Anda di halaman 1dari 19

PERBANDINAGAN , FILM INDUSTRI DAN FILM LOKAL DENGAN

REPRESENTASI NILAI LOKALITAS, DALAM

FILM BATTU RI TANAYYA

BAB I

PENDAHULUAN

A Latar Belakang

Film adalah suatu bentuk gambaran realitas melalui penerapan audio visual yang
mampu mengkritisi tentang suatu hal dan tujuan yang ingin di capai. film merupakan
fenomena yang kehadirannya sangat kuat dan serentak, Film juga dapat mengekspos,
menggarisbawahi ataupun memperkuat bidang-bidang seni lain secara dramatis (Sugiarto,
2003: 309). Film juga diseut sebagai karya cipta seni dan budaya serta merupakan salah satu
media komunikasi massa, yang merangkum dalam dirinya kemampuan menjelajah setiap ruang
yang ada, menciptakan ruang estetika seni dan menampakkan berbagai nilai dan pandangan
hidup. Film dapat mempelajari serta memahami prinsip-prinsip kebudayaan terhadap wilayah
yang masih kuat akan tradisi dan juga memperlihatkan ciri khas dan keunikan yang masih terus
dijaga. Nilai keanekaragaman budaya lokal penting untuk dipahami, karena sebuah karya film
budaya lokal sangat erat kaitanya dengan identitas suatu tempat yang dihuni beberapa orang
atau kelompok.

Budaya lokal merupakan sebuah jati diri dari bentuk penggambaran kegiatan
masyarakat disuatu daerah, namun tetap mempertahankan esensi dari daerah tersebut.
Pemanfaatan film dalam lokalitas budaya tentu sangat kuat mengantarkan pesan,dimana
secara representative memberikan stimulus terhadap perasaan, fikiran maupun perhatian dan
secara tidak sadar akan berpengaruh atas sebuah tindakan yang mewakili jiwa manusia.
Film lokalitas budaya bukan hanya sarana hiburan semata, akan tetapi sebagai sarana
edukasi, informasi yang berbasis kebudayaan. film budaya lokal sering dikaitkan dengan
sejarah karena berisi pesan pendidikan, moral, kebijaksanaan, keadilan, dan sebagai pijakan
masa depan. Film budaya lokal dibuat dengan bergam tujuan, salah satunya adalah mengubah
pandangan masyarakat terhadap sebuah topik, orang atau lingkungan. Kebudayaan lokal sangat
erat kaitannya dengan sebuah film selain sebagai media pembelajaran yang sangat sarat
dengan pesan politik, budaya , indeologi bahkan agama, film juga sebagai kritikan terhadap
masyarakat agar tetap terpelihara oleh tradisi.

Film Battu Ri Tanayya salah satu karya film yang menguak lokalitas budaya makassar
yang hingga saat ini mulai jarang ditemui oleh masyarakat Makassar. Film Battu Ri Tanayya
adalah karya film yang diproduseri serta disutradarai oleh Muhajir. Film Battu Ri Tanayya
pernah memenangkan festival film Jogja sebagai film budaya terbaik pada tahun 2016. Battu Ri
Tanayya adalah film yang menampilkan realitas budaya lokal dimana penggunaan
bahasa/dialog masih menggunakan dialog Makassar. Terlihat dari set lokasi, dan sisi
pengambilan gambar yang memperlihatkan tatanan artistik yang sangat lokal di dalam sebuah
film. Sehingga menjadi daya tarik bagi penonton ketika menyaksikan film tersebut.

Film Battu Ri Tanayya bagaimana regenerasi masa depan para petani di daerah itu
bergantung pada kaum muda. Di mana tokoh sebagai (ayah) ingin anak satu satunya bernama
(Rammallah) yang baru saja mendapat gelar sarjana untuk bisa melanjutkan perjuangannya
sebagai petani. Akan tetapi Rammallah yang mendapat amanah menolak untuk melanjutkan
perjuangan ayahnya, karena Rammallah merasa kecewa melihat apresaiasi ayahnya terhadap
sebuah pedidikan hanya sebatas menjadi seorang petani.
Tak terima dengan hal itu Rammallah tetap dengan pendiriannya untuk mendapat pekerjaan
sesuai dengan harapannya. Setelah hari itu ayah Rammallah, jatuh sakit dan akhirnya
meninggal dunia. Hingga saat itu Beban masa depan masyarakat agrarist yang diamanahkan
oleh ayahnya berada dipundak Ramallah untuk melanjutkan pekerjaan sebagai petani .

Film budaya lokal tidak sepenuhnya menghadirkan hiburan melaikan pengetahuan


tentang peristiwa sejarah kebudayaan disuatu wilayah yang berkaitan dengan aspek indeologi,
budaya para penonton. Sedangkan industri film budaya populer merupakan sebuah tawaran
dari produk budaya pop (populer) yang menjadi hal baru dalam lingkungan Masyarkat
indonesia. Masyarakat tentu ingin menemukan eksistensinya dalam menonton sebuah film, tak
terkecuali masyarakat yang menyukai film industri budaya populer. Tentu film industri budaya
pop selalu menghadirkan film-film bergendre drama fiksi romantik yang sangat menghibur dan
membuat kesan nyaman kepada penonton.Dari tahun-ketahun perkembangan industri film
nasional di Indonesia sangat berkembang pesat seiring permintaan pasar. tentu hal ini
berpengaruh terhadap film-film budaya lokal dibeberapa wilayah di Indonesia. Apa lagi dengan
kemunculan film-film drama fiksi romantik yang mengaitkan konten budaya dalam sebuah film.
Namun hal ini menjadi perhatian sebagian masyarakat yang kritis tentang situasi ini.

Beragam perspektif yang digunakan untuk melihat, akan menghasilkan beragam sudut
pandang sebuah peristiwa. Salah satu peristiwa yang sangat menarik untuk dilihat diantaranya
adalah film-film lokal budaya yang kehadiranya sangat dekat dengan masyarakatdan
menyajikan unsur-unsur tradisi serta sarat dengan nilai-nilai kebudayaan mulai kehilangan
dayak tariknya, hal ini merujuk kepada masyarakat yang di manjakan dengan film industri
budaya populer.
Masyarakat cenderung lebih merespond baik kehadiran industri budaya populer yang
menyajikan film-film bergenre fiksi drama romantik dan juga menjadikan konten lokal budaya
sebagai pemanis tanpa melihat keseluruhan struktur dari makna loakalitas budaya itu sendiri.
fenomena ini sehari-hari sering dilihat, di mana kadang dianggap sesuatu yang wajar dan bebas
nilai. Kesadaran untuk mengenal, mengingat, serta memperdalam pengetahuan seni, sejarah,
fenomena (peristiwa-peristiwa), perkembangan sosial, dan perkembangan lokalitas budaya
sebiknya harus terus tertanam dalam diri masyarakat. Bagaiman masyrakat sekarang
merespond lokalitas budaya hanya sebatas kicauan mulut saja, dimana mereka mengetahui
lokalitas budaya namun kurang menelaah, niliai nilai yang terkandung di dalamnya.

Peneliti akan mengkaji tentang perbandingan film industri dan film lokal dengan
penerapan nilai lokalitas budaya yang menjadi sipirit melalui media film Battu Ri Tanayya.
FilmBattu Ri Tanayyamempunyai daya tarik untuk diteliti karena film ini merupakan bahan yang
menarik untuk dijadikan diskursus dalam melihat beberpa film yang mengangkat tema budaya
lokal terutama budaya lokal Sulawesi selatan. Tidak hanya itu film Battu Ri Tanayya juga
mempunyai keunikan dan keindahan sebuah tatanan artistik serta tanda-tanda didalam film
tersebut. Tentunya film ini menjadi acuan untuk mempelajari dan memahami lokalitas budaya
diwilayah Sulawesi selatan. Adapun film industri budaya populer yang juga mengangkat tema
budaya lokal suku Bugis,Makassar Seperti “Uang Panai”, “Silariang,” Makassar
underground”dan masi banyak lagi. Akan tetapi tidak semua film industri budaya populer
memperlihatkan bentuk utuh dari nilai-nilai lokalitas yang mewakili sipirit suatu kebudayaan.

Kebanyakan dari film-film tersebut hanya menggunakan konten-konten bentuk


budaya lokal tetapi tidak dengan spirit yang menjadi kekuatan dari bentuk penggambaran
budaya lokal suatu wilayah. Kurang adanya kesadaran dan pemahaman akan nilai-nilai lokalitas
budaya di dalam sebuah film membuat film itu sendiri menjadi tak berarti apa-apa selain hanya
menghibur penonton.
Untuk itu peneliti berharap dapat membuka wacana masyarakat bahwa sebuah tradisi budaya
mempunyai keseluruhan filosofis yang mana manfaatnya takkan lengkang oleh zaman. hal ini
menjadi acuan bagi peneliti untuk dikembangkan agar supaya lebih memahami dan mengetahui
tentang Representasi Urgensi Nilai Lokalitas Budaya dalam film Battu Ritanayya.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai


berikut: “Bagaimana perbandingan film industri dan film lokal direpresentasikan dalam film
Battu Ritanayya”? serta “Bagaimana peran spirit budaya lokal dimanifestasikan dalam sebuah
film Battu Ritanayya?”

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan mengkaji perbandingan film industri dan film lokal dengan
penerapan nilai yang direpreseentasikan dalam film Battu Ritanayya, dan mengetahui
bagaimana peran spirit lokalitas budaya dalam film Battu Ritanayya. Melalui penelitian ini akan
dapat dibuktikan urgennya nilai Lokalitas budaya sangat berpengaruh dalam sebuah film
budaya. Selain itu penelitian ini dapat membuktikan bagaimana peran industri budaya populer
memperlakukan spirit lokal sebagai produk populer yang dapat berpengaruh terhadap film
lokalitas budaya.
D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini di harapkan dapat memberikan manfaat, baik manfaat yang sifatnya
teoritis atau keilmuan maupun manfaat yang sifatnya praktis. Adapun manfaat tersebut adalah:

1. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi terhadap masyarakat agar lebih
mengetahui nilai lokalitas budaya sebagai identitas dan pembelajaran serta lebih memahami
makna filosofi suatu kebudayaan.
2. Peneitian ini diharapkan memiliki manfaat bagi dunia akademis dalam memahami
konteks kebudayaan masyarakat Sulawesi selatan dan juga menambah wawasan masyarakat
tentang pentingnya memahami kebudayaan khususnya kebudayaan Sulawesi selatan.
Penelitian ini juga digunakan sebagai referensi atau bahan rujukan untuk penelitian lanjutan ,
khususnya dalam memakai teori Karl Max.

F. Landasan Teori

A. Perbandingan

Perbandingan adalah memandingkan dua nilai atau lebih dari suatu besaran yang sejenis dan
dinyatakan dengan cara yang sederhana
B. Representas

Representasi adalah proses pemaknaan kembali sebuah objek/fenomena/realitas yang


maknanya akan tergantung bagaimana seseorang itu mengungkapkanya melalui bahasa
(Kompasiana). Menurut Turner, makna film sebagai representasi dari realitas masyarakat,
berbeda dengan film sekadar sebagai refleksi dari realitas. Sebagai representasi dari realitas,
film membentuk dan menghadirkan kembali realitas berdasarkan kode-kode, konveksi-
konveksi, dan indeologi kebudayaan (Sobur, 2009:127:128). Menurut Stuart hall, representasi
adalah suatu praktek yang memproduksi kebudayaan.

kebudayaan merupakan konsep yang sangat luas, kebudayaan menyangkut pengalaman


berbagi. Seseorang berasal dari kebudayaan yang sama jika manusia-manusia membagi
pengalaman yang sama, berbicaa dengan bahasa yang sama dan saling membagi konsep-
konsep yang sama. Dalam konteks ini, representasi merujuk kepada kontruksi segala bentuk
media (terutama media massa) terhadap segala aspek realitas atau kenyataan seperti
masyarakat, objek, peristiwa, hingga identitas budaya. Representasi ini berbentuk kata-kata
atau tulisan bahkan dapat juga dilihat dalam bentuk gambar bergerak atau film.Terdapat tiga
pendekatan dalam representasi, yaitu : Pertama Reflective. Makna adalah pemikiran yang
diletakkan pada obyek, orang ataupun even didunia nyata dan fungsi bahasa seperti cermin
untuk merefleksi makna yang sesungguhnya yang telah ada. Kedua, Internasional bergantung
pada pembicara atau pengarang yang menciptakan makna yang unik didunia melalui bahasa.
Ketiga, Contructions “Things don’t mean: we Contruct meaning, using representational system
konsep and sing’’. Sesuatu yang tidak berarti kami membangun maksud, menggunakan
representasi sistem konsep dan tanda (Hall, 2003: 25)
Penelitian ini menggunakan pendekatan Reflective yaitu makna adalah pemikiran yang
diletakkan pada obyek, dimana obyeknya adalah film “Battu Ritanayya” dan nilai urgensi
lokalitas budaya yang akan di analisa dalam penelitian ini. Representasi dapat hadir dalam
sebuah tulisan, percakapan dan didalam sebuah audio-visual. Dalam konteks ini film sebagai
representasi dari lokalitas budaya, bagaimana sebuah film budaya tidak hanya menggunakan
nilai-nilai lokalitas budaya sebagai pelengkap melainkan memperlihatkan keutuhan spirit
lokalitas yang di suguhkan kepada khalayak sebagai pengetahuan. Representasi akan berhasil
jika apa yang di tampilkan media massa dapat membawa kepercayaan terhadap masyarakat
sebagai sebuah normalisasi alamia yang secara tidak lansung sudah dikonvesionalkan oleh
masyarakat.

C. Urgent; Suatu nilai penting

Pengertian urgensi jika dilihat dari bahasa latin bernama ”urgere “yaitu kata kerja yang
berarti mendorong dan jika dilihat dari bahasa inggris bernama “urgent” yang memiliki arti kata
sifat. Menurut kamus bahasa Indonesia, urgensi adalah hal yang sangat penting atau keharusan
yang sangat mendesak untuk diselesaikan, dengan demikian mengandaikan ada suatu masalah
dan harus segera ditindak lanjuti (blolg spot.bestlagu.com)
D. Lokalitas

Ke-lokal-an - lokalitas – tempat hidup dan menghidupinya kearifan lokal yang dimaksud
disini adalah jejak sebuah ajaran dan buah pemikiran, juga tindakan yang pernah dan atau
sedang hidup dan menghidupi sebuah tatanan etnik ataupun komunitas masyarakat dalam
berinteraksi dengan sesama manusia, alam, dan juga penciptaanya. Ruang waktunya adalah
masa lampau dan juga menembus masa depan sehingga masa kini menjadi relevan untuk
mengadopsinya.Kearifan lokal yang sering kali mewarnai dan memperkaya sebuah lokalitas
yang diperhadapkan dengan modernitas dan kepungan globalisasi
(www.academia.edu/24256300/kearifan_lokal_dan_lokalitas ).

E. Budaya

Budaya sebagaimana yang ditawarkan oleh Raymond William : Pertama, budaya


merupakan suatu proses umum perkembangan intelektual, spiritual, dan etnis. Kedua, budaya
bisa berarti pandangan hidup tertentu dari masyarakat, periode, atau kelompok tertentu.
Ketiga, budaya bisa merujuk pada karya praktik-praktik intelektual, terutama aktivitas artistik.
Raymond William (2009:1). Dengan demikian kita juga bisa mendefinisikan kebudayaan
nasional dan kebudayaan Nusantara. kebudayaan nasional adalah suatu kebudayaan yang
dianggap dapat mewakili serta memberikan satu ciri khas bagi suatu bangsa. Ciri khas ini adalah
sesuatu yang bisa dibanggakan dan tidak dapat ditemukan di negara lain.
Kebudayaan nasional Indonesia yang berlandaskan pancasila perwujudan cipta, karya
dan karsa bangsa Indonesia dan merupakan daya upaya manusia Indonesia untuk
mengembangkan harkat dan martabat sebagai bangsa. Serta di arahkan untuk memberikan
wawasan dan makna pada pembangunan nasional dalam segenap bidang kehidupan bangsa.
Definisi yang diberikan oleh Koentjaraningrat tentang kebudayaan dapat dilihat dari
pernyataannya “yang khas dan bermutu dari suku bangsa manapun asalnya, asal bisa
mengidentifikasi dan menimbulkaan rasa bangga, itulah kebudayaan nasional. Pernyataan ini
merujuk pada puncak-puncak kebudayaan daerah dan kebudayaan suku bangsa yang bisa
menimbulkan rasa bangga terhadap seseorang jika ditampilkan untuk mewakili identitas
kebudayan yang ada di negaranya.

Definisi kebudayaan Nusantara adalah sebutan bagi kebudayaan yang beredar di


sepanjang kawasan nusantara. Kebudayaan nusantara sama dengan jenis kebudayaan lain,
yaitu merupakan hasil proses berpikir manusia. Seperti yang kita ketahui budaya tumbuh dan
berkembang dalam masyarakat dalam hal ini berdasarkan ruang lingkup wilayah, yaitu wilayah
nusantara merupakan bagian dari kehidupan sosial. Antara yang satu dengan yang lainnya tidak
bisa dipisahkan, karena semuanya sudah terikat oleh suatu sistem. Koencoroningrat
memberikan penjelasan tentang sistem ini. Menurutnya, sistem dalam kebudayaan, berlaku
juga untuk kebudayaan nusantara, terdiri dari tujuh unsur, antara lain: agama, organisasi,
sosial, bahasa, kesenian, mata pencaharian, teknologi, dan pengetahuan.

Budaya adalah sebuah ciri khas atau identitas suatu bangsa yang bisa menjadi
pandangan hidup karena kebiasaan berupa praktik-praktik dalam keseharian dan sudah
menjadi kebiasaan.
F. Film Fiksi

Film adalah suatu bentuk gambaran realitas melalui penerapan audio visual yang
mampu mengkritisi tentang suatu hal dan tujuan yang ingin di capai. film merupakan
fenomena yang kehadirannya sangat kuat dan serentak, Film juga dapat mengekspos,
menggarisbawahi ataupun memperkuat bidang-bidang seni lain secara dramatis (Sugiarto,
2003: 309). Film merupakan suatu sarana atau alat media untuk menyampaikan gagasan,
protes, ide, hiburan, kritik sosial, kritik pemerintahan, sarana edukasi dan merupakan alat
penyampaian pesan kepada masyarakat agar dapat memahami informasi dari karaya film yang
ditonton.

Film dibagi menjadi tiga jenis, yakni : film documenter, fiksi, dan eksperimental. Film
fiksi memiliki struktur dramatik yang jelas, film fiksi terikat oleh plot. Dari sisi cerita, film fiksi
sering menggunkan cerita rekaan diluar kejadian nyata serta memiliki konsep pengadeganan
yang telah dirancang sejak awal. Dari sisi produksi, filmfiksi relative lebih kompleks dua jenis
film lainnya baik masa pra-produksi, produksi, maupun pasca produksi

Film cerita atau fiksi adalah film yang dibuat berdasarkan kisah fiktif. Film fiktif dibagi
menjadi dua, yaitu film cerita pendek dan film cerita panjang. Perbedaan yang paling spesifik
dari keduanya adalah pada durasi. film cerita pendek 60 menit, sedangkan film cerita pnjang
pada umumnya berdurasi 90-100 menit, ada juga yang sampai 120 menit ( vera, 2014 :95).
Demikian pula dengan film ‘’Battu Ritanayya” yang termasuk kategori film fiktif pendek karena
memiliki durasi sekitar 7 menit 19 detik.
Film kemudian berubah menjadi alat presentasi dan distribusi dari tradisi hiburan yang
lebih tua. Tak jarang film juga menawarkan cerita, panggung, musik, drama, humor, dan trik
teknis bagi konsumsi populer. Film juga menjadi media massa yang sesungguhnya dalam artian
bahwa film mampu menjangkau populasi dalam jumlah besar dengan cepat, bahkan diwilayah
pedesaan. Melalui film fiksi lokalitas budaya diharapkan dapat mempengaruhi perpektif
terhadap kausalitas produk industri budaya dimana film memberikan fungsinya kepada semua
golongan masyarakat.

G. Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu FGD untuk memperoleh
tanggapan dari masing-masing narasumber. Sehingga diharapkan diperolehnya informasi atau
pendapat dan jawaban yang serta merta terbuka atas keinginan masing-masing informan dalam
meintrepretasi sesuai dengan tema yang diangkat. Analisisnya adalah narasi-narasi kualitatif
yang di peroleh dari hasil diskusi, melalui kelompok diskusi. Teknik analisis data adalah alat
untuk mengolah data yang ditemukan dilapangan melalui wawan cara dan melakukan metode
fokus grup diskusi, dengan melihat literasi narasumber tentang tema yang dipilih. Teknik FGD
digunakan untuk memperloh data serta bertujuan untuk mendapatkan hasil penelitian yang
baik dan tepat.
1. Pendekatan Dan Jenis Pendekatan

Pendekatan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah menggunakan


pendekatan kualitatif. Dalam penerapannya penelitian kualitatif tidak semata-mata
mendeskripsikan tetapi yang lebih penting adalah menemukan makna yang terkandung di
baliknya, atau sebagai makna tersembunyi atau dengan sengaja disembunyikan, seperti
mengapa kesadaran itu kurang,cukup dan sebagainya (nyoman 2010: 94). Kulitatif
menggunakan data dan metode analisis yang bersifat nonkualitatif, seperti penggunaan
instrument. Metode yang digunakan penelitian ini adalah deskriptif yang berfokus pada
penelitian non hipotesis sehingga dalam perumusanya tidak menmukan hipotesis.

2. Objek Penelitian

Dalam penelitian ini yang menjadi objek penelitiannya adalah mengkaji Urgensi
nilai lokalitas budaya dalam film “ Battu Ritanayya” untuk menemukan makna spirit dalam film
budaya.

3. Jenis dan Sumber Data


Penelitian ini erat kaitannya dengan menafsirka, menggali, dan menemukan
makna nilai urgensi lokalitas budaya dalam film “Battu Ritanayya”. Sehubungan dengan itu,
menampilkan data, dan sumber tertulis merupakan sebuah strategi dalam mencapai analisis
yang kongkret . berdasarkan sumbernya, data dibedakan atas dua (2) data primer dan data
sekunder. Data primer adalah data yang dirolehkan dari sumber data pertama atau tangan
pertama di lapangan. Sumber data ini bisa menjadi responden maupun subjek penelitian. Data
sekunder adalah data yang diproleh dari sumber kedua atau sumber skunder. Data sekunder
melengkapi data primer.
a. Data Primer

Sumber data primer diperoleh dari original DVD rekaman film “ Battu
Ritanayya”, Pengkaji menonton film Battu Ritanayya untuk mendapatkan pemahaman yang
lebih dalam tentang cerita pada film tersebut. Kemudian, pengkaji melakukan wawacara
terhadap informan yang merespon permasalahan dari objek penelitian.

b. Data Sekunder

Sumber data sekunder dalam penelitian ini diperoleh melalui media studi
pustaka untuk mendaptkan informasi yang relevan dan data-datayang dapat dipakai untuk
menyelesaikan masalah. Selain itu data-data juga di dapatkan melalui media massa dan juga
internet. Kemudian peneliti membaca beberapa buku tentang media dan budaya agar supaya
pengkaji lebih paham tentang peran lokalitas budaya dalam sebuah film, khususnya penerapan
nilai urgensi.

4. Pengumpulan Data

Peneliti menggunakan metode dokumentasi, yaitu mencari data yang berupa


catatan, buku majalah, artikel serta profil film. data dalam penelitian ini, diperoleh dari
BCD/DVD film “ Battu Ritanayya” dilengkapi dengan artikel yang mendukung data
primer.Tujuan menggunakan data dokumentasi adalah untuk mempermudah dalam
memperoleh data secara jelas tentang urgensi nilai lokalitas budaya yang di tampilkan dalam
sebuah film bertema budaya.
5. Analisis Data

Analisis data merupakan upaya mencari data sehingga menata secara sistematis
catatan pengumpulan data untuk meningkatkan pemahaman terhadap objek penelitian yang
diteliti. Analisis juga diartikan sebagai penguraian suatu pokok atau berbagai bagian dan
penelaah bagian itu sendiri, serta hubungan antara bagian untuk memperoleh pengertian yang
tepat dan untuk mendaptkan pemahaman arti secara keseluruhan. Teknik analisis yang
dipergunakan adalah penerapan nilai spirit melalui film budaya untuk memahami nilai urgensi
dalam sebuah film budaya.

H. Hasil Penelitian

Berdasarkan sajian film lokalitas budaya dan film industri budaya yang sama
menggunakan tema budaya dalam menciptakan sebuah karya film sangat bertolak belakang
saat hasil penyajian film. Film lokalitas budaya selalu memperlihatkan lokalitas budaya dengan
sipirit lokal dalam penyajian, serta memperlakukan lokalitas sebagai nilai urgent dalam sebuah
karya film budaya.

Sedangakan film industry budaya memperlihatkan lokalitas sebagai daya tarik dan pelengkap
untuk memperoleh keuntungan, tanpa menelaah lebih dalam tradisi budaya yang terkemas
dalam karya film. Menjadi hal yang penting bagi khalayak, karena dengan pemahaman yang
baik tentang tradisi budaya, film-film budaya yang disajikan kepada khalayak lebih baik dan
bukan hanya sekadar hiburan melaikan cambukan kepada khalayak agar lebih terpelihara oleh
tradiasi budaya dan lebih mengenal identitasnya.
DAFTAR PUSTAKA

Sugiarto, Bambang. 2013. Untuk Apa Seni. Bandung: Pustaka Matahari

Tjetjep Rohendi Rohidi. 2011. Metologi Penelitian. Semarang: Cipta Prima

Nyoman Khuta Ratna. 2010. Metologi Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Nurhadi, penerjemah Barker, Chris. Cultural Studies, theory and practice. Kreasi Wacana.
Yogyakarta : 2004

Stokes Jane. 2006. How To Do Media and Cultural Studies. Yogyakarta: PT Bentang Pustaka

Ridho “Bukan” Rhoma. 2009. Berhala Itu Bernama Budaya Pop. Yogyakarta: Leutika

Garin Nugroho dan Dyna Herlina S. 2015. Krisis Dan Paradoks Film Indonesia. Jakarta: PT
Kompas NUsantara

(www.academia.edu/24256300/kearifan_lokal_dan_lokalitas ).
Mata Kuliah: Seminar

PERBANDINAGAN , FILM INDUSTRI DAN FILM LOKAL DENGAN

PENERAPAN NILAI LOKALITAS, DALAM

FILM BATTU RI TANAYYA

OLEH:

ARFA ZULKARNAEN

NIM:

14148526

INSTITUT SENI DAN BUDAYA INDONESIA SULAWESI SELATAN

2017

Anda mungkin juga menyukai