Anda di halaman 1dari 4

MENUJU BALI

EKSPANSI KOLONIAL DAN PUPUTAN


Oleh : Achmad Baihaqie

pendahuluan

Pulau Bali atau dikenal dengan pulau dewata, memiliki sejarah yang kelam
ketika masa politik ekspansionisme Belanda. Letak pulau Bali berada di sebelah timur
pulau Jawa yang dipisahkan oleh selat kecil. Posisi Bali yang sangat dekat dengan
pulau Jawa memancing pihak kolonial Belanda untuk waspada terhadap serangan-
serangan militer ke ujung timur pulau Jawa.
Ekspansi pemerintah kolonial ke pulau Bali dimulai bertepatan dengan protes
atas hak tawan karang yang diberlakukan oleh penguasa-penguasa Bali. Hak tawan
karang merupakan hak yang dimiliki penguasa Bali untuk mengakuisisi kapal-kapal
karam di perairan Bali. Sehingga terjadilah ekspansi besar-besaran oleh pemerintah
kolonial untuk menundukkan Bali sampai tahun 1904 yaitu saat puputan terakhir
dilakukan.
Proses terjadinya peperangan antara pemerintah kolonial melawan penguasa-
penguasa Bali merupakan tumpuan dasar dalam tulisan ini. Menariknya ekspansi
pemerintah kolonial ke Bali ini dilakukan oleh karena beberapa faktor ekonomi,
melainkan masih ada beberapa faktor lain yang harus dijelaskan.
Berakhirnya perang Bali dengan diberlakukannya puputan (bunuh diri secara
massal) merupakan poin kedua yang sangat menarik untuk dikaji. Puputan yang
dilakukan terjadi secara massal dan melibatkan berbagai komponen masyarakat. Hal ini
tidak terjadi di belahan dunia manapun sehingga menjadi sebuah tema yang untuk
dibahas.

Dari Peperangan Ke Puputan

Pada 1815 gunung Tambora di Sumbawa meletus dan mengakibatkan ratusan


ribu orang tewas di Bali, Lombok dan daerah sekitarnya. Perekonomian yang hancur
akibat bencana alam serta wabah penyakit yang melanda setelah itu, membuat
penguasa-penguasa Bali melakukan penjualan budak menjadi komoditas utama dalam
perdagangannya. Selain itu, transaksi penjualan candu sangat bebas dilakukan di Bali
oleh Inggris, karena Belanda masih belum memiliki pengaruh secara politik di sana. Di
samping konsumsi akan candu yang tinggi, Bali merupakan tempat distribusi candu
menuju ke Jawa secara ilegal melalui Blambangan.
Pasca erupsi gunung Tambora, abu vulkanik menyebabkan kesuburan
meningkat. Sektor perekonomian yang lebih agraris menggantikan penjualan budak
sebagai komoditas ekspor. Persaingan elit-elit lokal semakin tajam dengan terbukanya
lahan perekonomian baru yang mengakibatkan konflik-konflik senjata antar kerajaan-
kerajaan lokal. Ketegangan politik pun menjadi suatu hal yang biasa terjadi di Bali
mengingat tidak ada unifikasi kerajaan-kerajaan tersebut.
Sekitar tahun 1840, pemerintah kolonial mulai memprotes hak tawan karang
yang memperbolehkan penguasa Bali untuk merampas kapal-kapal yang karam dan
terdampar di Bali. Menurut pemerintah kolonial hal ini bertentangan dengan hukum
pelayaran internasional. Di sisi yang lain pemerintah kolonial juga ingin menghapuskan
pengaruh Inggris dalam perdagangan candu dan ingin mengontrol peradaran candu
ilegal yang dibawa oleh Inggris.
Pemerintah kolonial pada awalnya bisa membujuk beberapa raja Bali untuk
menandatangani perjanjian pengakuan kedaulatan kolonial Belanda pada 1841. Akan
tetapi, hal itu tidak bisa menghentikan perampasan terhadap kapal-kapal yang karam di
perairan Bali. Raja Buleleng menolak lanjutan dari perjanjian tersebut, karena
pemerintah kolonial mulai memperluas penafsiran dari pengakuan kedaulatan
pemerintah kolonial Belanda, yang disusul kemudian oleh penolakan raja Karangasem
dan Klungkung.
Ketegangan pun semakin meningkat. Kerajaan-kerajaan Bali pun mulai bersiap
untuk berperang dan membentuk aliansi dibawah komando raja Klungkung. Dimulai
tahun 1846, serangan pertama pemerintah kolonial diarahkan ke kerajaan Buleleng dan
Karangasem. Kesuksesan serangan pertama kemudian disusul oleh serangan kedua
tahun 1848 yang terbukti gagal karena adanya perlawanan sengit aliansi besar dari
kerajaan-kerajaan Bali. Akan tetapi pada serangan ketiga tahun 1849, pasukan kolonial
berhasil menduduki wilayah Bali bagian utara. Ekspansi akan diterus ke arah selatan
yang kemudian terhenti karena belum ada kesiapan dalam tentara kolonial.
Dalam waktu lama tidak ada lagi konfrontasi secara langsung antara penguasa-
penguasa Bali yang belum ditakhlukan melawan pemerintah kolonial. Sampai pada
tahun 1882 ketegangan mulai memuncak kembali karena pembentukan karesidenan
yang menyertakan Bali di dalamnya. Klungkung mulai berniat membentuk kembali
aliansi untuk melakukan perlawanan. Akan tetapi gagal karena ketidakkompakan
penguasa-penguasa Bali lainnya. Gianyar, sengaja menakhluk kepada pemerintah
kolonial pada 1883. Mengwi ditakhlukan oleh kerajaan Badung pada 1891. Sedangkan
Karangasem sedang terlibat perang dengan daerah dudukannya di Lombok yang
dipioniri oleh pemerintah kolonial.
Secara tidak langsung, pemerintah kolonial memecah kekuatan kerajaan Bali
sehingga tidak terjadi perlawanan yang cukup besar apabila kerajaan-kerajaan di Bali
bersatu untuk melakukan perlawanan. Satu-persatu mulai dari Karangasem dan Gianyar
mulai menjadi wilayah kolonial Belanda.
Takhluknya beberapa kerajaan Bali, membuat dominasi Belanda semakin kuat.
Secara ekonomis, pemerintah kolonial mendapat keuntungan dari pengawasan
perdagangan budak serta penyelundupan candu. Selain itu pemerintah kolonial juga
mendapatkan hak monopoli beras di Lombok (wilayah Karangasem).
Pada 1904 terjadi perampasan terhadap kapal Belanda. Hal ini memberi peluang
untuk mengadakan aksi militer untuk menyerang kerajaan-kerajaan di Bali yang belum
takhluk. Serangan dilakukan pada 1906 ke arah kerajaan Badung. Keluarga kerajaan
Badung yang kalah dalam perang melakukan aksi terakhir di puri Denpasar dan puri
Pamecutan yaitu melakukan puputan. Akibatnya seluruh keluarga kerajaan Badung
tewas dalam puputan ini dan sebagian besar lain korbannya adalah rakyat Badung yang
masih setia.
Pasca puputan yang dilakukan oleh Badung di Denpasar dan Pamecutan,
pemerintah kolonial memaksakankepada beberapa kerajaan lain untuk menerima
kekuasaan pemerintah kolonial Belanda secara langsung. Akan tetapi raja Klungkung
yang merupakan raja senior di Bali menolak dan melancarkan upaya terakhir pada 1908.
Puputan kembali dilakukan dan menyebabkan raja Klungkung dan para pengikutnya
tewas.
Memang ironis, ketika usaha dalam memenangkan perlawanan gagal, orang Bali
memilih mati secara terhormat dalam puputan. Tindakan bunuh diri memang
bertentangan dengan nilai-nilai sosial, akan tetapi dalam perlawanan terakhir ketika
tidak ada yang ada kesempatan untuk memenangkan perang. Apalagi dalam melakukan
puputan diawali dengan ritual keagamaan dan juga pemakaian atribut berwarna putih
yang dianggap lambang kesucian. Puputan sendiri bisa diartikan sebagai bentuk protes
terhadap pemerintah Belanda seperti yang dilakukan oleh raja Klungkung dalam
memprotes dominasi Belanda. Tidak hanya itu, puputan tidak hanya dilakukan oleh
keluarga kerajaan melainkan rakyat jelata yang tidak terlibat dalam urusan politik
maupun militer. Bisa dikatakan bahwa rakyat Bali memiliki sense of freedom yang
sangat tinggi dalam membela tanah airnya.

Kesimpulan

Ekspansi militer Belanda ke pulau Bali diawali dengan serangan yang dilakukan
pada 1846 untuk menghapuskan penyelundupan candu dominasi Inggris dalam
perdagangan di Bali. Ekspansi ini mendapat perlawanan yang panjang dari para
penguasa Bali sampai pada tahun 1908, dalam artian usaha untuk menakhlukan Bali
dilakukan selama lebih dari setengah abad. Kemenangan pemerintah kolonial dalam
peperangan diakibatkan tidak adanya unifikasi atau setidaknya aliansi kerajaan-kerajaan
Bali.
Pada akhirnya dilakukanlah puputan dalam bentuk perlawanan terakhir atas
ekspansi pemerintah kolonial yang dilakukan oleh keluarga kerajaan dan rakyat Bali
yang masih setia. Puputan bisa diartikan sebagai bentuk perlawanan tingkat tinggi
ketika sudah tidak ada kesempatan untuk menang dalam peperangan melawan
pemerintah kolonial. Tidak hanya itu puputan dilandasi rasa kemerdekaan yang tinggi
rakyat Bali yang tidak menghendaki dominasi pemerintah kolonial Belanda di pulau
Bali.

Anda mungkin juga menyukai