Anda di halaman 1dari 9

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang
Sejarah adalah kajian tentang masa lampau ,khususnya bagaimana kaitannya
dengan manusia. Manusia mempunyai salah satu sifat yang paling mendasar yaitu
berubah atau melakukan perubahan. Perubahan tersebut tentu mempengaruhi cara
hidup manusia beserta masyarakat sekitarnya sehingga terjadilah perubahan pola pikir
yang semakin maju.

Industri perfilman selalu berkembang dari tahun ke tahun. Meskipun kemunculan film
sebagai media artistik tidak didefinisikan dengan jelas,pemutaran publik komersial
sepuluh filim pendek Lumie`re bersaudara di Paris pada tanggal 28 Desemberr 1895
dapat dianggap sebagai terobosan filim sinematografi yang diproyeksikan.Ada hasil
sinematografi dan pemutaran sebelumnya oleh orang lain seperti Skladanowsky
bersaudara,yang menggunakan Bioscop buatan mereka sendiri untuk menampilkan
pertunjukan gambar bergerak pertama kepada penonton yang berbayar pada 1
November 1895 di Berlin,tetapi mereka tidak meiliki kualitas,dukungan finansial,
stamina atau keuntungan untuk menemukan momentum yang mendorong
sinematografi Lumi`ere menjadi sukses di seluruh dunia.
Segera perusahaan dan studio produksi filim didirikan di seluruh dunia.dekade pertama
film melihat film bergerak dari hal beru ke industi hiburan massal yang mapan yang
meningkatkan dalam bidang Ekonomi,Pendidikan,Kesenian dan Kebudayaan.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang masalah maka dapat dirumuskan suatu pokok masalah
yang kemudian disusun dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut
1.Bagaimana perkembangan Indusri filim di Dunia
2. Bagaimana keterkaitan antara sejarah film dengan kebudayaan
3. keterkaitan antara sejarah film dalam bidang Ekonomi
4. keterkaitan antara sejarah film dalam bidang pendidikan
5. keterkaitan antara sejarah film dalam bidang kesenian

1.3 Tujuan
Adapun tujuan dalam pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut:
- Untuk memenuhi nilai tugas mata kuliahSejarah Film.
- Untuk menambah wawasan tentang perkembangan industri Film dari tahun ketahun

1
-Untuk mengetahui hubungan antara sejarah filim dengan kebudayaan ,Ekonomi
,Pendidikan,dan Kesenian

BAB ll
2
PEMBAHASAN

2.1. Perkembangan Industri Filim Di Dunia

 Periode sebelum film Teknologi


film sebagian besar muncul dari perkembangan dan pencapaian di bidang proyeksi,
lensa, fotografi, dan optik.

Teknik awal yang melibatkan gambar bergerak atau proyeksi meliputi:


-Shadowgraphy (dalam praktik sejak zaman prasejarah)
- Kamera obscura (fenomena alam yang mungkin telah digunakan sebagai alat bantu
seni sejak zaman prasejarah)
- Wayang kulit (mungkin berasal sekitar 200 SM di Asia Tengah, India, Indonesia atau
Cina)
- Lampu sorot (dikembangkan pada 1650-an, didahului oleh beberapa proyektor
insidental)
- Perangkat animasi stroboskopik (fenakistoskop sejak 1833, zoetrope sejak 1866, flip
book sejak 1868)
Sepanjang sisa abad ke-19, para penemu mencoba untuk menggabungkan semua
teknik tersebut untuk menciptakan film.

 Periode 1878-1900
Terobosan besar datang dari Eadweard Muybridge pada 1878, yang
mendemonstrasikan kekuatan fotografi untuk menangkap gerakan lewat 16 foto
kuda yang sedang berlari.
16 rangkaian foto kuda yang terlihat hidup tersebut menjadi gambar bergerak
pertama di dunia, di mana saat itu belum tercipta kamera yang dapat merekam
gerakan dinamis.
Setelah memperkenalkan fonografnya pada 1877, Thomas Alva Edison tertarik
untuk menggabungkannya dengan temuan Muybridge. Ide Edison tersebut berhasil
melahirkan sebuah alat yang dinamai kinetoskop, alat menyerupai proyektor yang
dapat menampilkan gambar bergerak atau film.
Ketika inovasi kamera semakin berkembang, Louis dan Auguste Lumiere mencoba
mengambil gambar dengan cara bergerak pada 1895. Hasilnya adalah film pendek
berdurasi 46 detik berjudul Workers Leaving the Lumiere Factory. Karya Lumiere
Brothers tersebut diakui sebagai film komersial pertama di dunia yang kemudian
membuat banyak orang mengetahui adanya film. Beberapa tahun setelahnya, film-
film pendek dengan durasi sekitar 50 detik pun bermunculan.

3
Namun, film yang ditampilkan saat itu masih hitam-putih, tidak memiliki efek
audio, dan belum memiliki alur.
 Film Periode awal abad ke-20 hingga era digital
Memasuki abad ke-20, film mengalami perkembangan semakin pesat dan menjadi
salah satu hiburan yang diminati. Pada 1903, film berjudul The Great Train Robbery
yang berdurasi 12 menit telah disempurnakan dengan proses penyuntingan untuk
menghasilkan cerita yang lebih kompleks.
Beberapa tahun berikutnya, terdapat lebih banyak film yang memiliki narasi
daripada film dokumenter. Pada 1910-an, permintaan akan film dari masyarakat
semakin besar dan perusahaan film bermunculan di seluruh Amerika Serikat. Seiring
berjalannya waktu, perubahan yang signifikan terjadi pada film-film yang diproduksi.
Misalnya pada 1920-an, ketika efek audio mulai disinkronkan dan munculnya film
berwarna pada 1930-an. Pada 1970-an, film dapat direkam dengan videotape yang
memungkinkannya dijual secara massal. Memasuki abad ke-21, teknologi film digital
telah mendominasi dan sejak pertengahan 2010-an, sebagian besar film di seluruh
dunia direkam dan didistribusikan secara digital.

2.2 . Keterkaitan Antara Sejarah Film dengan Kebudayaan

Bila ingin melihat peradaban sebuah bangsa, lihatlah melalui film. Karena dari film itulah potret
sosial, budaya, seni, serta teknologi pada kurun waktu tertentu dapat disaksikan

Hubungan antara sejarah dengan budaya tidak bisa dipisahkan. Keduanya  ibarat dua sisi koin.
Sejarah adalah proses manusia mengenal lingkungan dari masa lalu untuk masa depan, lalu hasil dari
pengamatan tersebut menjadi budaya yang melekat pada para pelakunya.

Maka akan nampak aneh bila keduanya dipisahkan. Bagaimana mungkin ada hasil bila tidak ada
proses. Jadi perlu kiranya kita merenungkan sejenak akan apa yang ada disekitar kita. 

Pekerja film Indonesia telah menampillkan kekayaan budaya dan sejarah Indonesia dalam karya-
karyanya. Sejauhmana hubungan antar etnik para pekerja film sepanjang sejarah perfilman nasional

 Di antara kurun waktu itu ada film Harimau Tjampa, Roro Mendut, November 1928,
G30 S PKI, Putri Giok, Pengantin Pantai Biru, hingga Ada Apa dengan Cinta Judul-judul film
cerita di atas diangkat mencerminkan peristiwa sosial, baik budaya dan sejarah. ”Film yang
dibuat Teguh Karya, November 1828, bisa dikatakan film yang menampilkan kondisi
perjuangan perlawanan Pangeran Diponegoro. Orang yang sama, Teguh Karya, menuangkan
pandangan masyarakat Indonesia mengenai sosok wanita Jawa sekaligus ibu dalam tatanan
sosial di Indonesia lewat film Ibunda.cerita hubungan antar ras di Indonesia yang tertuang
dalam film Putri Giok, dan sejarah kelam bangsa Indonesia melalui film G30S PKI

4
Apa yang telah ada di tengah kita pasti punya awalan dan maksudnya
tersendiri. Peninggalan itu bisa berupa barang, gagasan, maupun kearifan yang telah
mengalami perkembangan zaman dari generasi ke generasi.

Lalu ada persepsi salah kaprah yang terlanjur melekat pada masyarakat
modern. Dimana budaya selalu identik dengan seni tari maupun karya lukis semata.
Padahal budaya itu memiliki makna yang luas dan berkembang menyesuaikan
keadaan. Budaya memiliki arti bagi yang mau menekuninya. Maka coba kita pahami
dulu makna kata dari budaya itu sendiri kawan.

2.3 . Keterkaitan Antara Sejarah Film dengan EKONOMI

Kebijakan perfilman yang diterapkan negara mempengaruhi perkembangan industri


perfilman di negara tersebut. Untuk mengetahui bagaimana kebijakan perfilman
mempengaruhi perkembangan industri perfilman di suatu negara dapat diketahui
antara lain dengan cara melakukan studi sejarah. Karena itu, perlu dilakukan studi
sejarah untuk untuk mengetahui sejarah perkembangan perfilman Indonesia.
Sejarah perkembangan perfilman tersebut ditelaah dengan konsep-konsep terkait
dengan industri budaya. Dari hasil telaah diharapkan dapat diketahui kebijakan yang
dapat mendorong perkembangan industri perfilman Indonesia. Dari hasil telaah
diketahui sejumlah kebijakan yang diharapkan dapat mendukung perkembangan
perfilman Indonesia. Kebijakan tersebut meliputi tahapan produksi dengan
memberikan dukungan maksimal bagi tumbuh berkembangnya sekolah film,
membantu permodalan dengan sistem fund to funds, memperbaiki kebijakan sensor
yang mempertimbangkan proses produksi film, mendorong adanya kebijakan yang
memungkinkan tumbuh berkembangnya konsep bioskop komunitas, mendukung
promosi film Indonesia dengan melibatkan berbagai komponen pemerintahan
lainnya dibawah koordinasi Badan Ekonomi Kreatif, dan menumbuhkembangkan
kebanggaan pada film Indonesia melalui strategi ekspansi budaya

2.4. . Keterkaitan Antara Sejarah Film dengan Pendidikan

film sejarah sebagai media dalam mengembangkan literasi di era digital. Berdasarkan data
UNESCO (2015), minat baca masyarakat Indonesia sangat memprihatinkan, Indonesia
dinyatakan berada pada posisi ke-60 dari 61 negara dalam hal minat membaca. Rendahnya
minat membaca ini membuat  Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan  mengembangkan
gerakan literasi sekolah (GLS) yang bertujuan untuk membiasakan dan memotivasi siswa 
untuk mau membaca dan menulis. Tapi Gerakan Literasi Sekolah ini bukan solusi yang tepat
untuk mata pelajaran sejarah. sejarah identik dengan cerita dari peristiwa masa lalu dan 

5
membuat siswa mudah bosan, kurang menarik jika hanya fokus dengan membaca buku.
Oleh sebab itu dalam pembelajaran sejarah diperlukan rangsangan dan pemikiran yang
tinggi untuk menghadirkan sejarah, salah satu solusi yang paling tepat adalah dengan
menggunakan konsep literasi digital. Konsep literasi itu sendiri terus berkembang dan
terbagi  termasuk literasi digital.  Mengembangkan literasi di era digital untuk mata
pelajaran sejarah bisa memanfaatkan film sejarah  sebagai media pembelajaran. Film
dianggap sebagai komunikator yang efektif, membangkitkan emosi dan merangsang
perasaan siswa. Film dapat digunakan oleh pendidik untuk membantu siswa
mengembangkan keterampilan dan latihan dalam mengembangkan literasi sejarah. Dengan
demikian menggunakan film dalam pembelajaran sejarah diharapkan siswa memiliki
keterkaitan terhadap peristiwa sejarah serta mampu mengembangkan literasi siswa.

2.5. Keterkaitan Antara Sejarah Film dengan Bidang Kesenian

"Dalam kehidupan kita hari-hari ini, berbagai pendapat yang mempertentangkan


praksis sains dan teknologi secara bipolar masih sering terdengar. Sudah tentu,
diskursus tersebut tidak mungkin muncul tanpa sejarah. Salah satu sebabnya,
boleh jadi ialah karena pemahaman umum tentang teknologi-sebagai perpanjangan
tangan dari sains modern-yang dianggap selalu berurusan dengan kepastian
rasional dan serba keterukuran dalam logika positivisme. Sedangkan seni atau
lebih khusus lagi , seni rupa modern, umumnya dilihat sebagai praksis filosofis
yang justru identik dengan berbagai ketidakpastian, penafsiran personal dan
subyektifitas. Pertentangan bipolar itu juga terkait dengan pandangan khalayak
yang di satu sisi memahami teknologi sebagai perwujudan nyata dari cita-cita
kemajuan peradaban modern secara konkrit, berdampak pada kehidupan manusia.
Sementara di sisi lain, melihat seni sebagai aktualisasi pengalaman batin, intuisi,
dunia pra-reflektif manusia dan khasanah rasawi yang tak terjamah". Demikian
paparan dari Agung Hujatkajennong pada diskusi yang berlangsung dalam rangka
pameran "Video Sculpture di Jerman Sejak 1963" di ITB, 9 Juni lalu. Pendapat-
pendapat tersebut memang tidak sepenuhnya keliru melihat pemisahan yang
secara sadar atau tidak memang dilakukan oleh para pelaku teknologi dan seni
tersebut. Pemisahan ini tidak terlepas dari ambisi manusia sendiri untuk mengejar
modernitas, menciptakan spesialisasi dalam bidang-bidang kehidupan manusia
demi terwujudnya praktik dan disiplin keilmuan yang otonom. Sejarah sendiri
mencatat bagaimana pada paruh pertama abad 20, kedua bidang tersebut telah
menghasilkan puncak-puncak penemuan dalam kebudayaan modern, dimana
eksperimentasi dan riset menjadi tulang punggung dalam pencapaian
kesejahteraan manusia. Namun berbagai penemuan tersebut semakin

6
memisahkan seni dan teknologi di masa itu hingga menjangkau dalam tataran
konsep. Keterkaitan antara keduanya hanya samar-samar terlihat dalam hal
keinginan untuk terus menemukan sesuatu yang baru. Tetapi dalam dekade 60-an,
terjadi perubahan mendasar dalam konsep tersebut. Kehadiran genre video art
mempertemukan dua perangkat tersebut yang bagai dua sisi mata uang logam.
Memang tidak bisa dipungkiri kehadiran kamera, film, dan video telah menciptakan
sintesa antara dunia imaji dalam seni dengan perangkat teknologi reproduksi
mekanik. Kelahiran fotografi dan sinema telah membawa perubahan besar dalam
kebudayaan manusia. Sebuah pendobrakan terhadap tataran konsep pemisahan
seni dan teknologi. Menanggapi berkembangnya video art, Agung menjelaskan
bahwa seni yang hadir lewat teknologi video memiliki ciri unik sendiri. Secara
sejarah, karya-karya dalam video art menuntut kita untuk mendefinisikan kembali
model persepsi estetik secara baru karena karakter-karakter inheren medium video
yang khusus membedakan dengan seni lukis, tari, teater, bahkan sinema sekalipun.
Video merupakan rangkaian citra bergerak dan suara yang terikat dengan waktu
berbeda dengan lukisan. Karya-karya purwarupa video art juga mendeskontruksi
konvensi narasi dan pola yang penting hadir dalam sinema/film. Ketika fotografi
dan film/sinema hadir sebagai kebaruan dari teknologi dan seni, video art justru
lahir dari kecurigaan dan kritisme terhadap seni dan teknologi. Salah satu
fenomena yang menjadi kritik terhadap seni dan teknologi adalah televisi. Televisi
yang hadir dalam dekade 60-an, menjadi sebuah jarkon teknologi informasi yang
sangat agresif. Kebutuhan akan televisi telah memicu lahirnya sistem komunikasi
yang baru. Sistem komunikasi ini yang mampu mendorong perubahan sosial,
politik, ekonomi secara besar-besaran dalam kehidupan manusia. Sejak pertama
kali televisi ditemukan telah menjadi alat yang efektif untuk menyebarkan hiburan,
informasi, pendapat bahkan ideologi yang terselubung. Kritik yang sama terhadap
budaya TV dan budaya tontonan juga ditampilkan dalam pameran video art bulan
ini. Video art yang hadir dalam bentuk kritisme terhadap seni dan teknologi
disajikan dalam bentuk berbeda. Dimana seni dan peralatan teknologi sendiri
digunakan untuk menggambarkan kritik tersebut. Sejak berkembangnya video art
sampai sekarang, penggunaan perangkat teknologi terbaru juga menyertai setiap
karya yang hadir. Video art hadir dalam berbagai bentuk teknologi visual yang
secara konseptual seiring dengan diskursus yang berkembang dalam praksis seni
rupa. Terlepas dari kehadiran video art sebagai bentuk kritik, teknologi dan seni
memang berada dalam sebuah konteks sama mengusung pada kemajuan budaya
manusia. Pada tataran tertentu video art memang merupakan sinergi paling
menguntungkan antara seni dan teknologi. Di satu sisi, penemuan-penemuan
teknologi telah menyumbangkan sistem bahasa yang baru bagi seni, sehingga

7
perkembangan seni tidak mandeg dengan kanon-kanon yang klasik seperti seni
lukis dan seni patung saja. Perkembangan arus informasi dan makin gemerlapnya
dunia dengan teknologi, seharusnya dilengkapi dengan keterlibatan seni dalam
perkenalan dengan manusia. Seni sebagai sebuah imaji batin yang mampu dirasa
bersanding dengan penerapan teknologi yang agresif. Dengan tujuan yang sama
untuk memajukan budaya manusia sekaligus mensejahterakannya. Diakhir diskusi
tersebut, Agung menyampaikan, proses-proses kreatif yang hadir dari seni,
seharusnya bisa menjadi stimulan yang baik bagi para saintis/teknokrat dan
seniman di Indonesia untuk lebih memahami proses perubahan budaya di
masyarakat berkaitan dengan adaptasi dan aplikasi seni dan teknologi. Kolaborasi
di antara pihak-pihak tersebut akan mengembalikan praksis seni dan teknologi
pada fitrahnya sebagai techne.

8
9

Anda mungkin juga menyukai