Anda di halaman 1dari 19

Bab 1.

Perkembangan Film Horor Periode 2001-2012 di Indonesia


Tahun Jumlah Film Horor Terlaris Jumlah Penonton
2001 1 Jelangkung 1,3 juta1
2002 5 Kafir 400 ribu2
2003 3 The Soul Tidak ada data
2004 5 Bangsal 13 Tidak ada data
2005 5 Missing Tidak ada data
2006 10 Hantu Jeruk Purut Tidak ada data
2007 24 Terowongan Casablanca 1,2 juta
2008 23 Pocong Perawan 1 juta
2009 29 Air Terjun Pengantin 1 juta
2010 23 Pocong Rumah Angker 503 ribu
2011 26 Arwah Goyang Kerawang 727 ribu
2012 29 Nenek Gayung 434 ribu
Sumber : filmindonesia.or.id
Kemunduran industri perfilman Indonesia tahun 1990an disebabkan krisis ekonomi

Indonesia dan kekacuan politik di Indonesia, krisi berkepanjangan sehingga

melengsengkarkan pemerintah berkuasa rezim Orde Baru Soeharto. Selama ini rezim orde

mengekang keras kebebasan berpendapat, dan pengontrolan sensor informasi yang ketat.

Melalui lembaga sensor film dan Departemen Penerangan yang dikontrol oleh Orde Baru

membuat para seniman film tidak bisa membuat film serius, sehingga banyak yang berputar

dengan membuat film hiburan berkelas rendah, para penonton Indonesia yang sudah muak

dan bosan menjadi malas menonton. Akibatnya bioskop menjadi sepi dan juga kemunculan

televisi swasta yang membeli lisensi film-film lama era 1970-1980an menambah orang malas

ke bioskop untuk menonton film baru. Muncul stigma pada masyarakat Indonesia kalau bisa

menonton film dengan cara gratis dan mudah dengan hanya duduk dirumah, kenapa harus

bayar dan mengantri untuk menonton film. Sampai pada tahun 1998 rezim orde baru jatuh

Industri film Indonesia mati total. Pada tahun 1998 muncul sekelompok pemuda kritis

penentang aturan Orde Baru dan kroni-kroninya, mendobrak batasan dan aturan dan berani

membuat film yang penuh sarat kritik sosial dan Politk. Film itu berjudul Kuldesak
1
https://id.wikipedia.org/wiki/Jelangkung_(film)#cite_note-2 diakses 9 September 2020, jam 17.14
2
Seno Joko Suyono dan Dwi Arjanto, “Dari Babi Ngepet Hingga Jelangkung”, Majalah Tempo Edisi 16 Febuari
2003
(Kulakukan dengan Terdesak) di buat oleh 4 sutrdara berbakat dikemudian hari menjadi

orang yang paling penting dalam sejarah kebangkitan industri perfilman Indonesia, yaitu Riri

Riza, Mira Lesmana, Nan T Achas, dan Rizal Mantovani.

Salah satu tokoh pemuda yang membuat film Kuldesak yaitu Rizal Mantovani

melopori pembuatan film horor pertama pasca Orde Baru di era Reformasi. Pada tahun 2001

film Jelangkung lahir, film yang disturdarai oleh Rizal Mantovani dan Jose Poernomo

kemudian menjadi kebangkitan industri perfilman Indonesia bergenre horor. Film Jelangkung

membawa atmosfer horor yang baru berbeda dengan horor masa Orde Baru. Film horor

berpindah dari pedesaan dan perkotaan. Iklim film horor Indonesia yang dibangun oleh Rizal

Mantovani dan Jose Poernomo dipengaruhi oleh film-film horor Asia yang berasal dari

Jepang, Korea, dan Hongkong. Selain itu gaya penyuntradraan film horor ini juga identitk

dengan musik-musik video ala MTV, karena para pembuat film ini sebelumnya adalah

sutradara musik video. Film ini pun direkam menggunakan kamera digital bukan kamera

film besar pada umumnya. Munculnya Film Jelangkung (2001) membuat masyarkat

Indonesia khususnya masyarakat urban perkotaan menjadi penasaran sehingga berbondong-

bondong antri ke bioskop. Film ini kemudian jadi berbincangan dimana-dimana mulai dari

kantor , sekolah, kafe dan restoran, film ini naik daun karen horor adalah genre yang dinanti-

nanti oleh Masyarakat Indonesia.

Film Indonesia yang populer sebelumnya adalah Petulangan Sherina (2000) karya

Rizi Riza sutradara muda yang bersama Rizal Mantovani membuat film Kuldesak (1998).

Kehadiran film Petulangan Sherina yang bergenre drama musikal berhasil menarik kembali

masyarakat Indonesia untuk menonton film Indonesia di Bioskop. Ibarat tali yang

menyambung kemudian lahir film genre horor hadir, film Jelangkung direspon dengan baik

dan sangat antusias oleh masyarakat Indonesia, membuat film ini menjadi laris manis. Film
Jelangkung kemudian menjadi film yang bisa bertahan sampai satu bulan penuh

pemutarannya di Bisokop Jakarta, sehingga menembus sampai 1 Juta penonton.

Film Jelangkung kemudian menjadi stimulus para pembuat film untuk membuat film

horor selanjutnya. Secara tidak langsung film Jelangkung menjadi cetak biru dalam

pembuatan film horor pasca Orde Baru. Ciri khas film perkotaan, para aktris dan aktor

pemuda yang berani dan mengungkap hal-hal tabu dan pemberontak norma sosial. Film

horor selanjutnya hampir selalu memakai mitos urban legend yang berkembang di perkotaan,

misal cerita mistis dibangunan tua, disebuah gedung bertingkat, rumah lama peninggalan

Belanda dan Jepang, sekolah, rumah sakit, stasiun, jembatan dan Jalan raya. Kebanyakan

yang menonton adalah remaja gaul perkotaan yang hidup hedon, yang selalu belanja da

makan makanan mahal di mal-mal besar. Menonton film horor menjadi hal yang penting

untuk menaikan gengsi dan biar dianggap update. Pada era reformasi ini menjadikan sebuah

budaya nonton untuk kalangan anak muda, maka dari itu Pasar film horor Indonesia yang

dikembangkan adalah pasar anak muda, digambarkan lewat para aktor dan aktris film horor

yang masih muda serta berparas cantik dan tampan

Pada tahun 2002 muncul film horor yang unik, yaitu film Kafir (2002). Film ini tidak

mengikuti gaya Film Jelangkung karena film ini dibuat oleh sutradara dari masa Orde Baru

yaitu H. Mardali Syarif. Sutradara yang pada saat itu berumum 60 tahun ini, kemudian

tertarik membuat film horor lagi. Dikutip dari Majalah Tempo Edisi 16 Febuari 2003, melihat

kesuksesan komersial film Jelangkung karya Rizal Mantovani dan Jose Poernomo membuat

ngiler para sutradara film horor lama. Apalagi kafir yang mengusung resep lama pun telah

meraih 400ribu penonton di Jakarta sejak awal beredar Desember 2002. Mardali Syarif

mengatakan “ini membuktikan masyarakat kelas sandal mau ke bisokop mahal hanya untuk

menonton film horor”. Disini Mardali Syarif berusaha menyampaikan pendapatnya bahwa

menonton film horor di Bioskop mahal di mal-mal tidak hanya untuk orang kalangan atas
(kaya) saja tapi masyarakat ekonomi menengah kebawah masih ingin menikmati film horor

bioskop gaya lama.

Film horor tahun 2002 meningkat menjadi 5 judul film karena bisa dibilang dari

kesuksesan film Horor Jelangkung (2001). Film horor makin populer kemudian pada tahun

2003, pada tahun ini terdapat film Tusuk Jelangkung (2003) yang bisa dibilang sequel dari

Jelangkung (2001). Pada tahun 2004 jumlah film horor meningkat lagi menjadi meningkat

menjadi 6 judul film, ragam horor khas urban legend perkotaan mulai bervariasi sudah ada

hantu disekolah, rumah sakit, bangunan tua, dan tempat tempat legenda yang dipercayai oleh

orang perkotaan.

Pada tahun 2001-2006 jumlah penonton film horor sebenarnya tidak ada pendataan

resmi yang dibuat oleh lembaga resmi atau organisasi yang terorganisir. Keadaan perfilman

Indonesia pasca Orde Baru dimasa Reformasi masih merangkak maju sedikit demi sedikit.

Sudah ada beberapa produksi film, tetapi belum ada infrasturktur film atau sebuah lembaga

yang mengawasi. Akibat efek dari kejatuhan Orde Baru membuat film yang ditonton tidak

terdata dengan baik jumlah penontonnya, dikarenakan lembaga yang biasanya mengawasi

dan mencatat jumlah penonton Biosokop yaitu Departemen Penerangan sudah tidak ada, dan

lembaga sensor film juga belum ada, peralihan masa politk Orde Baru ke Reformasi

menjadikan pengarsipan data film jadi sedikit terbaikan maka dari itu ada data resmi untuk

penonton film-film Indonesia dari rentang tahun 2001-2006. Ditambah lagi kurang nya para

penulis kritikus film dan wartawan film di Indonesia itu sendiri, hanya ada beberapa media

yang berhasil mewancarai pemilik bioskop dan mendapatkan data penonton, tetapi itu bukan

data final karena para pemilik bioskop kadang tidak terlalu memperhatikan jumlah penonton

dan tiket yang terjual, dan karena juga tidak ada lembaga resmi yang harus mewajibkan

pemilik bioskop melaporkan data jumlah penontonnya.


Selain itu Bioskop yang tidak tersebar rata di wilayah Indonesia pada saat Reformasi.

Pada masa reformasi bioskop-bioskop untuk menonton film kebanyakan hanya tersedia di

perkotaan dengan ditempatkan pada wilayah elit seperti mal-mal dan hotel-hotel mahal.

Akibat kemunduran industri perfilman di akhir tahun 1990an dan krisis moneter Indonesia

pada tahun 1998 membuat banyak bioskop tutup. Bioskop yang pada masa Orde Baru hampir

tersedia di setiap kabupaten, kecamtan dan desa di pelosok Indonesia, tutup berjamaah karena

bioskop kecil ini didanai oleh Departemen Penerangan dimana fungsi utamanya untuk

memutar film G30S/PKI. Setelah Orde Baru runtuh film G30S/PKI bukan film wajib lagi,

sehingga tidak ada masyarakat Indonesia yang menonton lagi, hal itu juga mempercepat

banyak bioskop tutup. Dan bioskop hanya tersedia dan bertahan di kota-kota besar

metropolitan seperti Jakarta, Medan, Semarang, dan Bandung.

Melihat perkembangan jumlah film horor dan antusias masyrakat Indonesia merespon

kehadiran film horor Indonesia, dapat disimpulkan penonton film horor Indonesia meningkat

dari tahun pada tahun antara 2001-2006. Tahun ini dikenal dengan tahun permualan film

horor Indonesia mengumpulkan para penoton dan penggemar khusus genre film horor. Total

Produksi film horor Indonesia periode 2001-2006 adalah 29 judul film. Ditahun selanjutnya

jumlah produksi film horor Indonesia meningkat 2 kali lipat.

Kesukseskan film horor Indonesia pada periode 2001-2006. Membuat film horor

Indoonesia pada tahun 2007 menjadi masa tren populer film horor Indonesia. Film Horor di

tahun 2007 menjadi primadona masyarakat Indonesia khususnya pada pasar remaja

Indonesia. Hal ini di tandai dengan kesuksesan dengan film Terowongan Casablanca (2007)

yang mencapai 1,2 juta penonton. Jumlah film pun meningkat pada tahun 2007 terdapat 24

judul film horor diproduksi bandingkan dengan jumlah film horor periode 2001-2006 yang di

totalkan terdapat 29 judul film, dbutuhkan 5 tahun untuk jumlah produksi sebanyak itu

sedangkan pada tahun 2007 hanya satu tahun tetapi terdapat 24 film horor.
Film horor Indonesia makin stabil di produksi jumlah film horor Indonesia setiap

tahun film horor yang diproduksi tidak pernah dibawah 20 judul film. Film horor makin

populer karena banyak para aktor dan aktris favoritnya main di film horor. Pada awalnya

kisaran tahun 2001-2006 film horor memakai aktor dan aktris yang bukan aktris dan aktor

terkenal, asal muda dan berparas cantik dan tampan para pemain pemula itu diajak main film

horor, berbeda mulai dari tahun 2007 sudah mengguanak para pemain film yang terkenal dan

sudah punya nama baik sebagai pemain film, model, dan lain-lain. Selain itu pada awal tahun

2007 keatas sudah mulai banyak para aktris kontroversial yang diajak bermain film horor,

bahkan para aktris ini sangat terkenal seksual. Hal ini menjadi daya tarik bagi penonton film

horor Indonesia.

Pesat perkembangan film horor yang ada di Indonesia dan menjamurnya berbagai

produk kapitalisasi melalui bioskop menuntun masyarakat untuk senantiasa mengikuti

perkembangan film horor. Nenek Moyang bangsa Indonesia yang mempercayai aliran

animisme dan dinamisme ikut andil dalam estafet budaya yang melatarbelakangi cerita-cerita

supernatural yang hingga sekarang masih populer di Indonesia. Pada masa sentralisasi,

banyak film horor yang berpusat di Jakarta. Sebut saja si Manis Jembatan Ancol dan Dia

Bangkit dari Kubur. Film lain adalah Dedemit Gunung Kidul dan Lawang Sewu yang lebih

bersidat kedarahan, apa yang terjadi antara sentralisasi dan film horor. Desentralisasi

merujuk pada penyerahan kekuasaan dari pemerintah pusat kepada alat-alatnya di daerah,

dengan meningkatkan kemajuan di daerah (Syafrudin, 1996:17). Sewaktu sentralisasi terjadi

di Indonesia begitu banyak semangat pembangunan yang digunakan oleh pemerintah

presiden Soeharto. Namun semangat pembangunan yang digaungkan tidak diiringi dengan

pembangunan yang merata di tiap-tiap daerah. Begitu pesatnya pembangunan yang diadakan
di Jakarta dan tanah Jawa dengan mengeruk begitu banyak sumber daya yang ada di daerah

dan berbagai hal yang merugikan daerah.3

Begitu juga Industri perfilmn yang ada di Indonesia. Produser film horor yang ada di

Indonesia terbatas pada produser seperti Soraya Intercine dan Genta Buana. Kebanyaakan

artis yang dimainkan dalam percaturan film horor Indonesia adalah aktor ibukota seperti

Barry Prima, Suzzana, Kiki Maria, Ozzy Syahputra dan George Rudi. Begitu juga dengan

judul-judul film horor yang ada di Indonesia. Sewaktu era sentralisasi mengenal adanya film

yang berjudul Si Manis Jembatan Ancol (1993) yang terlihat sangat jakarta melalui

judulnya saja4 Walaupun berjudul Jakarta tapi dalam suasana dan penggembaran cerita ini

sangat bernuasa hal yang berbau pedesaaan ini lah ciri khas film Horor masa Orde Baru.

Gaya Hidup yang sangat jauh dibandingkan dengan gaya hidup yang ada di daerah pada

masa itu.

Desentralisasi di Indonesia ditandai dengan runtuhnya tirani Soeharto, presiden kedua

Indonesia. Pada era soeharto senstralisasi, begitu terasa di Republik Indonesia. Sentralisasi

dan Jakarta sentris sangat oleh rakyat Indonesia hingga merambah ke Industri perfilman

Indonesia, tak terkecuali film horor Indonesia.5 Namun dalam hal ini terjadi paradoks dimana

sebenarnya film horor Orde Baru itu mempunyai narasi pedesaan yang kuat, karena muncul

stigma masyarakat pedesaan itu tertinggal secara ekonomi dan pendidkan sehingga sangat

percaya hal-hal gaib yang membuat stigma rendahan oleh pemerintahan Orde Baru, dan juga

keperluan agar dapat mengontrol daerah pedesaan. Di desa disiapkan alat dan media untuk

pemutaran film G30S/PKI.

3
Tane Andrea Hadiyanto. Film Horor & Roman Indonesia Sebuah Kajian, Yogyakarta : Litera, 2012), Hal 107-
108
4
ibid
5
Ibid
Seiring dengan adanya kerusahan Mei 1998 sebagai gong reformasi, program otonomi

daerah pun dicanangkan oleh pemerintah. Otonomi daerah membagi kekuasaan

pemerintahan agar tidak berpusat Jakarta sehingga pemerintahan tidak lagi Jakarta sentris

melainkan sudah bisa dibilang “merata”.6 Namun sebaliknya hal yang terjadi adalah

perpindahan narasi film horor dari suasana pedesaan ke perkotaan. Bedanya adalah isi cerita

dalam film dan aktor dan aktris yang dipakai, bisanya dalam film horor Orde mempunyai

cerita balas dendam, atau hantu yang meneror dan kemudian diselesaikan oleh tokoh agama,

kyai atau ustad, aktor dan aktris yang dipakai adalah orang dewasa. Pada masa reformasi

berubah cerita horor tidak lagi berputar pada peristiwa balas dendam, santet, atau kejahatan

yang diwakilkan oleh setan dan kebaikan yang diwakilkan tokoh agama, hal itu tidak ada lagi

hampir bisa dikatakan tidak ada unsur religi pada film horor reformasi. Para pemain film

adalah pemuda-pemudi yang urakan dan berani menentang norma-norma yang berlaku,

menggambarkan kebebesan berekspresi dan berpendapat, dalam hal ini Demokrasi.

Peralihan era politik Orde Baru ke Reformasi, membuat kacau pendataan film

dimulau dari pembuburan Departemen Penerangan dan bangkrutnya bioskop-bioskop

Independen. Bioskop yang bertahan hanya Bioskop Jaringan 21 yang dipunyai oleh kerabat

Soeharto yaitu Sudwikatmono. Bisokop Cinema 21 juga melakukan monopolisasi pemutaran

film pada tahun 1990an hal ini juga yang mematikan beberapa bioskop Independen. Hal ini

selepas kejatuahn Orde Baru memasuki era Reformasi, terjadi kacau balau dalam pendataaan

data data perfilman dalam hal ini pencatat jumalah penoton film. Pencataran film hanya

dilakukan oleh beberapa media yang dilakukan oleh jurnalis secara acak dan tidak terstruktur.

Antusias Masyarakat Indonesia terhadap film horor era reformas tentu saja cukup baik

bisa dilihat lagi dari kesuksesan film Jelangkung (2001) yang banyak diliput media dan jadi

perbincangan dimana.mana. Sebagai contoh bisa dilihat dari liputan yang ditulis oleh

6
Ibid
Kapanlagi.com berjudul Penonton 'HANTU JERUK PURUT' Membludak pada Jum'at, 01

Desember 2006, diliput oleh reporter Darmadi Sasongko.

Perhelatan gala premiere film HANTU JERUK PURUT, di Planet Hollywood beberapa hari lalu,

mendapat respon positif. Lima studio Planet Hollywood berkapasitas 1195 kursi, tidak mampu

menampung pengunjung. Akibatnya antrian panjang sampai ke areal parkir. Ketegangan juga sempat

muncul dipicu kegelisahan penonton sampai malam belum mendapatkan tiket. Padahal

pertunjukkan priemiere telah dimulai. Ketegangan baru bisa mereda ketika pihak Indika

Entertainment memastikan akan membuka pertunjukkan tambahan di studio satu yang berkapasitas

314 orang pada pukul 23.00 wib. Novia Ramalina, divisi promosi Indika Entertainment

mengungkapkan bahwa undangan yang telah dikeluarkan oleh pihak Indika telah sesuai dengan

kapasitas studio. Namun para undangan rata-rata membawa empat sampai enam orang rekannya.

“Kami tidak mungkin menolak para undangan yang telah berkenan datang dan memberikan apresiasi

kepada film terbaru kami meski mereka membawa rekan lebih dari jarah undangan,” ujar Shanker

selaku produser film tersebut. Lebih lanjut Shanker juga mengucapkan terimah kasih kepada pecinta

film nasional yang telah memberikan apresiasi tersendiri atas pemutaran perdana film ini. “Kami

juga tak lupa mengucapkan terimahkasih kepada rekan-rekan wartawan yang sampai saat ini terus

mendukung publikasi dan promosi film HANTU JERUK PURUT,” ungkap Shanker. Selain dihadiri

bintang utama HANTU JERUK PURUT, seperti Angie Virgin, Sheila Marcia dan Valia Rahma, gala

premiere film ini juga dipadati selebritis ternama lainnya, seperti Elma Theana, Irwansyah, Acha

Septriasa, Nia Ramadhani, Bams Samson, Eko Patrio, Nadine Chandrawinata, Vicky Notonegora dan

banyak lagi.7

Pendataan data-data film kemudian mulai stabil pada tahun 2007, hal ini di inisiasi oleh

seorang Jurnalis Film yang bernama J.B Kristanto kemudian mendapat respon oleh para pemuda

yang peduli terhadap perfilman Indonesia seperti Andrian Jonathan Pasaribu dan Lisabona Rahman.

7
https://www.kapanlagi.com/showbiz/film/indonesia/penonton-hantu-jeruk-purut-membludak-ca3imqu.html
diakses tgl 10 Oktober 2020, jam 17.21
Selain itu JB. Kristanto juga melakukan kerjasama dengan Sinematek Indonesia yang dipimpin H.

Misbach Yusa Biran, seorang pengarsip film indepen yang mendirikan organisasinya di bawah

Yayasan Citra Berlokasi di Gedung Pusat Perfilman Haji Usmar Ismail di Kuningan Jakarta. JB.

Kristanto berhasil membuat buka katolog film Indonesia mulai dari 1928-2005 dan mendapatkan

cetakan kedua Katalog Film Indonesia 1928-2007. JB. Kristanto bersama teman-teman dan dibantu

arsip dan data yang diperoleh dari Sinematek Indonesia serta bekerja sama dengan bioskop-bioskop

yang ada, berhasil menghasilkan membuat database online yaitu filmindonesia.or.id. Kemudian

filmindonesia.or.id ini menjadi acuan sumber pencatatan data perfilman khusunya jumlah Penonton.

Data yang dicatat pada fiilmindonesia.or.id. Ditahun 2007 pada data 15 film Indonesia

penonton terbanyak terdapat 10 judul film horor dari 15 film horor Indonesia penonton terbanyak

ditahun 2007. Ini menandakan minat yang besar pada penonton film horor Indonesia, hal tersebut

menjadi bukti bahwa pada tahun 2001-2006 berhasil mengumpulkan para penonton film. Film

terlaris 2007 Terowongan Casablanca mencapai 1,2 Juta penonton, kemudian pada tahun 2008 film

terlaris Taling Pocong Perawan (2008) mencapai 1 Juta penonton. Film Tali Pocong Perawan (2008)

menggunakan aktris sensasional Dewi Persik yang tubuh nya rela di eksploitasi dari sinilah menjadi

faktop pemicu film horor selanjutnya menggunakan aktris seksi sebagai daya tarik film horor

Indonesia.

Film Horor mulai kehilangan daya tarik karena banyak film horor memakai pola yang sama

secara berulang-ulang sampai bertahun-tahun tanpa memikirkan kualitas cerita dan

sinematografinya. Karena para produser film horor Indonesia hanya ingin membuat film horor

dengan biaya murah dan persiapan yang ala kadarnya hanya untuk mengejar profit keuntungan

semata. Film-film horor yang tampak di bioskop kemudian membuat masyarakat jadi terbiasa dan

bosan. Apalagi telah banyak film bergenre drama biografi dan historis yang bagus dibuat dengan

sungguh-sungguh dengan biaya yang sangat mahal, sehingga tampak kualitas filmnya dan diliput

berbagai media kemudian pasar film drama ini menggeser pasar film horor Indonesia yang sudah
mulai bertengger sejak tahun 2007. Film horor mulai kehilangan pamornya tergeser oleh genre

drama, bisa dilihat untuk film horor terlaris pada tahun 2010 saja jumlah penontonnya di bawah 1

juta penonton bandingkan dengan jumlah penonton film horor terlaris sebelumnya yang selalu

mencapai angka 1 juta penonton. Film horor terlaris pada tahun 2010 hanya sampai pada 500 ribu

penonton, dan bisa dilihat dari datanya bahwa ada 23 film horor yang di produksi, untuk film horor

terlaris saja hanya mencapai 500 ribu penonton, bagaimana dengan film lainnya yang menonton

dibawah 500 ribu.

Hilangnya pamor film horor mulai pada tahun 2010 dan berakhir pada 2012, sehinnga

muncul istilah kiamat film horor Indonesia. Dapat disimpulkan bahwa film horor sudah mulai

ditinggalkan karena kualitasnya tidak meningkat dan para penonton sudah mulai bosan, dan

ditambah lagi pada tahun tersebut sedang bangkit nya genre film drama yang berkualitas baik itu

diangkat dari novel ataupun biografi serta dari kisah sejarah yang dinarasikan menjadi cerita film

Bab 2. Karakteristik dan alasan orang menonton film horor periode 2001 – 2012 di
Indonesia
Periode Tahun Karakteristik Daya Tarik Bagi Penonton
2001-2006  Perpindahan  Penantian terhadap genre
narasi film horor setelah
pedesaan ke kebangkitan film era
Perkotaan reformasi
 Cerita  Penasaran terhadap film
berasal dari horor Indonesia era
mitos urban Reformasi karena masa itu
legend lagi populer film horor dari
 Inspirasi dari negara-negara Asia
film horor  Menonton film horor
Asia menjadi tren baru karena
 Aktor dan film diputar pada Bioskop
aktris yang mahal di mal-mal besar
masih muda  Menonton film horor
cantik dan menjadi tren seru-seruan
tampan bersama teman, budaya
 Aktor nonton bareng film horor.
pemula dan  Menonton film horor
bukan orang dianggap keren dan
terkenal uptodate
 Tidak ada
unsur religi
 Bukan lagi
cerita
kejahatan
melawan
kebaikan
 Tontonan
orang kota di
mal-mal
mahal
2007-2012  Film horor  Film horor makin beragam
menjadi dan banyak pilihan
sangat  Film horor menjadi lebih
populer banyak di perbincangkan
 Film horor  Banyak film horor yang
menjadi tren diiklankan di media dan
center publik area.
 Film horor  Film horor banyak
satu tahun menggunakan aktris dan
selalu lebih aktor terkenal
dari 20 judul  Menonton karena ingin
yang melihat idolanya
diproduksi  Banyak perempuan seksi
 Penonton yang tubuhnya siap di
film horor eksploitasi
makin  Film horor menggunakan
banyak aktris porno dari luar negeri
 Film horor yaitu Jepang dan Amerika
menggunaka Serikat
n aktris dan  Budaya notnon bareng
aktor untuk ketakutan bersama
terkenal meningkat pesat
 Film horor
terkenal
menjadi film
horseks atau
horor sekual
 Film horor
lebih banyak
adegan
sensual
perempuan
dan
perempuan
berbaju mini
dan ketat.
 Pola film
horor selalu
sama

Film Horor Indonesia pada periode 2001-2006 mempunyai karakterisitik yang kuat sendiri,

berbenga dengan film horor Orde Baru, horor selalu dengan identik hantu perempuan yang mati

membalas dendam seperti horor yang di perankan oleh Suzzana. Tidak ada lagi sosok ustad yang

mengalahkan setan setan yang berkeliaran dengan bacaan ayat kursi. Film Horor tidakl lagi bercerita

narasi kebaikan menang melawan kejahatan. Menurut penelitan dari Anton Sutandio dalam

disertasinya film horor yang berkembang pada era Orde Baru di tahun 1980an merupakan alegori

atau pelambangan perwujudan dari Ideologi Komunis dan PKI yang dianggap sebagai musuh rakyat

dan musuh bangsa Indonesia. Film horor tersebut di representasikan secara sederhana menurut

Anton Sutandio adalah hantu mewakili komunis yang membuat kekacuan dan keributan pada warga,

kemudian dimusnahkan datang pahlawan terakhir untuk menghancurkan hantu itu dengan

kedatangan Ustad atau kyai dalam hal ini mewakili kebaikan yang siap mengalahkan kejahatan,

ibaratnya para tokoh Agama ini adalah pemerintah yaitu Orde Baru itu sendiri.

Kemunculan film Jelangkung (2001) adalah bentuk perlawana dalam sistem politik Orde

Baru. Era Reformasi adalah era keterbukaan atau era Demokrasi dimana setiap orang bebas

mengemukakan pendapat dan ekspresinya. Film ini menggambarkan pemuda yang bebas dan

berani menenatang keteraturan dimana ini jelas memperlihat kebebasan dalam berkspresi. Selama

ini pemerintahan Orde Baru menekan kebebasan berbicara dan berekspresi masyarakat Indonesia

dalam hal ini termasuk jugga pada industri perfilman. Kekebasan dalam berseni dalam dunia

perfilman dibatasi oleh pemerintahan Orde Baru, akibatnya tidak ada film serius atau film yang
berseni tinggi karena diatur oleh Lembaga Sensor yang diatur oleh Orde Baru dan setiap film harus

dilaporkan dulu Ke Departemen Penerangan baik itu film yang sedang proses atau sudah jadi.

Naskah skenario film harus dikirim dulu ke Departemen Penerangan, dilihat apakah ada tidak ada isi

naskah yang menyinggung pemerintah, apabila ada naskah itu dihapus dan dialognya diganti. Begitu

ketat dalam peraturan perfilman di era Orde Baru.

Memasuki masa Reformasi, perfilman Indonesia berubah dratis. Setelah keruntuhan

perfilman Indonesia dan kebangkitan permulaan perfilman pada awal tahun 2000. Kebangkitan film

horor Indonesia yang dipelopori oleh Rizal Mantovani dan Jose Poernomo mengambil momentum

yang pas, dimana setelah keruntuhan Orde Baru 1998, perfilman Indonesia hampir dibilang tidak

ada. Sampai saat film Kuldesak dibuat dan dapat di tonton pada tahuh 1998 di Bioskop, kemudian

dilanjutkan dengan film bergenre drama muskal Petulangan Sherina (2000) yang sukkses. Rizal

Mantovani mengambil kesempatan dan membuat film horor Indonesia pertama pasca Orde Baru,

bersama rekannya Jose Poernomo. Kondisi saat itu dunia perfilman horor dunia yang sedang

berkiblat di negara-negara Asia seperti Jepang memberi insipirasi yang kuat pada Rizal Mantovani

untuk membuat film horor Jelangkung (2001).

Film Jelangkung ini lah dipengaruhi film-film J-Horror (horor Jepang) yang mencuat ke

kancah internasional semenjak keberhasilan Ringu karya Hideo Nakata di tahun 1997. Style

penyuntradaraan film mirip dengan video musik ala MTV, karena para pembuat film ini awal bekerja

sebagai pembuat musik video seperti halnya Rizal Mantovani dan Jose Poernomo dalam pembuatan

film Jelangkung (2001). Narasi ini terus terpakai menjadi formula film horor era Reformasi yaitu

setting di perkotaan, pemai film adalah pemuda-pemudi berwajah tampan dan cantik, ceritanya

banyak tentang perburuhan hantu, uji nyali dan berani menggebrak hal-hal tabu. Lokasi film adalah

tempat Urban Legend yang populer di perkotaan seperti rumah tua, bangunan yang telah

ditinggalkan, rumah sakit, gedung bioskop , sekolah, jembatan.


Film Titik Hitam (2002) terinspirasi dari film Jelangkung berkisah anak muda tampil sebagai

aktor utama dalam narasi film. Titik Hitam adalah cerita horor berbalut drama percintaan. Kisah

horor yang ditampilkan adalah horor pskiologi. Horor yang berasal dari sifat manusia, yaitu manusia

yang meneror manusia lainnya, tidak ada sosok pahlawan kesiangan dalam cerita film ini. Pada film

Satu Nyawa Dalam Denting Lonceng Kecil mengambil kisah anak muda di perkotaan yang indekos,

ternyata dalam kos-kosan tersebut terjadi hal yang mistis karena kos tersebut pernah jadi tempat

orang bunuh diri. Sehingga memunculkan kos-kosan angker dan berhatu akhirnya menjadi mitos

urban legend perkotaan tentang rumah indekos.

Tahun 2002 memiliki keunikan sendiri kesuksekan menarik seorang dari masa lalu kembali

membuat film horor yaitu H. Mardali Syarief. Film Buatan H. Mardali Syarief menggunakan konsep

film horor yang sama pada masa Orde Baru. H. Mardali Syarief karena tergiur juga dengan

kesuksesan film Jelangkung (2001). Alih-alih membuat film horor dengan konsep seperti Jelangkung,

H. Mardali Syarief malah tetap menggunakan pakem film horor orde Baru, tidak tanggung ia

membuat 2 buah film yaitu Kafir (2002) dan Peti Mati (2003). Dari itu kemudian filmnya lumayan

sukses, cukup banyak yang menonton walau sudah memasuki era reformasi, tetapi masih ada yang

menyukai gaya film horor Orde Baru.

Film Kafir besutan Mardali Syarief, yang menampilkan Sujiwo Tejo sebagai pemeran utama,

juga mengingatkan prototipe film klenik lama. Kafir berkisah tentang seorang dukun yang mayatnya

tak diterima tanah, lalu masyarakat meminta bantuan seorang kiai. Lagi-lagi ini menunjukkan

kecenderungan film horor kita yang lucu:tokoh kiai selalu ditampilkan sebagai hero at the last

minute. Lihat saja film Kutukan Nyai Roro Kidul (1979). Tersebutlah sebuah desa di pantai selatan,

seorang perempuan bernama Wulan kerasukan Nyi Roro Kidul. (Lucunya, sebuah adegan

memperlihatkan lokasi syuting di Juntinyoat, Indramayu, yang notabene di pantai utara.) Akibat

kerasukan, suaminya sendiri dicakarnya di tempat tidur. Wulan kawin lagi dan membunuh lagi.
Tibatiba di akhir cerita data 8ng seorang kiai muda yang bertugas membasmi kutukan itu dan

akhirnya mengawini Wulan.9 Begitulah cara logika film horor Orde Baru bekerja

Ferry Anggriawan dari Virgo Putra Film seorang produser film dari jaman Orba juga

mengambil kesempatan dalam membuat film horor di era reformasi. Ferry Anggriawan sempat

diwawancara Majalah Tempo edisi 13 Febuari 2003, apakah ferry akan membuat film dengan konsep

horor lama. Ferry menjawab akan membidik pangsa atas," katanya berjanji. Kemungkinan besar

ramuan-ramuan model Titik Hitam atau Jelangkung yang mengolah musik pop, funky, dan

melibatkan kehidupan remaja modern tentang hal-hal gaib kini menjadi tren baru. Inilah tren anak-

anak muda bertamasya ke dunia para arwah di dunia perfilman Indonesia. Film yang dibuat oleh

Ferry Anggriawan berjudul Suster N (Dendam Suster Ngesot (2007), Rayuan Arwah Penasaran

(2010). Sebelumnya Ferry Anggriawan pada tahun 2002 telah juga membuat film horor berjudul

Mati Penasaran (2002) yang memakai konsep horor lama, dengan cerita yang ditulis dan diambil dari

penulis novel horor Abdullah Harahap

Mulai banyak film horor pskilogi yang muncul, dimana rasa teror didapat dari manusia itu

sendiri. Film-film yang muncul tersebut antara lain Peti Mati (2003), The Soul (2004), Titik Hitam

(2002), Kanibal -Sumanto (2004), Miror (2005), Psikopat (2005). Fenomena film horor psikologi

menjadi karateristik sendiri dalam permulaan kebangkitan, film horor Indonesia pasca Orde Baru.

Hal ini menandakan bahwa suatu yang menakutkan dan bersifat meneror itu tidak selalu berasal dari

makhluk gaib atau hantu, melainkan manusia itu sendiri dapat meneror dan menghancurkan

manusia lainnya.

Bangsal 13 (2004) film arahan Ody C. Harahap mengambil kisah disebuah Rumah Sakit di

Jawa Barat. Disebuah ruangan Bangsal 13 yang berisi 10 tempat tidur yang telah lama dikunci selama

20 tahun. Ruangan yang terkenal angker ini menjadi perbicangan masyarakat sehingga menjadi

cerita urban legend. Fim Miror (2005) mengambil cerita urban legend dari kamar mandi sekolah

9
Seno Joko Suyono dan Dwi Arjanto, Loc.cit
angker yang ada arwah penasarannya, karena sebelumnya pernah ada kejadian bunuh diri dikamar

mandi itu. Cerita horor dari dunia nyata dimana terdapat pria yang mencari ilmu hitam dengan cara

menjadi kanibal dan memakan mayat kemudian juga difilmkan yaitu Sumanto pada tahun 2004.

TPU Jeruk Purut sebuah tempat pemakan umum di Jakarta yang terkenal angker, mitosnya

berkembang pesat dan dipercayai oleh masyarakat perkotaan Jakarta. TPU Jeruk Purut kemudian

diangkat menjadi film berjudul Hantu Jeruk Perut (2006). Masa awal film horor Indonesia berusaha

menangkap karateristik horor yang indentik dengam mitos perkotaan atau urban legend. Pada tahun

2006 juga menjadi momentum kembali film-film horor, yang menggunakan nama dan jenis hantu

sebagai judul utama, yaitu Pocong dan Kuntilanak. Dan hal yang unik adalah hantu Pocong dimana

pada masa Orde Baru adalah hantu sampingan yang muncul dan tidak mempunyai peran penting.

Kemudian pada tahun 2006 Pocong diangkat menjadi hantu utama dan sangat penting, sehingga

memunculkan identik khas hantu Indonesia yang tidak ada di negara lain yaitu sosok Pocong Hantu

yang berbungkus kain putih yang melompat. Kuntilanak dan Pocong selanjutnya menjadi hantu

dominan pada film horor selanjutnya dalam hal ini mulai dari tahun 2007 sampai seterusnya.

Para penonton mendapat hal baru dalam variasi film horor Indonesia, sehingga hal ini lah

film yang membuat film horor meledak, dan menjadi tontonan pokok masyarakat Indonesia. Film

horor meningkat 2 kali lipat. Begitu juga dengan lonjokan jumlah penoton yang membludak sehingga

ini adalah masa kejayaan film horor Indonesia. Film horo terpopuler ditahun 2007, Terowongan

Casablanca mempunyai daya tarik anak muda perkotaan yang kental. Pada film ini terdapat narasi

kehidupan pemuda perkotaan yang glamor, bebas, hura-hura yang hal ini dianggap keren. Banyak

adegan seperti suasana klubing di klab malam, minum-minum alkohol, narkoba, drama percintaan

dan seks bebas. Hal ini di eluh-eluhkan oleh para penonton remaja pada film horor Indonesia.
Karateristik film horor yang muncul pada 2007-2012 adalah horor yang menggunakan aktris

dan aktor terkenal tidak hanya terkenal tapi kontrevisonal yang pasti tampan dan cantik. Film yang

ditampilkan adalah hantu yang muncul tiba-tiba yang membuat jumpscare atau kejutan untuk

penonton. Film horor di identikan dengan cerita yang dipenuhi perempua muda dan seksi. Sebut aja

aktris Dewi Persik dan Julia Perez yang menghiasi judul-judul fim horor sepanjang tahun. Aktris

terkenal seperti Tamara Bleszynski bermain di film Air Terjun Pengantin (2007), Asha Shara

bermain di Terowongan Casablanca (2007), dan Hantu Jeruk Purut (2007), Lia Waode 

bermain di film Suster Ngesot (2007). Julie Estelle yang memulai main di film Kuntilanak

(2006), Kuntilanak 2 (2007), Kuntilanak 3 (2008), dan Rumah Dara (2010).

Film horor periode 2007-2012 ini adalah masa film horor populer dan menjadi tren

dikalangan anak-anak muda, para anak sekolah berbondong-bondong menonton sehabis pulang

sekolah, film horor menjadi film pilihan untuk seru-seruan karena ketakutan, kemudian film horor

mempunyai pandangan lain akibat perkembangan film horor yang pesat, muncul istilah , horseks

atau horor seks yaitu film porno berbalut horor, hal ini menjadi tren karena film yang diproduksi

banyak menggunakan aktris sensual yang mau tubuh nya di eksploitasi, selain itu banyak juga

mendatangan aktris impor dari luar negeri, tidak tanggung-tanggung yang diundang main film

adalah para aktris film pormo yang sedang naik daun berasal dari Jepang dan Amerika. Hal ini

semakin menguatkan stigma Horseks pada masyarakat Indonesia, masyrakat yang menyukai

hal ini berbondong-bondong memenuhi bioskop yang menaikan jumlah penonton laki-laki. Pola

film horor yang dibuat selalu sama tiap tahun tanpa memikirkan kualitas cerita atau sinematografi

pada film horor yang diproduski, akhirnya membuat film horor menjadi kehilangan pamor dan

masyarakat menjadi bosan sehingga jumlah penonton film horor Indonesia menurun, ditambah

sedang meledaknya film-film drama yang bagus atau film yang diangkat dari kisah nyata berupa

biografi ataupun film yang diangkat dari sebuah Novel. Masa penurunan penonton film horor

dimulai pada tahun 2010-2012, sehingga muncul istilah kiamat film horor pada tahun 2012,

karena tidak sebanding antara jumlah film yang diproduksi dengan film horor yang ditonton.

Anda mungkin juga menyukai