12
Fakultas
PASCA SARJANA
Program Studi
Magister Ilmu
Komunikasi
Modul Perkuliahan X
Ekonomi Politik Media
Ekonomi Industri Media Film
Sejarah Singkat
Sejarah film dimulai pada 1890-an, dengan
penemuan kamera gambar bergerak (motion
picture) pertama dan pembentukan perusahaan
produksi film pertama. Film-film dari tahun 1890an berdurasi di bawah satu menit panjang dan
sampai tahun 1927, film yang diproduksi tanpa
suara.
. Film studio pertama dibangun pada tahun 1897.
Efek khusus diperkenalkan dan kontinuitas film
yang melibatkan aksi bergerak dari satu urutan ke
yang lain, mulai digunakan. Pada tahun 1900,
kontinuitas gambar berturut-turut dicapai dan
shot close-up diperkenalkan.
Bioskop
Bioskop merupakan sarana eksibisi dalam industri film. Jumlah
penonton film antara lain ditentukan oleh jumlah bioskop. Di Amerika
terdapat sekitar 36.485 layar bioskop. Lebih dari 80 peresn bioskop
punya dua atau lebih layar dengan rata-rata 340 tempat duduk.
Di Indonesia, jumlah bioskop belum sebanding dengan jumlah
penduduk. Hingga Juni 2009, di Indonesia terdapat 554 layar bioskop
untuk 220 juta penduduk. Sebagai perbandingan, di Korea dengan
jumlah penduduk jauh lebih sedikit dibanding Indonesia, terdapat
360 layar bioskop. Dewasa ini bioskop di Indonesia dikuasai oleh
jaringan 21 dan Blitz.
Sejak 1986 hingga 2008 sekitar 107 bioskop tutup akibat tidak bisa
mengikuti irama permainan dalam peredaran film di Indonesi.
Kematian biskokp dipercepat oleh maraknya peredaran VCD dan
DVD. (Kompas, 23 mei 2008).
Kepemilikan
Di Amerika, hingga 1994 terdapat setidaknya
delapan pemain utama di dalamnya: Disney dengan
market share 18,6%, Warner Brothers 15,9%,
Paramount 14,2%, Universal 13,5%, Fox 10,1%,
TriStar
5,2%,
Columbia
4,7%,
MGM
2,5%
.Konglomerasi dalam industri film dunia merupakan
kepemilikan internasional. Columbia dimiliki oleh
perusahaan
Jepang
Sony.
Fox
dimiliki
oleh
perusahaan Australia.
Di Indonesia, pengusaha yang terjun ke industri film
cenderung meningkat. Menurut catatan Kementerian
Kebudayaan dan pariwisata, pada 2007 terdapat
penguasaha, dan hingga Juli 2009 tercatat 1.163
penguasa. (Kompas, 9 September 2009).
Kompetisi
Di Amerika, kompetisi terjadi di antara delapan pemain
utama dalam industri fil di sana. Kompetisi ini
melahirkan apa yang disebut blockbuster mentality
pembuatan film lebih didasarkan pada upaya mencari
keuntungan sebesar-besarnya.
Di Amerika, industri film berkompetisi dengan televisi
berlangganan, terutama yang memutar film, seperti
Home Box Office (HBO). Di Indonesia, film bersaing
dengan sinetron di televisi.
Film Indonesia juga berkompetisi dengan film Hollywood
dan sinetron di televisi atau film televisi. Pada tahun
1990-an, untuk mempertahankan eksistensi film
Indonesia dalam persaingan dengan film Hollywood,
sineas Indonesia membuat film-film bernuansa seks.
Regulasi
Di Amerika, regulasi awalnya berhubungan
dengan kompetisi. Belakangan regulasi dalam
industri film umumnya berkaitan dengan sensor.
Selama lebih dari setengah abad, banyak negara
bagian dan kota yang memiliki lembaga sensor
film. Sensor umumnya berkaitan dengan masalah
politik dan moral. Namun, pada 1950-an,
Mahkamah Agung melarang pemerintah negara
bagian menyensor atau melarang peredaran filmfilm tertentu.
years
Masa Depan
Dilihat dari kemampuannya beradaptasi dengan
berbagai teknologi untuk meraih penonton, masa depan
industri film bisa dikatakan cerah. Namun, dilihat dari
sisi cost production yang cenderung makin mahal,
selera penonton yang berubah-ubah, pembajakan, serta
munculnya industri film di negara lain, membuat masa
depan industri film masih merupakan tantangan.
Tantangan lain industri film di Indonesia adalah
pembajakan. Pemerintah juga harus menerapkan
regulasi tentang hak cipta secara ketat untuk
mengurangi pembajakan demi kelangsungan industri
film. Kampanye antipembajakan serta strategi distribusi
misalnya dengan hanya membuat film untuk bioskop
di masa awal distribusimerupakan langkah lain untuk
mengurangi pembajakan.
Referensi
Terima Kasih
Ponco Budi Sulistyo., S.Sos., M.Comm