Tim Penyusun
Pelindung
Eni V. Panggabean
Penanggung jawab
Yunita Resmi Sari
Ketua Tim
Miftah Fauzi
Anggota
Usmanti Rohmadyati
Budi Hardjono
Meliana Rizka
Anna Mamengko
Editor
Agung Pragita Vazza
Sumbangan artikel
• Pusat Riset dan Edukasi Bank Sentral (PRES)
• Kantor Perwakilan Dalam Negeri:
1. Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah I (Sulawesi, Maluku, dan Papua)
2. Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah II (Kalimantan)
3. Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah IV (Jawa Timur)
4. Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah V (Jawa Tengah dan D.I.
Yogyakarta)
5. Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah VI (Jawa Barat dan Banten)
6. Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah VII (Sumatera Selatan, Kepulauan
Bangka Belitung, Bengkulu dan Lampung)
7. Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah VIII (Sumatera Barat, Riau, Jambi,
dan Kepulauan Riau)
8. Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah IX
(Sumatera Utara dan Aceh)
9. Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Barat
10. Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau
11. Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kalimantan Tengah
12. Kantor Perwakilan Bank Indonesia Cirebon
13. Kantor Perwakilan Bank Indonesia Tasikmalaya
14. Kantor Perwakilan Bank Indonesia D.I. Yogyakarta
ii
Sumbangan Foto dari
iii
Departemen Komunikasi Bank Indonesia
iv
Daftar Isi
I. PENDAHULUAN 15
1. Program Ketahanan Pangan
2. Program Klaster
3. Pentingnya Replikasi
1
Daftar Isi
E. Metode Organik
E.1. Fokus dan Komprehensif Mengembangkan padi Organik 49
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah VII (Palembang)
2. KOMODITI SAPI
Peningkatan Produksi
2
Daftar Isi
B. Metode Pembibitan
Mengubah Makna Rojokoyo dengan Klaster Pembibitan Sapi (PRES) 96
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah IV (Surabaya)
3
Daftar Isi
4
Halaman ini
sengaja dikosongkan
5
Kata Pengantar
KEPALA DEPARTEMEN
PENGEMBANGAN
AKSES KEUANGAN DAN UMKM
(DPAU)
6
Kata Pengantar
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang senantiasa
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penyusunan buku “Kegiatan
Bank Indonesia Dalam Mendukung Ketahanan Pangan Berbasis Klaster
Komoditi Unggulan” dapat diselesaikan dengan baik.
Agar buku ini dapat menjadi inspirasi dan mudah untuk direplikasi serta
dikembangkan oleh Kantor Perwakilan maupun pemangku kepentingan, maka
buku ini akan disajikan secara berseri. Buku seri pertama akan berisi informasi
umum, benang merah dan kunci sukses program klaster ketahanan pangan.
Buku seri selanjutnya, kami sebut buku komoditi yang akan mengupas lebih
dalam dan rinci berbagai aktivitas dalam pengembangan klaster berdasarkan
komoditi, yang akan dimulai dengan buku seri komoditi padi, komoditi sapi,
komoditi bawang merah dan komoditi cabai merah.
7
Kata Pengantar
Eni V. Panggabean
Direktur Eksekutif
8
Halaman ini
sengaja dikosongkan
9
Kata Sambutan
DEPUTI GUBERNUR
10
Kata Sambutan
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang senantiasa
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga buku “Kegiatan Bank Indonesia
dalam Mendukung Ketahanan Pangan Melalui Pengembangan Berbasis
Klaster Komoditi Unggulan” ini dapat diselesaikan dengan baik. Buku ini berisi
berbagai kegiatan yang dilaksanakan oleh Bank Indonesia sebagai respon atas
kebijakan dan peran Bank Indonesia dalam menjaga kestabilan harga melalui
pengembangan klaster ketahanan pangan berbasis komoditi unggulan daerah
dan sekaligus mendorong pengembangan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah
(UMKM) di daerah.
Selama tahun 2012 s.d. 2013, dalam pelaksanaan kegiatan klaster ketahanan
pangan di daerah, terdapat berbagai pencapaian dari program klaster yang
dilaksanakan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia, antara lain berupa
peningkatan produksi, dan perbaikan sistem pertanian. Diharapkan program/
11
Kata Sambutan
model yang disajikan dalam buku ini dapat menjadi inspirasi untuk direplikasi
dan dikembangkan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia maupun pemangku
kepentingan sesuai dengan kondisi dan potensi daerah masing-masing.
Halim Alamsyah
Deputi Gubernur Bank Indonesia
12
Halaman ini
sengaja dikosongkan
13
I. PENDAHULUAN
14
Pendahuluan
1. Ketahanan Pangan
15
Pendahuluan
Ini berarti gejolak harga pada komoditas pangan akan berdampak besar pada
kemampuan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan pangan.
2. Program Klaster
Dalam situasi dan kondisi seperti itu, dan sejalan dengan tujuan
mengendalikan laju inflasi, Bank Indonesia dinilai perlu turut serta menjaga
ketersediaan pangan. Kecukupan ketersediaan bahan pangan dipercaya
mampu menjaga sisi supply sehingga mampu meredam gejolak harga
sekaligus membantu mengendalikan laju inflasi. Di sisi lain, ketersediaan bahan
pangan yang memadai, bisa menopang upaya mencapai ketahanan pangan
nasional. Terkait itu, Bank Indonesia memandang perlu turut menjaga sisi supply
komoditas bahan pangan sehingga mampu mendeteksi lebih dini ketika terjadi
situasi yang memungkinkan munculnya gejolak harga. Selain itu respons yang
cepat dan tepat terhadap setiap perubahan harga komoditas pangan, terutama
bahan pangan pokok juga diperlukan.
16
Pendahuluan
3. Pentingnya Replikasi
17
Pendahuluan
18
Pendahuluan
Halaman ini
sengaja dikosongkan
19
II. PROGRAM Klaster
KETAHANAN PANGAN
1. Komoditi Padi
20
Komoditi PAdi | Peningkatan Produksi
Kalau ada provinsi di Indonesia yang tercatat sebagai penghasil beras dan
mengalami surplus beras, Sumatera Utara adalah salah satunya. Meski begitu,
Provinsi Sumatera Utara juga tercatat masih memiliki tingkat produktivitas padi
di bawah rata-rata nasional. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) 2012,
produktivitas padi rata-rata Provinsi Sumatera Utara hanya 4,86 ton per hektar.
Angka ini lebih rendah dibanding produktivitas padi rata-rata nasional yang
mencapai 5,1 ton per hektar. Sedangkan populasi penduduk memperlihatkan
kecenderungan meningkat, pasokan bahan pangan perlu ditingkatkan.
International Rice Research Institute (IRRI) mengestimasi dalam 25 tahun ke
depan, Indonesia mengalami peningkatan kebutuhan beras hingga 38 persen
dan produktivitas padi harus ditingkatkan menjadi enam ton per hektar.
Di sisi lain, jumlah produksi beras juga masih fluktuatif dan sangat tergantung
pada musim. Sebaliknya, konsumsi beras bersifat kontinyu. Situasi inilah yang
menjadi kendala dan menyebabkan stok beras di bulan-bulan tertentu cenderung
menurun. Seperti layaknya hukum penawaran dan permintaan dalam ilmu
ekonomi, adanya kesenjangan antara tingkat ketersediaan (supply) di pasar dan
konsumsi menyebabkan harga beras meningkat dan pada akhirnya akan memicu
kenaikan inflasi pada kelompok volatile food. Begitulah gambaran yang terjadi di
Sumatera Utara.
21
II. Program Klaster Ketahanan Pangan
Murni I dan Kelompok Tani Fajar. Luas areal pilot project sekitar 20 hektar dan
jumlah petani sebanyak 126 orang, di Desa Pematang Setrak, Kecamatan Teluk
Mengkudu, Kabupaten Serdang Bedagai, Sumatera Utara. Kedua kelompok tani
tersebut lalu bergabung dalam Gabungan Kelompok Tani Sri Karya. Sebelum
menerapkan metode SRI, kedua kelompok tani tadi menerapkan sistem tanam
legowo 4:1.
Implementasi SRI
Tahap pembangunan klaster dimulai pada 2012. Setelah memilih lokasi klaster,
penetapan kelompok peserta, dan penentuan ruang lingkup kegiatan, dilakukan
tahap implementasi awal. Pada tahap ini Kantor Perwakilan Bank Indonesia
Wilayah IX melibatkan banyak pihak antara lain Kepala Daerah Tingkat II, dinas
terkait, badan ketahanan pangan, perbankan serta akademisi. Keterlibatan pihak
terkait ini bertujuan menggali ide, pendapat, gagasan hingga usulan model
yang tepat untuk klaster. Pada tahap ini pula dirumuskan secara matang strategi
pengembangan klaster sehingga output-nya terukur. Ukuran keberhasilan
yang ditetapkan adalah peningkatan jumlah kelompok tani yang menerapkan
metode SRI, peningkatan produktivitas, dan peningkatan pendapatan petani.
Sebagai sesuatu cara yang dianggap baru, awalnya aplikasi SRI dinilai
melawan arus, bertentangan dengan kebiasaan menanam petani setempat.
22
Komoditi PAdi | Peningkatan Produksi
Turun temurun, kebanyakan petani menanam bibit matang (umur 20-30 hari)
secara serentak dalam bentuk rumpun, dengan penggenangan air di sawah
seoptimal mungkin sepanjang musim. Praktek seperti ini ingin mengurangi
risiko bibit mati. Tanaman yang lebih matang dianggap mampu bertahan;
penanaman dalam bentuk rumpun akan menjamin beberapa tanaman tetap
hidup saat pindah tanam (transplanting); dan penanaman genangan air
menjamin kecukupan air dan gulma sulit tumbuh.
23
II. Program Klaster Ketahanan Pangan
Pada MT-A 2012, produktivitas SRI tercatat 9,38 ton per hektar, sedangkan
produksi metode legowo 4:1 di angka 8,04 ton per hektar. Begitu pula pada
MT-B 2012 dan MT-A 2013, produktivitas padi dengan metode SRI selalu
lebih tinggi dibanding metode lain. Keberhasilan tersebut membuat metode
SRI tak ubahnya primadona sekaligus kunci sukses kelompok tani setempat
meningkatkan produktivitas.
24
Komoditi PAdi | Peningkatan Produksi
4. Pengadaan benih
unggul bersama PT Shang
Hyang Sri, PT Pertani, dan
Dinas Pertanian.
5. Asistensi penguatan
kelembagaan dan
pendirian Lembaga
Keuangan Mikro
Agribisnis (LKMA).
Pengembangan klaster padi SRI tentu saja tidak berhenti pada berdirinya
LKMA. Kendala lain masih harus dihadapi, yaitu keterbatasan lantai jemur dan
25
II. Program Klaster Ketahanan Pangan
Intensifikasi
Sebagai kunci sukses peningkatan produktivitas padi, menurut buku ‘Stabilisasi
Harga Melalui Penguatan Ketahanan Pangan Daerah’ yang diterbitkan Pusat
Riset dan Edukasi Bank Sentral (PRES) Bank Indonesia, keunggulan metode SRI
ada pada sifatnya yang intensifikasi. Meningkatkan produksi tanpa menambah
luasan lahan. Keunggulan lain adalah mengembalikan kesuburan lahan pertanian
yang hampir rusak akibat pemakaian unsur kimia berlebihan. Hal penting
lain dalam metode SRI adalah pupuk organik dan pestisida yang diperoleh
dengan membuat sendiri, memanfaatkan limbah hewan, sisa tumbuhan, dan
sampah rumah tangga. Pembuatan pupuk dan pestisida juga dilakukan dengan
menggunakan MOL buatan sendiri. Biaya produksi pun jadi efisien dan murah.
Produktivitas metode SRI pun sudah terbukti lebih tinggi dibanding metode
lain. Produktivitas metode SRI lebih tinggi 16 persen dibanding Legowo 4:1, dan
lebih tinggi 28 persen dibanding Tegel. Pendapatan petani pun ikut terkerek naik
sampai 16,96 persen, dari Rp 33,68 juta menjadi Rp 39,39 juta per hektar per
tahun. Laba petani pun naik 15,07 persen, dari Rp 27,01 juta menjadi Rp 31,08 juta
per hektar per tahun. Capaian positif metode SRI tentu saja tak lepas dari kunci
keberhasilan implementasi program, yaitu pendampingan Kantor Perwakilan
Bank Indonesia Wilayah IX sejak awal dan berkelanjutan. Pelaksanaan program
yang melibatkan pakar dan instansi lain terkait, selektif memilih kelompok,
diperkuat bantuan teknis dan fasilitasi lain, terbukti menjadikan metode SRI
sebagai terobosan baru peningkatan produktivitas padi, khususnya di Provinsi
Sumatera Utara.
26
Komoditi PAdi | Metode jajar legowo
27
II. Program Klaster Ketahanan Pangan
Gentadi
Kondisi inilah yang mendorong Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi
Utara mengambil langkah-langkah untuk membantu mencapai ketersediaan
cadangan beras yang maksimal, sehingga mampu meredam gejolak harga.
Selain itu, langkah-langkah ini diharapkan juga mampu mengantisipasi jika terjadi
kelangkaan. Terkait ini, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Utara
melihat program Gerakan Tanam Padi (Gentadi) 4, yang dicanangkan Pemerintah
Kabupaten Minahasa Tenggara (Mitra) sejak 2011, layak mendapat dukungan.
Apalagi Program Gentadi 4 (gerakan menanam padi seluas empat hektar di tiap
kecamatan) sudah dinyatakan berhasil. Sudah pula diperluas menjadi Gentadi 10,
menanam padi di lahan 10 hektar di tiap kecamatan, pada 2012.
28
Komoditi PAdi | Peningkatan Produksi
yang tidak kalah penting adalah bantuan teknis transfer teknologi budidaya padi
Jajar Legowo, baik 2:1, 3:1, maupun 4:1.
Sinergi Kunci
Komitmen tinggi Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Utara
dalam sinergi dengan berbagai pihak tadi ternyata mampu membuahkan hasil
menggembirakan. Perubahan positif penting yang terlihat adalah pergeseran
mindset petani setelah mengikuti pelatihan teknis budidaya pola tanam Jajar
Legowo. Pelatihan budidaya Jajar Legowo mampu memotivasi petani untuk
menanam padi dengan cara baru yang lebih produktif sehingga bisa merasakan
hasil yang meningkat. Tak kurang dari 80 persen petani tercatat mengganti pola
tanam bervariasi yang selama ini diterapkan, dengan pola tanam Jajar Legowo.
29
II. Program Klaster Ketahanan Pangan
30
Komoditi PAdi | Peningkatan Produksi
Tidak ada yang membantah kalau sektor pertanian merupakan salah satu pilar
penting perekonomian nasional. Bahkan di era yang serba canggih seperti
sekarang, sektor pertanian khususnya padi sebagai pilar penting di sektor ini,
masih menjadi tumpuan bagi penguatan perekonomian. Begitu pentingnya
posisi padi dan produksinya, seringkali dijadikan indikasi keberhasilan
pembangunan. Bagaimana tidak. Beras, sebagai hasil utama padi, sudah sejak
lama menjadi bahan pangan pokok sekaligus sumber utama mata pencaharian
di semua daerah di Indonesia. Tak pelak kemampuan menjaga ketersediaan
beras dan peningkatan kesejahteraan petani menjadi sangat penting.
31
II. Program Klaster Ketahanan Pangan
Bahkan, terkait upaya ini pernah pula digalakkan kampanye dan gerakan
‘one day no rice’, sehari tanpa makan nasi. Nyatanya konsumsi nasi tetap tinggi.
Begitu tingginya konsumsi sampai-sampai membuat harga beras ikut meninggi
yang pada gilirannya memicu inflasi. Tapi, meski harga beras melambung,
masyarakat tetap memburu beras. Padahal ketersediaan sumber pangan lain
masih memadai dengan harga lebih murah pula. Upaya mengejar pertumbuhan
produksi beras jadi seperti terhambat dan seolah sulit dilakukan.
Intervensi Sarana
Kondisi seperti itu tentu saja sangat mungkin mengganggu upaya-upaya
Provinsi Sulawesi Tengah memberi kontribusi besar terhadap ketahanan
pangan nasional. Belum lagi memperhitungkan dampaknya terhadap stabilitas
perekonomian daerah. Menyadari munculnya kecenderungan kondisi seperti
itu, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Tengah merasa perlu
mengambil langkah-langkah guna mendukung pertumbuhan dan peningkatan
produksi padi sekaligus mengangkat kesejahteraan petani.
32
Komoditi PAdi | Peningkatan Produksi
Sinergi Terpadu
Usaha dan sinergi bersama peningkatan produktivitas padi yang diinisiasi Kantor
Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Tengah terbukti membuahkan hasil
33
II. Program Klaster Ketahanan Pangan
positif. Medio Februari 2013, ada keriuhan, kegembiraan di Desa Sidondo III. Di
desa tersebut, semua pihak dan instansi yang terlibat dalam klaster percontohan
melakukan panen raya perdana. Hasil panennya mencapai sekitar tujuh sampai
delapan ton gabah kering giling per hektar. Biasanya sawah di Desa Sidondo III
hanya menghasilkan produksi sekitar 4,5 ton sampai 5 ton gabah kering giling
per hektar. Setelah panen kedua, hasilnya bertambah menjadi sekitar tujuh ton
sampai 12 ton gabah kering panen per hektar. Hasil ini setara dengan enam
sampai 10 ton gabah kering giling per hektar.
34
Komoditi PAdi | Peningkatan Produksi
Begitu pula yang terjadi pada komoditas pangan beras. Sebagai bahan
pangan pokok masyarakat Indonesia, tidak mengherankan kalau permintaan dan
konsumsi beras terus meninggi. Kementerian Pertanian mencatat sampai awal-
awal 2013, konsumsi beras penduduk Indonesia mencapai 102 kilogram per kapita
per tahun. Bukan hanya tinggi, angka konsumsi itu bahkan mencapai dua kali lipat
dari konsumsi beras dunia yang hanya 60 kilogram per kapita per tahun. Di Asia,
konsumsi beras Indonesia adalah yang tertinggi. Konsumsi beras di Korea Selatan
hanya 40 kilogram per kapita per tahun, Jepang 50 kilogram per tahun, Malaysia
80 kilogram per tahun, dan Thailand hanya di kisaran 70 kilogram per tahun.
35
II. Program Klaster Ketahanan Pangan
Lebih lanjut, Jajar Legowo bisa memanfaatkan sinar matahari untuk tanaman
di pinggir barisan. Semakin banyak terkena sinar matahari, proses fotosintesis
daun tanaman lebih tinggi dan menghasilkan bobot buah lebih berat. Selain itu,
Jajar Legowo juga bisa mengurangi serangan hama tikus, yang tidak menyukai
lahan terbuka. Pelaksanaan proses pemupukan pengendalian hama pun lebih
mudah. Dan yang tak kalah penting, Jajar Legowo berdampak pula pada
populasi tanaman. Pada Jajar Legowo 4:1 terbukti populasi tanaman bertambah
sekitar 30 persen. Penambahan populasi itu pula yang menerbitkan harapan
terjadi peningkatan produktivitas.
36
Komoditi PAdi | Peningkatan Produksi
Jalinan Sinergi
Hasil-hasil positif tadi tentunya tak bisa dilepaskan pula dari jalinan sinergi
lintas instansi yang sudah dibangun Kantor Perwakilan Bank Indonesia
Pematangsiantar sejak awal guliran program. Sinergi dengan pemerintah daerah,
akhirnya memunculkan komitmen Pemerintah Kabupaten Simalungun. Salah
satu bentuk komitmen tersebut adalah penggunan Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah (APBD) 2013 untuk melakukan pembangunan dan perbaikan
jalur irigasi, yang melalui 25 hektar lahan program usaha penangkaran benih
mandiri. Komitmen lain yang direalisasikan juga dari APBD 2013 adalah
pembangunan jalan pertanian sepanjang 400 meter. Jalan ini merupakan jalan
tembusan langsung menuju lahan percontohan yang selama ini tidak memiliki
akses jalan memadai.
Jalinan sinergi yang terbentuk menjadi semakin kuat ketika sistem tanam
Jajar Legowo 4:1, yang diperkuat dengan SLPTT, diyakini menjadi kunci sukses
37
II. Program Klaster Ketahanan Pangan
38
Komoditi PAdi | Peningkatan Produksi
39
II. Program Klaster Ketahanan Pangan
Pasang Surut
Guna mendukung program yang sudah dicanangkan tadi, Kantor Perwakilan
Bank Indonesia Provinsi Riau pastinya tak ingin berpangku tangan. Setelah
melakukan penelitian dan pengkajian secara mendalam, akhirnya diputuskan
upaya membantu peningkatan produksi beras dengan menerapkan
pengelolaan lahan pasang surut. Dalam program ini, Kantor Perwakilan Bank
Indonesia Provinsi Riau bekerja sama dengan pemerintah pusat maupun daerah.
Kerja sama mengembangkan sektor pertanian tersebut dilakukan dengan
menggandeng Pemerintah Kabupaten Indragiri Hilir.
40
Komoditi PAdi | Peningkatan Produksi
Hambatan boleh saja muncul, namun optimisme tak pernah luntur. Maka,
bergulirlah program pengembangan pengelolaan padi di lahan pasang surut.
Sesuai kesepakatan dengan pemerintah daerah dan instansi terkait, dalam
program ini Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau bertanggung
jawab atas upaya meningkatkan kompetensi teknis dalam bentuk pelatihan,
sosialisasi serta mendorong sumber pembiayaan supaya lebih berperan. Selain
itu, pelatihan pengelolaan lahan secara organik juga masuk dalam cakupan
tanggung jawab Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau.
Harmonisasi Program
Beragam pelatihan dan fasilitas tadi, diperkuat lagi dengan pemberian bantuan
non-teknis berupa alat dan mesin pertanian (alsintan) pra-panen dan paska panen
bagi beberapa kelompok tani potensial. Bantuan alsintan ini diberikan guna
mendukung pelatihan teknis pertanian yang sudah dijalankan. Sehingga, petani
tersebut terbekali secara menyeluruh. Tak cuma dari sisi pengetahuan, tapi juga
41
II. Program Klaster Ketahanan Pangan
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau meyakini salah satu poin
penting yang bisa dipetik dari penerapan program pengelolaan padi di lahan
pasang surut ini tak lain pentingnya sinergi. Dengan sinergi pihak dan instansi
terkait, upaya mewujudkan ketahanan pangan di daerah tidak hanya menjadi
petani sebagai obyek tapi juga sebagai subyek. Sinergi yang terjalin erat dan
komprehensif tersebut mampu menciptakan harmonisasi di antara program-
program setiap pihak dan instansi terkait. Bisa dikatakan, harmonisasi adalah
kunci keberhasilan program pengelolaan padi di lahan pasang surut sebagai
langkah penting mewujudkan ketahanan pangan daerah dan nasional. n
42
Komoditi PAdi | Peningkatan Produksi
Beras sebagai makanan pokok utama bagi masyarakat Indonesia tak diragukan
lagi merupakan komoditas pangan strategis. Beras bahkan bisa dikatakan
sebagai tulang punggung pembangunan di subsektor tanaman pangan,
dan memiliki peran penting dalam pencapaian ketahanan pangan. Selain itu,
kontribusinya juga sangat penting bagi Produk Domestik Bruto (PDB) Nasional.
Berdasarkan data Kementerian Pertanian, konsumsi beras per kapita nasional
mencapai 130 kilogram per tahun. Angka ini merupakan angka tertinggi
dibanding negara-negara lain di Asia Tenggara, dengan rata-rata konsumsi
beras sekitar 65 kilogram per kapita per tahun.
43
II. Program Klaster Ketahanan Pangan
Kunjungan Dari
Pemkab Bantul
Dalam Rangka
Mempelajari Teknik
Budidaya Padi
Salibu.
44
Komoditi PAdi | Peningkatan Produksi
meyakini budidaya pola tradisional (cara lama) yang selalu dilakukan di setiap
periode tanam, lebih bisa memberikan hasil. Persoalan budaya pola tanam itu
menyebabkan para penyuluh pertanian maupun badan pertanian setempat sulit
memberikan sosialisasi mengenai padi salibu ini. Upaya peningkatan produksi
padi pun nyaris tak mengalami peningkatan berarti.
Oleh karena itu, sesuai hasil identifikasi, sejumlah kegiatan dan bantuan
pun bergulir. Sesuai nota kesepahaman, Kantor Perwakilan Bank Indonesia
Wilayah VIII juga berperan dalam pemberian bantuan teknis, penyediaan jasa
pendampingan, pemberian bantuan sarana produksi dan alat mesin pertanian,
pengembangan perairan, serta penguatan kelembagaan kelompok. Bantuan
teknis tak lain bertujuan meningkatkan kemampuan softskill dan hardskill petani
sebagai upaya penguatan kelompok. Hal ini juga meningkatkan kemampuan
budidaya dan pengolahan paska panen sehingga bisa menjadi contoh bagi
kelompok-kelompok lain. Bantuan-bantuan tersebut tentu diikuti dengan sejumlah
pelatihan. Salah satunya adalah pelatihan manajemen kelompok, keuangan dasar
dan pengenalan perbankan, pelatihan teknik produksi, dan motivation training.
45
II. Program Klaster Ketahanan Pangan
46
Komoditi PAdi | Peningkatan Produksi
47
II. Program Klaster Ketahanan Pangan
Model Nasional
Budidaya Padi Tanam Salibu sendiri, sebagai motor keberhasilan program
ketahanan pangan daerah, sesungguhnya sudah cukup lama diteliti Balai
Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Sumatera Barat. Penelitian itu tak lain ingin
menguji produktivitas, kualitas, efisiensi dan permasalahan lain yang dihadapi
beberapa varietas padi yang dibudidayakan. Hasil kajian terbukti mampu
meningkatkan indeks panen karena tidak lagi perlu melakukan pengolahan
tanah, persemaian dan tanam, sehingga rentang waktu produksi lebih pendek.
Budidaya ini secara tidak langsung juga menjawab keterbatasan varietas unggul,
karena pertumbuhan tanaman selanjutnya terjadi secara vegetatif dengan mutu
varietas tetap sama dengan tanaman pertama.
Secara ekonomis budidaya Padi Tanam Salibu, seperti disebut dalam buku
‘Stabilisasi Harga Melalui Penguatan Ketahanan Pangan Daerah’ yang diterbitkan
Pusat Riset dan Edukasi Bank Sentral (PRES), mampu pula meningkatkan efisiensi
produksi dan usaha tani secara bersamaan. Budidaya ini bisa menghemat 60
persen biaya persiapan lahan dan menanam, serta menekan 30 persen biaya
produksi. Secara keseluruhan, metode ini menekan biaya setara Rp 3 juta per
hektar sekali panen. Fakta-fakta inilah yang mendorong terjadinya peningkatan
pendapatan petani. Menurut penelitian BPTP Sumatera Barat, beberapa
faktor yang mempengaruhi keberhasilan tanam padi salibu antara lain tinggi
pemotongan batang sisa panen, varietas, kondisi air tanah, dan pemupukan.
Jadi tidak mengherankan juga kalau saat ini teknologi Padi Tanam Salibu
dijadikan sebagai salah satu model dari program nasional untuk mendorong
peningkatan produksi padi. Sekali lagi, teknik budidaya Padi Tanam Salibu ini
merupakan inovasi sederhana dan mudah dilakukan. Tapi, dampaknya justru
sangat penting bagi peningkatan produksi padi dan pendapatan para petani.
Sudah selayaknya teknik ini menjadi contoh bagi daerah-daerah lain, sehingga
dampak positifnya dapat semakin terakumulasi dalam mendukung ketahanan
pangan nasional. n
48
Komoditi PAdi | Peningkatan Produksi
E. METODE ORGANIK
Ketahanan pangan. Istilah ini sering diartikan sebagai suatu kondisi saat
kebutuhan pangan bagi rumah tangga terpenuhi. Stok bahan pangan yang
memadai, baik jumlah maupun mutunya, serta harga yang terjangkau seringkali
dijadikan indikasi tingkat ketahanan pangan secara umum. Sedangkan terkait
komoditas, bicara ketahanan pangan, tidak bisa lepas dari beras sebagai
makanan pokok masyarakat Indonesia. Karena itu pula ketersediaan beras perlu
mendapat perhatian serius.
49
II. Program Klaster Ketahanan Pangan
sehingga harga beras seringkali tinggi. Kondisi ini tentu tidak bisa dibiarkan.
Produksi beras perlu terus ditingkatkan.
Padi Organik
Perlahan tapi pasti, OKU Timur mulai menerapkan prinsip organik dalam
pengembangan padi. Apalagi lahan produksi dari para petani sudah pula dialiri
sistem tata air makro buatan pemerintah kabupaten sehingga keberlangsungan
50
Komoditi PAdi | Peningkatan Produksi
51
II. Program Klaster Ketahanan Pangan
Bahan utama pembuatan pupuk organik adalah urin kambing yang diterima
petani anggota klaster dari dinas peternakan setempat. Sedangkan bahan baku
biopestisida berupa campuran beberapa jenis daun-daunan yang tumbuh di
sekitar lokasi klaster. Petani pun tidak perlu lagi mengeluarkan biaya banyak untuk
pembelian pupuk organik cair maupun biopestisida. Sebaliknya, biopestisida
dan POC produksi klaster seolah menjadi produk baru klaster yang mulai
diperjualbelikan ke petani padi di luar klaster. Petani melalui koperasinya pun
mendapatkan tambahan penghasilan.
52
Komoditi PAdi | Peningkatan Produksi
Sosial Bank Indonesia (PSBI). Handtractor ini pun ternyata bisa menghadirkan
tambahan pendapatan bagi kelompok tani klaster. Jika sedang tidak digunakan,
handtractor disewakan ke kelompok tani lain. Kini, dari pendapatan sewa
tersebut, klaster sudah memiliki empat handtractor.
53
II. Program Klaster Ketahanan Pangan
Pelaksanaan pelatihan ini dilakukan bekerja sama dengan PT Enviro Jaya Global
untuk pelatihan penguatan manajemen kelembagaan. Sedangkan manajemen
keuangan sederhana sekaligus pengenalan produk-produk perbankan, simpanan
maupun kredit, diperkenalkan oleh beberapa narasumber perbankan di
Kabupaten OKU Timur.
Sejumlah bantuan sarana produksi dan pelatihan boleh jadi tidak banyak
berarti tanpa perluasan pemasaran yang memadai untuk menyerap hasil padi
organik. Beras organik dari Kabupaten OKU Timur selama ini hanya diserap
CV Citaku selaku produsen utama beras organik di kabupaten tersebut.
Lantaran itu, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah VII pun memberikan
bantuan fasilitasi pemasaran dengan cara membawa perwakilan kelompok tani
memperkenalkan produknya ke beberapa instansi. Hasilnya, kini beras organik
produksi klaster juga dapat dibeli di koperasi sejumlah perkantoran. Mulai dari
Koperasi Pemerintah Daerah OKU Timur, Koperasi Kantor Perwakilan Bank
Indonesia Wilayah VII, Toserba Koperasi PT PUSRI Palembang, Toserba Koperasi
PT Pertamina, dan Toserba Koperasi Kanwil PT Bank Mandiri (Persero) Tbk.
Political Will
Seluruh rangkaian bantuan, pelatihan, pendampingan, dan fasilitasi guna
pengembangan klaster padi (beras) organik sulit dipungkiri menjadi kata kunci.
Lain kata, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah VII, mampu mendongkrak
posisi padi (beras) organik menjadi alternatif bahan pangan sekaligus
menopang ketahanan pangan wilayah. Bermodal kesepahaman dan political
54
Komoditi PAdi | Peningkatan Produksi
will Pemerintah Daerah OKU Timur, klaster padi organik dikembangkan secara
fokus, komprehensif, dan berkelanjutan. Bantuan, pelatihan, pendampingan,
pemasaran, dan pembukaan akses keuangan yang diberikan saling terkait dan
menunjang satu sama lain. Inilah kunci sukses Kantor Perwakilan Bank Indonesia
Wilayah VII, yang selayaknya direplikasi daerah lain.
55
II. Program Klaster Ketahanan Pangan
Provinsi Jawa Timur, sebagai salah satu provinsi lumbung padi nasional, juga
menerima amanah target kontribusi produksi beras tersebut. Tidak kepalang
tanggung, target kontribusi Provinsi Jawa Timur dalam pencapaian surplus 10 juta
ton beras nasional, adalah sebesar 50 persen. Dengan target ini, berarti Provinsi
Jawa Timur diminta mencapai surplus beras sampai sebesar lima juta ton. Target
kontribusi tersebut ditentukan dengan memperhatikan pencapaian produksi
beras selama tahun-tahun sebelumnya.
Dinas Pertanian (Dispertan) Provinsi Jawa Timur mengakui jika provinsi ini
selalu menjadi tulang punggung produksi beras nasional. Berdasarkan data
yang diungkap Pemerintah Provinsi Jawa Timur, yang dilansir media massa
nasional, disebutkan selama 2012 lalu provinsi ini mampu memproduksi
sebanyak 7,8 juta ton beras setara 12,5 juta ton padi kering giling. Dari jumlah
itu, sebanyak 3,4 juta ton sudah mencukupi untuk konsumsi lokal. Data tersebut
mencerminkan betapa provinsi ini mengalami surplus beras sampai sebanyak
4,4 juta ton. Sebagian besar kalangan pun optimis target kontribusi Provinsi
Jawa Timur tersebut bisa tercapai.
Salah satu strategi yang diterapkan Pemerintah Provinsi Jawa Timur untuk
mencapai target kontribusi itu adalah strategi intensifikasi dan optimalisasi
lahan. Strategi itu diharapkan bisa menjamin posisi Provinsi Jawa Timur sebagai
lumbung pangan nasional. Provinsi ini dinilai menyimpan potensi besar
melakukan intensifikasi yang diarahkan pada aspek peningkatan produktivitas.
56
Komoditi PAdi | Peningkatan Produksi
Identifikasi Wilayah
Dalam pelaksanaannya, langkah-langkah awal program pengembangan klaster
padi organik di Kabupaten Lumajang, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Jember
mendapat bantuan dari Kantor Perwakilan Bank Indonesia Malang. Bantuan ini
dirasa perlu lantaran baru pada September 2013, Kabupaten Lumajang resmi
menjadi wilayah kerja Kantor Perwakilan Bank Indonesia Jember. Sedangkan
sebelumnya, kabupaten ini menjadi bagian dari wilayah kerja Kantor Perwakilan
Bank Indonesia Malang.
57
II. Program Klaster Ketahanan Pangan
Implementasi
Hasil identifikasi permasalahan di tiga kecamatan sebagai wilayah pengembangan
58
Komoditi PAdi | Peningkatan Produksi
59
II. Program Klaster Ketahanan Pangan
Bicara beras pastinya tidak bisa lepas dari padi. Dan bicara padi, sulit pula
dilepaskan dari ketersediaan lahan sawah. Dengan keterkaitan tersebut, upaya
penguatan ketahanan pangan jadi terkesan sangat bergantung pada luasnya
lahan sawah. Semakin luas lahan sawah dipercaya bisa menghasilkan padi yang
lebih banyak dan otomatis meningkatkan pula produksi beras.
Sebagai salah satu bahan pangan pokok di Indonesia, produksi beras memang
menjadi indikator ketahanan pangan. Pemerintah bahkan sejak beberapa tahun
lalu sudah mencanangkan surplus beras sebanyak 10 juta ton pada 2014. Namun
peningkatan produksi beras, lagi-lagi sangat bergantung pada produktivitas padi,
yang membutuhkan lahan luas. Padahal, di sisi lain, luasan lahan persawahan diakui
banyak kalangan cenderung menyempit. Sehingga upaya-upaya peningkatan
beras sangat mengandalkan intensifikasi, di mana peningkatan produksi padi
dilakukan tanpa menambah perluasan lahan persawahan.
Beragam budidaya terkait intensifikasi tersebut terus diteliti dan dikaji guna
menemukan budidaya dan pola tanam yang bersifat intensifikasi. Sebagian
dari upaya penelitian dan pengkajian itu memang bisa membuahkan hasil.
Namun, sejumlah persoalan tetap membayangi. Sebut saja misalnya kualitas
lahan yang kurang baik, yang justru mengganggu upaya intensifikasi. Belum
lagi jika dimasukkan pula faktor iklim dan cuaca ekstrim yang beberapa tahun
terakhir terjadi di banyak daerah. Capaian-capaian yang diharapkan dari upaya
intensifikasi tersebut seringkali jadi sulit direalisasikan hanya karena faktor
cuaca, seperti kekeringan atau banjir.
Terkait itu, beragam cara dan teknologi diterapkan guna mendongkrak hasil
intensifikasi sehingga bisa diharapkan mampu meningkatkan ketersediaan
60
Komoditi PAdi | Peningkatan Produksi
bahan pangan pokok seperti beras. Ketersediaan beras yang memadai diyakini
bisa mempersempit kesenjangan dengan permintaan dan konsumsi beras.
Sehingga laju inflasi pun lebih terkendali. Upaya mengendalikan inflasi dengan
cara meningkatkan ketersediaan (suplai) demi menyamai atau mendekati,
bahkan melebihi permintaan (konsumsi) memang merupakan hal yang lazim.
Sepintas memang tidak ada cara lain. Kalaupun ada maka cara itu adalah
menekan permintaan. Cara seperti ini sering dikenal dengan kampanye
diversifikasi pangan. Masyarakat Indonesia yang selama ini menjadikan beras
sebagai bahan pangan pokok, diajak dan diarahkan untuk mengkonsumsi
bahan pangan lain non-beras. Kampanye diversifikasi ini diharapkan mampu
mengalihkan pola konsumsi masyarakat dari beras ke bahan pangan lain,sehingga
permintaan bahan pangan beras
bisa ditekan seminimal mungkin.
Tentu saja hasil kampanye ini tak
mudah memberikan hasil sesuai
harapan. Kebiasaan masyarakat
Indonesia mengonsumsi beras,
yang turun temurun terjadi, seperti
sulit beralih ke bahan pangan
pokok lain. Beras tetap menjadi
primadona bahan pangan.
Padi Polybag
Lantas, apakah situasi dan kondisi tersebut harus dibiarkan tanpa solusi. Tentu
saja tidak. Seiring dengan terus diupayakan peningkatan produksi padi dan
beras guna menjaga ketersediaan bahan pangan pokok, upaya menekan sisi
permintaan pun bisa terus dilakukan. Upaya menjaga ketersediaan melalui
ekstensifikasi dan perluasan lahan persawahan tetap perlu dilakukan. Bila perlu
diikuti dengan pencetakan lahan persawahan baru. Begitu pula dengan menjaga
ketersediaan dengan peningkatan produksi melalui program dan intensifikasi.
61
II. Program Klaster Ketahanan Pangan
membajak, dan seterusnya. Nyaris tak terbayangkan kalau padi bisa pula
tumbuh dan membuahkan hasil jika ditanam dalam pot. Sesungguhnya
menanam padi dalam pot, bisa tumbuh dan mampu menghasilkan bukanlah
hal baru. Prinsip budidaya dan pola tanam padi dalam pot tak ubahnya dengan
penerapan teknologi budidaya system rice of intensification. Budidaya ini sudah
banyak pula digunakan di lahan persawahan di sejumlah daerah dengan tujuan
meningkatkan produktivitas padi. Hasilnya pun sudah pula terbukti berdampak
positif pada ketersediaan beras.
Posisi dan peran kunci wanita dalam sebuah rumah tangga perlu diperkuat,
antara lain dengan cara memberdayakan kemampuannya memanfaatkan ruang
atau lahan sempit yang relatif terbatas di pekarangan rumah. Melalui program
padi dalam pot pula, wanita sebagai ibu rumah tangga mampu berproduksi
sekaligus mengurangi ketergantungan pada pedagang. Pasalnya, setiap warga
mampu memenuhi sendiri kebutuhan pangan pokok seperti beras. Teknologi
menanam padi dalam pot khusus (polybag) memang dikembangkan Balai
Penelitian Tanaman Padi (BPTP) Provinsi Kalimantan Barat untuk memanfaatkan
lahan pekarangan rumah.
BPTP bersama Dinas Pertanian Provinsi Kalimantan Barat juga turut andil
dalam program menanam padi dalam pot ini. Salah satu bentuknya adalah
memberikan pelatihan dan pendampingan tentang menanam padi dalam pot.
Setelah mengikuti pelatihan, program pun berlanjut dengan melakukan uji coba
pada 200 pot dengan menggunakan empat varietas berbeda. Hasilnya cukup
memberikan harapan. Program padi dalam pot ini, pada panen perdana Mei
62
Komoditi PAdi | Peningkatan Produksi
Terkait hasil tersebut, Dinas Pertanian Provinsi Kalimantan Barat sudah pula
membuat perhitungan soal prospek produksi padi dalam pot. Di lahan seluas
150 meter persegi saja bisa digunakan untuk seribu pot. Jika diasumsikan
produksi beras yang dihasilkan setelah dua kali masa tanam mencapai angka
450 kilogram, maka dengan asumsi kebutuhan beras satu keluarga mencapai
348,94 kilogram per tahun, program padi dalam pot sudah mampu menutup
kebutuhan rumah tangga setiap tahunnya.
63
II. Program Klaster Ketahanan Pangan
Panen raya di lahan petani anggota klaster Poktan Mutiara, Kec. Anjir Pasar
yang dilakukan secara simbolis oleh Sekda Provinsi Kalsel, Bank Indonesia
dan unsur Forum Komunikasi Pimpinan Daerah serta perwakilan perbankan.
64
Komoditi PAdi | Peningkatan Produksi
Padi Lokal
Hal ini yang kemudian mendorong Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah
II (Kalimantan) menggulirkan program pengembangan klaster padi lokal di
Kabupaten Barito Kuala (Batola), Provinsi Kalimantan Selatan. Pemilihan klaster
untuk komoditas padi ditentukan berdasarkan komoditas yang menjadi sumber
tekanan inflasi. Beras Siam Banjar, Ganal, Unus dan Karang Dukuh merupakan
jenis beras lokal yang selama ini tercatat sebagai komoditas penyumbang
utama inflasi di Kalimantan Selatan. Pengembangan klaster padi (beras) lokal
ini tentunya bertujuan mengendalikan laju inflasi dari sisi supply, sekaligus
diharapkan mampu menguatkan ketahanan pangan daerah. Sedangkan lokasi
pengembangan klaster dipilih dua kecamatan yaitu Kecamatan Anjir Pasar dan
Kecamatan Anjir Muara. Kedua kecamatan tersebut memang dikenal sebagai
sentra produksi beras lokal.
65
II. Program Klaster Ketahanan Pangan
halus. Tanah jenis ini menyebar di hampir seluruh kecamatan. Informasi dari
Dinas Pertanian, Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Barito Kuala
menyebutkan tekstur tanah tersebut menjadikan wilayah ini cukup baik untuk
pengembangan pertanian. Hasil bumi terbesar dari kabupaten ini memang
padi lokal. Bahkan Kabupaten Batola disebut lumbung padi Kalimantan Selatan.
66
Komoditi PAdi | Peningkatan Produksi
67
II. Program Klaster Ketahanan Pangan
Sinergi Program
Secara umum, pelaksanaan program klaster selama sekitar tiga tahun tersebut,
telah menunjukkan beberapa keberhasilan menggembirakan. Namun program
pengembangan klaster padi lokal yang berakhir pada Juni 2013 itu harus diakui
masih menemukan hal-hal yang memerlukan tindak lanjut dan perbaikan.
Lantaran itu, selanjutnya akan dilakukan kegiatan teknis penyusunan program
kerja setiap tahun atas kesepakatan pihak-pihak yang terlibat. Beberapa
program kerja tersebut antara lain koordinasi-koordinasi dalam bentuk Focus
Group Discussion dan Forum Komunikasi Klaster serta sosialisasi kepada dinas
dan masyarakat yang terlibat dalam program pengembangan klaster.
68
Komoditi PAdi | Peningkatan Produksi
5. Pemerintah Kabupaten
Barito Kuala membantu
alat dan mesin pertanian.
Juga subsidi pupuk
pertanian dan penerbitan
Perda terkait lokasi lahan
pertanian permanen.
69
II. Program Klaster Ketahanan Pangan
Kalau ada isu krusial di Indonesia yang pembahasannya nyaris tak pernah
terhenti, maka salah satunya adalah soal penguatan ketahanan pangan. Sekitar
25,4 juta penduduk Indonesia berprofesi sebagai petani dengan padi sebagai
tanaman utama. Beras pun menjadi komoditas strategis karena merupakan
kebutuhan pangan pokok. Lantaran itu, guncangan pada sisi penawaran
dan harga beras akan mempengaruhi perekonomian nasional. Pencapaian
ketahanan pangan, terutama beras, dipercaya bisa menjamin ketersediaan
(produksi, konsumsi, maupun distribusi) dan stabilitas harga.
Dan jika selama ini Pulau Jawa dikenal sebagai kontributor utama perberasan
nasional, maka di luar Pulau Jawa, Provinsi Sulawesi Selatan menyandang
predikat lumbung pangan nasional. Provinsi ini tercatat sebagai produsen beras
terbesar dengan kontribusi sekitar 6,67 persen. Tingkat konsumsi beras riil
selama 2011 mencapai 108,9 kilogram per kapita per tahun. Angka tersebut
lebih tinggi dari konsumsi beras ideal sebesar 94,7 kilogram per kapita per
tahun. Tapi, masilh lebih rendah dibanding tingkat konsumsi beras nasional
sebesar 139,0 kilogram per kapita per tahun.
Dengan tingkat konsumsi beras seperti itu, stabilisasi harga beras jelas
diperlukan. Apalagi selama ini beras juga tercatat menjadi penyumbang bobot
inflasi paling besar di Provinsi Sulawesi Selatan. Kenyataan inilah yang mendorong
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah I berinisiatif mengembangkan program
penguatan ketahanan pangan, khususnya beras, di provinsi yang mengusung
motto Todo Poli alias teguh dalam keyakinan itu.
70
Komoditi PAdi | Peningkatan Produksi
Integrated Farming
Memperhatikan situasi dan kondisi tersebut, Kantor Perwakilan Bank Indonesia
Provinsi Sulawesi Selatan memandang perlunya program lain sebagai upaya
mendukung pengelolaan pertanian berbasis agribisnis. Tujuannya tentu
saja untuk meningkatkan kesejahteraan petani. Dan akhirnya diputuskan
menggulirkan program klaster yang menerapkan model integrated farming.
Lokasi program klaster dipilih di Kecamatan Mariorawa, Kabupaten Soppeng.
Selama ini, Kabupaten Soppeng memang dikenal sebagai salah satu sentra padi
di Provinsi Sulawesi Selatan. Hanya saja, rata-rata penjualan dilakukan dalam
bentuk gabah sehingga nilai tambah bagi petani belum optimal. Selain padi,
Kecamatan Mariorawa juga menyimpan potensi sebagai sentra sapi. Dengan
kondisi ini, penerapan integrated farming dinilai cukup tepat.
71
II. Program Klaster Ketahanan Pangan
Siklus seperti itu diharapkan tidak terputus. Hasil akhirnya tak lain adalah
sistem pertanian tanpa limbah (zero waste). Selain mampu memberikan
hasil maksimal, ramah lingkungan, dan marketable, sistem ini mampu pula
mensejahterakan masyarakat hingga mencapai titik kemandirian. Khusus di
Kecamatan Mariorawa, penerapan integrated farming mencakup budidaya,
penanganan panen dan pasca panen padi, serta pemasaran. Bersamaan dengan
itu, peningkatan produksi padi dipadukan dengan pengembangan ternak sapi
dan budidaya ikan air tawar.
Tahapan kegiatan dalam model ini dibagi menjadi enam tahapan, yaitu
penguatan kelembagaan, budidaya, pengolahan hasil dan pasca panen,
pemasaran dan distribusi pangan, pengembangan sarana dan prasarana,
serta monitoring dan evaluasi. Penguatan kelembagaan dilakukan dengan
dukungan sarana dan prasarana maupun peningkatan kompetensi petani.
Tahap budidaya berisi kegiatan bantuan pengadaan bibit serta pelatihan yang
berhubungan dengan aspek operasional budidaya padi, sapi, maupun ikan air
tawar. Pengelolaan hasil dan pasca panen meliputi kegiatan pengolahan gabah
menjadi beras dan pengolahan limbah untuk dijadikan pakan ternak dan pupuk.
Bersamaan dengan itu, penguatan dari sisi teknis pertanian juga dilakukan
dengan membuka sekolah lapang pertanian terpadu. Selain pengadaan
benih unggul padi, petani difasilitasi pula dengan pelatihan terkait beternak
72
Komoditi PAdi | Peningkatan Produksi
sapi, budidaya ikan air tawar serta pelatihan pembuatan biogas. Selanjutnya,
mengenai teknis pengolahan panen dan pasca panen, petani mendapat
pelatihan pengolahan gabah kering panen menjadi beras dan pelatihan lain
terkait pemanfaatan limbah sekam padi menjadi pakan ternak sapi.
Indikator Sukses
Fasilitasi Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Selatan tak berhenti
hanya pada kegiatan pelatihan. Fasilitasi berlanjut dengan pembangunan sarana
Rice Milling Unit (RMU) lengkap dengan pelatihan penggunaannya. Pemberian
bantuan sarana ini tak lain bertujuan agar petani mampu menciptakan nilai
tambah produk yang dihasilkan. Nilai tambah inilah yang mampu meningkatkan
harga jual sekaligus pendapatan petani. Apalagi, Kantor Perwakilan Bank
Indonesia Provinsi Sulawesi Selatan juga sudah bersinergi dengan Bulog
setempat. Bulog berkomitmen membeli beras sesuai harga pembelian
pemerintah (HPP) pada saat harga jatuh. PT Bank Sulsel juga membantu dengan
dukungan terhadap program resi gudang.
Tak ada manfaat tanpa peluh. Kerja keras Kantor Perwakilan Bank Indonesia
Provinsi Sulawesi Selatan, bersama pihak dan instansi terkait, mampu memberikan
dampak positif terhadap peningkatan produktivitas padi sekaligus kompetensi
dan kapasitas petani. Sejumlah indikator cukup mencerminkan keberhasilan
program klaster. Indikator utama adalah terjadinya peningkatan produktivitas
padi sebesar 7,6 ton sampai delapan ton per hektar. Indikator lain adalah
berkurangnya losses saat pengolahan padi menjadi gabah. Dan seiring dengan
peningkatan kompetensi petani terkait budidaya, manajemen organisasi dan
operasional RMU, terbentuk badan hukum koperasi petani.
73
II. Program Klaster Ketahanan Pangan
Cerita miris tentang kehidupan petani yang terjerat sistem ijon mungkin sudah
tak asing lagi bagi sebagian besar masyarakat Indonesia. Cerita ini jelas bukan
fiksi. Bahkan sampai saat ini masih sering ditemui petani terjerat ijon. Alhasil,
upaya meningkatkan kesejahteraan petani jadi terhambat dan cenderung jalan
di tempat.
Sejak lama, sistem ijon memang dikenal sistem yang tidak bersahabat bagi
petani. Ijon sendiri tak lain merupakan bentuk perkreditan informal, yang kerap
membebani petani dengan bunga yang sangat tinggi. Di saat padi usia dua
bulanan, petani sudah didatangi tengkulak yang biasanya mengantongi modal.
Para tengkulak membeli ‘panenan’ padi, meski padi di sawah masih hijau (ijo,
diduga dari sinilah lahir istilah ijon) dan belum berbuah. Tentu dengan harga
yang sangat murah. Pada saat panen, pemilik sawah hanya bisa menunggui
padinya dipanen, setelah itu segera mulai menanam padi lagi.
Tapi, kalau padi tadi gagal panen, uang yang sudah dibayarkan tengkulak ke
petani dianggap menjadi utang. Sebagai utang, petani tentu harus membayar
dengan bunga yang sangat tinggi. Sementara untuk mulai menanam lagi,
petani juga harus meminjam uang kepada tengkulak. Dan seperti masa tanam
sebelumnya petani juga hanya mampu sampai menanam, tidak mampu
memanen. Siklus itu terjadi terus menerus menghantui petani dengan hasil
penjualan padi yang rendah. Sebaliknya, para tengkulak bisa dengan bebas
memainkan harga sesuka hati tanpa perduli dampaknya terhadap laju inflasi.
Praktik-praktik ijon di era keterbukaan sekarang ini bukan tak mungkin masih
terjadi. Apalagi, kebanyakan petani di Indonesia hingga saat ini masih dirundung
masalah klasik seperti keterbatasan modal, harga beras yang berfluktuatif, dan
rendahnya daya tawar petani saat musim panen. Tingginya harga beras di masa
paceklik pun tidak diikuti dengan kesejahteraan petani. Sistem ijon semakin
membuat petani tenggelam di lautan kesulitan. Gambaran serupa juga terlihat
masih terjadi di Provinsi Jawa Timur.
74
Komoditi PAdi | Peningkatan Akses Pemasaran
Tunda Jual
Setelah melakukan sejumlah langkah identifikasi, Kantor Perwakilan Bank
Indonesia Wilayah IV memutuskan untuk menggulirkan program penerapan
tunda jual dan pemberdayaan sebagai upaya mendukung ketahanan pangan
Provinsi Jawa Timur. Tunda Jual sendiri merupakan upaya menunda penjualan
komoditas pertanian pada saat panen raya untuk menghindari harga pembelian
yang rendah. Selanjutnya penjualan dilakukan pada saat harga mulai membaik.
75
II. Program Klaster Ketahanan Pangan
dan perbankan, memperoleh informasi tentang gapoktan. Database ini antara lain
berisi data identitas anggota gapoktan, luasan lahan, jumlah produksi, inventaris
aset, serta aktivitas transaksi penjualan gapoktan. Semua data tersebut kemudian
dibungkus dalam sebuah aplikasi (software) Sistem Informasi Gapoktan (Sigap).
Program pun bergulir ditandai dengan realisasi KKPE Bank Jatim Cabang
Jombang kepada Gapoktan Pojok Kulon senilai Rp 225 juta. Dana inilah yang
kemudian digunakan untuk penambahan modal pinjaman bagi petani anggota
sehingga bisa melakukan kegiatan produksi. Dana yang sama dimanfaatkan
pula untuk penguatan modal gapoktan terkait pembelian gabah dari petani
anggota serta pembelian tunda jual.
Seluruh kegiatan tersebut, sejak awal, berjalan antara lain dengan sejumlah
bantuan dalam beragam bentuk dari Kantor Perwakilan Bank Indonesia Povinsi
Jawa Timur. Sebut saja misalnya bantuan gudang, lantai jemur, pembelian alat
mesin pertanian serta sarana produksi lain. Belum lagi pemberian bantuan teknis
dalam bentuk pelatihan manajerial dan pengelolaan keuangan. Juga bantuan
sarana produksi dan alat mesin pertanian yang disesuaikan dengan gabungan
kelompok tani setempat.
76
Komoditi PAdi | Peningkatan Akses Pemasaran
Kemandirian
Upaya mencapai kemandirian gapoktan diharapkan bisa lebih cepat
membuahkan hasil dengan dukungan Sistem Informasi Gapoktan (Sigap) yang
terus dikembangkan. Sistem informasi ini dipercaya mampu membantu petani
mengakses informasi harga. Sigap tak lain adalah sebuah aplikasi berbasis
data yang berfungsi memberikan informasi tentang perkembangan pertanian
yang berbasis pada petani anggota gapoktan. Setiap petani anggota gapoktan
bisa mencatatkan data produksinya ke dalam sistem ini secara berkala. Begitu
pula dengan pencatatan transaksi usaha dan laporan keuangan gapoktan.
Secara umum, sistem ini diharapkan mampu memberikan gambaran terkait
perkembangan kegiatan usaha gapoktan.
Memang, saat ini, sistem informasi tersebut masih dalam tahap finalisasi.
Namun, seluruh rangkaian kegiatan terkait pengembangan program penerapan
sistem tunda jual, yang sudah dilakukan Kantor Perwakilan Bank Indonesia
Wilayah IV bersama pihak terkait, berhasil memberikan dampak positif. Selain
mulai terkumpulnya database setiap anggota gapoktan, beberapa capaian lain
yang menjadi sasaran utama pengembangan program sudah pula terealisasi.
77
II. Program Klaster Ketahanan Pangan
Beras. Di satu sisi, komoditas pertanian yang satu ini diakui kontribusinya
terhadap perekonomian. Bahkan sering pula dijadikan andalan pencapaian
ketahanan pangan nasional sekaligus meningkatkan kesejahteraan petani. Di
sisi lain, saat panen, yang terjadi justru sebaliknya. Saat-saat seperti ini justru
sering terdengar terjadi fenomena jatuhnya harga di tingkat petani. Tak jarang
pula terjadi petani jadi enggan memanen padinya lantaran harga jual produk
yang lebih rendah ketimbang biaya panennya.
78
Komoditi PAdi | Penguatan Kelembagaan
menunggu saat tepat menjual dengan harga lebih baik. SRG dipercaya pula bisa
menjadi salah satu terobosan sumber pembiayaan pertanian. Kelompok tani
bisa memanfaatkannya sebagai bukti kepemilikan komoditas sebagai agunan
untuk mendapatkan pembiayaan perbankan maupun nonperbankan.
79
II. Program Klaster Ketahanan Pangan
Hasil Meroket
Penerapan optimalisasi SRG dengan pengembangan LDPM memang masih
menyisakan sejumlah kendala. Sebut saja misalnya biaya transaksi yang masih
tergolong tinggi, inkonsistensi kuantitas dan kualitas produk, serta masih
lemahnya kelembagaan petani. Dengan kelembagaan petani yang belum tertata
secara baik, mekanisme SRG masih dipandang terlalu rumit. Penyederhanaan
mekanisme dan prosedur SRG tetap diperlukan. Penyederhanaan prosedur
dipercaya bisa menjadikan SRG lebih populer pemanfaatannya di kalangan
petani. Apalagi, SRG kurang diminati pada saat harga beras tinggi. Pengelola
gudang juga merasa keberatan dengan beban biaya perawatan gudang.
80
Komoditi PAdi | Penguatan Kelembagaan
3,58 miliar, dan dalam kurun satu tahun, pada 2013, melonjak sampai menyentuh
angka Rp 38,5 miliar. Dalam kurun yang sama terjadi pula kenaikan outstanding
kredit SRG dari Rp 2,69 miliar menjadi Rp 28,9 miliar.
Ke depan, SRG sebagai sebuah skim atau instrumen yang relatif baru memang
masih membutuhkan dukungan seluruh stakeholder terkait. Sebagai alternatif
pembiayaan usaha pertanian, termasuk komoditas beras, maka peran perbankan
menjadi penting untuk menghidupkan SRG. Ini tentunya perlu pula dibarengi
dengan penguatan kelembagaan LDPM dan peningkatan produktivitas serta
kualitas komoditas yang terjaga. Sinergi seluruh stakeholders jelas dibutuhkan
lebih intens demi mencapai ketahanan pangan nasional yang maksimal, stabilitas
harga sekaligus peningkatan kesejahteraan petani. n
81
II. PROGRAM Klaster
KETAHANAN PANGAN
2. Komoditi Sapi
82
Komoditi Sapi | Peningkatan Produksi
PENINGKATAN PRODUKSI
Indonesia, sampai saat ini, masih dikenal sebagai negara agraris. Dan di era
globalisasi seperti sekarang, bermodal kekayaan alam yang ada, Indonesia
berpeluang menjadi bangsa yang mandiri, termasuk di sektor pertanian
khususnya menyangkut ketahanan pangan. Pencapaian ketahanan pangan
bisa diartikan dengan terciptanya kedaulatan pangan, saat tidak lagi terlalu
bergantung pada bahan pangan impor.
83
II. Program Klaster Ketahanan Pangan
Rencana Strategis
Selanjutnya, pengembangan klaster ditetapkan rencana strategis selama tiga
tahun (2011-2014). Tahun pertama merupakan implementasi berbagai bantuan
teknis. Tahun kedua membentuk kemitraan usaha kelompok tani dengan
industri pengolahan dan rumah pemotongan hewan serta perbankan. Tahun
ketiga ditetapkan sebagai tahun pencapaian peningkatan produktivitas dan
kualitas produksi daging dan susu. Manajemen klaster diharapkan juga sudah
beroperasi baik, sehingga program pengembangan klaster bisa mandiri.
84
Komoditi Sapi | Peningkatan Produksi
Bantuan lain terkait program yang tak kalah penting adalah kandang komunal.
Awalnya, pembangunan kandang komunal hanya ingin mengatasi masalah
lingkungan dan kesehatan. Kandang komunal dan digester hanya bertujuan
Pelatihan pembuatan
pakan ternak, pupuk
berbasis alfaafa
pada akhir tahun
2013 bekerjasama
dengan Dr.Ir.H
Nugroho Widiasmadi
M.Eng. di Lokasi
Kandang Desa
Asinan Kabupaten
Semarang.
85
II. Program Klaster Ketahanan Pangan
86
Komoditi Sapi | Peningkatan Produksi
Di sisi lain, bagi peternak sapi perah, berhasil pula melakukan diversifikasi
produk susu. Sebagian kelompok peternak bisa menghadirkan produk olahan
berbahan susu seperti seperti es krim, yogurt, susu pasteurisasi, permen, dodol,
stik, kerupuk, dan aneka sabun susu padat dan cair. Produk susu klaster yang
dikelola Gapoktan Banyu Aji bahkan telah memikat industri pengolahan susu
seperti PT Indolakto, CV Cita Nasional, PT Cimory untuk bermitra.
Kandang komunal
Ranch, Bantuan PSBI
2013 dalam rangka
pembibitan sapi
potong, mendukung
swasembada daging,
dan dikelola secara
corporate, dari
KPPE PT. BRI di desa
Polosiri, Kabupaten
Semarang.
87
II. Program Klaster Ketahanan Pangan
Serapan Kredit Usaha Pembibitan Sapi (KUPS) dan Kredit Ketahanan Pangan
dan Energi (KKPE) untuk klaster sapi juga naik. Pada 2011 terserap Rp37 miliar,
2012 terserap Rp42 miliar, dan 2013 menjadi Rp46 miliar. Sejak dikembangkan,
rata-rata peningkatan penyerapan kredit tiap tahun sebesar 15 persen. Apalagi
Badan Pertanahan Nasional (BPN) memberikan subsidi sertifikasi tanah secara
massal, sebagai jaminan agar peternak dapat memperoleh KKPE. Pada 2013
prona (program nasional sertipikasi tanah) mensertifikasi 1.000 bidang, dan pada
2014 rencananya mensertifikasi 2.500 bidang.
Blueprint
Tercapainya peningkatan produktivitas sapi perah dan sapi potong, penguatan
kelembagaan, serta keterbukaan akses pasar dan pembiayaan tersebut tentu
tak lepas dari strategi dan rencana strategis yang diterapkan secara konsisten.
Ini merupakan poin penting pencapaian klaster. Lantaran itu dirasa perlu untuk
menyusun standar dan aturan pendukung sebagai acuan utama sehingga bisa
diadaptasi secara lebih sistematik dan terpadu. Kantor Perwakilan Bank Indonesia
Wilayah V pun berinisiatif membuat sebuah cetak biru (blueprint) pengembangan
klaster sapi perah dan sapi potong. Blueprint ini mencakup pengembangan
sumber daya manusia, pengembangan infrastruktur, organisasi, manajemen dan
rencana kerja.
Tak heran kalau program pengembangan klaster hasil sinergi inisiatif Kantor
Perwakilan Bank Indonesia Wilayah V ini berhasil meraih sejumlah apresiasi. Salah
satunya sebagai Klaster Unggulan UMKM 2013 dari Gubernur Bank Indonesia,
88
Komoditi Sapi | Peningkatan Produksi
pada September 2013. Berhasil pula meraih Juara Kedua Lomba Kelompok Ternak
Nasional 2013. Sebelumnya meraih juara pula di tingkat regional. Namun apresiasi
terpenting adalah dijadikannya klaster sapi Kabupaten Semarang sebagai pusat
studi dari daerah lain. Sejumlah Kantor Perwakilan Bank Indonesia lain, seperti
Gorontalo (bersama Gubernur Gorontalo), Pontianak, Riau, Kalimantan Selatan,
Banjarmasin, Bandung, DI Aceh, Denpasar, dan Sulawesi, tercatat pernah melakukan
studi di Kabupaten Semarang.
Studi-studi dari daerah lain itu tentu saja membawa harapan pengembangan
klaster penggemukan sapi dan sapi perah bisa diterapkan di daerah masing-
masing, dan mencapai keberhasilan yang sama. Keberhasilan inilah yang diyakini
bisa menginsipirasi regulator untuk mereplikasi di seluruh wilayah Indonesia.
Tujuan akhirnya, tentu saja tak hanya membantu mengendalikan inflasi, tapi juga
mengurangi ketergantungan terhadap impor sapi. n
89
II. Program Klaster Ketahanan Pangan
Klaster Sapi
Semua permasalahan tersebut tentu tidak bisa dibiarkan. Solusinya bisa dimulai
dengan mengubah pola pikir peternak untuk menjadikan usaha ternak sapi
sebagai usaha dan bisnis guna meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan.
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Barat pun berinisiatif
dengan mengembangkan program klaster ternak sapi di Desa Senayan,
90
Komoditi Sapi | Peningkatan Produksi
91
II. Program Klaster Ketahanan Pangan
termasuk soal kesehatan hewan dan pakan, bisa diaplikasikan. Secara keseluruhan,
pengembangan manajemen ternak pada klaster tersebut, akan meningkatkan
pendapatan dan manfaat finansial melalui pendampingan yang intensif.
Perlahan tapi pasti, pengembangan klaster ternak sapi mulai terlihat. Apalagi
setelah kegiatan-kegiatan penting lain dilakukan. Salah satunya dengan mulai
lahirnya produk-produk turunan seperti pupuk organik, pakan konsentrat, serta
produk olahan. Dari sisi kelembagaan mulai terbentuk koperasi dan diskusi-diskusi
dengan instansi terkait. Hal lain yang tidak kalah penting adalah ketika kelompok
mulai terhubung dengan perbankan, terkait pengembangan modal usaha.
Mindset
Keberhasilan tersebut tak pelak merupakan hasil dari perubahan mindset
atau pola pikir setiap anggota kelompok klaster. Perubahan pola pikir dari
usaha ternak sambilan menjadi usaha yang berorientasi bisnis bisa dipastikan
menjadi kunci sukses program klaster penggemukan sapi. Tingginya kesadaran
berkelompok baik Kelompok champion maupun kelompok plasma tentunya
bisa menjadi contoh sekaligus memotivasi kelompok yang belum memperoleh
manfaat secara ekonomi.
92
Komoditi Sapi | Peningkatan Produksi
sekitar Rp 78 juta dari ternak yang di jual melalui pola pengandangan. Melalui
aksi yang telah dilakukan kelompok Senap Semu diharapkan menjadi usaha yang
berkelanjutan dan menjadikan usaha tersebut berkembang dan diikuti kelompok
plasma. Terkait pemberian pakan, kelompok sudah merasakan manfaatnya,
antara lain mampu memperoleh kenaikan berat badan ternak sekitar 0,3 kilogram
sampai 0,5 kilogram dengan waktu pemeliharaan tiga sampai empat bulan. Di sisi
kesehatan ternak pun kelompok menyadari pentingnya kesehatan ternak yang
berdampak pada harga sapi hasil penggemukan.
93
II. Program Klaster Ketahanan Pangan
94
Komoditi Sapi | Peningkatan Produksi
Proses penyadaran
sapi melalui
Posyandu ternak.
Aksi pengembangan
HMT (Hijauan
Makanan ternak)
Lamtoro di Lahan
anggota Kelompok.
95
II. Program Klaster Ketahanan Pangan
B. Metode Pembibitan
Suasana seperti itulah yang sampai sekitar dua tahun lalu masih terasa di Desa
Napis, Kecamatan Tambakrejo, Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur. Padahal,
desa yang terletak di sisi selatan Kabupaten Bojonegoro ini menyimpan potensi
besar peternakan sapi modern dan terintegrasi. Mungkin karena dianggap bisa
mendongkrak status sosial, populasi sapi di desa tersebut juga cukup banyak,
mencapai lebih dari 2.500 ekor. Jumlah ini tentunya merupakan modal besar
untuk mengoptimalkan potensi peternakan sapi di Desa Napis.
96
Komoditi Sapi | Metode Peningkatan Produksi
Maka sejak 2010, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah IV pun gencar
melakukan pemetaaan. Kajian terhadap kondisi dan potensi Desa Napis serta
pendekatan terhadap masyarakat dilakukan dalam waktu tiga bulan. Pemetaan
dan kajian tersebut akhirnya menghasilkan data kondisi desa, profil masyarakat
untuk program peningkatan pengetahuan, keterampilan dalam teknis
peternakan dan kelembagaan, serta terbentuknya cikal bakal koperasi yang
menjadi soko guru pengembangan perekonomian warga peternak.
Kelahiran KSU Lembu Seto bahkan bisa dibilang bermodal utama semangat
masyarakat Desa Napis yang mulai menggebu memutar uang dari bisnis
sapi. Berangkat dari ide dan tukar pikiran, akhirnya tercetuslah pembentukan
KSU Lembu Seto, yang akhirnya berdiri pada Juni 2011. KSU ini sejak berdiri
sudah memiliki empat unit usaha yang dijalankan, yaitu Divisi Toko Pertanian
dan Peternakan, Divisi Pakan dan Peternakan Sapi, Divisi Pupuk Organik, dan
97
II. Program Klaster Ketahanan Pangan
Divisi Simpan Pinjam. Strategi yang dijalankan dalam pengembangan KSU ini
didasarkan kepada prinsip dasar koperasi; dari, oleh, dan untuk anggota.
Guliran bantuan alat-alat penunjang tentu saja tak berhenti begitu saja.
Bantuan ini dilanjutkan dengan pendirian kandang percontohan. Bukan
sekadar kandang. Di dalam kandang percontohan ini sudah termasuk pula
rumah pakan dan rumah pupuk. Bahkan fasilitas digester (ruangan dalam tanah
untuk mengubah kotoran sapi jadi biogas) dan instalasi biogas, tak ketinggalan
disiapkan guna memberi nilai tambah ekonomi pada bisnis peternakan sapi.
Kandang percontohan pun langsung diisi dengan delapan ekor sapi bakalan,
dua ekor pejantan, dan dua ekor pejantan pemacek, serta stimulus berupa
kandang penjepit untuk proses kawin sapi.
98
Komoditi Sapi | Metode Peningkatan Produksi
99
II. Program Klaster Ketahanan Pangan
Pupuk organik kemasan karung plastik ini kemudian dijual. Harga yang
ditentukan bergantung pada cara pembayaran. Jika pembayaran dilakukan
pada saat panen, harga maksimal ditetapkan Rp12.500 per kilogram. Sedangkan
jika pembayaran dilakukan sebelum masa panen harganya dipatok Rp10 ribu
per kilogram.
Memang, ada kalanya permintaan pupuk organik dari luar daerah sangat
minim. Di saat-saat itulah, pupuk kandang dimaksimalkan untuk memenuhi
kebutuhan pupuk organik petani di wilayah Desa Napis dan sekitarnya saja. Bagi
petani yang tidak memiliki sapi, pupuk kandang hasil kotoran sapi yang diolah
dan difermentasi dijual dengan harga sangat murah. Tak jarang pula gratis. Bagi
petani yang mempunyai sapi, diajarkan cara mengolah kotoran sapi menjadi
pupuk organik berkualitas.
Soft Skill
Pelatihan dan peningkatan soft skill teknis peternakan dan penguatan
kelembagaan diyakini menjadi kunci sukses program pengembangan
klaster pembibitan sapi, sehingga bisa memperlihatkan hasil sesuai harapan.
Pelaksanaan tata pemeliharaan sapi potong dan peningkatan populasi sapi
dengan sistem setiap tahun beranak satu kali, benar-benar membuahkan hasil.
Memasuki tahun kedua program, populasi sapi di lokasi klaster bertambah
menjadi 3.000 ekor. Jumlah ini merupakan kenaikan sebesar 30 persen
dibanding tahun 2011. Keberhasilan program klaster tersebut juga dibarengi
dengan kemampuan peternak setempat memanfaatkan limbah ternak menjadi
pupuk organik. Pupuk tersebut juga mampu dimanfaatkan dengan baik untuk
mendukung pertanian masyarakat sekitar Bojonegoro.
Peternak klaster kini mampu membuat jerami amoniasi dan jerami fermentasi
untuk pakan ternak. Pembuatan ini menjawab kebutuhan pakan sebagai bahan
utama pembibitan sapi yang selama ini belum terintegrasi dan dilakukan
secara serius. Ketersediaan pakan menjadi lebih terjamin. Bahan kemampuan
pembuatan pupuk organik dari limbah sapi dan aplikasinya pada pertanian
terbukti mampu menopang pertanian tanaman pangan masyarakat setempat.
Penguatan kelembagaan juga mencatat keberhasilan dengan diterapkannya
manajemen koperasi dan administrasi yang tertata.
Klaster pembibitan sapi di Desa Napis memang hanya sebagian kecil dari fakta
perbincangan pelik dan banyak pro-kontra komoditas daging sapi di Indonesia.
Tapi di Desa Napis, di sebuah kawasan pinggiran Bojonegoro yang butuh lima
jam perjalanan darat untuk menjangkaunya, semangat memacu pembibitan
sapi tak pernah berhenti. Mimpi mulia menggapai swasembada daging sapi
tak pernah padam. Langkah kecil Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah IV
berupa pengembangan klaster pembibitan sapi lokal di Desa Napis diharapkan
bisa menjadi model pembibitan sapi masyarakat yang direplikasi di daerah lain.
100
Komoditi Sapi | Metode Peningkatan Produksi
Pengemasan pupuk
kandang secara manual
di kandang percontohan
Klaster Pembibitan Sapi
Potong di Desa Napis,
Kec. Tambakrejo, Kab.
Bojonegoro.
101
II. Program Klaster Ketahanan Pangan
Sapi dan kelapa sawit. Sepintas, kedua komoditas tersebut tidak saling terkait.
Namun, di Provinsi Riau, ceritanya bisa berbeda. Provinsi Riau selama ini dikenal
sebagai salah satu penghasil kelapa sawit terbesar di Indonesia. Luas lahan
perkebunan sawitnya mencapai 2,3 juta hektar atau setara dengan 27,26 persen
dari seluruh wilayah Riau. Luasan tersebut menggambarkan besarnya potensi
ekonomis kelapa sawit, yang tentunya berpengaruh pula pada perekonomian
dan pola konsumsi masyarakat setempat.
Kebiasaan itu memunculkan masalah baru pada saat usia kelapa sawit tidak
lagi produktif. Kebutuhan replanting atau penanaman kembali lahan dengan
tanaman baru sulit dilakukan lantaran keterbatasan dana. Dana replanting
untuk satu hektar lahan berada di kisaran Rp 45 juta sampai Rp 50 juta. Dengan
rata-rata kebun rakyat seluas 4 hektar, berarti dibutuhkan dana segar hingga
Rp 200 juta. Perbankan yang diharapkan dapat menjawab kendala ini juga
tidak bisa optimal. Ketiadaan sertifikasi lahan menjadi penyebab terhambatnya
pengajuan kredit. Mayoritas lahan swadaya rakyat masih berstatus SKGR/girik
sehingga tidak bisa dijadikan agunan. Rentenir pun menjerat petani.
102
Komoditi Sapi | Metode Peningkatan Produksi
Di sisi lain, sapi pun punya cerita sendiri. Masyarakat Riau gemar mengonsumsi
daging sapi. Dipengaruhi budaya Minang yang terkenal dengan pangan berbahan
dasar daging sapi, ditambah daya beli yang memadai, daging menjadi salah
satu makanan favorit. Tingkat permintaan daging pun cukup tinggi. Sedangkan
produksi lokal Riau baru bisa menyuplai sekitar 30 persen. Selebihnya dipenuhi
dengan cara impor dari luar daerah maupun luar negeri. Harga daging sapi di
Riau pun relatif berfluktuasi.
Integrasi Sawit-Sapi
Cerita suram potensi ekonomi kelapa sawit yang belum optimal dan tingginya
kebutuhan daging sapi yang menyebabkan fluktuasi harga daging sapi,
sesungguhnya juga menyuguhkan sebuah solusi. Sapi dan kelapa sawit yang
sepintas tidak saling terkait, ternyata mampu menghasil keterkaitan yang saling
menguntungkan sekaligus mendorong kesejahteraan masyarakat. Lebih dari
itu, stabilitas perekonomian lokal pun terjaga. Adalah Kantor Perwakilan Bank
Indonesia Provinsi Riau yang menghadirkan solusi berupa sistem peternakan
sapi yang terintegrasi dengan perkebunan kelapa sawit.
103
II. Program Klaster Ketahanan Pangan
Ke depan, meski sistem integrasi ini sudah terbukti memberikan hasil positif,
namun tetap dibutuhkan sejumlah penyempurnaan. Penelitian lebih lanjut
diperlukan terkait dampak lain yang ditimbulkan sistem ini. Harus diakui, sistem
integrasi ini masih menyisakan risiko terkait keamanan pakan dan limbah, yang
jika tidak ditangani secara benar, bisa memunculkan masalah kesehatan. Bukan
hanya kesehatan bagi ternak, tapi juga kesehatan petani.
104
Komoditi Sapi | Metode Peningkatan Produksi
Selain masalah kesehatan yang mungkin muncul, komitmen dan kerja keras
petani juga masih perlu diuji. Pasalnya, dengan menerapkan sistem integrasi
kelapa sawit dan peternakan sapi, petani sudah memiliki dua sektor usaha
secara bersamaan. Pengelolaan keduanya tentu membutuhkan kemauan dan
keuletan petani. Tanpa ada perubahan perilaku petani, sistem ini bisa dibilang
sulit mencapai hasil yang maksimal. Bukan pengembangan usaha yang didapat,
tapi justru kegagalan di dua sektor usaha sekaligus.
Pada akhirnya, bukan hanya nilai tambah bagi petani yang terus menguat.
Sistem integrasi ini pun menjadi lebih sempurna sehingga bisa direplikasi,
diimplementasikan siapapun, di daerah manapun, dengan risiko minimal.
Dengan memperhatikan hasil serta dampak positifnya, secara tidak langsung
akan mendukung upaya-upaya pencapaian stabilitas harga untuk sejumlah
komoditas, demi menopang pertumbuhan positif perekonomian daerah. n
105
II. Program Klaster Ketahanan Pangan
106
Komoditi Sapi | Metode Peningkatan Produksi
Monitoring
Perkembangan Kelompok
Tani di Kabupaten Siak
tahun 2013.
Mesin Chopper
bantuan PSBI tahun
2013, sebagai alat
potong pelepah
sawit sebagai
bahan campuran
pakan ternak di
Kabupaten Siak.
107
II. PROGRAM Klaster
KETAHANAN PANGAN
3. Komoditi Bawang Merah
108
Komoditi Bawang Merah | Peningkatan Produksi
Situasi dan kondisi itulah yang mendorong Kantor Perwakilan Bank Indonesia
Cirebon berinisiatif melakukan pengembangan usaha mikro, kecil dan menengah
(UMKM) melalui pendekatan klaster bawang merah. Program ini dilakukan sejak
2011 melalui kerja sama dengan Koperasi Nusantara Jaya. Saat kerja sama terjalin,
jumlah anggota koperasi mencapai lebih dari 250 orang dengan wilayah meliputi
Kabupaten Cirebon sampai Kabupaten Brebes Jawa Tengah. Luas lahan anggota
koperasi sekitar 300 hektar.
Pendampingan
Dalam kerja sama ini dibuat program pendampingan bagi petani bawang merah.
Metode pendampingan dilakukan secara langsung baik dengan kelompok
petani klaster maupun petani secara individu. Pertemuan dilakukan tiga kali
dalam satu minggu untuk setiap kelompok atau petani klaster secara bergiliran.
Dimungkinkan pula waktu pendampingan dilakukan secara tidak terjadwal,
tergantung pada tingkat permasalahan yang dihadapi petani. Pendampingan
dilakukan langsung di lahan jika petani ada di sawah pagi hari. Juga dilakukan
langsung ke rumah petani. Hal ini bertujuan mempererat hubungan dan terjadi
pendekatan emosional yang lebih kuat antara pendamping dengan petani
klaster. Sehingga pengarahan dan bimbingan mudah diterima dan dilaksanakan.
109
II. Program Klaster Ketahanan Pangan
Peningkatan Produksi
Kesuksesan tersebut terus berlanjut sampai memasuki tahun 2013. Namun,
selama tahun ini, kondisi bawang merah di Kabupaten Cirebon mengalami
dinamika. Cuaca sepanjang tahun itu merupakan awal dari dinamika yang muncul.
Musim hujan sudah terjadi di awal tahun. Di beberapa daerah yang bersifat tadah
hujan mulai melakukan persiapan pengolahan lahan. Pada sekitar November-
Desember musim tanam terakhir dalam setahun dimulai. Saat memasuki musim
hujan dengan curah hujan tertinggi, sebagian petani beralih ke tanaman padi.
110
Komoditi Bawang Merah | Peningkatan Produksi
Kondisi tersebut tentu saja membutuhkan solusi tepat untuk tetap menjaga
keseimbangan antara ketersediaan bawang merah dengan permintaan pasar.
Pola penyimpanan yang efektif dan efisien pun dipastikan menjadi salah satu
solusi. Namun itu saja tentu tidak cukup. Kantor Perwakilan Bank Indonesia
Cirebon melihat ada solusi lain yang tak kalah penting untuk dilakukan, yaitu
peningkatan produksi. Solusi ini diyakini mampu menurunkan harga pokok
produksi per satuan luas lahan. Sedangkan cara yang dipilih untuk meningkatkan
produksi adalah dengan pemakaian bibit (benih) unggul. Cara inilah yang
lantas dipilih Kantor Perwakilan Bank Indonesia Cirebon sebagai kelanjutan dari
kegiatan pendampingan, penguatan lembaga serta akses pasar dan keuangan
yang sudah dilakukan di tahun-tahun sebelumnya.
111
II. Program Klaster Ketahanan Pangan
Konsistensi
Program pengembangan klaster bawang merah selama 2013 ternyata mendapat
sambutan hangat dari berbagai pihak. Ini terlihat dari banyaknya kerja sama
yang berhasil terjalin dengan pihak-pihak terkait, selain dengan Kementerian
Pertanian berupa bantuan coldstorage. Apalagi setelah area budidaya bawang
merah mengalami perluasan ke Kabupaten Majalengka. Koperasi Nusantara Jaya
melakukan asistensi berdiri dan terbentuknya Koperasi Tani San Agritama sebagai
wadah petani di Kabupaten Majalengka.
Tidak berhenti sampai di sini, Koperasi Nusantara Jaya juga bekerja sama
dengan Bank Bukopin, membuka cabang Gerai Swamitra, yang tak lain untuk
melayani kebutuhan permodalan petani bawang merah binaan. Sambutan
hangat juga datang dari luar Kabupaten Majalengka, bahkan dari luar Jawa.
Koperasi Nusantara Jaya menjalin kerjasama dengan Pemerintah Daerah
Kabupaten Kampar Provinsi Riau. Kerjasama ini terkait pengembangan area
baru sentra bawang merah di Riau.
Kunci sukses yang sama pastinya bakal diterapkan dan direplikasi Koperasi
Tani San Agritama, Kabupaten Kampar, Provinsi Riau, yang sudah menjalin
kerja sama dengan Koperasi Nusantara Jaya binaan Kantor Perwakilan Bank
Indonesia Cirebon. Harapannya tentu saja replikasi ini bakal lebih meluas lagi.
Bukan hanya untuk meningkatkan kesejahteraan petani bawang merah di
berbagai daerah, tapi lebih dari itu, bisa juga memperkuat sisi supply bawang
merah secara nasional. Muaranya, tentu saja, menekan kontribusi gejolak harga
bawang merah terhadap laju inflasi, daerah maupun nasional. n
112
Komoditi Bawang Merah | Peningkatan Produksi
Direktur Eksekutif
DPAU, Pimpinan
KPw BI Cirebon
dan Dewan
Bawang Merah
Nasional meninjau
persediaan bibit
bawang merah
di coldstorage
Koperasi Nusantara
Jaya Cirebon.
113
II. Program Klaster Ketahanan Pangan
Pelatihan budidaya
bawang merah
(Sekolah Lapang)
bertempat di Saung
Petani Kabupaten
Cirebon.
Aktivitas panen
bawang merah di
Desa Pangenan
Cirebon.
114
Komoditi Bawang Merah | Peningkatan Produksi
Bawang merah ‘impor’ dari Pulau Jawa itulah yang ditengarai jadi salah
satu penyumbang utama melonjaknya inflasi di provinsi berjuluk Bumi Tambun
Bungai (dwitungggal pahlawan masyarakat adat Dayak di Kalimantan Tengah).
Biaya pengiriman bawang merah dari Pulau Jawa, dalam kondisi normal saja,
sudah terbilang cukup mahal. Apalagi jika terjadi gelombang tinggi di laut,
serta kendala pada moda angkutan lain. Harga bawang merah pun jadi liar
dan tidak terkendali, yang secara langsung memicu lonjakan inflasi. Ditambah
ketidakmampuan kapasitas lokal memenuhi kebutuhan, Bawang merah pun
bercokol kuat di daftar penyumbang utama inflasi Provinsi Kalimantan Tengah.
115
II. Program Klaster Ketahanan Pangan
116
Komoditi Bawang Merah | Peningkatan Produksi
Decak kagum, acungan jempol, serta apresiasi dan pujian yang datang
secara nasional, juga tak hendak membuat Kantor Perwakilan Bank Indonesia
Provinsi Kalimantan Tengah terlena. Sembari tetap menggandeng BPTP
dan Dinas Pertanian setempat, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi
Kalimantan Tengah terus berupaya melakukan inovasi dalam beragam kegiatan
pengembangan komoditas bawang merah di lahan marjinal. Ini berjalan seiring
dengan cita-cita dan tujuan menjadikan Provinsi Kalimantan Tengah sebagai
pusat penangkaran dan pengembangan bawang merah.
Salah satu upayanya adalah dengan melakukan uji klinis terhadap tujuh
varietas bawang merah di Kelurahan Kerang Bangkirei, Kecamatan Sebangau,
Kota Palangka Raya. Hasil uji klinis tersebut akhirnya memunculkan lima dari
tujuh varietas bawang merah yang siap dibudidayakan dalam skala besar di
Provinsi Kalimantan Tengah. Kelima varietas itu adalah Sembrani, Maja Cipanas,
Bima Brebes, Manjung, dan Trisula. Kelimanya varietas tadi lolos dari parameter
daya tahan hidup, produktivitas dan adaptif sesuai dengan permintaan pasar.
Sinergi Kunci
Hasil uji klinis yang sama juga memperlihatkan beberapa varietas mampu
menghasilkan produksi panen cukup tinggi. Berdasarkan pengukuran hasil
panen, varietas Sembrani misalnya bisa menghasilkan sampai 24,4 ton per hektar.
Sedangkan varietas Bima Brebes mampu menghasilkan sebanyak 9,9 ton per
hektar, dan varietas Maja Cipanas menghasilkan 10,9 ton per hektar umbi kering
bawang merah. Hasil ini tentu saja cukup menggembirakan. Pasalnya, menurut
data Direktorat Jenderal Hortikultura, angka produktivitas tertinggi bawang
merah, sampai akhir 2012, ada di Provinsi Bali yaitu 11,31 ton per hektar dan
Provinsi Jawa Tengah sebanyak 10,66 ton per hektar.
117
II. Program Klaster Ketahanan Pangan
menjadi lokasi klaster yaitu Palangka Raya, Kapuas, Kotawaringin Timur, dan
Katingan. BPD Kalimantan Tengah dan BPTP Kalimantan Tengah juga turut andil
dalam sinergi pengembangan klaster bawang merah ini.
Bukan tidak mungkin pada suatu hari nanti mimpi Provinsi Kalimantan
Tengah bisa mensejajarkan diri, bahkan melampaui Pulau Jawa dalam memasok
bawang merah nasional bisa terwujud. Setidaknya, Provinsi Kalimantan Tengah
bisa memasok bawang merah untuk masyarakatnya sendiri dan tidak lagi
tergantung daerah lain. Saat ini saja bawang merah mulai merambah ke seluruh
pelosok Provinsi Kalimantan Tengah, yang diawali dengan tiga kabupaten
stakeholders klaster yaitu Kabupaten Katingan, Kabupaten Kotawaringin Timur,
dan Kabupaten Kapuas. Dampaknya tentu saja tidak hanya pada peningkatan
kesejahteraan para petani. Pemerintah daerah dan bank sentral pun bisa
ikut menikmati dengan berkurangnya tekanan inflasi dan meningkatnya
pertumbuhan ekonomi. n
118
Komoditi Bawang Merah | Peningkatan Produksi
119
II. Program Klaster Ketahanan Pangan
Harum bawang
merah mulai
melingkup di bumi
Kalimantan Tengah.
Petani Palangkaraya
dengan bangga
menunjukkan hasil
panen bawang
merah.
120
II. PROGRAM Klaster
KETAHANAN PANGAN
4. Komoditi Cabai Merah
121
II. Program Klaster Ketahanan Pangan
Cabai merah. Rasa pedasnya seperti makin terasa pedas, ketika ketersediaannya
di pasaran terganggu. Pasalnya, ketika pasokan di pasaran terganggu, harganya
pun jadi tidak terkendali sehingga memicu melonjaknya laju inflasi. Dalam
kondisi ini, ‘rasa pedas’ cabai merah jadi makin terasa lantaran sulitnya pasokan
serta mahalnya harga cabai merah. Begitu pedasnya sampai bisa membuat
perekonomian, regional maupun nasional, tersengal-sengal.
Klaster Cabai
Memperhatikan data, fakta, dan kondisi di pasar seperti itu, Kantor Perwakilan
Bank Indonesia Wilayah I (Sulawesi, Maluku dan Papua) merasa perlu turun
tangan, berkontribusi menekan risiko minimnya pasokan yang berdampak pada
terkereknya inflasi. Kontribusi tersebut kemudian dilakukan dengan berinisiatif
menggandeng Pemerintah Kabupaten Maros, untuk mengembangkan klaster
cabai di Kabupaten Maros. Klasterisasi dinilai penting supaya pengembangan
122
Komoditi Cabai Merah | Peningkatan Produksi (Metode Penanaman)
123
II. Program Klaster Ketahanan Pangan
124
Komoditi Cabai Merah | Peningkatan Produksi (Metode Penanaman)
5. Penguatan kelembagaan
dengan pembentukan
Lembaga Keuangan Mikro
Agribisnis (LKMA), yang
ditingkatkan statusnya menjadi
koperasi.
6. Pembukaan akses
pemasaran bagi Koperasi
LKMA ke supermarket
Hypermart.
125
II. Program Klaster Ketahanan Pangan
126
Komoditi Cabai Merah | Peningkatan Produksi (Metode Penanaman)
Praktek Sekolah
Lapang di
Kabupaten Maros,
Sulawesi Selatan.
Tanaman cabai
Kelompok tani
di Kecamatan
Tanralili.
Lahan percontohan
(demplot) Klaster
Cabai, Kabupaten
Maros, Sulawesi
Selatan.
127
II. Program Klaster Ketahanan Pangan
Lantaran itu pula cabai, termasuk cabai merah, menjadi komoditas yang
sangat dibutuhkan hampir semua orang dari berbagai lapisan masyarakat.
Kebutuhan cabai merah selalu meningkat seiring dengan pertumbuhan
penduduk. Kebutuhan cabai merah bahkan bisa melonjak sangat tinggi saat
menjelang hari besar keagamaan. Harga cabai merah pun selalu fluktuatif
sejalan dengan produktivitas dan ketersediaan cabai merah di pasaran.
Tidak mengherankan kalau cabai merah juga menjadi salah satu komoditas
unggulan nasional yang memiliki nilai ekonomis tinggi dan memberikan
andil signifikan terhadap inflasi, sehingga perlu dijaga sisi produksi maupun
distribusinya. Dan karena tanaman cabai merah tidak memerlukan persyaratan
tumbuh yang terlalu spesifik, secara umum budidaya bisa dilakukan di hampir
seluruh wilayah nusantara. Tak terkecuali di Provinsi Jawa Barat, yang sampai
saat ini memang tercatat sebagai salah satu produsen cabai merah terbesar di
Indonesia dengan sentra terbesar di Kabupaten Garut.
Meski begitu, produktivitas cabai merah di Provinsi Jawa Barat dinilai belum
optimal. Di banyak daerah di Provinsi Jawa Barat memang banyak ditemui
tanaman cabai. Tapi, kebanyakan petani cabai merah menerapkan sistem
tumpang sari. Dalam satu lahan ditanam sampai lebih dari lima komoditas
secara bersamaan. Misalnya menanam cabai bersamaan dengan kubis dan
tomat dalam satu lahan. “Petani di Jawa Barat menerapkan sistem tumpang
sari supaya pendapatan hasil produksi bisa diterima terus menerus sepanjang
tahun,” ungkap Trisna Insan Noor, akademisi dari Fakultas Pertanian Universitas
Padjadjaran. Situasi dan kondisi inilah yang ditengarai menyebabkan produksi
cabai merah Provinsi Jawa Barat belum optimal dibanding daerah lain.
128
Komoditi Cabai Merah | Peningkatan Produksi (Metode Penanaman)
tinggi. Kedekatan akses pasar ini ternyata juga belum dimaksimalkan petani.
Pasalnya kebanyakan petani cabai merah di provinsi ini lebih mengandalkan
pasar tradisional yang harganya sangat fluktuatif. Tingginya ketergantungan
terhadap single market orientation itu menyebabkan petani cenderung
berlomba-lomba menanam cabai saat harga tinggi. Namun setelah tiga bulan
masa tanam dan panen, harga cabai bisa dengan mudah dipermainkan. “Jadi,
sudah biasa kalau melihat ada pedagang cabai mendadak kaya, lalu tiba-tiba
jadi bangkrut,” ujar Asep Wahyu, pengurus Koperasi Pasar Induk Caringin.
Inisiatif Klaster
Fakta-fakta miris di lapangan itulah yang kemudian memotivasi Kantor Perwakilan
Bank Indonesia Wilayah VI berinisiatif menggulirkan program pengembangan
klaster cabai merah di Provinsi Jawa Barat. Program yang digulirkan pada 2011 ini
memilih Kabupaten Garut sebagai lokasi pengembangan klaster. Bukannya tanpa
alasan. Kabupaten Garut dipilih terutama karena menyimpan potensi produktivitas
cabai merah sangat besar. Apalagi Kabupaten Garut juga tercatat sebagai salah
satu kontributor besar produksi cabai Indonesia. Lokasi klaster sendiri ditentukan
meliputi 8 kecamatan di Kabupaten Garut, yaitu Wanaraja, Cilawu, Bayongbong,
Ceigedug, Cikajang, Cisurupan, Sukaresmi, dan Pasirwangi.
129
II. Program Klaster Ketahanan Pangan
Rumah Semai
Keadaaan tersebut tentu saja tidak bisa dibiarkan. Apalagi jika memperhatikan
dari tahun ke tahun minat petani menanam cabai merah dengan spesifikasi
dan standardisasi industri juga tak kunjung meningkat. Menghadapi situasi ini,
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah VI kembali berinisiatif menghadirkan
solusi berupa pembangunan Rumah Semai. Keberadaan Rumah Semai
diharapkan mampu mengikat sekaligus mendorong petani memproduksi cabai
merah sesuai spesifikasi dan standardisasi industri. Dalam pelaksanaannya
pengelola Rumah Semai akan memasok bibit cabai merah standar industri ke
petani. Dan sebagai syarat menerima bantuan bibit tersebut, petani penerima
wajib memasarkan dan menjual hasilnya ke PT Heinz ABC.
130
Komoditi Cabai Merah | Peningkatan Produksi (Metode Penanaman)
Kunci Sukses
Mengubah budaya petani di Kabupaten Garut yang cenderung individualis
memang tidak mudah. Maka selain bantuan terkait program pengembangan
klaster, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah VI juga melakukan
pendekatan sosio-kultur. Pertemuan-pertemuan kelompok di masing-masing
kecamatan dilakukan secara reguler guna mendekati dan menyelami secara
langsung petani yang terlibat. Dan dalam setiap pertemuan kerap diingatkan
kalau inti koperasi adalah semangat kebersamaan. Melalui pendekatan ini
anggota klaster diyakini mampu menekan ego-ego pribadi dan menumbuhkan
semangat kemandirian.
131
II. Program Klaster Ketahanan Pangan
132
Komoditi Cabai Merah | Peningkatan Produksi (Metode Penanaman)
Kepala Perwakilan BI
Wilayah VI, Bp. Dian
Ediana Rae seusai
meresmikan Pelatihan
Pengolahan Pasca Panen
Cabai Merah, di Klaster
Cabai Merah Cigedug –
Garut.
Peserta Pelatihan
Pengolahan Pasca
Panen Cabai
Merah.
133
II. Program Klaster Ketahanan Pangan
Cabai merupakan komoditas sayuran yang memiliki nilai ekonomis tinggi dan
mempunyai prospek pasar yang unik dan menarik. Salah satu keunikan komoditas
cabai adalah sifatnya yang tidak dapat disubstitusi atau diganti komoditas lainnya.
Indonesia sendiri sampai saat ini masih tercatat sebagai salah satu penghasil cabai
terbesar dunia. Data terakhir Kementerian Pertanian yang dilansir media massa
nasional menyebutkan produksi cabai secara nasional mencapai 855 ribu ton per
tahun. Sedangkan kebutuhan hanya sekitar 799 ribu ton. Ini berarti Indonesia bisa
menikmati surplus sampai sebesar 55 ribu ton per tahun.
134
Komoditi Cabai Merah | Peningkatan Produksi (Metode Penanaman)
terjadi. Kondisi serupa juga terjadi di Provinsi Jawa Timur. Banyak kalangan
mengakui, pada saat-saat tertentu khusus pada musim hujan, produksi cabai
kurang bagus. Akibatnya, pada saat-saat seperti itu produksi cabai kurang
bagus sehingga menjadikan produksinya pada masa tertentu kurang dari
kebutuhan atau konsumsi. Pada saat seperti ini pula gejolak dan fluktuasi harga
cabai sulit dihindari.
Menghadapi kenyataan seperti itu, maka salah satu solusi yang perlu
dilakukan adalah menjaga agar produksi cabe bisa merata sepanjang tahun,
sehingga tidak menimbulkan fluktuasi harga. Tingkat harga yang relatif stabil
sangat diperlukan guna menjaga iklim berusaha tani yang lebih menjanjikan,
tataniaga yang mantap maupun konsumsi yang stabil. Karena itu perlu kiranya
dilakukan perencanaan pengaturan tanam cabai merah pada periode tertentu
(off season) untuk memenuhi ketersediaan. Pengaturan seperti ini membuka
peluang untuk menghindari fluktuasi produksi dan harga tinggi.
135
II. Program Klaster Ketahanan Pangan
Database Kunci
Kendati tidak memiliki pedoman harga minimum, program inisiatif Kantor
Perwakilan Bank Indonesia Kediri tersebut tetap mampu membuahkan hasil
positif. Kegiatan penyusunan database pola tanam komoditas cabai memberikan
hasil berupa terciptanya rumusan prognosa rencana tanam bulanan sepanjang
tahun 2013. Prognosa ini diikuti juga dengan monitoring realisasinya setiap bulan.
136
Komoditi Cabai Merah | Peningkatan Produksi (Metode Penanaman)
Bergejolaknya harga cabai yang terjadi setiap tahunnya tidak lepas dari
faktor ketersediaan dan permintaan alias keseimbangan supply dan demand.
Kehadiran diversifikasi produk olahan berbahan cabai diharapkan mampu
menekan konsumsi cabai segar. Sedangkan pengaturan pola tanam dengan
Jadwal dan Kuota Tanam yang berbasis pada database tadi, diharapkan mampu
menjaga produksi cabai pada tingkat memadai sepanjang tahun. Pola tanam
komoditas cabai tidak lagi dilakukan secara musiman, tetapi benar-benar
terencana dan terukur produksi dan ketersediaannya sepanjang tahun. Fluktuasi
harga pun bisa dihindari. n
137
II. Program Klaster Ketahanan Pangan
Siapa tak suka cabai? Sebagian besar masyarakat Indonesia seperti tak bisa
terlepas dari bahan pangan yang satu ini. Cabai memang bukan bahan pangan
pokok. Tapi tingkat kebutuhan dan konsumsinya di masyarakat nyaris setara
dengan bahan pangan pokok. Kebiasaan masyarakat mengonsumsi cabai dan
makanan pedas, membuat permintaan cabai terus meninggi. Sebaliknya, karena
berbagai sebab, pasokan cabai di pasaran masih terbatas.
Lantaran itu pula, seperti bahan pangan pokok seperti beras, komoditas
cabai seolah enggan dipisahkan dari laju inflasi. Kebiasaan mengonsumsi
masakan pedas menjadi pendorong utama permintaan cabai yang cenderung
tinggi dan stabil. Hal ini yang membuat pergerakan harga cabai sering kali
memberikan dampak yang signifikan terhadap inflasi. Kebutuhan bahan
pangan termasuk cabai, hampir setiap tahun mengalami lonjakan harga. Bukan
hanya secara nasional tapi juga di sejumlah daerah.
Data hasil survei itu tentu saja tidak bisa dipandang sebelah mata. Pasalnya,
hasil survei tersebut cukup mencerminkan dampak biaya hidup tinggi terhadap
masyarakat berpenghasilan rendah. Biaya hidup yang tinggi, biasanya identik
dengan inflasi tinggi, terutama pada sembilan kebutuhan bahan pokok seperti
138
Komoditi Cabai Merah | Peningkatan Produksi (Metode Penanaman)
Sedangkan komoditas cabai yang dipilih dalam program ini adalah cabai
rawit, bukan cabai merah seperti di daerah lain. Pemilihan cabai rawit diputuskan
dengan mempertimbangkan jenis cabai yang banyak dikonsumsi masyarakat
Balikpapan adalah cabai rawit. Gagasan sinergi RPL ini akhirnya diformalkan
dalam bentuk nota kesepahaman dengan pihak-pihak terkait, pada April 2013,
tentang Rumah Pangan Lestari Balikpapan (RPLB).
139
II. Program Klaster Ketahanan Pangan
Pendamping Swadaya
Namun, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Balikpapan dan pihak lain yang
terkait, tak menyerah menghadapi kendala tersebut. Maka digelarlah sebuah
pertemuan secara reguler dengan anggota kelompok atau warga di setiap
kelurahan yang sudah menerima bantuan. Dalam pertemuan tersebut, warga
yang sudah mengikuti pelatihan bisa membantu meningkatkan pemahaman
tentang pentingnya RPL dan lahan produktif di sekitar rumah. Di sisi lain,
pertemuan menjadi solusi mengatasi karakteristik masyarakat perkotaan
tadi, secara tidak langsung juga mengatasi keterbatasan tenaga penyuluh
lapangan.
Sekali merengkuh dayung, dua tiga pulau terlampaui. Satu solusi berupa
pertemuan reguler mampu mengatasi kendala karakteristik masyarakat kota
dan keterbatasan penyuluh lapangan. Pelaksanaan program ketahanan pangan
dengan RPL pun membuahkan hasil. Masyarakat non-petani yang sebelumnya
tidak memiliki pengetahuan tentang budidaya komoditas pangan, jadi mulai
memahami teknik budidaya tanaman pangan khususnya cabai rawit. Bahkan
sudah pula mengarah menjadi pendamping swadaya di lingkungan masing-
masing.
140
Komoditi Cabai Merah | Peningkatan Produksi (Metode Penanaman)
141
II. Program Klaster Ketahanan Pangan
Gambaran tersebut setidaknya sesuai dengan situasi dan kondisi yang terjadi
di Provinsi Kalimantan Selatan, khusus untuk komoditas cabai. Di provinsi ini,
cabai merah besar boleh jadi salah satu komoditas pangan strategis lantaran
tingginya tingkat konsumsi masyarakat. Sementara itu, tingkat produksinya
belum mencukupi. Sehingga, Provinsi Kalimantan Selatan tercatat masih memiliki
ketergantungan dengan daerah lain. Upaya pemenuhan kebutuhan komoditas
cabai pun harus didatangkan dari luar daerah, terutama Pulau Jawa sebagai
daerah utama penghasil cabai.
Rumah Pasar
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kalimantan Selatan melihat, dalam
kondisi seperti itu, sesungguhnya terbuka peluang untuk mengembangkan
142
Komoditi Cabai Merah | Peningkatan Akses Pemasaran (Metode Pemasaran)
Bersamaan dengan itu ditetapkan pula beberapa sasaran program yang ingin
dicapai. Salah satunya adalah menciptakan sinergi program Pemerintah Kabupaten
Hulu Sungai Selatan dengan program Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi
Kalimantan Selatan terkait pemberdayaan sektor riil dan usaha mikro, kecil dan
menengah (UMKM) yang selaras dengan pengendalian laju inflasi. Sasaran lain
adalah mendorong akselerasi program pengembangan cabai merah besar
sesuai potensi dan kompetensi masyarakat. Selain itu juga menjadikan penguatan
kelembagaan kelompok petani, perbaikan mekanisme pasar, dan kegiatan terkait
dari hulu sampai hilir, sebagai sasaran program.
143
II. Program Klaster Ketahanan Pangan
Rumah Pasar juga merupakan kunci keberhasilan dan capaian positif tadi.
Saat ini, Rumah Pasar mampu menghadirkan sejumlah pelajaran berharga.
Dalam program ini, anggota gapoktan melakukan penanaman cabai secara
serentak dan menjual hasilnya bersama-sama ke Rumah Pasar, sehingga tingkat
harga lebih stabil. Fakta ini mendorong Pemerintah Kabupaten Hulu Sungai
Selatan, mulai 2012, mengeluarkan jadwal pola tanam sepanjang tahun bagi
petani. Hasilnya, harga terendah di tingkat petani selama 2012 mencapai Rp12
ribu per kilogram, dan pada 2013 naik menjadi Rp15 ribu per kilogram.
Sinergi dengan pihak dan instansi terkait merupakan pelajaran penting lain
yang bisa dipetik dari program Rumah Pasar. Penetapan jadwal pola tanam,
pemberian bantuan benih cabai merah besar, penyediaan sarana transportasi
144
Komoditi Cabai Merah | Peningkatan Akses Pemasaran (Metode Pemasaran)
dan distribusi penjualan ke daerah lain, jelas merupakan dukungan besar dan
sangat berarti. Sinergi dan dukungan tersebut menjadi semakin kuat ketika
Badan Pertanahan Nasional (BPN) turut berpartisipasi memberikan dukungan.
Salah satunya berupa sosialisasi sertifikasi serta pembuatan sertifikat lahan
Rumah Pasar dan lahan anggota gapoktan. Selama 2013, sertifikasi lahan
anggota Gapoktan Puspa mencapai 242 persil. Ini masih diperkuat lagi dengan
keikutsertaan PT BRI terkait pembiayaan anggota Gapoktan Puspa yang sampai
akhir 2013 realisasinya menyentuh sebesar Rp213 juta untuk 12 petani.
145
II. Program Klaster Ketahanan Pangan
Yogyakarta. Jika mendengar nama kota yang satu ini, biasanya langsung
terlintas dalam pikiran tentang kekayaan budaya tradisional khas Jawa. Mulai
dari batik sampai industri kerajinan kreatif yang berjajar di sepanjang jalan
Malioboro. Hal lain yang sering muncul dalam ingatan ketika mendengar nama
Yogyakarta adalah kekayaan obyek wisatanya, baik terkait alam maupun terkait
peninggalan bersejarah seperti Keraton Yogyakarta, Candi Borobudur dan Candi
Prambanan serta peninggalan sejarah lain. Mungkin juga langsung terlintas
dengan julukannya sebagai Kota Pendidikan. Bahkan, kuliner khas bernama
Gudeg rasanya sulit terlupakan bisa mendengar nama kota Yogyakarta.
Dengan kenyataan itu wajar kalau Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Daerah
Istimewa Yogyakarta, pada Juli 2013 melansir sektor sektor ekonomi yang
memiliki peranan terbesar dalam perekonomian provinsi ini pada triwulan II
2013 adalah sektor perdagangan, hotel dan restoran sebesar 20,75 persen,
diikuti sektor jasa-jasa sebesar 20,34 persen. Angka ini menjadi semakin
sesuai dengan posisi Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta yang sejak lama
memang menjadi daerah kunjungan wisata, baik wisatawan domestik maupun
mancanegara. Sedangan sumbangan sektor pertanian perekonomian hanya
sekitar 12,99 persen. Apalagi kalau berbicara kontribusi tanaman pangan
hortikultura, khususnya komoditas cabai.
Begitu pula dengan produksi cabai rawit segar dengan tangkai, yang pada
2012 mencapai sebanyak 2,32 ribu ton dengan luas panen cabai rawit seluas
0,71 ribu hektar, dan rata-rata produktivitas 3,28 ton per hektar. Dibandingkan
2011, terjadi kenaikan produksi sebesar 0,16 ribu ton (7,27 persen). Meski luas
panen mengalami penurunan sebanyak minus 38 hektar (minus 5,09 persen),
146
Komoditi Cabai Merah | Penguatan Kelembagaan (metode sekolah Lapang)
namun karena produktivitas mengalami kenaikan sebesar 0,38 ton per hektar
(13,04 persen) mengakibatkan produksi naik dibandingkan 2011. Data tersebut
jelas menggambarkan betapa cabai merupakan salah satu komoditas sayuran
yang mempunyai nilai ekonomis tinggi dan memberikan andil signifikan
terhadap perekonomian. Bahkan rasa cabai pun jadi terasa makin pedas ketika
harganya melambung mendorong inflasi.
Sekolah Lapang
Produksi cabai di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, baik cabai besar dan
rawit, sebetulnya cukup banyak. Terutama di beberapa daerah penghasil
di sekitar pesisir pantai seperti di Kulonprogo dan Bantul serta Sleman juga
Gunungkidul. Namun ternyata produksi cabai yang terus bertambah itu tidak
serta merta bisa menurunkan harga cabai. Sebaliknya harga terus melambung
tinggi lantaran memang masih memiliki ketergantungan dengan harga cabai di
daerah lain yang memang tinggi.
147
II. Program Klaster Ketahanan Pangan
148
Komoditi Cabai Merah | Penguatan Kelembagaan (metode sekolah Lapang)
Efisien
Pelaksanaan program Sekolah Lapang Pengendalian Hama Terpadu dan
penguatan pasar lelang inisiasi Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi
Daerah Istimewa Yogyakarta, ternyata bisa segera memperlihatkan hasil nyata.
Salah satunya adalah peningkatan produksi cabai dan diversifikasi turunan
berupa produk olahan cabai. Peningkatan produksi tersebut ditopang dengan
bertambahnya jumlah petani yang ikut menerapkan pengolahan cabai dan
peningkatan kompetensi dengan peneraan teknologi pengendalian hama di
luar musim tanam. Di sisi lain, kelembagaan petani terasa semakin kuat setelah
semakin terbukanya akses ke pembiayaan perbankan.
Pelajaran lain yang tidak kalah penting adalah ternyata bantuan teknis
saja tidak cukup. Dan karenanya, pendampingan yang terarah dan intensif,
dibarengi dengan bantuan investasi dinilai perlu dilakukan. Sedangkan aspek
kelembagaan yang sudah mulai menguat juga tetap perlu dikawal sehingga
benar-benar mampu meningkatkan daya tawar petani, baik terkait pengadaan
input maupun penjualan output.
149
II. Program Klaster Ketahanan Pangan
Lahan marjinal tidak bisa menghasilkan dan sulit digunakan sebagai lahan
tanaman pangan. Pandangan umum sebagian besar masyarakat memang
seperti itu. Tapi, apa yang terjadi di Tangkiling dan Kalampangan, Kota Palangka
Raya, Provinsi Kalimantan Tengah, boleh jadi bisa memberkan sudut pandang
berbeda.
150
Komoditi Cabai Merah | Penguatan Kelembagaan (metode sekolah Lapang)
Sekolah Lapang
Menghadapi permasalahan tersebut Kantor Perwakilan Bank Indonesia
Provinsi Kalimantan Tengah pun menggandeng Pemerintah Kota Palangka
Raya bersama mencari solusi. Sampai akhirnya memutuskan untuk melakukan
program terobosan berupa Sekolah Lapang Pengendalian Hama Terpadu
yang dibarengi dengan penguatan kelembagaan petani dalam bentuk
koperasi. Kerja sama ini kemudian dituangkan dalam nota kesepahaman
pada Juni 2012, yang melibatkan juga melibatkan Balai Pengkajian Teknologi
Pertanian (BPTP) Provinsi Kalimantan Tengah, Badan Pelaksana Penyuluhan
dan Ketahanan Pangan (BPPKP) Kota Palangka Raya dan Penyuluh Pertanian
sebagai pembina dan pendamping kegiatan di lapangan.
151
II. Program Klaster Ketahanan Pangan
produksi dari demplot sekolah lapang memang masih lebih rendah. Kendati
begitu, hal yang mungkin sulit dipungkiri adalah dalam demplot sekolah
lapang itulah kali pertama para petani menanam cabai dan dilakukan pada
musim hujan pula.
Hasil tersebut jelas tidak bisa dipandang sebelah mata. Apalagi jika
mengingat lokasi di mana program sekolah lapang diterapkan, sebagian besar
merupakan lahan marjinal. Maka, hasil positif dari sekolah lapang tersebut
tak ubahnya setitik harapan guna menyulap lahan marjinal menjadi lahan
produktif, khususnya terkait upaya ketahanan pangan pada komoditas cabai.
Sebuah capaian yang mungkin tidak terbayangkan sebelumnya, Kementerian
Pertanian mengapresiasinya dengan menggelar gerakan penanaman cabai di
lahan seluas 40 hektar di Kota Palangka Raya.
152
Komoditi Cabai Merah | Penguatan Kelembagaan (metode sekolah Lapang)
Motivasi
Keberhasilan terobosan bersama Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi
Kalimantan Tengah dan Pemerintah Kota Palangka Raya itu, sulit dibantah,
bisa dicapai antara lain dengan Sekolah Lapang Pengendalian Hama Terpadu.
Sebagai kunci keberhasilan, progam ini menghadirkan pula beberapa temuan
yang bisa dimanfaatkan terkait upaya kelanjutan dan penyempurnaan program.
Temuan berharga yang paling penting adalah lahan marjinal ternyata bukan
lagi hambatan untuk meningkatkan produksi tanaman hortikultura seperti
cabai merah.
Temuan lain yang tak kalah penting adalah peran besar dukungan aktif
dan dinamis dari seluruh stakeholders terkait tak ubahnya motor penggerak
program. Dukungan seperti ini jelas sangat dibutuhkan demi kelangsungan
pertanian cabai sehingga menjaga ketersediaan guna memenuhi permintaan
konsumen. Selanjutnya, program ketahanan pangan komoditas cabai yang
sudah diterapkan di lahan marjinal di Kota Palangka Raya bisa diselaraskan
dengan arah kebijakan pemerintah daerah setempat. Dengan penyelarasan
tersebut, bukan mustahil, pemerintah daerah tidak hanya menjadi katalisator
implementasi program di daerah, melainkan juga di level nasional. n
153
II. PROGRAM Klaster
KETAHANAN PANGAN
5. Komoditi Ayam Pedaging
154
Komoditi Ayam Pedaging | Peningkatan Produksi
Dalam usaha budidaya ayam ras pedaging, pakan dan bibit (DOC) merupakan
dua input utama yang mengambil porsi biaya paling besar. Pakan mengambil
porsi sekitar 62 persen dan DOC sekitar 15 persen dari total biaya. Kondisi ini
menyebabkan produksi ayam ras pedaging sangat bergantung pada kedua input
tersebut, baik terkait ketersediaan, harga, maupun kualitasnya. Selain itu, kondisi
kandang turut mempengaruhi Indeks Performa (IP) yang berkaitan langsung
dengan kualitas ayam ras pedaging.
Poultry Shop harus diakui memiliki peran yang sangat penting sebagai penyedia
sarana peternakan ayam meliputi DOC, pakan, obat-obatan dan perlengkapan.
155
II. Program Klaster Ketahanan Pangan
Semua Poultry Shop di Kabupaten Ciamis berfungsi sebagai peternak inti bagi
banyak peternak plasma dibawahnya. Jumlah Poultry Shop yang terdapat di
Kabupaten Ciamis dan Tasikmalaya tercatat sebanyak 45 Poultry Shop dengan
jumlah plasma sekitar 13 ribu orang, berdasarkan data dari Technical Service PT
Charoen Pokphand Indonesia, Tbk.
Kelengkapan sarana dan prasarana ternak dan produksi ayam ras pedaging
di atas, menjadikan Kabupaten Ciamis sebagai andalan Provinsi Jawa Barat
dalam pengembangan kawasan agribisnis. Melalui Keputusan Bupati No. 520/
Kpts.511-Huk/2007 tentang Penetapan Kawasan Agropolitan Kabupaten Ciamis,
Pemerintah Daerah Kabupaten Ciamis membentuk Kawasan Agropolitan di empat
kecamatan yaitu Kecamatan Panumbangan, Sukamantri, Panjalu, dan Cihaurbeuti.
Ayam ras pedaging juga termasuk salah satu komoditas yang dikembangkan.
Pada tahun 2009, produksi ayam ras pedaging Jawa Barat mencapai 365.573 ton
yang merupakan angka produksi tertinggi dibanding provinsi lain, menyumbang
33,18 persen dari produksi nasional. Kabupaten Ciamis merupakan produsen
ayam ras pedaging tertinggi kedua di Jawa Barat setelah Kabupaten Bogor.
Selain itu, komoditas ayam ras pedaging merupakan salah satu sumber
156
Komoditi Ayam Pedaging | Peningkatan Produksi
tekanan inflasi dengan fluktuasi harga yang tidak menentu. Pada tahun 2011,
fluktuasi harga ayam ras pedaging termasuk ke dalam tiga besar penyumbang
inflasi. Kantor Perwakilan Bank Indonesia Tasikmalaya juga mempunyai
tanggung jawab untuk mendukung sektor ini. Inilah yang kemudian mendasari
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Tasikmalaya memprakarsai bergulirnya
pengembangan klaster ayam ras pedaging.
157
II. Program Klaster Ketahanan Pangan
Revitalisasi
Keberhasilan-keberhasilan yang dicapai Kantor Perwakilan Bank Indonesia
Tasikmalaya dalam pengembangan klaster ayam ras pedaging, sejak awal
digulirkan, jelas bertumpu pada dua hal. Pertama penerapan Good Farming
Practice yang dimulai melalui pelatihan. Kedua, program revitalisasi kandang.
Keduanya semakin jelas menjadi kunci sukses jika memperhatikan capaian
pengembangan klaster selama 2013. Baik revitalisasi kandang dan Good
Farming Practice mampu mendongkrak Indeks Performa rata-rata 11,5 persen.
Peningkatan ini berpengaruh pula pada kesejahteran peternak.
Selain itu, kedua kunci sukses tadi juga menghadirkan multiplier effect
berupa keinginan peternak lain memperbaiki kandangnya. Dan secara riil
tercatat ada penambahan breeding farm dengan kapasitas 750 ribu ekor parent
stock dan 10 ribu ekor grand parent stock. Sedangkan terkait akses keuangan,
158
Komoditi Ayam Pedaging | Peningkatan Produksi
159
II. Program Klaster Ketahanan Pangan
Bimbingan teknis
mengenai “Teknik
Pengolahan Limbah
Kotoran Ternak”
menjadi Pupuk
Organik dan Bio-
security di Lingkungan
Peternakan.
160
II. PROGRAM Klaster
KETAHANAN PANGAN
6. Komoditi Perikanan Air Tawar
161
II. Program Klaster Ketahanan Pangan
Siapa tidak suka ikan? Bahan pangan tersebut dapat diolah menjadi berbagai
menu yang lezat dan bergizi. Harganya pun relatif lebih murah dan terjangkau
dibanding harga daging sapi dan ayam. Kendati begitu, ketika berbicara tentang
ketahanan pangan sebagai penopang pertumbuhan ekonomi nasional, komoditas
pangan yang satu ini justru sering terlewatkan. Ketahanan pangan lebih sering
dikaitkan, bahkan terfokus, pada komoditas pangan lain seperti daging sapi,
ayam, atau beras. Tiga komoditas pangan ini harus diakui memang memegang
peran penting dalam mencapai dan menyokong ketahanan pangan nasional.
Namun, ikan, khususnya ikan air tawar agaknya tidak bisa juga dipandang sebelah
mata. Bukan hanya di Indonesia tapi juga dunia.
Badan Pangan PBB, pada 2011 merilis kajian yang menyebut potensi usaha
ikan air tawar dunia akan semakin menggiurkan. Sampai 2021 nanti, konsumsi
ikan per kapita penduduk dunia bakal mencapai 19,6 kilogram per tahun.
Memang, sebagian besar konsumsi ikan saat ini masih dipasok hasil perikanan
tangkap atau ikan laut. Namun diramalkan pada 2018 akan terjadi pergeseran.
Produksi ikan air tawar diprediksi mampu melampaui produksi perikanan
tangkap. Bahkan tahun 2021 kebutuhan ikan air tawar bisa menyentuh angka
172 juta ton per tahun, naik lebih dari 15 persen dari kebutuhan rata-rata saat ini.
162
Komoditi Perikanan Air Tawar | Peningkatan Produksi
Produksi budidaya ikan kolam air tawar tercatat menyumbang 1,1 juta ton dengan
kenaikan sekitar 11 persen setiap tahun. Angka-angka itu cukup membuktikan
gairah mengembangkan usaha budidaya ikan air tawar sangat besar mengacu
pada meningkatnya permintaan pasar.
Permintaan pasar terhadap ikan air tawar boleh jadi sangat terasa. Bukan
hanya secara nasional tapi juga di daerah. Saat ini konsumsi ikan air tawar di
Daerah Istimewa Yogyakarta tercatat mencapai 90 ribu ton per tahun. Sedangkan
produksi komoditas pangan yang kini menjadi menu penting konsumsi masyarakat
Yogyakarta, hanya mencapai sebanyak 70 ribu ton per tahun. Kekurangan pasokan
ikan air tawar itulah yang kini ditutupi dari daerah lain. Padahal, Yogyakarta sendiri
sangat potensial untuk pengembangan budi daya ikan air tawar.
163
II. Program Klaster Ketahanan Pangan
sejumlah bantuan teknis yang juga terkait peningkatan kapasitas, mulai diberikan.
Misalnya pembuatan drainase dan fasilitas parkir di Pasar Ikan milik Kelompok.
Memasuki tahun kedua, kelompok Mina Kepis mendapatkan pelatihan teknik
budidaya, hatchery (pembenihan), teknis pembuatan produk olahan berbahan
baku ikan serta pelatihan pemasaran. Selain bantuan berupa pelatihan, Kantor
Perwakilan Bank Indonesia Daerah Istimewa Yogyakarta kembali memberikan
bantuan dana PSBI. Kali ini dana PSBI digunakan untuk pembuatan 20 kolam
penampungan, pasar ikan, dan outlet hasil pengolahan ikan berserta peralatan
produksi.
Seluruh pelatihan, bantuan teknis maupun fisik tersebut diarahkan pada sistem
operasional prosedur ‘Cara Budidaya Ikan dengan Baik’ (CBIB). Selain itu, sebagai
upaya pengembangan produksi, program juga mendorong terciptanya nilai
tambah produk. Terkait inilah, pada tahun ketiga (2013) pengembangan klaster
ikan air tawar diperluas. Bukan hanya petani ikan anggota Kelompok Mina Kepis,
melainkan mengajak pula ibu rumah tangga yang tergabung dalam Kelompok
Wanita Tani (KWT). Pemberdayaan wanita terkait program ini difokuskan pada
pembuatan produk pangan olahan dan cepat saji berbahan baku ikan air tawar.
Produk yang sudah dikembangkan antara lain abon lele, crispy babyfish, keripik
kulit lele, pasel, bakso goreng dan nugget. Semua produk olahan tersebut sudah
pula bersertifikasi Produk Industri Tumah Tangga (PIRT) dari Dinas Kesehatan
Kabupaten Sleman.
Program pengembangan klaster Ikan Mina Kepis tidak hanya terhenti pada
proses produksi dan penciptaan nilai tambah produk, tapi diikuti pula dengan
pembukaan akses pemasaran. Hasilnya, kini produk olahan yang dihasilkan sudah
bisa dipasarkan di minimarket. Selain itu, berkat pendampingan dan pelatihan
yang diberikan, ibu rumah tangga anggota KWT saat ini memiliki aktifitas yang
produktif dan tambahan penghasilan. “Kami sangat senang dan antusias. Saat ini
ibu-ibu KWT memiliki kegiatan produktif yang menghasilkan. Apalagi didukung
dengan bantuan teknis, peralatan produksi, dapur, bahkan showroom,” ungkap
Ketua KWT Mina Kepis, Sukiyanto bangga. Keberhasilan kelompok ini juga terlihat
dari banyaknya coverage (liputan) media, sehingga banyak orang datang melihat
dan membeli produk-produk Mina Kepis.
164
Komoditi Perikanan Air Tawar | Peningkatan Produksi
tandas Sukiyanto yang juga Ketua Kelompok Budidaya Ikan Mina Kepis.
Nilai Tambah
Namun, setelah program bergulir, kekurangan produk tersebut tidak lagi
didatangkan dari daerah lain, melainkan justru dari kelompok lain. Sedangkan
dari sisi harga dan kentungan produk Kelopok Mina Kepis cukup baik karena
165
II. Program Klaster Ketahanan Pangan
pembeli langsung datang ke pasar yang dimiliki kelompok. Lain kata, rantai
penjualan menjadi pendek. Pembeli juga menilai produk ikan kelompok memiliki
rasa lebih enak karena kualitas air bagus yang ditunjang dengan lokasi pasar yang
dekat dan tertata baik. “Kami senang datang ke sini, disamping untuk berbelanja
ikan juga untuk refreshing,” kata Mahmudi seorang pengunjung yang bersama
keluarga datang ke lokasi pasar milik kelompok.
Prestasi lain yang berhasil diraih Kelompok Mina Kepis ini antara lain
peningkatan status sebagai kelompok budidaya ikan air tawar kelas utama dari
Kementerian Perikanan dan Kelautan. Sedangkan KWT KPI Mina Kepis pada
2013 mendapatkan penghargaan dari Universitas Gadjah Mada (UGM) sebagai
juara favorit II pada lomba produk olahan ikan nasional. Tak kurang dari Menteri
Pertanian sendiri sudah menyempatkan secara khusus hadir dan mengumpulkan
kelompok budidaya ikan air tawar di Mina Kepis.
Sekarang ini Kelompok Mina Kepis menjadi acuan dan model bagi kelompok
budidaya ikan air tawar lain, baik dari Daerah Istimewa Yogyakarta maupun
kelompok dari luar Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.
166
Komoditi Perikanan Air Tawar | Peningkatan Produksi
Pelepasan ikan
indukan secara
simbolis oleh Sri
Sultan HB X pada
acara peresmian
Kolam Mina Kepis,
14 Maret 2013 di KPI
Air Tawar Mina Kepis,
Sleman.
Kegiatan produksi
olahan ikan air
tawar oleh anggota
Kelompok Wanita Tani
(KWT) Dusun Burikan
Yogyakarta.
167
III. PEnutup
168
III. PEnutup
169
III. PEnutup
170
III. PEnutup
171
Halaman ini
sengaja dikosongkan
172
173
174