Anda di halaman 1dari 3

Artikel 1

Dalam artikel yang berjudul “visual history the past in Pictures” ada seorang seniman lukis yang
menggambarkan seorang general Wolfe. wolfe telah menjadi pahlawan dari kemenangan militer
dan kematian tragisnya telah banyak diperingati melalui puisi, lagu, potret yang dilukis dan
dipahat, monumen peringatan, banyak cetakan, dan lukisan. Meskipun lukisan West tidak
menceritakan kisah baru, keakraban anekdot itulah yang mendorongnya untuk menggambarkan
subjek tersebut melalui lukisan itu west menceritakan kisah itu dengan cara baru.

Dalam artikel tersebut diterangkan bahwa Kematian Jenderal Wolfe memicu beberapa
kontroversi dan memicu kekaguman besar pada saat itu, terbukti menjadi kudeta besar bagi artis
tersebut. Mungkin yang paling signifikan, keragaman semacam itu mungkin telah berkontribusi
untuk menghasilkan bentuk-bentuk kesadaran historis baru daripada sekadar mewujudkan atau
mewakili yang sudah ada dalam budaya yang lebih luas pada umumnya. Penggambaran West
menjadi sensasi media tidak hanya karena isinya tetapi juga karena memberikan bentuk visi baru
tentang sejarah. Edgar Wind, yang menyarankan bahwa Barat telah meluncurkan ''revolusi dalam
lukisan sejarah'' dengan mengubah tidak hanya representasi dari protagonis dan peristiwa sejarah
tetapi juga cara masa lalu dapat dikonseptualisasikan, sehingga menandai pergeseran penting
dalam kesadaran historis. Kanvas West termasuk dalam genre seni yang mapan, lukisan sejarah.
Lukisan itu bukan hanya artefak sejarah dan penggambaran peristiwa sejarah; ini juga
merupakan artikulasi gagasan tentang masa lalu dan gagasan waktu serta agen untuk
menyampaikan konsep sejarah tertentu. Dengan kata lain, ini adalah sumber untuk studi tentang
sejarah representasi, masa lalu secara lebih umum, dan konsepsi historisitas (pastness) dan
temporalitas.

Dari penjelasan diatas disini saya berkomentar bahwa terdapat banyak penilaian hanya dalam
memvisualkan sebuah peristiwa atau fenomena. Hal itu seperti yang dilakukan oleh West.
Terutama untuk peristiwa sejarah ternyata tidak hanya bisa divisualkan melalui tulisan saja akan
tetapi lebih menarik jika divisualkan melalui sebuah gambar seperti yang dilakukan oleh west.
Ini merupakan jalan yang baru dalam menuliskan sebuah persitiwa sejarah yaitu melalui sebuah
gambar. Meskipun nantinya ketika sudah diciptakan akan mendapat penilaian yang berbeda dari
orang yang melihatnya. Pasti akan terdapat kontroversi, kritik pro dan kontra. Hal ini merupakan
sebuah kemakluman menurut saya karena di dalam tulisan pun juga demikian. Ini disebabkan
karena kita sama-sama tidak hidup pada masanya sehingga sangat sulit untuk menentukan
peristiwa yang benar-benar terjadi.

Artikel ke-2
Perkembangan media audio-visual di Indonesia pasca-Soeharto sangat dinamis. Seiring dengan
majunya teknologi dalam pembuatan film, hal ini juga ditandai dengan keragaman besar dalam
format, genre, dan gaya film, serta didukung oleh sejumlah diskusi dan aktivitas untuk
menentukan ide atau gagasan dalam membuat film. Segala jenis film dapat ditemukan di
bioskop, di pusat budaya dan di galeri, di klub bioskop di universitas, dan di tempat umum atau
pribadi lainnya. Produksi film independen Indonesia, dokumenter, film auteur, populer, serta
film gay dan lesbian hanyalah beberapa contoh dari apa yang dipamerkan. Hingga saat inipun
sudah banyak film yang di produksi oleh anak negeri dari berbagai genre yang ada.

Perkembangan juga berlaku bagi Televisi nasional yang juga dianimasikan oleh berbagai macam
program TV seperti sabun, program infotainment, acara permainan, dan reality show. Sekilas,
banyak film dan acara televisi Indonesia menggunakan gaya, genre, dan formula yang mirip
dengan yang ada di seluruh dunia. Dikarenakan proses globalisasi yang mengakibatkan
transformasi teknologi semakin maju dan saling terbukanya informasi di seluruh dunia.

Dalam pembuatan film memang memerlukan persiapan yang tidak sedikit. Mulai dari penemuan
ide, mengatur konsep cerita dan mengarahkan talent agar sesuai yang diharapakan di lapangan
berdasarkan konsep yang sudah di buat. Dalam persiapan itu juga perlu dilakukan survey tempat
untuk bisa menggambarkan film seperti yang sebenarnya. Hal yang harus diketahui dalam
pembuatan film memang harus sesuai dengan kondisi yang ada pada saat itu. Ini seperti yang
dialami oleh Produser film Sonny P. Sasono. Pada Minggu kedua Mei 1999, sebuah mobil van
kecil berkeliling Jawa Barat berburu lokasi syuting film Provokator (Provokator). Saat memasuki
Cigosong, sebuah desa di Kecamatan Majalengka, kendaraan tersebut diserang oleh massa yang
marah. Van tersebut diserang karena judul film telah ditulis dengan huruf besar di jendela van,
dan anggota masyarakat pedesaan mengira bahwa tim tersebut terdiri dari 'provokator' - sebuah
label yang diberikan kepada kekuatan tak dikenal yang telah memicu letusan kekerasan di negara
itu sejak pertengahan 1990-an. Untuk menyelamatkan diri, tim produksi, yang dipimpin oleh
produser film Sonny P. Sasono dan sutradaranya Mardali Syarief, dengan cepat menghapus kata
provokator dari jendela van.
Dari sini dapat disimpulkan bahwa dalam rangka untuk menarik minat dari orang lain biasanya
mobil yang dibawa oleh para crew film diberi dengan stiker atau logo dari judul film tersebut.
Dari permasalahan diatas adalah menampilkan label yang tidak pas sesuai dengan kondisi yang
ada di Negara tersebut. Label film juga berpengaruh terhadap menarik atau tidaknya sebuah film.

Film ternyata tidak hanya dapat digunakan sebagai media untuk bisa menghibur dan
menuangkan gagasan yang bisa diputar melalui gambar berjalan. Akan tetapi melalui film dapat
menjadi alat politik dan propaganda. Berkaitan mengenai sejarah, sebuah peristiwa sejarah dapat
divisualkan melalui sebuah film. Hal ini seperti yang selalui diputar pada jaman itu adalah film
G30S/PKI. Seperti yang kita ketahui bahwa persitiwa itu adalah persitiwa yang sangat bersejarah
dan tidak bisa dilupakan oleh masyarakat Indonesia. Sehingga dalam alat untuk melegitimasi
soeharto agar bisa menjabat seumur hidup adalah dengan cara memutar film tersebut sebagai
satu alat politik.
Akan menarik lagi jika sebuah persitiwa sejarah dapat divisualkan melalui film. Selain dapat
menjadi alat untuk hiburan film tersebut akan menjadi sebuah alat dokumen elektronik yang
menyeduhkan pengetahuan mengenai kesadaran nasionalisme dan dalam rangka menghargai
perjuangan pahlawan bangsa. Seperti saat ini banyak film yang menjadikan sejarah sebagai tema
dalam film tersebut. Misalnya saja Sultan Agung, Tjrokroaminoto, Soekarno, Bumi Manusia,
dan masih banyak lagi.
Tentunya dalam menyebar luaskan film banyak hal yang harus diperhatikan. Terutama dalam
menyajikan adegan film. Seperti yang kita ketahui Indonesia merupakan Negara yang memiliki
penduduk islam terbesar di dunia. Hal tersebut yang membuat film memiliki pengawasan yang
ketat terutama dalam adegannya. Sehingga film yang memiliki adegan yang tidak layak diputar
di layar lebar tidak akan ditayangkan atau disesnor. Untuk itu dibentuklah badan sensor film di
Indonesia. Film yang tidak lolos tidak bisa tayang. Hal lain yang bisa dilakukan untuk
mendistribusikan film adalah melalui pameran atau mengikuti festival film nasional. Bisa juga
dengan screening tour di seluruh wilayah di Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai