Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN

GANGGUAN KEBUTUHAN ISTIRAHAT DAN TIDUR

A. Konsep Dasar
1. Definisi
Istirahat merupakan keadaan rileks dan tenang tanpa ada tekanan
emosional. Jadi, istirahat tidak selalu berarti berbaring di tempat tidur dan
tidak melakukan aktifitas apapun. Tidur merupakan kondisi ketika seseorang
tidak sadar, tetapi dapat dibangunkan oleh stimulus atau sensoris yang sesuai.
Kondisi ini ditandai dengan aktifitas fisik yang minim, tingkat kesadaran
bervariasi, terjadi perubahan proses fisiologis, dan terjadi penurunan respons
terhadap stimulus eksternal. (Potter, Perry, 2006)
2. Fisiologi Tidur
Aktifitas tidur berhubungan dengan mekanisme serebral yang secara
bergantian mengaktifkan dan menekan pusat otak agar dapat tidur dan
bangun. Bagian otak yang mengendalikan aktifitas tidur adalah batang otak,
tepatnya pada sistem pengaktifan retikularis atau Reticular Activating
System (RAS) dan Bulbar Synchronizing Regional (BSR). RAS dapat
memberikan rangsangan visual, pendengaran, nyeri, dan perabaan serta dapat
menerima stimulasi dari korteks serebri termasuk rangsangan emosi dan
proses berpikir. Pada saat sadar, RAS melepaskan katekolamin untuk
mempertahankan kewaspadaan dan agar tetap terjaga. Pengeluaran serotonin
dari BSR menimbulkan rasa kantuk yang selanjutnya menyebabkan tidur.
Terbangun dan terjaganya seseorang tergantung pada keseimbangan impuls
yang diterima di pusat otak dan sistem limbik.( Alimul,Aziz, 2006)

Fisiologi Defekasi

1
Defekasi adalah pengeluaran feses dari anus dan rektum. Hal ini juga
disebut bowel movement. Frekwensi defekasi pada setiap orang sangat
bervariasi dari beberapa kali perhari sampai 2 atau 3 kali perminggu.
Banyaknya feses juga bervariasi setiap orang. Ketika gelombang peristaltik
mendorong feses kedalam kolon sigmoid dan rektum, saraf sensoris dalam
rektum dirangsang dan individu menjadi sadar terhadap kebutuhan untuk
defekasi.
Defekasi biasanya dimulai oleh dua refleks defekasi yaitu :
1. Refleks defekasi instrinsik
Ketika feses masuk kedalam rektum, pengembangan dinding
rektum memberi suatu signal yang menyebar melalui pleksus
mesentrikus untuk memulai gelombang peristaltik pada kolon
desenden, kolon sigmoid, dan didalam rektum. Gelombang ini
menekan feses kearah anus. Begitu gelombang peristaltik
mendekati anus, spingter anal interna tidak menutup dan bila
spingter eksternal tenang maka feses keluar.
2. Refleks defekasi parasimpatis
Ketika serat saraf dalam rektum dirangsang, signal diteruskan ke
spinal cord (sakral 2 – 4) dan kemudian kembali ke kolon
desenden,. Sinyal – sinyal parasimpatis ini meningkatkan
gelombang peristaltik, melemaskan spingter anus internal dan
meningkatkan refleks defekasi instrinsik. Spingter anus individu
duduk ditoilet atau bedpan, spingter anus eksternal tenang dengan
sendirinya. Pengeluaran feses dibantu oleh kontraksi otot-otot perut
dan diaphragma yang akan meningkatkan tekanan abdominal dan
oleh kontraksi muskulus levator ani pada dasar panggul yang
menggerakkan feses melalui saluran anus. Defekasi normal
dipermudah dengan refleksi paha yang meningkatkan tekanan di
dalam perut dan posisi duduk yang meningkatkan tekanan kebawah

2
kearah rektum. Jika refleks defekasi diabaikan atau jika defekasi
dihambat secara sengaja dengan mengkontraksikan muskulus
spingter eksternal, maka rasa terdesak untuk defekasi secara
berulang dapat menghasilkan rektum meluas untuk menampung
kumpulan feses.
Susunan feses terdiri dari :
1. Bakteri yang umumnya sudah mati.
2. Lepasan epitelium dari usus.
3. Sejumlah kecil zat nitrogen terutama musin (mucus).
4. Garam terutama kalsium fosfat.
5. Sedikit zat besi dari selulosa.
6. Sisa zat makanan yang tidak dicerna dan air (100 ml)

Faktor-faktor yang mempengaruhi Eliminasi fecal

1. Usia dan perkembangan : mempengaruhi karakter feses,


kontrol
2. Diet
3. Pemasukan cairan. Normalnya : 2000 – 3000 ml/hari
4. Aktifitas fisik : Merangsang peristaltik usus, sehingga
peristaltik usus meningkat.
5. Faktor psikologik
6. Kebiasaan
7. Posisi
8. Nyeri
9. Kehamilan : menekan rektum
10. Operasi & anestesi
11. Obat-obatan
12. Test diagnostik : Barium enema dapat menyebabkan konstipasi
13. Kondisi patologis

3
14. Iritans

Masalah eliminasi fecal


1. Konstipasi
Konstipasi merupakan gejala, bukan penyakit yaitu menurunnya
frekuensi BAB disertai dengan pengeluaran feses yang sulit, keras,
dan mengejan. BAB yang keras dapat menyebabkan nyeri rektum.
Kondisi ini terjadi karena feses berada di intestinal lebih lama,
sehingga banyak air diserap.
Penyebabnya : Kebiasaan BAB tidak teratur, seperti sibuk, bermain,
pindah tempat, dan lain-lain. Diet tidak sempurna/adekuat : kurang
serat (daging, telur), tidak ada gigi, makanan lemak dan cairan kurang
Meningkatnya stress psikologik. Kurang olahraga / aktifitas :
berbaring lama. Obat-obatan : kodein, morfin, anti kolinergik, zat besi.
Penggunaan obat pencahar/laksatif menyebabkan tonus otot intestinal
kurang sehingga refleks BAB hilang. Usia, peristaltik menurun dan
otot-otot elastisitas perut menurun sehingga menimbulkan konstipasi.
Penyakit-penyakit : Obstruksi usus, paralitik ileus, kecelakaan pada
spinal cord dan tumor.
2. Impaction
Impaction merupakan akibat konstipasi yang tidak teratur, sehingga
tumpukan feses yang keras di rektum tidak bisa dikeluarkan.
Impaction berat, tumpukan feses sampai pada kolon sigmoid.
Penyebabnya pasien dalam keadaan lemah, bingung, tidak sadar,
konstipasi berulang dan pemeriksaan yang dapat menimbulkan
konstipasi. Tandanya : tidak BAB, anoreksia, kembung/kram dan
nyeri rektum.
3. Diare

4
Diare merupakan BAB sering dengan cairan dan feses yang tidak
berbentuk. Isi intestinal melewati usus halus dan kolon sangat cepat.
Iritasi di dalam kolon merupakan faktor tambahan yang menyebabkan
meningkatkan sekresi mukosa. Akibatnya feses menjadi encer
sehingga pasien tidak dapat mengontrol dan menahan BAB.
4. Inkontinensia fecal
Yaitu suatu keadaan tidak mampu mengontrol BAB dan udara dari
anus, BAB encer dan jumlahnya banyak. Umumnya disertai dengan
gangguan fungsi spingter anal, penyakit neuromuskuler, trauma spinal
cord dan tumor spingter anal eksternal. Pada situasi tertentu secara
mental pasien sadar akan kebutuhan BAB tapi tidak sadar secara fisik.
Kebutuhan dasar pasien tergantung pada perawat.
5. Flatulens
Yaitu menumpuknya gas pada lumen intestinal, dinding usus
meregang dan distended, merasa penuh, nyeri dan kram. Biasanya gas
keluar melalui mulut (sendawa) atau anus (flatus). Hal-hal yang
menyebabkan peningkatan gas di usus adalah pemecahan makanan
oleh bakteri yang menghasilkan gas metan, pembusukan di usus yang
menghasilkan CO2. Makanan penghasil gas seperti bawang dan
kembang kol.
6. Hemoroid
Yaitu dilatasi pembengkakan vena pada dinding rektum (bisa internal
atau eksternal). Hal ini terjadi pada defekasi yang keras, kehamilan,
gagal jantung dan penyakit hati menahun. Perdarahan dapat terjadi
dengan mudah jika dinding pembuluh darah teregang. Jika terjadi
infla-masi dan pengerasan, maka pasien merasa panas dan gatal.
Kadang-kadang BAB dilupakan oleh pasien, karena saat BAB
menimbulkan nyeri. Akibatnya pasien mengalami konstipasi.

5
3. Tahapan Tidur

Tidur dapat dibagi menjadi dua tahapan, yaitu non-rapid eye


movement (NREM) dan rapid eye movement (REM).
a. Tidur NREM
Tidur Nrem disebabkan oleh penurunan kegiatan dalam sistem
pengaktifan retikularis. Tahapan tidur ini juga disebut tidur gelombang
lambat , karena gelombang otak bergerak dengan sangat lambat. Tidur
NREM ditandai dengan penurunan sejumlah fungsi fisiologis tubuh
termasuk juga metabolisme, kerja otot dan tanda-tanda vital. Hal lain yang
terjadi pada saat tidur NREM adalah pergerakan bola mata melambat.
Tidur NREM terbagi menjadi empat tahapan, yaitu sebagai berikut :
1). Tahap I
Tahap I merupakan tahapan paling dangkal dari tidur dan
merupakan tahap transisi antara bangun dan tidur. Tahap ini ditandai
dengan individu yang cenderung rileks, masih sadar dengan
lingkungannya, merasa mengantuk, bola mata bergerak dari samping
ke samping, frekuensi nadi dan napas sedikit menurun, serta mudah
dibangunkan. Tahap I normalnya berlangsung sekitar 5 menit atau
sekitar 5% dari total tidur.
2). Tahap II
Tahap II merupakan tahap ketika individu masuk pada tahap tidur,
tetapi masih dapat bangun dengan mudah. Tahap I dan II ini termasuk
dalam tahap tidur ringan. Pada tahap II, otot mulai relaksasi, mata pada
umumnya menetap, dan proses-proses di dalam tubuh terus menurun.
Ditandai dengan penurunan denyut jantung, frekuensi napas, suhu
tubuh, dan metabolisme. Pada tahap II normalnya berlangsung selama
10-20 menit dan merupakan 50-55 % dari total tidur.

6
3). Tahap III
Tahap III merupakan awal ari tahap tidur dalam atau tidur nyenyak.
Tahap ini dicirikan dengan relaksasi otot menyeluruh serta pelambatan
denyut nadi, frekuensi napas, dan proses tubuh yang lain. Pelambatan
tersebut disebabkan oleh dominasi sistem saraf parasimpatis. Pada
tahap III, individu cenderung sulit dibangunkan. Tahap III berlangsung
selama 15-30 menit dan merupakan 10 % dari total tidur.
4). Tahap IV
Pada tahap ini, individu tidur semakin dalam, tahap IV ditandai
dengan perubahan fisiologis, yaitu EEG gelombang otak melemah
serta penurunan denyut jantung, tekanan darah, tonus otot,
metabolisme dan suhu tubuh. Pada tahap ini individu jarang bergerak
dan sulit dibangunkan. Tahap ini berlangsung selama 15-30 menit dan
merupakan 10 % dari total tidur.
b. Tidur REM
Tidur REM disebut juga tidur paradoks. Tahapan ini biasanya terjadi
rata-rata 90 menit dan berlangsung selama 5-20 menit. Tidur REM tidak
senyenyak tidur NREM dan biasanya sebagian besar mimpi terjadi pada
tahap ini. tidur REM penting untuk keseimbangan mental dan emosi.
Selain itu, tahapan tidur ini juga berperan dalam proses belajar, memori
dan adaptasi.
Tidur REM ditandai dengan :
1) Lebih sulit dibangunkan atau dapat bangun dengan tiba-tiba
2) Sekresi lambung meningkat
3) Tonus otot menurun
4) Frekuensi denyut jantung dan pernapasan sering kali menjadi tidak
teratur

7
5) Mata cepat tertutup dan terbuka
6) Metabolisme meningkat
4. Siklus Tidur
Selama tidur, individu mengalami siklus tidur yang di dalamnya
terdapat pergantian antara tahap tidur NREM dan REM secara berulang.
Siklusnya sebagai berikut :
a. Pergeseran dari tidur NREM tahap I-III selama 30 menit
b. Pergeseran dari tidur NREM tahap III ke IV. Tahap IV ini berlangsung
selama 20 menit
c. Individu kembali mengalami tidur NREM tahap III dan tahap II yang
berlangsung selama 20 menit
d. Pergeseran dari tidur NREM tahap II ke tidur REM. Tidur REM ini
berlangsung selama 10 menit
e. Pergeseran dari tidur REM ke tidur NREM tahap II
f. Siklus tidur pun dimulai, tidur NREM terjadi bergantian dengan tidur
REM. Siklus ini normalnya berlangsung selama 1,5 jam dan setiap orang
umumnya melalui 4-5 siklus selama 7-8 jam tidur.

8
5. Kebutuhan Tidur pada Setiap Tahap Perkembangan
Usia Dan
Jumlah kebutuhan
Tingkat Pola tidur normal
tidur (jam/hari)
Perkembangan
0-1 Bulan 14-18 50% tidur REM, berlangsung
selama 45-60 menit

1-12 bulan 12-14 20-30% tidur REM, tidur


sepanjang malam

1-3 tahun 10-12 25 % tidur REM , tidur pada siang


hari dan sepanjang malam

3-6 tahun 11 20% tidur REM

6-12 tahun 10 18,5% tidur REM

12-18 tahun 7-8,5 20% tidur REM

18-40 tahun 7-8 20-25% tidur REM

40-60 tahun 7-8 20% tidur REM, mengalami


insomnia
>60 tahun 6
20-25% tidur REM, sering terjaga
sewaktu tidur, mengalami
insomnia, dan tahap IV NREM

9
menurun, bahkan tidak ada

6. Etiologi
Faktor yang Mempengaruhi Kebutuhan Tidur
a. Penyakit
Sebagian penyakit menyebabkan penderita kesulitan untuk tidur,
misalnya penyakit yang menyebabkan nyeri atau distres fisik.
b. Kelelahan
Kelelahan akibat aktifitas yang tinggi umumnya memerlukan lebih
banyak tidur untuk memulihkan kondisi tubuh. Makin lelah sesorang,
makin pendek siklus REM yang dilaluinya. Setelah beristirahat, biasanya
siklus REM akan kembali memanjang.
c. Lingkungan
Ada atau tidaknya stimulus tertentu dari lingkungan dapat menghambat
upaya tidur, contohnya suhu yang tidak nyaman, ventilasi yang buruk,
atau suara-suara tertentu.
d. Stres psikologis
Stres psikologis pada seseorang dapat menyebabkan ansietas atau
ketegangan dan depresi. Akibatnya pola tidur, dapat terganggu. Ansietas
dan depresi dapat meningkatkan kadar norepinefrin pada darah melaui
stimulasi sistem saraf simpatis, akibatnya terjadi pengurangan siklus

10
tidur NREM tahap IV dan tidur REM serta seringnya terjaga pada saat
tidur.
e. Gaya Hidup
Rutinitas seseorang dapat memengaruhi pola tidur. Contohnya individu
yang sering berganti jam kerja harus mengatur aktivitasnya agar bisa
tidur pada waktu yang tepat.
f. Motivasi
Motivasi dapat mendorong untuk tidur sehingga memengaruhi proses
tidur, misalnya seseorang ingin tidur lebih cepat agar keesokan harinya
tidak terlambat ke sekolah.
g. Stimulan, alkohol, dan obat-obatan
Contoh stimulan yang paling umum ditemukan adalah kafein dan
nikotin. Kafein dapat merangsang sistem saraf pusat sehingga
menyebabkan kesulitan untuk tidur.
h. Diet dan nutrisi
Asupan nutrisi yang adekuat dapat mempercepat proses tidur, misalnya
asupan protein. Asupan protein yang tinggi dapat mempercepat proses
tidur karena adanya triptofan (asam amino) hasil pencernaan protein
yang dapat mempermudah proses tidur.
7. Gangguan Masalah Kebutuhan Tidur
a. Insomnia
Insomnia adalah kesukaran dalam memulai dan mempertahankan tidur
sehingga tidak dapat memenuhi kebutuhan tidur yang adekuat. Insomnia
dapat dibagi menjadi tiga jenis, yaitu :
1) Insomnia inisial : ketidakmampuan untuk memulai tidur
2) Insomnia intermiten : ketidakmampuan untuk tetap tertidur karena
terlalu sering terbangun

11
3) Insomnia terminal : ketidak mampuan untuk tidur kembali setelah
terbangun pada malam hari
b. Hipersomnia
Hipersomnia merupakan gangguan tidur yang ditandai dengan tidur
berlebihan, terutama pada siang hari, walaupun sudah mendapatkan tidur
yang cukup. Gangguan ini dapat disebabkan oleh kondisi medis tertentu,
misalnya gangguan pada sistem saraf, hati, atau ginjal, dan masalah
psikologis.
c. Parasomnia
Parasomnia merupakan perilaku yang dapat mengganggu tidur atau
perilaku yang muncul pada saat seseorang tertidur. Gangguan ini
umumnya terjadi pada anak-anak. Beberapa turunan parasomnia antara
lain adalah sering terjaga misalnya tidur berjalan, gangguan transisi
bangun tidur misalnya mengigau, parasomnia yang berkaitan dengan
tidur REM misalnya mimpi buruk.
d. Narkolepsi
Narkolepsi merupakan gelombang kantuk yang tak tertahankan yang
muncul secara tiba-tiba pada siang hari. Gangguan ini disebut serangan
tidur. Narkolepsis diduga merupakan suatu gangguan neurologis yang
disebabkan oleh kerusakan genetik sistem saraf pusat yang disebabkan
oleh kerusakan genetik sistem saraf pusat yang menyebabkan tidak
terkendalinya periode tidur REM.
e. Apnea saat tidur
Apnea saat tidur merupakan kondisi ketika napas terhenti secara periodik
pada saat tidur.
f. Somnabulisme
Somnabulisme merupakan keadaan ketika tengah tertidur, tetapi
melakukan kegiatan orang yang tidak tidur. Penderita sering kali
melakukan tindakan motorik

12
g. Enuresa
Enuresa atau mengompol merupakan kegiatan buang air kecil yang tidak
disengaja pada waktu tidur. enuresa dapat dibagi menjadi dua, yaitu
enuresa nokturnal dan diurnal. Enuresa nokturnal merupakan keadaan
mengompol pada saat tidur dan umumnya terjadi karena ada gangguan
pada tidur NREM. Enuresa diurnal merupakan keadaan mengompol pada
saat bangun tidur.

13
B. Konsep Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan Istirahat
Tidur
1. Pengkajian keperawatan
Pengkajian keperawatan pada masalah kebutuhan istirahat dan tidur meliputi
riwayat tidur serta pemeriksaan fisik
a. Riwayat tidur
Pola tidur : kuantitas (lama tidur) dan kualitas tidur, baik tidur siang
maupun tidur malam
b. Ritual sebelum tidur : aktivitas, rekreasi, atau kebiasaan yanng dilakukan
sebelum tidur
c. Lingkungan tidur : kondisi penerangan, tingkat kebisingan, dengan siapa
pasien tidur
d. Penggunaan obat tidur dan obat-obatan yang lain sebelum tidur
e. Perubahan terkini pada pola tidur : apakah ada kesulitan tidur atau
perubahan pola tidur serta adakah masalah yang pasien yakini dapat
memengaruhi pola tidurnya.
f. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik meliputi observasi fisik, perilaku, dan tingkat energi
pasien. Kondisi fisik yang menunjukkan bahwa pasien mengalami masalah
tidur antara lain terdapat lingkaran kehitaman di daerah sekitar mata,
kelopak mata membengkak, konjungtiva merah, dan lain-lain. Indikasi
perilaku yang menunjukkan adanya masalah tidur meliputi rasa gelisah,
bicara lambat, dan tidak fokus atau perhatian. Pasien yang mengalami
masalah tidur akan terlihat lemah, letargik, atau lelah.
2. Diagnosa keperawatan
a. Gangguan pola tidur, berhubungan dengan :
1) Sering terjaga pada malam hari
2) Tidur berlebihan pada siang hari
3) Nyeri

14
4) Lingkungan yang mengganggu
b. Kecemasan, berhubungan dengan ketidakmampuan untuk tidur
c. Koping individu tidak efektif, berhubungan dengan insomnia
d. Gangguan pertukaran gas, berhubungan dengan apnea saat tidur
3. Intervensi
Tujuan : klien melaporkan bahwa pola tidur yang biasa telah terbentuk
kembali dalam 1 bulan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama …X… jam diharapkan
gangguan istirahat tidur teratasi dengan criteria hasil :
a. Klien tertidur dalam 30 menit setelah naik ke tempat tidur
b. Klien menggunakan terapi relaksasi setiap malam sebelum tidur
c. Klien melaporkan perasaan segar saat terbangun di pagi hari
Intervensi :
a. Kaji kembali faktor yang menyebabkan gangguan tidur
Rasional : untuk mengetahui kebutuhan istirahat dan tidur pasien normal
b. Bantu pasien untuk memicu tidur
Rasional : untuk membantu pasien dalam memenuhi kebutuhan istirahat
dan tidur pasien
c. Kurangi kemungkinan cedera selama tidur
Rasional : untuk menciptakan lingkungan yang nyaman untuk pasien
dalam memenuhi kebutuhan istirahat dan tidur
d. Berikan pendidikan kesehatan
Rasional : keluarga dan pasien mengetahui pentingnya kebutuhan istirahat
dan tidur
e. Tanyakan atau evaluasi perasaan pasien setelah dilakukan tindakan
Rasional : mengetahui keberhasilan tindakan
4. Implementasi
a. Kaji pola tidur dan aktivitas pasien
b. Jelaskan pentingnya kebutuhan tidur selama sakit

15
c. Monitor pola tidur pasien dan jumlah jam tidur
d. Fasilitasi kebiasaan pasien sebelum tidur (misalnya: membaca buku,
selimut favorit yang digunakan)
e. Monitor makanan dan minuman pasien sebelum pasien tidur
5. Evaluasi
Evaluasi terhadap masalah kebutuhan istirahat dan tidur dapat dinilai
dari kemampuan dalam memenuhi kebutuhan tidur, baik kuantitatif maupun
kualitatif serta kemampuan dalam melakukan teknik-teknik yang dapat
dilakukan untuk mengatasi gangguan tidur.

16
DAFTAR PUSTAKA

Alimul,Aziz, 2006.Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia. Salemba Medika : Jakarta


Potter, Perry, 2006, Buku Ajar Fundamental Keperawatan, EGC : Jakarta
Saputra, Lyndon, 2013, Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia, Binarupa Aksra
Publisher, Jakarta

17

Anda mungkin juga menyukai