,1
= 1198,7
TEE = BMR x FA x FS
= 1198,7x 1,2 x 1,5
= 2157,66 kcal
Protein = 1,5 g/kgBBI = 63,75 g/hr = 255 kcal
Lemak = 25% kebutuhan energi = 539,415 kcal = 59,935 g/hr
Karbohidrat = (2157,66 – 255 – 539,415) kcal
= 1363,245 kcal = 340,8 g/hr
4. Terapi Diet, Bentuk Makanan dan Cara Pemberian
Terapi Diet : TETP
Bentuk Makana : Biasa/Nasi
Cara pemberian : per oral

10
5. Rencana Monitoring dan Evaluasi
Yang diukur Pengukuran Evaluasi/ Target
Mengalami
Antropometri Berat badan Setiap hari peningkatan
berat badan/tetap
Albumin, BUN, kreatinin, RDW,
Biokimia limfosit, eosinofil, trombosit, Sesuai medis Normal
eritrosit, Hb, dan hematokrit.
Kesan umum, kesadaran, tekanan
Fisik Klinik Setiap hari Normal
darah, suhu, respirasi, nadi
Asupan Zat Asupan energi, protein, lemak,
Setiap hari Asupan >80%
Gizi dan karbohidrat

6. Rencana konsultasi Gizi


Masalah Gizi Tujuan Konseling Gizi Materi Konseling Keterangan
Peningkatan  Memberikan pengetahuan dan  Mengedukasi tentang Konseling
kebutuhan pemahaman kepada pasien diet tinggi energi, tinggi diberikan
energi dan dan keluarga pasien tentang protein. kepada
protein peningkatan kebutuhan energi  Pengaturan pola makan pasien dan
dan protein untuk mencapai dengan porsi kecil tapi keluarga
status gizi baik. sering. pasien.
Penurunan  Mencegah penurunan status  Memotivasi pasien Tempat di
berat badan gizi lebih lanjut untuk menghabiskan bangsal.
makanannya.
Pembahasan:
Tujuan diet pada kasus ini adalah untuk mencegah penurunan status gizi lebih lanjut.
Dengan cara memperhatikan pemenuhan kebutuhan energi, protein, lemak, karbohidrat
dan zat gizi lain, untuk mendukung proses penyembuhan dan meningkatkan daya tahan
tubuh. Dalam hal ini, pasien mengalami peningkatan kebutuhan terkait dengan kondisi
penyakitnya (SLE).
Kebutuhan energi pasien dapat dihitung berdasarkan rumus Harris-Benedict untuk
BEE. Kemudian dikoreksi dengan faktor aktivitas dan faktor stres. Perhitungan kebutuhan
tersebut menggunakan berat badan ideal, dikarenakan status gizi pasien yang kurus
dengan IMT 18,2. Dalam kasus ini koreksi faktor aktivitas yang dipilih adalah 1,2.
Sedangkan koreksi faktor stres untuk kemoterapi berkisar antara 1,3-1,5. Pada kasus ini
digunakan faktor stres sebesar 1,5. Penggunakan faktor stres tersebut karena asupan
makan pasien tergolong baik.
Kebutuhan protein pada kasus ini dipilih sebesar 1,5 g/kg BBI. Kebutuhan lemak yang
dipilih adalah normal, yaitu 25% dari TEE. Sementara karbohidrat, dari sisa energi yang
belum terpenuhi oleh protein dan lemak (by difference). Terapi diet yang sesuai untuk
pasien adalah Tinggi Energi Tinggi Protein (TETP). Dengan bentuk makanan biasa/nasi
karena pasien tidak mengalami gangguan gastrointestinal dan nafsu makan yang baik.

11
B. IMPLEMENTASI
1. Kajian Terapi Diet Rumah Sakit
Jenis diet/ bentuk makanan/ cara pemberian: Biasa/ Nasi/ Oral
Kajian Terapi :
Implementasi Energi (kcal) Protein (g) Lemak (g) KH (g)
Standar Diet RS 2325,09 74,43 64,75 353,06
Kebutuhan 2157,66 63,75 59,935 340,8
(%) Standar/Kebutuhan 107,8 % 116,8 % 108 % 103,6 %
Pembahasan:
Berdasarkan tabel diatas, diketahui bahwa standar diet rumah sakit sudah memenuhi
kebutuhan pasien. Pemesanan diet untuk kasus ini adalah diet nasi biasa. Hal tersebut
dikarenakan dengan nilai gizi dari standar diet RS untuk nasi, sudah dapat memenuhi
kebutuhan energi, protein, lemak, dan karbohidrat pasien yang tinggi energi tinggi
protein (TETP).

2. Rekomendasi Diet
Standar Diet Rumah Sakit Rekomendasi Diet
Waktu Makan Berat Berat
Bahan Makanan Bahan Makanan
(gram) (gram)
Makan Malam Nasi 200 Nasi 200
Lauk hewani 50 Bakso kuah 50
Lauk nabati 25 Tempe bacem 25
Sayur 100 Oseng-oseng kangkung 100
Buah 50 Pisang susu 50
Makan Pagi Nasi 200 Nasi 200
Lauk hewani 50 Telur bumbu Bali 50
Lauk nabati 25 Terik tahu 25
Sayur 100 Asem-asem buncis 100
Teh manis 200cc Teh manis 200cc
Selingan Jam 10.00 BB Kc. Ijo 200cc BB Kc. Ijo 200cc
Makan Siang Nasi 200 Nasi 200
Lauk hewani 50 Daging cincang bumbu gadon 50
Lauk nabati 25 Tempe bumbu sate 25
Sayur 100 Palkay sayur 100
Buah 100 Pepaya 100
Selingan Jam 15.00 Susu 200 cc Susu 200 cc
snack 1 ps snack 1 ps
Nilai Gizi dibanding Energi : 2325,09kkal (95,5 %) Energi : 2325,09kkal (95,5 %)
Kebutuhan Protein: 74,43g (104,0 %) Protein: 74,43g (104,0 %)
Lemak: 64,75g (103,8 %) Lemak: 64,75g (103,8 %)
KH : 353,06g (100,9 %) KH : 353,06g (100,9 %)

12
3. Penerapan Diet Berdasarkan Rekomendasi
Pemesanan Diet: Nasi
Pada kasus ini pemesanan diet untuk pasien adalah nasi. Pemesanan diet nasi ini
dikarenakan pasien tidak mengalami gangguan gastrointestinal seperti mual, muntah,
dan sulit menelan. Selain itu standar diet rumah sakit untuk diet nasi bagi pasien pada
kasus ini sudah merupakan diet tinggi energi tinggi protein. Sehingga diet nasi sudah
cukup memenuhi kebutuhan energi (95,5 %), protein (104,0 %), lemak (103,8 %), dan
karbohidrat (100,9 %) pasien.
4. Penerapan Konseling
Masalah Gizi Tujuan Konseling Gizi Materi Konseling Keterangan
Peningkatan  Memberikan pengetahuan dan  Mengedukasi tentang Konseling
kebutuhan pemahaman kepada pasien diet tinggi energi, tinggi diberikan
energi dan dan keluarga pasien tentang protein. kepada
protein peningkatan kebutuhan energi  Pengaturan pola makan pasien dan
dan protein untuk mencapai dengan porsi kecil tapi keluarga
status gizi baik. sering. pasien.
Penurunan  Mencegah penurunan status  Memotivasi pasien Tempat di
berat badan gizi lebih lanjut untuk menghabiskan bangsal.
makanannya.

13
BAB II
DASAR TEORI

Pengertian
SLE merupakan penyakit autoimun yang ditandai oleh produksi antibodi terhadap
komponen-komponen inti sel yang berhubungan dengan manifestasi klinis yang luas.
Penyakit ini multi sistim dengan etiologi dan patogenesis yang belum jelas. Terdapat banyak
bukti bahwa patogenesis SLE bersifat multifaktor yang melibatkan faktor lingkungan, genetik
dan hormonal. Terganggunya mekanisme pengaturan imun seperti eliminasi dari sel-sel yang
mengalami apoptosis dan kompleks imun berperan penting terhadap terjadinya SLE (Munoz
LE, 2005). Hilangnya toleransi imun, banyaknya antigen, meningkatnya sel T helper,
terganggunya supresi sel B dan perubahan respon imun dari Th1 ke Th2 menyebabkan
hiperreaktivitas sel B dan terbentuknya autoantibodi (Hahn BH, 1992).
Autoantibodi tersebut ada yang digunakan sebagai pertanda penyakit, ada pula
autoantibodi yang berperan pada patogenesis dan kerusakan jaringan. Autoantibodi yang
berkaitan dengan patogenesis dan kerusakan jaringan ini umumnya berkaitan pula dengan
manifestasi klinis (Yuriawantini, 2007).
Penyakit ini terutama menyerang wanita usia reproduksi pada usia 15-40 tahun
selama masa reproduksi dengan angka kematian yang cukup tinggi. Rasio antara wanita dan
laki-laki untuk terkena SLE adalah 6-10 : 1. Faktor genetik, imunologik dan hormonal serta
lingkungan diduga berperan dalam patofisiologi SLE (Vasudevan AR, Ginzler EM., 2011).
Manifestasi klinis SLE sangat luas, meliputi keterlibatan kulit dan mukosa, sendi, darah,
jantung, paru, ginjal, susunan saraf pusat (SSP) dan sistem imun.
Menurut data dari poliklinik reumatologi RS Hasan Sadikin Bandung pada tahun 2010.
Morbititas dan mortalitas pasien SLE masih cukup tinggi. Belum terdapat data epidemiologi
SLE yang mencakup semua wilayah Indonesia. Data tahun 2002 di RSUP Cipto
Mangunkusumo (RSCM) Jakarta, didapatkan 1.4% kasus SLE dari total kunjungan pasien di
poliklinik Reumatologi Penyakit Dalam12, sementara di RS Hasan Sadikin Bandung terdapat
291 Pasien SLE atau 10.5% dari total pasien yang berobat ke poliklinik reumatologi selama
tahun 2010.
Mengingat manifestasi klinis, perjalanan penyakit SLE sangat beragam dan risiko
kematian yang tinggi maka diperlukan upaya pengenalan dini serta penatalaksanaan yang
tepat. Rekomendasi ini dibuat dengan tujuan agar kualitas penatalaksaan pasien SLE menjadi
lebih baik, yakni penyakit SLE lebih mudah didiagnosis dan dikenali lebih dini pada pusat
pelayanan kesehatan primer dan sebagai panduan untuk semua dokter atau profesi lain yang
terlibat pada pengobatan SLE (Perhimpunan Reumatologi Indonesia, 2011).

14
Patofisiologi

Gambar 1. Patogenesis penyakit LES.


Penyakit lupus merupakan suatu penyakit dengan diagnosis klinis dan ditunjang oleh
pemeriksaan laboratorium. Karakteristik lupus yang utama antara lain bersifat episodik
dengan adanya riwayat gejala intermitten seperti artritis, pleuritis, dan dermatitis, dapat
mendahului selama beberapa bulan atau tahun, multisistem dengan tanda dan gejala yang
muncul melibatkan lebih dari satu macam organ, dan ditandai dengan adanya antibodi
antinuklear (khususnya terhadap dsDNA) dan autoantibodi lainnya (Akib AAP, dkk., 2008).
Proses terjadinya lupus merupakan suatu proses imunologis yang kompleks
disebabkan disregulasi sel limfosit T dan B, produksi auto-antibodi, dan pembentukan
kompleks imun. Penyebab pasti terganggunya fungsi imun pada lupus masih belum diketahui,
diduga faktor genetik dan lingkungan paling berperan. Beberapa studi menemukan kelainan
genetik pada penderita lupus, juga ditemukan insidens lupus pada keluarga kembar
homozigot (Bailey T, 2011).
Karakteristik penyakit lupus adalah adanya produksi autoantibodi dan aktifasi
poliklonal dari limfosit B yang menyebabkan peningkatan kadar imunoglobulin, sehingga
kadar autoantibodi juga semakin bertambah (Klein-Gitelman MS, 2007). Lupus merupakan
jenis gangguan sistem imun yang termasuk reaksi hipersensitifitas tipe 3, dimana antibodi
akan berikatan dengan antigen yang beredar dalam sirkulasi, membentuk kompleks antigen-
antibodi, dan mengendap pada jaringan, pembuluh darah, dan menimbulkan inflamasi seperti
vaskulitis, nefritis, dan arthritis, sehingga muncul gejala klinis sesuai organ yang terkena.
Deposit kompleks imun tersebut menyebabkan inflamasi dengan cara menarik dan
mengaktifkan leukosit (Abbas AK, Lichtman AH., 2004).

15
Diagnosis dan Perjalanan Klinis
Diagnosis penyakit lupus ditegakkan berdasarkan kriteria yang direkomendasikan oleh
ACR berupa 11 kriteria klinis dan laboratorium. Seorang penderita ditegakkan sebagai lupus
jika dijumpai minimal 4 dari kriteria (ACR, 1999).
Tabel 1. Kriteria klasifikasi lupus eritematosus sistemik.
Kriteria Definisi
1. Ruam malar Eritema pada eminensia malar rata atau sedikit naik dari
permukaan kulit sekitar, lipatan nasolabial tidak terkena.
2. Ruam diskoid Bercak eritematosus timbul dengan lapisan keratotik
mengelupas atau folikuler; dapat timbul jaringan parut atrofi.
3. Fotosensitivitas Ruam di kulit setelah terpapar oleh cahaya matahari; dari
anamnesis atau observasi klinisi.
4. Ulkus oral Ulserasi oral atau nasofaringeal, biasanya tidak nyeri.
5. Arthritis Arthritis non erosif melibatkan dua atau lebih sendi perifer, ciri
khas nyeri tekan, bengkak, atau efusi.
6. Serositis Pleuritis—riwayat nyeri pleuritik yang meyakinkan atau friksi
pada auskultasi atau bukti adanya efusi pleura atau
Perikarditis—terdokumentasi pada elektrokardiografi atau
ekokardiografi atau friksi.
7. Gangguan ginjal Proteinuria persisten lebih dari 0,5 g/hari atau (+++) jika tidak
dilakukan pemeriksaan kuantitatif.
Cellular casts—bisa berupa sel darah merah, hemoglobin,
granular, tubular, atau campuran.
8. Gangguan neurologik Kejang yang bukan disebabkan penggunaan obat atau
kelainan metabolik.
9. Gangguan Anemia hemolitik dengan retikulositosis atau
hematologik Leukopenia kurang dari 4000/mm3 pada dua atau lebih
pemeriksaan atau limfopenia kurang dari 1500/mm3 pada
dua atau lebih pemeriksaan, atau trombositosis kurang dari
100.000/mm3.
10. Gangguan Antibodi terhadap DNA natif atau
imunologik Antibodi terhadap protein Sm, atau
Antibodi antifosfolipid – baik antibodi antikardiolipin, adanya
antikoagulan lupus atau hasil tes positif palsu untuk sifilis.
11. Antibodi antinuklear Adanya antibodi antinuklear dengan pemeriksaan
imunofluoresens atau yang sejenis.
Keterangan:
a. Klasifikasi ini terdiri dari 11 kriteria dimana diagnosis harus memenuhi 4 dari 11 kriteria
tersebut yang terjadi secara bersamaan atau dengan tenggang waktu.
b. Modifikasi kriteria ini dilakukan pada tahun 1997.
Bila dijumpai 4 atau lebih kriteria diatas, diagnosis SLE memiliki sensitifitas 85% dan
spesifisitas 95%. Sedangkan bila hanya 3 kriteria dan salah satunya ANA positif, maka sangat
mungkin SLE dan diagnosis bergantung pada pengamatan klinis. Bila hasil tes ANA negatif,
maka kemungkinan bukan SLE. Apabila hanya tes ANA positif dan manifestasi klinis lain tidak
ada, maka belum tentu SLE, dan observasi jangka panjang diperlukan.

16
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan penyakit lupus membutuhkan pendekatan multidisipliner, idealnya
melibatkan ahli reumatologi, kesehatan remaja, ahli nefrologi, psikiater, psikolog, dan terapi
okupasional. Pengobatan farmakologi biasanya agresif dan disesuaikan tingkat keparahan
penyakit. Kortikosteroid oral maupun injeksi tetap merupakan tulang punggung utama
pengobatan lupus dan paling efektif untuk mengontrol gejala penyakit. Mekanisme kerja
kortikosteroid adalah meniru efek steroid endogen yaitu glukokortikoid yang mempunyai efek
anti inflamasi, yang diperoleh dengan cara menghambat produksi sitokin dan molekul adhesi
sel, sehingga mengurangi akumulasi sel neutrofil pada daerah inflamasi, mengurangi migrasi
makrofag, dan mengurangi proliferasi sel T. Kortikosteroid juga menghambat produksi
antibodi (Al-Maini M, 2007).
Setelah aktifitas penyakit dianggap sudah terkontrol secara klinis dan serologis, baik
dengan kortikosteroid saja atau kombinasi dengan obat lainnya, pengurangan dosis harus
dilakukan hingga dosis terendah yang memungkinkan. Biasanya pengurangan tidak boleh
melebihi 25% dosis. Tujuan akhir adalah untuk menghentikan sama sekali steroid, yang harus
dilakukan secara bertahap. Efek samping steroid telah diketahui sangat banyak dan
bergantung dosis dan lamanya terapi, dapat bersifat akut seperti retensi cairan, pandangan
kabur, perubahan mood, insomnia, penambahan berat badan, dan imunosupresi. Efek jangka
panjang berupa hiperglikemia, hipertensi, osteoporosis, kelemahan otot, jerawat, dispepsia,
Cushing syndrome, supresi adrenal, dan dislipidemia (Al-Maini M, 2007).
Anti inflamasi non steroid (OAINS) diberikan untuk mengatasi gejala muskuloskeletal,
juga dapat digunakan untuk serositis. Jenis yang sering digunakan adalah golongan salisilat
dan ibuprofen. Penggunaan obat imunosupresif seperti siklofosfamid ditujukan untuk LES
yang berat seperti lupus nefritis dan gejala neuropsikiatrik. Pemberian secara intravena
dengan dosis awal 500 sampai 1000 mg/m2 tiap bulan diberikan selama enam bulan.
Respon terapi dengan menggunakan indeks aktifitas penyakit, yang sering digunakan
adalah LES diseasse activity index (SLEDAI). Penilaian aktifitas penyakit ini perlu untuk
menyesuaikan dosis dan lamanya terapi kortikosteroid dan tappering. Penyakit lupus
merupakan penyakit yang bersifat kronik dengan periode eksaserbasi dan remisi yang
bergantian terjadi seumur hidup penderita.
Prognosis berbagai bentuk penyakit lupus telah membaik dengan angka survival 10
tahun sebesar 90%. Penyebab kematian dapat langsung akibat penyakit lupus, misalnya
karena gagal ginjal, hipertensi maligna, kerusakan SSP, perikarditis, atau akibat efek samping
pengobatan, misalnya akibat kortikoterapi yaitu infark miokard, gagal jantung, trauma vaskular
serebral iskemik, atau neoplasma akibat pemakaian obat imunosupresan. Infeksi dan sepsis
juga merupakan penyebab kematian utama pada lupus, bukan hanya akibat pemakaian
kortikosteroid tetapi juga defisiensi imun akibat penyakit lupus itu sendiri (Akib AAP, 2008).

17
BAB III
PEMBAHASAN

MONITORING, EVALUASI, DAN TINDAK LANJUT

MONITORING DAN EVALUASI


TGL DIAGNOSIS KESIMPULAN DAN TINDAK LANJUT
Antropometri Biokimia Fisik dan klinis Asupan
17/11/15 SLE BB = 42,7 kg Tidak Keluhan (-) Energi= 108,6 % Asesmen Gizi:
Siklofosfamid ada KU = Sedang, CM Protein=112,6 % A: Berat badan meningkat 0,2 kg.
siklus ke III pengukur Demam (-) Lemak= 111,6 %
Trombositosi an lagi Nyeri sendi (-) KH = 110,8 % B: Tidak ada pengukuran biokimia pada monev pertama.
s Konjungtiva pucat
(-) C: Tekanan darah turun.
Sklera ikterik (-)
TD = 100/70mmHg D: Asupan makan meningkat.
RR = 20x/menit
Nadi = 90x/menit Diagnosis Gizi :
Suhu = 36,80C a. (NI-5.1) Peningkatan kebutuhan energi dan protein
berkaitan dengan SLE dengan Neuropsikiater,
dibuktikan dengan status gizi kurang persentil LLA
(79,4%), Hb rendah (10,0 mg/dL), Ht rendah (29,9%),
eritrosit rendah (3,36 10^3/µL), dan trombosit tinggi/
trombositosis (540 10^3/µL).
b. (NC-3.2) Penurunan berat badan yang tidak
disengaja berkaitan dengan perubahan kebutuhan
gizi yang meningkat karena penyakit autoimun SLE
dibuktikan dengan berat badan turun 13 kg.

Intervensi:
Diet Nasi via oral.

18
18/11/15 SLE BB = 43 kg Tidak Keluhan (-) Energi = 99,8 % Asesmen Gizi:
Siklofosfamid ada KU = Sedang, CM Protein=122,7 % A: berat badan meningkat 0,3 kg.
siklus ke III pengukur Demam (-) Lemak= 114,1 %
Trombositosi an lagi Nyeri sendi (-) KH = 94,5 % B: Tidak ada pengukuran biokimia pada monev kedua.
s Konjungtiva pucat
(-) C: Tekanan darah diastol turun, pasien mengaku tidak
Sklera ikterik (-) bisa tidur pada malam harinya.
TD = 100/60mmHg
RR = 20x/menit D: Asupan makan pasien sudah cukup bagus, walaupun
Nadi = 80x/menit asupan energi dan karbohidrat pasien menurun dari
Suhu = 36,70C monev pertama. Tetapi penurunan tidak signifikan
karena masih memenuhi kecukupan minimal 80%.
Penurunana tersebut bisa disebabkan karena
konsumsi jenis makanan yang erbeda dari hari
sebelumnya. Sedangkan untuk asupan protein dan
lemak sudah sangat baik.

Diagnosis Gizi :
a. (NI-5.1) Peningkatan kebutuhan energi dan protein
berkaitan dengan SLE dengan Neuropsikiater,
dibuktikan dengan status gizi kurang persentil LLA
(79,4%), Hb rendah (10,0 mg/dL), Ht rendah (29,9%),
eritrosit rendah (3,36 10^3/µL), dan trombosit tinggi/
trombositosis (540 10^3/µL).
b. (NC-3.2) Penurunan berat badan yang tidak
disengaja berkaitan dengan perubahan kebutuhan
gizi yang meningkat karena penyakit autoimun SLE
dibuktikan dengan berat badan turun 13 kg.

Intervensi:
Diet Nasi via oral.

19
19/11/15 SLE BB = 44 kg Tidak Keluhan (-) Energi= 112,4 % Asesmen Gizi:
Siklofosfamid ada KU = baik, CM Protein=123,6 % A: berat badan meningkat 1 kg.
siklus ke III pengukur Demam (-) Lemak= 115,1 %
Trombositosi an lagi Nyeri sendi (-) KH= 114,5 % B: Tidak ada pengukuran biokimia pada monev kedua.
s Konjungtiva pucat
(-) C: Vital sign normal.
Sklera ikterik (-)
TD = 100/70mmHg D: Asupan meningkat pada monev ketiga.
RR = 20x/menit
Nadi = 100x/menit Diagnosis Gizi :
Suhu = 360C a. (NI-5.1) Peningkatan kebutuhan energi dan protein
berkaitan dengan SLE dengan Neuropsikiater,
dibuktikan dengan status gizi kurang persentil LLA
(79,4%), Hb rendah (10,0 mg/dL), Ht rendah (29,9%),
eritrosit rendah (3,36 10^3/µL), dan trombosit tinggi/
trombositosis (540 10^3/µL).
b. (NC-3.2) Penurunan berat badan yang tidak
disengaja berkaitan dengan perubahan kebutuhan
gizi yang meningkat karena penyakit autoimun SLE
dibuktikan dengan berat badan turun 13 kg.

Intervensi:
Diet Nasi via oral.

20
Pembahasan:
Sejak pengambilan kasus tanggal 16 November 2015, hingga akhir monitoring tanggal
19 November 2015, tidak terjadi perubahan pada proses NCP. Dari pengkajian assesmen
yang meliputi, antropometri, biokimia, fisik klinis, dan asupan makan dilakukan monitoring
selama 3 hari, dikarenakan pada tanggal 19 November 2015 pasien sudah diperbolehkan
pulang. Selama monitering dan evaluasi tidak terdapat perubahan diagnosis gizi.

Hasil monitoring dan evaluasi untuk antropometri yaitu, berupa pemantauan berat
badan setiap hari. Monitoring ini dilakukan untuk mencapai tujuan diet yaitu, mencegah
penurunan status gizi lebih lanjut. Tujuan tersebut juga diikuti dengan monitoring terhadap
pemenuhan kebutuhan energi, protein, lemak, dan karbohidrat pasien. Kebutuhan energi
pasien dapat dihitung berdasarkan rumus Harris-Benedict untuk BEE. Kemudian dikoreksi
dengan faktor stres dan faktor aktivitas. Perhitungan kebutuhan pasien menggunakan berat
badan ideal, karena melihat status gizi pasien adalah kurus berdasarkan perhituan IMT.
Hasilnya adalah berat badan pasien mengalami peningkatan setiap harinya. Hal tersebut
dikarenakan nafsu makan pasien yang bertambah, waktu makan pasien yang teratur, dan
waktu istirahat atau tidur selama di rumah sakit yang cukup.

Pengukuran biokimia yang dimonitoring adalah albumin, BUN, kreatinin, RDW,


limfosit, eosinofil, trombosit, eritrosit, Hb, dan hematokrit. Nilai biokimia tersebut dilakukan
monitoring karena memiliki nilai yang tidak normal, baik tinggi maupun rendah pada saat awal
pengambilan kasus. Namun setelah dilakukan monitoring selama 3 hari, nilai biokim tersebut
tidak dapat diketahui dikarenakan tidak dilakukan lagi pengukuran tersebut.

Hasil monitoring fisik klinis pasien terhadap tekanan darah dan kenampakan
konjungtiva pasien. Pada monitoring hari pertama tekanan darah pasien mengalami
perubahan menjadi normal dan konjungtiva pasien sudah tidak pucat. Dan selanjutnya tidak
mengalami banyak perubahan (normal) hingga akhir monitoring.

Sedangkan untuk monitoring dan evaluasi asupan makan pasien dilakukan recall 24
jam setiap harinya. Hasil recall 24 jam pasien adalah baik, dimana asupan makan pasien
memenuhi kebutuhan minimal sebesar 80%. Karena nafsu makan pasien mengalami
peningkatan dan pasien termotivasi untuk meningkatakan berat hingga mencapai normal.

21
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
1. KESIMPULAN
a. Berdasarkan pemeriksaan antropometri, penimbangan berat badan pasien hasilnya
adalah berat badan pasien mengalami peningkatan setiap hari. Pada hasil monitoring
hari ketiga berat badan pasien bertambah dan mencapai 44 kg. Berat badan tersebut
membuat nilai IMT pasien juga meningkan menjadi 18,8. Dan status gizi pasien
tergolong dalam status gizi baik. Dari status gizi kurang pada awal pengambilan kasus
yang dilihat dari perhitungan IMT dengan nilai 18,2. Status gizi dikatakan baik jika
nilainya pada rentang 18,5-23,9. Dengan demikian tujuan dari penatalaksanaan diet
pada kasus ini telah berhasil dicapai.
b. Berdasarkan hasil pemeriksaan biokimia yang mengalami penurunan kadar albumin,
BUN dan kreatinin, eritrosit, Hb, hematokrit, limfosit, dan eosinofil. Sedangkan yang
mengalami peningkatan kadar adalah RDW-SV, RDW-CV, dan trombosit. Namun unkuk
pemeriksaan biokimia tersebut tidak dapat di monitoring karena tidak adanya
pengukuran kembali.
c. Berdasarkan pemeriksaan fisik klinik, diketahui bahwa pasien keadaan umum pasien
tetap yaitu, sedang kompos mentis. Pada akhir monitoring keadaan umum pasien
menjadi baik, compos mentis. Sedangkan tekanan darah perlu dipantau setiap hari, dan
hasilnya tekanan darah pasien selama monitoring dan evaluasi termasuk normal.
d. Asupan makanan pasien dari hasil monitoring evaluasi meningkat secara bertahap, dan
memenuhi minimal 80% kebutuhannya.
2. SARAN
a. Untuk pasien adalah agar dapat menghabiskan makanan yang diberikan dari rumah
sakit.
b. Untuk keluarga pasien adalah agar keluarga pasien dapat membantu memotivasi
pasien untuk menghabiskan dan meningkatkan asupan makanan pasien. Agar dapat
lebih bijak dalam memilih makanan yang sesuai untuk kondisi pasien dan penyakit
pasien yang memerlukan makanan tinggi protein dan tinggi energi.
c. Untuk rumah sakit adalah meningkatkan kualitas dari makanan yang diberikan kepada
pasien, baik dari segi variasi menu maupun cita rasa. Agar mengurangi sisa makanan
dan pasien dapat menghabiskan makanan yang disajikan.

22
DAFTAR PUSTAKA

Abbas AK, Lichtman AH. 2004. Hypersensitivity diseases: disorders caused by immune
rseponses. Dalam: Abbas AK, Lichtman AH. Basic Immunology: Function and
Disorders of the Immune System. Edisi ke-2. Philadelphia:Saunders Elsevier.h.201-4
Akib AAP, Soepriadi M, Setiabudiawan B. 2008. Lupus eritematosus sistemik. Dalam: Akib
AAP, Munasir Z, Kurniati N. Buku Ajar Alergi-imunologi Anak. Edisi kedua. Jakarta:
Balai Penerbit IDAI.h.345-72.
Al-Maini M, Urowitz M. Systemic steroids. 2007. Dalam: Tsokos GC, Gordon C, Smolen JS,
penyunting. Systemic Lupus Erythematosus: a Companion to Rheumatology. Edisi
pertama. Philadelphia: Mosby Elsevier. h.487-95.
Bailey T, Rowley K, Bernknopf A. 2011. A review of systemic lupus erythematosus and current
treatment options. Formulary.46:178-9.
Ballestar E, Esteller M, Richardson BC. 2006. The epigenetic face of systemic lupus
erythematosus. Journal of Immunology. 176:7143-47.
Data dari poliklinik reumatologi RS Hasan Sadikin Bandung, 2010.
Gottlieb BS, Ilowite NT. 2006. Systemic lupus erythematosus in children and adolescents.
Pediatrics in Review;27:323-9.
Hahn BH. 1992. An overview of the pathogenesis of systemic lupus erythematosus. In:
Wallace DJ, Hahn BH, editors. Dubois lupus erythematosus. 4th ed. Philadelpia: Lea
& Febiger;.p.67-9.
Kemenkes RI. 2011. Pedoman Interpretasi Data Klinik. Jakarta.
Klein-Gitelman MS, Miller ML. 2007. Systemic lupus erythematosus. Dalam: Kliegman MR,
Behrman RE, Jenson HB, Stanton BF, penyunting. Nelson textbook of pediatrics. Edisi
ke-18. Philadelpia: Saunders elsevier.h.1015-9.
Mok C, Lau S. 2003. Pathogenesis of systemic lupus erythematosus. J Clin Pathol.56:481-90.
Munoz LE, Gaipl US, Franz S, Sheriff A, Voll RE, Kalden JR, Herrmann M. 2005. SLE-a
disease of clearance deficiency ? Rheumatology;44:1101-07.
Oehadian, Amaylia. 2012. Pendekatan Klinis dan Diagnosis Anemia. CDK-194/ Vol. 39 No. 6.
Perhimpunan Reumatologi Indonesia. 2011. Rekomendasi Perhimpunan Reumatologi
Indonesia untuk Diagnosis dan Pengelolaan Lupus Erimatosus Sistemik. ISBN 978-
979-3730-16-5.
Schur PH. 2008. Hematologic manifestations of systemic lupus erythematosus in adults.
Available from : www.uptodate.com
The American College of Rheumatology. 1999. Criteria for the classification of systemic lupus
erythematosus: strengths, weaknesses, and opportunities for improvement.
Lupus.x.8:586-95.
Tutuncu ZN, Kalunian KC. 2007. The Definition and clasification of systemic lupus
Erythematosus. In: wallace DJ, Hahn BH, editors. Duboi’s lupus erythematosus. 7th ed.
Philadelphia. Lippincott William & Wilkins. 16-19.
Vasudevan AR, Ginzler EM. 2011. Clinical features of systemic lupus erythematosus. In:
Hochberg MC, Silman AJ, Smolen JS, Weinblatt ME, Weisman MH. Editors.
Rheumatology 5th ed. Philadelphia: Mosby Elsevier: 1229-1246.
Wahyuningsih, Retno. 2013. Penatalaksanaan Diet pada Pasien. Yogyakarta : Graha Ilmu.
Yuriawantini, Ketut Suryana. 2007. ASPEK IMUNOLOGI SLE. J Peny Dalam, Volume 8.
Nomor 3 September 2007.

23
LAMPIRAN
RECALL ASESMEN (16/11/15)
=================================================================
Analysis of the food record
=================================================================
Food Amount energy carbohydr.
_________________________________________________________________________
MAKAN SIANG
nasi putih 300 g 390,1 kcal 85,8 g
rempelo ayam 30 g 49,8 kcal 0,0 g
hati ayam 30 g 47,1 kcal 0,3 g
tahu 30 g 22,8 kcal 0,6 g
toge kacang hijau mentah 30 g 18,3 kcal 1,4 g
Carrot fresh cooked 100 g 21,0 kcal 3,6 g
gula pasir 10 g 38,7 kcal 10,0 g
minyak kelapa sawit 5g 43,1 kcal 0,0 g
Meal analysis: energy 630,9 kcal (32 %), carbohydrate 101,7 g (31 %)
MAKAN PAGI
nasi putih 150 g 195,0 kcal 42,9 g
Carrot fresh cooked 30 g 6,3 kcal 1,1 g
jagung muda berjanggel 30 g 17,7 kcal 4,1 g
tahu 50 g 38,0 kcal 0,9 g
tempe kedele murni 50 g 99,5 kcal 8,5 g
santan 10 g 7,1 kcal 0,3 g
gula pasir 10 g 38,7 kcal 10,0 g
gula aren 5g 18,5 kcal 4,7 g
minyak kelapa sawit 5g 43,1 kcal 0,0 g
Meal analysis: energy 463,9 kcal (23 %), carbohydrate 72,6 g (22 %)
SELINGAN PAGI
roti sisir 80 g 146,5 kcal 28,8 g
getuk 50 g 92,5 kcal 20,5 g
kue pia kac. ijo 60 g 136,2 kcal 31,3 g
Meal analysis: energy 375,2 kcal (19 %), carbohydrate 80,6 g (25 %)
MAKAN MALAM
nasi putih 150 g 195,0 kcal 42,9 g
kacang panjang biji 30 g 10,5 kcal 2,4 g
labu siam mentah 30 g 6,0 kcal 1,3 g
santan 10 g 7,1 kcal 0,3 g
telur ayam 50 g 77,6 kcal 0,6 g
susu dancow 40 g 185,6 kcal 20,6 g
minyak kelapa sawit 5g 43,1 kcal 0,0 g
Meal analysis: energy 524,8 kcal (26 %), carbohydrate 68,1 g (21 %)
Drinking water 1600 g 0,0 kcal 0,0 g
Meal analysis: energy 0,0 kcal (0 %), carbohydrate 0,0 g (0 %)

24
=================================================================
Result
=================================================================
Nutrient analysed recommended percentage
content value value/day fulfillment
_________________________________________________________________________
energy 1994,9 kcal 2150,0 kcal 92,8 %
water 1717,4 g 2600,0 g 66 %
protein 73,2 g(15%) 57,0 g(12 %) 128,4 %
fat 46,2 g(20%) 60,0 g(< 30 %) 77,7 %
carbohydr. 322,9 g(65%) 323,0 g(> 55 %) 100,0 %
dietary fiber 14,2 g 30,0 g 47 %
alcohol 0,0 g - -
PUFA 7,7 g 10,0 g 77 %
cholesterol 461,4 mg - -
Vit. A 6225,4 µg 800,0 µg 778 %
carotene 8,7 mg - -
Vit. E (eq.) 4,4 mg 12,0 mg 36 %
Vit. B1 0,9 mg 1,0 mg 89 %
Vit. B2 1,8 mg 1,2 mg 150 %
Vit. B6 1,3 mg 1,2 mg 104 %
tot. fol.acid 398,9 µg 400,0 µg 100 %
Vit. C 48,4 mg 100,0 mg 48 %
sodium 550,2 mg 2000,0 mg 28 %
potassium 1781,2 mg 3500,0 mg 51 %
calcium 697,5 mg 1000,0 mg 70 %
magnesium 338,1 mg 300,0 mg 113 %
phosphorus 1140,7 mg 700,0 mg 163 %
iron 18,9 mg 15,0 mg 126 %
zinc 12,3 mg 7,0 mg 176 %

RECALL MONEV PERTAMA (17/11/15)


==================================================================
Analysis of the food record
==================================================================
Food Amount energy carbohydr.
___________________________________________________________________________
MAKAN MALAM
nasi sardjito 200 g 360,4 kcal 79,5 g
bakso kuah sardjito 50 g 148,5 kcal 0,0 g
tempe bacem sardjito 25 g 50,0 kcal 4,3 g
oseng-oseng kangkung sardjito 30 g 9,7 kcal 1,4 g
pisang susu sardjito 50 g 74,8 kcal 19,0 g
apel 85 g 50,2 kcal 13,0 g
Drinking water 600 g 0,0 kcal 0,0 g
Meal analysis: energy 736,7 kcal (31 %), carbohydrate 117,2 g (31 %)
MAKAN PAGI
nasi sardjito 200 g 360,4 kcal 79,5 g
telur bumbu bali sardjito 50 g 85,7 kcal 0,6 g
terik tahu sardjito 50 g 38,1 kcal 0,9 g

25
asem-asem buncis sardjito 30 g 23,0 kcal 2,7 g
teh manis sardjito 200 g 78,9 kcal 20,2 g
Meal analysis: energy 672,3 kcal (29 %), carbohydrate 103,9 g (28 %)
SELINGAN PAGI
nagasari sardjito 80 g 148,6 kcal 31,9 g
Meal analysis: energy 148,6 kcal (6 %), carbohydrate 31,9 g (8 %)
MAKAN SIANG
nasi sardjito 200 g 360,4 kcal 79,5 g
daging cincang bumbu gadon sardjito 50 g 135,0 kcal 0,0 g
tempe bumbu sate sardjito 10 g 20,0 kcal 1,7 g
palkay sayur sardjito 100 g 28,9 kcal 9,5 g
melon sardjito 100 g 29,4 kcal 6,6 g
apel 85 g 50,2 kcal 13,0 g
jeruk 55 g 75,8 kcal 14,2 g
Drinking water 600 g 0,0 kcal 0,0 g
Meal analysis: energy 786,0 kcal (34 %), carbohydrate 124,6 g (33 %)
==================================================================
Result
==================================================================
Nutrient analysed recommended percentage
content value value/day fulfillment
___________________________________________________________________________
energy 2343,7 kcal 2157,66 kcal 108,6 %
water 1199,8 g 2600,0 g 46 %
protein 71,8 g(12%) 63,75 g(12 %) 112,6 %
fat 66,9 g(24%) 59,935 g(< 30 %) 111,6 %
carbohydr. 377,5 g(63%) 340,8 g(> 55 %) 110,8 %
dietary fiber 7,4 g 30,0 g 25 %
alcohol 0,0 g - -
PUFA 0,8 g 10,0 g 8%
cholesterol 0,0 mg - -
Vit. A 1900,3 µg 800,0 µg 238 %
carotene 0,0 mg - -
Vit. E (eq.) 3,2 mg 12,0 mg 27 %
Vit. B1 0,1 mg 1,0 mg 9%
Vit. B2 0,4 mg 1,2 mg 30 %
Vit. B6 0,4 mg 1,2 mg 30 %
tot. fol.acid 172,3 µg 400,0 µg 43 %
Vit. C 43,8 mg 100,0 mg 44 %
sodium 136,3 mg 2000,0 mg 7%
potassium 1242,2 mg 3500,0 mg 35 %
calcium 477,1 mg 1000,0 mg 48 %
magnesium 89,3 mg 300,0 mg 30 %
phosphorus 110,4 mg 700,0 mg 16 %
iron 27,4 mg 15,0 mg 183 %
zinc 2,5 mg 7,0 mg 36 %

26
RECALL MONEV KEDUA (18/11/15)
==================================================================
Analysis of the food record
==================================================================
Food Amount energy carbohydr.
___________________________________________________________________________
MAKAN MALAM
nasi putih sardjito 200 g 261,0 kcal 57,2 g
ayam bumbu bali sardjito 40 g 114,4 kcal 0,0 g
tahu bumbu semur 50 g 38,1 kcal 0,9 g
sayur timlo sardjito 100 g 29,6 kcal 5,1 g
pisang raja sardjito 50 g 84,0 kcal 21,3 g
Meal analysis: energy 613,4 kcal (28 %), carbohydrate 84,5 g (26 %)
MAKAN PAGI
nasi putih sardjito 200 g 261,0 kcal 57,2 g
daging lapis sardjito 30 g 81,0 kcal 0,0 g
terik tempe sardjito 10 g 20,0 kcal 1,7 g
sayur brongkos 80 g 25,2 kcal 4,3 g
jeruk 55 g 75,8 kcal 14,2 g
teh manis sardjito 200 g 78,9 kcal 20,2 g
Meal analysis: energy 542,0 kcal (25 %), carbohydrate 97,7 g (30 %)
SELINGAN PAGI
getuk 100 g 185,0 kcal 40,9 g
susu dancow instant 20 g 92,8 kcal 10,3 g
risoles 40 g 98,8 kcal 13,3 g
minyak kelapa sawit 10 g 86,2 kcal 0,0 g
Meal analysis: energy 462,7 kcal (21 %), carbohydrate 64,5 g (20 %)
MAKAN SIANG
nasi putih sardjito 200 g 261,0 kcal 57,2 g
garang asam ayam sardjito 30 g 85,5 kcal 0,0 g
tahu bumbu kuning sardjito 30 g 22,9 kcal 0,5 g
cap jay sardjito 80 g 21,6 kcal 2,5 g
puding sardjito 50 g 58,2 kcal 15,0 g
Meal analysis: energy 535,4 kcal (25 %), carbohydrate 75,2 g (23 %)
==================================================================
Result
==================================================================
Nutrient analysed recommended percentage
content value value/day fulfillment
___________________________________________________________________________
energy 2153,6 kcal 2157,66 kcal 99,8 %
water 0,0 g 2600,0 g 0%
protein 78,2 g(14%) 63,75 g(12 %) 122,7 %
fat 68,4 g(27%) 59,935 g(< 30 %) 114,1 %
carbohydr. 321,9 g(59%) 340,8 g(> 55 %) 94,5 %
dietary fiber 5,3 g 30,0 g 18 %
alcohol 0,0 g - -
PUFA 1,1 g 10,0 g 11 %
cholesterol 29,0 mg - -
Vit. A 2238,4 µg 800,0 µg 280 %

27
carotene 0,0 mg - -
Vit. E (eq.) 2,5 mg 12,0 mg 21 %
Vit. B1 0,3 mg 1,0 mg 26 %
Vit. B2 0,5 mg 1,2 mg 44 %
Vit. B6 0,7 mg 1,2 mg 55 %
tot. fol.acid 195,6 µg 400,0 µg 49 %
Vit. C 67,5 mg 100,0 mg 68 %
sodium 201,3 mg 2000,0 mg 10 %
potassium 1563,8 mg 3500,0 mg 45 %
calcium 581,7 mg 1000,0 mg 58 %
magnesium 102,2 mg 300,0 mg 34 %
phosphorus 329,1 mg 700,0 mg 47 %
iron 29,8 mg 15,0 mg 199 %
zinc 2,8 mg 7,0 mg 40 %

RECALL MONEV KETIGA (19/11/15)


==================================================================
Analysis of the food record
==================================================================
Food Amount energy carbohydr.
___________________________________________________________________________
MAKAN MALAM
nasi putih sardjito 200 g 261,0 kcal 57,2 g
telur bumbu balado sardjito 50 g 77,8 kcal 0,6 g
tempe garit/ungkep sardjito 25 g 50,0 kcal 4,3 g
soto madura sardjito 100 g 55,7 kcal 11,0 g
pisang ambon sardjito 50 g 46,1 kcal 11,7 g
Drinking water 800 g 0,0 kcal 0,0 g
Meal analysis: energy 533,7 kcal (22 %), carbohydrate 84,8 g (22 %)
MAKAN PAGI
nasi sardjito 200 g 360,4 kcal 79,5 g
ayam bumbu nanking sardjito 50 g 143,0 kcal 0,0 g
asem-asem tahu sardjito 25 g 38,1 kcal 0,9 g
sayur gulai labu siam sardjito 100 g 24,4 kcal 5,0 g
Meal analysis: energy 566,0 kcal (23 %), carbohydrate 85,4 g (22 %)
SELINGAN PAGI
tahu 80 g 60,8 kcal 1,5 g
bakso daging sapi 20 g 74,0 kcal 0,0 g
minyak kelapa sawit 15 g 129,3 kcal 0,0 g
getuk 110 g 203,5 kcal 45,0 g
teh manis sardjito 200 g 78,9 kcal 20,2 g
apel 85 g 50,2 kcal 13,0 g
mutiara 50 g 174,5 kcal 42,3 g
Meal analysis: energy 771,1 kcal (32 %), carbohydrate 122,1 g (31 %)

MAKAN SIANG
nasi sardjito 200 g 360,4 kcal 79,5 g
pu yung hay sardjito 50 g 77,8 kcal 0,6 g

28
tempe bumbu bali sardjito 25 g 38,1 kcal 0,9 g
bobor bayam sardjito 100 g 46,4 kcal 7,0 g
pepaya sardjito 50 g 39,2 kcal 9,8 g
Drinking water 500 g 0,0 kcal 0,0 g
Meal analysis: energy 561,9 kcal (23 %), carbohydrate 97,8 g (25 %)
==================================================================
Result
==================================================================
Nutrient analysed recommended percentage
content value value/day fulfillment
___________________________________________________________________________
energy 2432,7 kcal 2167,66 kcal 112,4 %
water 1299,7 g 2700,0 g 48 %
protein 78,2 g(13%) 63,75 g(12 %) 123,6 %
fat 69,6 g(24%) 59,935 g(< 30 %) 115,1 %
carbohydr. 390,1 g(63%) 340,8 g(> 55 %) 114,5 %
dietary fiber 5,3 g 30,0 g 18 %
alcohol 0,0 g - -
PUFA 2,9 g 10,0 g 29 %
cholesterol 20,8 mg - -
Vit. A 1011,8 µg 800,0 µg 126 %
carotene 0,0 mg - -
Vit. E (eq.) 1,6 mg 12,0 mg 14 %
Vit. B1 0,2 mg 1,0 mg 22 %
Vit. B2 0,1 mg 1,2 mg 9%
Vit. B6 0,4 mg 1,2 mg 36 %
tot. fol.acid 32,0 µg 400,0 µg 8%
Vit. C 32,6 mg 100,0 mg 33 %
sodium 49,9 mg 2000,0 mg 2%
potassium 661,7 mg 3500,0 mg 19 %
calcium 802,0 mg 1000,0 mg 80 %
magnesium 116,4 mg 310,0 mg 38 %
phosphorus 382,0 mg 700,0 mg 55 %
iron 6,8 mg 15,0 mg 45 %
zinc 3,1 mg 7,0 mg 45 %

29

Anda mungkin juga menyukai