Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Mendengar kata film, memang tidak asing lagi dikalangan anak, remaja, bahkan
orangtua. Hampir setiap harinya, film lebih banyak diminati untuk menghibur
seseorang dalam beristirahat setelah bekerja. Namun, semakin banyak perkembangan
yang dialami, budaya-budaya asing mulai mewarnai dunia perfilman Indonesia. hal ini
menimbulkan kecenderungan para peminat film terhadap filmfilm asli luar negeri,
seperti film Korea.
Dalam melawan perubahan yang menimbulkan kehilangannya budaya perfilman,
Indonesia semakin memperbanyak produksi film yang lebih cepat diterima dikalangan
masyarakat luas. Namun hal tersebut membawa penyimpangan budaya dalam
perfilman Indonesia. memasuki era globalisasi, penikmat film Indonesia mulai
mengalami kejenuhan terhadap budaya sendiri dan terpengaruh budaya-budaya asing
yang lebih populer dikalangan anak muda. Diawali oleh budaya-budaya tetangga,
hingga film-film Amerika yang memang sangat diminati karena kecanggihan
teknologinya. Hingga budaya Korea yang dimulai dari industri musiknya, melanda
Indonesia dengan film-film bahkan drama-drama yang tak kalah menarik untuk
ditonton.
Oleh karena itu, Indonesia memerlukan suatu kajian yang lebih mendalam tentang
aspek-aspek perfilman agar masyarakat tidak condong terhadap produksi luar negeri.
Namun untuk menarik pandangan masyarakat, hal tersebut membawa penyimpangan
budaya yang lebih mengarah kepada pornografi.
Kualitas film tidak hanya menunjukkan bagaimana film tersebut banyak diterima,
namun menunjukkan bagaimana makna film yang dapat memberikan manfaat bagi
masyarakat terutama pelajar. Karena hal tersebut, masyarakat mulai bosan dengan
menerima apa yang asal ada. Bila diperhatikan, kualitas film Korea memang
menimbulkan kesan imajinasi yang sangat luar biasa sehingga penikmat film
menyukainya.
Dengan masuknya film luar negeri, film Korea termasuk drama korea lebih
diminati karena kualitas, makna, dan style yang lebih mementingkan budaya negeri.
Hal tersebut menarik masyarakat, terutama kaum remaja yang dalam usianya memang
cenderung mengalami kejenuhan dan menuntut sesuatu yang baru. Dalam hal ini,
remaja telah terkena virus-virus Korea yang berdampak pada kehidupan mereka
terutama dalam belajar. Maka, penulis memutuskan untuk mengadakan suatu
penelitian mengenai Pengaruh Film Korea terhadap remaja. Di era globalisasi
sekarang, remaja dapat dengan mudah menyerap pengetahuan dari luar. Tak jarang
remaja membuka situs internet hanya untuk melihat atau membrowsing informasi dari
Korea termasuk episode-episode dalam film Korea.

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1
1.2.2
1.2.3
1.2.4
1.2.5

Bagaimana sejarah perkembangan film Korea?


Bagaimana perkembangan film Korea pada masa penjajahan Jepang?
Bagaimana jayanya film Korea?
Apa definisi remaja?
Apa pengaruh film Korea terhadap remaja?

1.3 Manfaat
1.3.1 Menambah pengetahuan/wawasan setiap pembaca tentang berbagai film di layar
kaca.
1.3.2 Dapat memberikan nilai-nilai positif yang dapat diambil dari berbagai tayangan
film di layar kaca.
1.3.3 Dapat dijadikan acuan orangtua dalam mendidik dan mengawasi anak-anaknya.
1.4 Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam karya tulis ini adalah metode pustaka dan metode
observasi yaitu dengan menggunakan indera.

BAB II
2

PEMBAHASAN
2.1 Sejarah Perkembangan Film Korea
Film Korea adalah film yang diproduksi oleh Korea. Film pertama yang dirilis di
Korea adalah film berjudul Righteous Revenge pada tahun 1919. Film ini merupakan
kombinasi drama dan pertunjukkan panggung. Film layar lebar pertama Korea dirilis
tahun 1923, berjudul Oath Under the Moon. Pada tahun 1926, seorang sutradara bernama
Na Un-gyu memproduksi film bisu berjudul Arirang yang mengisahkan protes melawan
penindasan Jepang. Film ini mendapat respon yang besar dari masyarakat dan menjadi
simbol perlawanan terhadap penjajahan Jepang.
Industri perfilman Asia berkembang secara dinamis, khususnya Korea Selatan
yang tak luput dari pembicaraan. Sinema Korea adalah salah satu industri perfilman Asia
yang mementingkan kualitas maupun kuantitasnya. Namun sungguh ironi disaat
perkembangan pesat tersebut, film-film mereka nyaris musnah akibat masa penjajahan
Jepang.
Untuk menemukan kembali film-film yang dianggap hilang berbagai usaha telah
dilakukan termasuk juga melakukan restorasi film-film yang rusak karena termakan oleh
waktu. Pada masa pendudukan Jepang, film-film Korea harus melewati otoritas
pengawasan badan sensor Jepang. Film-film yang bertema aman yang mampu lulus
sensor, seperti film-film melodrama dan sejarah, serta film-film propaganda Jepang. Akan
tetapi film-film yang dirasakan mengancam kependudukan Jepang akan dicekal dan
dimusnahkan.
2.2 Masa Pendudukan Jepang
Pada masa pendudukan Jepang, film pertama yang diproduksi adalah The
Righteous Revenge (Uirijeok Guto/1919). Film ini diistilahkan kino drama karena film
hanya berfungsi sebagai latar dalam pertunjukkan. Sedangkan salah satu film terpanjang
di Korea pertama adalah Chunhyang-Jeon (1922).
Pada tahun 1910 hingga tahun 1945, Korea pernah menjadi sebagian wilayah
kekaisaran Jepang. Keterlibatan Jepang bermula dengan perjanjian Ganghwa tahun1876
ketika Dinasti Joseon Korea dan meningkatnya serentetan pembunuhan Ratu
Myeongseong di tangan agen-agen Jepang pada tahun 1895. Lalu berpuncak dengan
perjanjian Aneksasi tahun 1910, yang kedua-duanya akhirnya dinyatakan batal dan tidak
sah oleh kedua belah pihak Jepang dan Korea Selatan) pada tahun 1965. Sepanjang
tempo ini, meskipun Jepang membangun jaringan jalan raya dan komunikasi modern,
kehidupan rakyat biasa Korea amat keras. Melalui filmnya yang berjudul Arirang, Na Unkyu sangat berperngaruh sebagai sutradara, yang melalui film tersebut merupakan bentuk
penolakan terhadap pendudukan Jepang yang menginspirasi para pembuat film lainnya
hingga otoritas Jepang kelak semakin memperkuat sensornya.

Setelah Jepang menginvasi Cina, film-film Korea berubah menjadi alat


propaganda Jepang. Hal itu menyebabkan berkurangnya film-film barat dan digantikan
oleh film-film Jepang. Tahun 1942, film berbahasa Korea dilarang diproduksi sama sekali.
Penjajahan Jepang terhadpa Korea berakhir dengan penyerahan Jepang kepada
blok sekutu pada tahun 1945 pada akhir perang dunia II. Semenanjung Korea kemudian
dibagi atas Korea Utara dan Selatan. Suasana kemerdekaan ini dicerminkan melalui film
yang berjudul Chayu Manse (Viva Freedom! 1946). Namun, setelah pemisahan wilayah
Utara-Selatan, industri film Korea mengalami masa-masa sulit akibat timbulnya perang
sipil selama 1950-1953.
2.3 Era Emas Industri Film Korea
Perang sipil melumpuhkan industri film di Korea dan sebagian peralatan produksi
yang mereka miliki musnah. Setelah gencatan senjata tahun1953, Presiden Korea Selatan,
Rhee Syngman membebaskan pajak film-film Korea guna membangkitkan kembali
industri film Korea. Dengan campur tangannya pihak asing dalam membantu memulihkan
industri film tersebut, akhirnya cinema Korea kembali bangkit ditandai dengan film
remake, Chunhyang-jeon arahan Lee Kyu-hwan.
Sejak pertengahan dekade 50an film-film Korea mulai mendapat perhatian
Internasional.industri film Koreapun mulai terpengaruh oleh gerakan neorealisme dan
mengangkat tema sosial pasca perang serta modernisasi. Aimless Bullet tercatat sebagai
film Korea pertama yang meraih penghargaan bergengsi dalam festival film Internasional.
Melihat industri film Korea yang berkembang tajam, pemerintah Korea berusaha
mengontrol dengan mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang membatasi produksi film
secara kuantitatif maupun substansial. Sensor film mulai bertambah ketat, terutama halhal yang terkait dengan padah komunisme serta amoral. Akibatnya film-film
propemerintah bermunculan yang kurang disukai publik. Namun, beberapa sineas muda
berbakat bermunculan pada periode kelam ini.
Setelah perang Korea pada tahun 1953, industri perfilman tumbuh dan menjadi
bisnis. Hingga pada masa 1953-1972 disebut-sebut sebagai Golden Age of Korean
Cinema, film-film merekapun diterima diberbagai festival dunia termasuk Cannes,
Chicago, Moscow, dan dibanyak kota lainnya. Pada tahun 2000, The Story of
Chunhyang, disutradarai oleh Im Kwon-Taek mampu bersaing hingga Canne Film
Festival. Sementara itu, beberapa film Korea yang sukses di rumahnya sendiri dan di
Asia juga akan dibuat lagi di Hollywood. Beberapa contoh film Korea tersebut adalah
The Lake House yang dibintangi oleh Keanu Reeves, My Sassy Girl yang dibintangi
oleh Ellisha Cuthbert.
Korea juga menjadi tuan rumah dibeberapa festival film internasional yang
diselenggarakan oleh pemerintah provinsi atau organisasi-organisasi swasta lainnya
seperti Pusan International Film Festival, Bucheon International Fantastic Film Fesvtival,
Jeonju International Film Festival. Adapun penghargaan bergengsi di Korea seperti Grand
Bell Awards, Blue Dragon Film Awards, Baek Sang Art Awards, dan Korea Film Awards.
2.4 Pengertian Remaja
4

Remaja adalah sebutan untuk seorang anak yang sedang mengikuti proses
pendidikan dan pembelajaran untuk mengembangkan dirinya. Dalam hal ini, remaja lebih
mudah terpengaruh oleh faktor lingkungan dimana dia mengekspresikan dirinya seharihari.
Pada umumnya, anak yang masih mencoba mencari jati dirinya kebanyakan
berasal dari kalangan pelajar. Berdasarkan Kamus Dewan Edisi Keempat, pelajar
bermaksud orang yang belajar (seperti murid sekolah, penuntut di maktab dan
sebagainya).
Dengan mengikuti setiap pelajaran secara formal, remaja mampu mengembangkan
dirinya dengan baik secara sosial, emosi, intelektual, bahasa, moral, dan kepribadian ke
arah positif. Namun, karena perbedaan perkembangan setiap anak, adakalanya remaja
tidak mampu berkembang secara positif.
2.5 Pengaruh Film Korea terhadap Remaja
Dimasa sekarang, remaja telah dilanda virus k-pop yang berkepanjangan. Dimulai
dari film-film Korea, hingga muncul musik-musik aliran Korea dan style-stylenya yang
sangat populer dibicarakan.
Sebelum film-film produksi Korea masuk ke Indonesia, film-film Taiwan telah
hadir di Indonesia. Hal tersebut sempat mengubah style Indonesia ke arah Chinesse.
Namun, keadaan tersebut berlangsung singkat ketika film-film Korea bermunculan
dengan stylenya yang lebih dianggap keren oleh remaja. Dengan tokoh-tokoh yang
mempunyai wajah yang tampan dan cantik, merupakan penyebab remaja menyukai film
Korea selain kisah yang menarik dari film tersebut.
Virus Korea mulai memuncak ketika film drama BBF atau yang biasa disebut
Boys Before Flowers ditayangkan di Indonesia. Selain kisah yang menarik, BBF juga
membawa aliran musik Korea yang juga merupakan penyebab terbesar masuknya musik
Korea di Indonesia.
Adakah sesuatu yang bermanfaat dari gelombang budaya pop Korea ini?
Masyarakat Indonesia setidaknya punya alternatif baru jenis tontonan. Hanya saja
sebaiknya kita meniru orang Cina yang pilih-pilih apa yang mereka tonton. Suatu film
yang bercerita tentang isu, budaya, sistem sosial, atau karakter orang yang memerlukan
apresiasi sebelum kita memetik suatu nilai darinya. Apresiasi tentang budaya Korea sangat
bermanfaat jika kita lebih memahami suatu permasalahan yang disuguhkan lewat film.
Sebagai contoh menonton film drama yang bertemakan politik seperti King Two
Heart lebih asyik jika tahu bagaimana kehidupan Korea Selatan yang berdampingan
dengan Korea Utara. Bagaimana usaha kedua pihak untuk menyatukan kembali
wilayahnya seperti zaman joseon. Dalam kisah yang ditampilkan dalam film, telah
menyimbolkan bagaimana bentuk protes masyarakat, usaha penyatuan yang masih ada,
dan berbagai sikap anarkis antar kedua belah pihak.
Namun tanpa tahu menahu tentang Korea sebelumnya, tidak disalahkan jika
menonton sinema Korea. Kita dapat mengetahui kehidupan bangsa, adat istiadat, dan
karakter orang-orang Korea. Dalam film yang bertemakan kekerasan, kita dapat saksikan
5

kekerasan sosial dalam masyakarat Korea sebagai akibat negara mereka dijajah Jepang
selama 35 tahun, perang saudara pada periode 1950-1953, periode diktator militer, dan
priode perang dingin dengan Korea Utara yang tak kunjung berakhir.
Melihat orang Korea berakting di berbagai macam tema film, ternyata banyak
sekali adegan yang menampilkan bagaimana orang Korea dengan emosinya dapat
menangis seperti alami. Dari adegan ini kita dapat menyimpulkan bagaimana karakter
orang Korea. Lee O-Young, mantan Menteri Kebudayaan Korea, mengatakan bukan orang
Korea kalau tidak bisa menangis. Meskipun suku Indian Sioux di Amerika terkenal
sebagai suku yang paling mudah menangis, namun tak ada yang dapat menandingi orang
Korea dalam hal menangis. Mungkin akibat lamanya mereka hidup dalam penderitaan
karena keterbatasan sumber daya alam, iklim yang keras, perang dan kediktatoran. Tidak
heran aktor dan artis Korea dapat berakting menangis secara alami.
Selain dampak dari film, salah satu budaya Korea yaitu Hallyu, ternyata menarik
minat pelajar Indonesia. Umumnya Hallyu memicu banyak orang-orang untuk
mempelajari bahasa Korea dan kebudayaan Korea.
Akibat dampak dari Hallyu menimbulkan efek negatif yang kian menjalar dan
secara kontinyu akan mengikis minat untuk mempelajari budaya sendiri. Remaja akan
lebih tertarik dengan budaya Korea. Sebagai contoh kursus bahasa Korea, makan
makanan Korea dan melupakan makanan tradisional Indonesia, begitu juga dengan
Hanbok atau pakaian tradisional Korea. Jika ini terus berlangsung, tentu akan
menimbulkan krisis identitas budaya.
Akibat negatif lainnya dari film-film Korea adalah dibidang pendidikan. Pelajar
kebanyakan adalah remaja yang sedang mengalami masa pubertasnya. Film Korea dapat
mengakibatkan adanya budaya Korea yang tak lazim dilakukan dari budaya Indonesia.
contohnya saja dalam adegan percintaan yang mungkin dianggap biasa menurut orangorang Korea namun tidak biasa bagi masyarakat Indonesia. hal ini memberikan dampak
negatif bagi pelajar Indonesia yang masih belum saatnya menonton film-film Korea yang
bertemakan percintaan. Hal ini juga menyangkut terhadap nilai-nilai disekolah para anak
remaja yang cenderung menurun jika terus menerus tak mau kelewatan menonton filmfilm Korea dan meninggalkan pelajarannya.
Seiring dengan film drama Korea, muncul pula dengan grup musik yang sangat
diminati di Korea atau boyband Korea. Hal ini sangat diminati oleh pelajar terutama
remaja, karena lebih menghias musik dengan tariannya yang bervariasi. Maka, untuk
menambah daya jual yang tinggi, industri musik Indonesia mulai mengembangkan
boyband Indonesia. Namun, hal tersebut cenderung lebih menurunkan kwalitas musik
Indonesia karena adanya lipsing yang dilakukan boyband, maupun girlband Indonesia.
Hal tersebut menyebabkan tidak adanya hal-hal positif yang diambil oleh pelajar
Indonesia. Jika masih terus berkepanjangan, pelajar Indonesia mungkin akan lebih tertarik
dalam mencapai segala sesuatu secara instan daripada kwalitasnya.
Dalam industri filmnya, ternyata mendukung Korea dalam hubungan diplomasinya
dengan negara-negara di ASEAN. Film dan musik Korea juga dapat mengubah persepsi
orang vietnam terhadap Korea yang menjadi sekutu Amerika Serikat waktu perang
Vietnam. Karena mempunyai daya jual yang tinggi, maka dimulai dari RCTI yang pada
6

awalnya menampilkan film Taiwan dan Jepang menjadi pelopor munculnya film Korea di
Indonesia.

BAB III
PENUTUP
7

3.1 Kesimpulan
Maraknya demam Korea pada remaja, dapat mempengaruhi pelajar-pelajar baik
dari segi positif, maupun negatif. Namun dalam hal pendidikan, remaja cenderung
terjebak dalam dampak negatif dari film-film Korea. Remaja cenderung lebih tertarik
dengan adegan-adegan yang baru baginya dari film Korea. Akan tetapi, budaya-budaya
Korea tentu saja memberikan kreatifitas bagi pelajar-pelajar remaja. Jadi, film-film Korea
memberikan dampak positif dan negatif bagi remaja. Namun, dalam penerapannya remaja
cenderung mengarah pada dampak negatif.
3.2 Saran
Berdasarkan kesimpulan dan keseluruhan karya tulis ini, beberapa saran yang
dapat dikutip adalah :
Remaja harus dapat membedakan setiap dampak yang merugikan dan
menguntungkan baginya.
Budaya Korea tampak lebih menarik dikalangan pelajar, namun adakalanya pelajar
remaja bersikap bijak dan lebih mencintai produk-produk Indonesia.
Sebagai generasi muda, remaja Indonesia dapat menjadikan film Korea sebagai
referensi untuk mengembangkan produk-produk Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai