Anda di halaman 1dari 87

Bab III

Film Indonesia dari Masa ke Masa

Mengapa industri film di Indonesia tak sedahsyat


perkembangan industri film di negara lain? Apa yang terjadi dengan
industri film di Indonesia? Semua itu pasti ada alasannya. Penting
untuk menengok ke belakang, belajar dari sejarah bagaimana industri
perfilman mulai muncul hingga perkembangannya pada saat ini.
Tanpa trayektori yang jelas, sulit untuk mengungkap apa yang terjadi
dengan industri film nasional.
Tanpa pemikiran kritis atas sejarah perkembangannya, film
bisa menjadi alat untuk memanipulasi massa bahkan proses
pembodohan secara kolektif. Sejarah menunjukkan film tumbuh
sebagai kebutuhan kaum urban yang terbentuk dari kolonialisme dan
perubahan-perubahan dalam masyarakat. Film di satu sisi, merupakan
fenomena internasionalisasi dan perluasan wawasan, namun di sisi
lain, dalam rangka pencarian identitas-etnis-politis-religius film
dianggap sebagai sebuah ancaman (Sugiharto, B. dalam Nugroho, G.,
dan Herlina, D., 2015).
Film sebagai salah satu media massa memiliki power yang
serius, dan merupakan industri yang tetap bertahan dan bahkan
makin berkembang melebarkan pangsa pasarnya, pasca krisis 1998 di
Indonesia. Beberapa mass media bahkan menerima pendapatan dua
kali lipat selama periode krisis tersebut (Hill, 2007, dalam Heryanto,
A., 2014). Melalui sebuah penelitian, ditemukan bahwa 90%
penonton Indonesia menghabiskan sebagian besar waktunya di depan
televisi untuk menonton hiburan, opera sabun (sinetron), film, dan
reality show; seperti dikutip sebagai berikut:
―over 90% of Indonesians (over 10 years old) account
watching televisions as one of their main social and cultural
activities... between 60 to 80 percent of the content on
commercial televisions consists of entertainment such as
67
Paradoks dan Manajemen Kreativitas dalam Industri Film Indonesia

soap operas, movies, infotainment, and reality shows, for


which viewers spent the largest portion of their watching
time...‖ (Lim, 2011, dalam Heryanto, A., 2014:10)
Bagi para insan perfilman, film memberikan ruang
berekspresi, menuangkan karya-karya indah dan inspirasi mereka.
Bagi seorang Garin Nugroho misalnya, film seperti makanan yang
harus dicoba dengan berbagai ―rasa‖, film adalah media untuk belajar.
Sedangkan bagi Sheila Timothy, movie producer muda, film adalah
media mass-art yang sekaligus personal. Di samping itu, film juga
merupakan media berekspresi dengan begitu banyak creative chain
yang menantang.
Untuk memahami secara runut sejarah perfilman di Indonesia,
berikut ini akan diuraikan perkembangan film Indonesia ke dalam dua
tahapan yaitu ; (i) film Indonesia Sebelum Reformasi –dibagi lagi ke
dalam tiga periode yaitu era Penjajahan, era Orde Lama, dan era Orde
Baru --, serta (ii) film Indonesia sesudah/Pasca Reformasi, sesuai data
sekunder berupa catatan perfilman di buku-buku dan website tentang
film Indonesia yang ditemukan.

Sejarah Film Indonesia


Film Indonesia Sebelum Reformasi
Era Penjajahan (1900-1945)
Indonesia yang dikenal sebagai Hindia Belanda adalah negara
jajahan yang menjadi tujuan berbagai negara kolonial pada periode
1500-an. Pembangunan jaringan transportasi kereta api di Jawa sekitar
tahun 1850 sejalan dengan dinamika industri dan turisme yang
tumbuh di dunia, mempermudah digelarnya berbagai seni
pertunjukan tradisional seperti ludruk, wayang orang, dan komedi
stamboel. Keberadaan kereta api mendorong pertumbuhan komedi
stamboel untuk bisa berkeliling di Jawa, maka lahirlah perkumpulan-
perkumpulan lain seperti Opera Srie Pertama, Opera Bangsawan,dan
Indra Bangsawan. Sejarah seni pertunjukan Indonesia sesungguhnya

68
Film Indonesia dari Masa ke Masa

merupakan sebuah pertemuan muktikultur yang dipengaruhi oleh


beragam prospektif.
Sebelum muncul film bisu di tanah air, bentuk seni yang
muncul secara tradisional mula-mula di tanah Jawa adalah wayang
kulit, bahkan ketika film bisu mulai hadir pertama kali musik
pengiring di bioskop dari wayang kulit tetap dipentaskan. Pada akhir
abad ke-19 wayang orang mulai dipertontonkan di luar istana. Adalah
seorang patron seni Tionghoa bernama Gam Kan di Surakarta yang
memiliki hubungan dekat dengan Mangku Negara V. Pada saat itu
(1885) raja memberikan izin pertunjukan wayang wong di luar istana
pada 1885. Gam Kan menunjukkan sejarah kewirausahaan etnis
Tionghoa di tengah perubahan yang melahirkan peluang baru dalam
hal industrialisasi seni. Hal ini muncul bersamaan dengan
internasionalisasi yang datang membawa banyak bentuk seni
pertunjukan baru berikut cara menontonnya, mendistribusikan,
menuturkan, serta teknologinya (Nugroho, G., dan Herlina, D., 2015).
Tumbuhnya elemen-elemen modern melalui pendidikan,
industri, perkenalan dengan budaya Barat di kalangan elite kraton
memunculkan demokratisasi atau desakralisasi kesenian Jawa yang
sebelumnya tidak bisa tampil di luar keraton. Sebuah kekagetan
budaya menghadapi moderenisasi yang datang dalam beragam
bentuknya, dari kereta api, telepon hingga berbagai seni lainnya.
Istilah ―gambar idoep‖ menunjukan kehebohan di tengah hadirnya
peradaban baru. Film cerita pertama kali dikenal di Indonesia pada
tahun 1905 yang diimpor dari Amerika. Film-film impor ini berubah
judul ke dalam bahasa Melayu. Film cerita impor ini cukup laku di
Indonesia. Jumlah penonton dan bioskop pun meningkat. Daya tarik
tontonan baru ini ternyata mengagumkan.
Di Indonesia, film pertama kali diperkenalkan pada tanggal 5
Desember 1900 di Batavia (Jakarta). Pada masa itu film disebut
―Gambar Idoep‖. Pertunjukkan film pertama digelar di Tanah Abang,
sebuah film dokumenter yang menggambarkan perjalanan Ratu dan
Raja Belanda di Den Haag. Pertunjukan pertama ini kurang sukses
karena harga karcisnya dianggap terlalu mahal. Sehingga pada 1

69
Paradoks dan Manajemen Kreativitas dalam Industri Film Indonesia

Januari 1901, harga karcis dikurangi hingga 75% untuk merangsang


minat penonton. (http://filmindonesia.org, diunduh tanggal 19 April
2015)
Personifikasi manusia Eropa dalam film-film tersebut
menimbulkan banyak kritik dari orang Eropa terhadap pemerintah
kolonial. Kritik tersebut didasarkan pada kecemasan akan
terbentuknya citra negatif orang Eropa di mata pribumi. Ini
disebabkan dalam film-film tersebut orang-orang Eropa
dipersonifikasikan sebagai orang yang suka menyelesaikan masalah di
luar hukum, jago berkelahi dan tembak-menembak, serta pergaulan
bebas antara laki-laki dan perempuan. Konferensi sinematografi di
Paris, Perancis yang membicarakan bahaya moral dan politik film di
beberapa negeri jajahan menceritakan kekhawatiran yang sama yang
dirasakan oleh penguasa kolonial di Hindia Belanda. Penonton
dikhawatirkan tidak dapat memisahkan antara film dan kenyataan.
Pemerintah kolonial mengeluarkan peraturan perfilman pada
tahun 1916 untuk pertama kalinya mengenai pembentukan komisi
sensor di empat kota yakni Medan, Batavia, Semarang dan Surabaya.
Peraturan itu semata-mata hanya menempatkan kekuasaaan peran
individu dalam mengambil keputusan sebagai anggota komisi sensor
film. Kriteria sensor terhadap sebuah film juga tidak ada dalam
peraturan yang diterbitkan berikutnya pada 1925. Sistem sensor ini
terus menjadi polemik, bahkan ketika rezim pemerintahan telah
berganti. Mekanisme sensor yang begitu ketat membuat persentase
film tidak lolos sensor meningkat dari tahun ke tahun (Arief dkk,
2010, dalam Nugroho, G. dan Herlina, D.,
2015).
Film cerita lokal yang pertama
diproduksi berjudul ―Loetoeng Kasaroeng‖
(1926) diproduksi oleh ―NV Java Film
Company‖. Diproduseri dan disutradarai oleh
L. Heuveldorp, film ini merupakan film bisu
pertama (silent) yang diproduksi di Hindia
(Gambar diambil dari wikipedia) Belanda berlatar legenda Sunda.

70
Film Indonesia dari Masa ke Masa

Adalah Wiranatakusumah, Bupati Bandung saat itu, yang


ingin mengembangkan kesenian Pasundan yang sebelumnya
dipertunjukkan melalui sandiwara dan pementasan wayang. Film
lokal berikutnya adalah ―Eulis Atjih‖ yang diproduksi oleh perusahaan
yang sama. Setelah film kedua ini diproduksi, kemudian muncul
perusahaan-perusahaan film lainnya seperti ―Halimun Film Bandung‖
yang membuat ―Lily Van Java‖ dan Central Java Film Coy (Semarang)
yang memproduksi ―Setangan Berlumur Darah‖. Akan tetapi film-film
tersebut bukanlah film lokal yang diproduksi pertama kali oleh bangsa
Indonesia, hanya ide ceritanya saja yang diadaptasi atau dianggap
bersumber (asli) dari Indonesia.
Film Loetong Kasaroeng menunjukkan percampuran antara
wayang, sandiwara,dan film serta persoalan-persoalan daya hidup seni
tradisi yang sangat dinamis. Pertunjukan besar pertama tanggal 5
Desember 1960 dilakukan di Tanah Abang, dengan harga karcis 2
gulden Belanda untuk kelas 1, f1 untuk kelas 2, dan f 0,50 untuk kelas
3 (Biran, M.Y. dalam Nugroho, G. dan Herlina, D., 2015). Selang
beberapa waktu mulai didirikan bioskop permanen di beberapa kota,
seperti Jakarta dan Bandung. Bioskop menyasar segmen yang berbeda
dari masyarakat kulit putih (Eropa), Tionghoa, dan pribumi. Para
penonton lebih suka film cerita daripada film dokumenter. Ini sejalan
dengan bentuk kesenian yang telah mereka kenal sebelumnya yaitu
wayang orang dan komedi stamboel (pertunjukan keliling).
Industri film lokal sendiri baru bisa membuat film bersuara
pada tahun 1931. Film ini diproduksi oleh Tans Film Company
bekerja sama dengan Kruegers Film Bedrif di Bandung dengan judul
―Atma de Vischer‖. Selama kurun waktu enam tahun (1926-1931) ada
duapuluh satu film (bisu dan bersuara) diproduksi. Jumlah bioskop
meningkat dengan pesat. Majalah film pada masa itu, ―Filmrueve‖
tahun 1936 mencatat adanya 227 bioskop. Film sebagai hiburan pada
masa penjajahan berelasi dengan dua hal, krisis produksi dan daya
beli. Di tengah depresi tahun 1930 justru muncul film ―Terang
Boelan‖ yang melahirkan sistem bintang film/Star System.

71
Paradoks dan Manajemen Kreativitas dalam Industri Film Indonesia

Film pada masa penjajahan Jepang tahun 1942-1945, memberi


perspektif baru tentang kesadaran dan pentingnya pengetahuan
tentang film, khususnya dalam hubungannya dengan film cerita.
Penjajahan Jepang berusaha membuat film propaganda dengan tiga
kebijakan penunjang: (i) pembuatan lembaga khusus produksi film
cerita dan dokumenter yaitu Nippon Eigasha dan Nichei, (ii)
pembuatan lembaga yang berisi tokoh-tokoh film Indonesia saat itu
untuk membantu proses pembuatan, publikasi, dan penyebaran film,
serta (iii) kebijakan yang mengatur upaya distribusi film baik melalui
layar bioskop maupun pertunjukan keliling (Arief dkk, dalam
Nugroho, G. dan Herlina, D., 2015).
Ahli dari Jepang didatangkan ke Indonesia untuk membina
perfilman. Bunjin Kurata, seorang sutradara film terkenal,
ditempatkan sebagai pimpinan film cerita di Nippon Eigasha. Di
lembaga ini, pribumi mendapat kesempatan memegang peranan
penting seperti sutradara, juru kamera, editor, dan sebagainya. Ini
adalah kesempatan baru karena sebelumnya di perusahaan milik
Tionghoa dan Belanda semua posisi itu ―diharamkan‖ untuk orang
pribumi. Nippon Eigasha mengharuskan semua pribumi yang menjadi
karyawannya mengikuti pelatihan sehingga orang pribumi punya
kesempatan untuk belajar membuat film dengan baik (Biran dalam
Nugroho, G. dan Herlina, D., 2015).
Pada awal era produksi film, produser Belanda lebih fokus
pada representasi etnografis Hindia Belanda sebagai jajahan mereka
(De Klerk, dalam Nogroho, G., dan Herlina, D., 2015). Sedangkan
produser Tionghoa lokal lebih cenderung membangun representasi
fiksional Hindia Belanda dengan dipengaruhi gaya film Hollywood
dan Shanghai yang mereka impor pertama kali tahun 1924 (Arief dkk,
2010, dalam Nugroho, G., dan Herlina, D., 2015).
Beberapa aktor dan aktris terkenal jaman Hindia Belanda yang
beretnis Tionghoa antara lain Fifi Young, Ferry Kock, dan Tan Tjeng
Bok. Pada 1920-1930-an sebagian besar penonton bioskop adalah
masyarakat Eropa yang lebih menyukai film Eropa dan Hollywood.
Dengan demikian membuat film nasional untuk kalangan minoritas

72
Film Indonesia dari Masa ke Masa

nyaris mustahil, berhubung penonton sulit didapat. Tahun tersebut


ekonomi memang sedang depresi, ditambah lagi kemajuan teknologi
dalam perfilman yang membuat film bisu menjadi film yang bisa
berbicara, membuat film sulit diproduksi dan dipasarkan.
Situasi yang serba sulit tersebut tidak menyurutkan semangat
pembuat film. Albert Balink membuat dua film bagus yang laku di
pasaran yaitu ―Pareh‖ di tahun 1935, dan ―Terang Boelan‖ di tahun
1937, yang dibintangi oleh Roekiah dan Raden Mochtar. Film ini
tidak saja disukai masyarakat pribumi yang mayoritas namun juga
oleh orang Eropa dan Tionghoa. Film ini menjadi tonggak
keberhasilan film-film berikutnya. Sebelumnya ada satu film berjudul
―Njai Siti‖ atau ―De Stem Des Bloeds‖ yang diputar 22 Maret 1930.
Sistem bintang film (Star system) mulai booming. Aktor-aktris drama
panggung mulai merambah ke dunia film. Formula cerita seputar
romansa, pemandangan indah, perkelahian, comic relief, dan lagu
Melayu populer. Di saat yang sama, importir film dari Tiongkok
punya strategi lain yaitu mendatangkan film bergenre laga (silat) dan
mistik (siluman). Kedua strategi baru ini, yaitu film-film bernuansa
romansa-laga-mistik berhasil mengembalikan minat penonton ke
bioskop (Suwardi, 2009; Biran, 2009, dalam Nugroho, G., dan Herlina,
D., 2015).
Kehadiran teknologi baru yaitu film berbicara ini, membuat
importir tidak bisa memutar film-film baru di bioskop seperti Glodok
dan Mangga Dua di Batavia. Dimulailah investasi baru di beberapa
bioskop bicara yaitu ―Thalia Talkie Jakarta‖, ―National Talkie
Yogyakarta‖, dan ―Djambi Talkie‖. Dalam himpitan depresi ekonomi
dan kehadiran teknologi baru inilah industri film nasional mula-mula
dibangun. Produksi film nasional mulai meningkat dari 5 film di
tahun 1939, menjadi 14 film di tahun 1940, dan kemudian 30 film di
tahun 1941. Segmentasi penonton pelan-pelan berubah dan mulai
berimbang antara penonton Eropa-Tionghoa yang mayoritas, bergeser
ke arah penambahan jumlah penonton pribumi yang sebelumnya
minoritas.

73
Paradoks dan Manajemen Kreativitas dalam Industri Film Indonesia

Era Orde Lama (1945-1965)


Iklim kemerdekaan seharusnya memberi ―nafas baru‖ yang
lebih segar dalam perfilman nasional. Namun demikian, ternyata
situasi politik yang sering tidak stabil menyebabkan situasi kurang
kondusif. Era pemerintahan Soekarno mencirikan kepentingan politik
yang sangat berbeda yang berimplikasi pada kebijakan yang berbeda
pula pada industri film. Pada era Soekarno, perang dingin antara
Amerika Serikat dan Uni Soviet turut mempengaruhi politik di
Indonesia. Soekarno berpendapat, budaya populer seperti musik,
sastra, dan film seharusnya mencerminkan identitas bangsa, sehingga
semua aliran kebarat-baratan ditolak. Semangat nasionalisme yang
diawali dengan kemunculan film ―Terang Boelan‖ menunjukkan
berbagai upaya untuk melahirkan film yang serba Indonesia, baik
dalam hal pemilihan artis, modal, ide cerita dan tema.
Diakuinya kemerdekaan Indonesia secara internasional (1949)
dan perginya Belanda secara formal dari negeri ini, menempatkan
situasi tahun 1949-1951 pada masa transisi. Pertumbuhan ekonomi
mulai meningkat menjadi tujuh persen. Berbagai momentum
perfilman nasional terjadi, mulai dari lahirnya Perusahaan Film
Nasional (Perfini) dan Persatuan Indonesia (Persari) di tahun 1950.
Untuk lebih mempopulerkan film Indonesia, Djamaluddin Malik
mendorong adanya Festival Film Indonesia (FFI) pertama pada tanggal
30 Maret-5 April 1955, setelah sebelumnya duet Usmar Ismail dan
Djamaluddin Malik
mendirikan PPFI (Persatuan
Produser Film Indonesia).
Film ―Lewat Jam
Malam‖ karya Usmar Ismail
tampil sebagai film terbaik
dalam festival ini. Film ini
merupakan karya terbaik
Usmar Ismail, dan sekaligus
terpilih mewakili Indonesia
dalam Festival Film Asia II di
(diambil dari wikipedia)
74
Film Indonesia dari Masa ke Masa

Singapura. Sebuah film yang menyampaikan kritik sosial yang sangat


tajam mengenai para bekas pejuang setelah kemerdekaan.
Film-film penting lainnya dalam periode ini adalah, ―The
Long March‖ (Darah dan Doa, Umar Ismail, 1950), ―Si Pintjang‖
garapan Kotot Suwardi (1951), dan ―Turang‖ garapan Bachtiar Siagian
(1957). Film ―Darah dan Doa‖ ini dianggap sebagai film asli pertama
buatan Indonesia karena diproduksi oleh PERFINI dan yang
mengerjakan semuanya orang Indonesia asli (pribumi), bahkan Usmar
Ismail disebut Soekarno sebagai ―sutradara Indonesia yang
sesungguhnya‖. Usmar Ismail sempat mengenyam pendidikan
sinematografi di Amerika Serikat pada tahun 1952. Tahun 1956
ditandai dengan munculnya film musikal pertama di Indonesia yaitu
film ―Tiga Dara‖.

Gambar 3.1. Film ―Darah Dan Doa‖ Gambar 3.2. Film ―Tiga Dara‖
(diambil dari wikipedia) (diambil dari wikipedia)

Tahun-tahun berikutnya ketika perfilman Indonesia


menghadapi krisis di tahun 1957, PPFI menutup studio-studionya dan
kembali ke Jakarta. Pertumbuhan ekonomi turun dari 7% menjadi
1,9% per tahun. Di masa krisis ekonomi dan perseteruan berbagai
partai politik di dalam negeri –ada 29 partai waktu itu—tidak
menyurutkan Soekarno menjadi pemimpin Asia-Afrika melawan
kolonialisme. Tahun 1955 Soekarno mampu menginisiasi konferensi
75
Paradoks dan Manajemen Kreativitas dalam Industri Film Indonesia

Asia-Afrika pertama di Bandung. Bersamaan dengan itu


diselenggarakan pula Festival Film Asia Afrika (FFAA), tanggal
pelaksanaan FFAA tersebut yaitu tanggal 30 April ditetapkan sebagai
Hari Film Nasional di era Soekarno.
Tahun 1963 Soekarno mencetuskan ajaran Nasakom
(nasionalis, agama, dan komunis) untuk membangun demokrasi
terbuka terhadap beragam aliran, agama, dan ideologi. Pada tahun
tersebut pemerintah mengeluarkan Penetapan Presiden (PP) No.
11/1963 tentang larangan musik ―ngak-ngik-ngok‖ yang tidak lain
merujuk segala jenis musik Barat. ―Koes Besaudara‖ yang bersikeras
menampilkan musiknya pada akhirnya harus mendekam di penjara
Glodok selama beberapa waktu. Dunia sastra Indonesia pun
mengalami berbagai polemik, perbedaan ideologi politik yaitu ―Perang
Pena‖ yang terjadi antara seniman penganut paham realis-sosialis yang
memiliki semboyan ―seni untuk rakyat‖ melawan ―seniman
gelanggang merdeka‖.
Mengingat kondisi baru di republik yang sangat rapuh,
inisiatif Soekarno untuk menyatukan berbagai kepentingan dalam
demokrasi terpimpin banyak mendapatkan tentangan dari dalam dan
luar negeri. Amerika Serikat menjadi salah satu negara adidaya yang
sangat takut partai komunis di Indonesia tumbuh menjadi satu partai
terbesar. Peristiwa Gerakan 30 September (G30S) yang memakan
korban jutaan jiwa menjadi puncak kekerasan yang bukan hanya
simbolik, namun juga fisik, yang ditengarai diinisiasi oleh negara
adidaya saat itu. Kejadian ini dipublikasikan dalam salah satu edisi
majalah TIME tahun 1965 --belakangan dicoba-lukiskan oleh Garin
Nugroho dalam filmnya ―Puisi Tak Terkuburkan‖ (tahun 1999). Pasca
1965 Indonesia menjadi mitra kuat AS dan sekutunya.

Era Orde Baru (1966-1998)


Pada era Soeharto, seluruh film karya sutradara yang
berhubungan dengan LEKRA dilenyapkan, dan banyak aktifisnya
yang dibuang ke Pulau Buru tanpa melalui proses peradilan. Data base
perfilman ikut lenyap. Trauma komunisme dan propaganda kestabilan
76
Film Indonesia dari Masa ke Masa

ekonomi dan politik menandai dibangunnya kekuatan militerisme di


era Soeharto. Dengan politik panglima ini, sistem kontrol dan sensor
diberlakukan terhadap berbagai aktifitas kehidupan termasuk
perfilman. Semua organisasi film dan penyiarannya dikontrol melalui
mekanisme di Departemen Penerangan. Sementara itu, Televisi
Republik Indonesia (TVRI) menjadi media propaganda pemerintah
serta strategi mengelola identitas serta nasionalisme Indonesia.
Jaman ini berhasil menelurkan para sutradara populer dengan
ciri khas masing–masing. Sjuman Djaya salah satu sineas yang berasal
dari dunia sastra, ia aktif berkegiatan di komunitas Seniman Senen,
kemudian melanjutkan sekolah film di Moskow. Pertama memasuki
dunia film ketika cerpennya yang berjudul ―Keroncong Kemayoran‖
diangkat ke layar lebar. Dia menjadi Direktur Film Departemen
Penerangan. Ia mendirikan sendiri perusahaan filmnya, ―PT Matari
Film‖. Contoh filmnya adalah ―Si Doel Anak Modern‖ dan ―Kerikil-
kerikil Tajam‖. Ia adalah sutradara yang paling banyak memenangi
Piala Citra. Semua filmnya menonjolkan keunggulan detail artistik
yang tinggi seperti properti, komposisi warna, irama dramatis hingga
penjiwaan para pemain.
Kebijakan politik represi Orde Baru sangat mempengaruhi
berbagai sektor kehidupan, termasuk di dunia perfilman Indonesia.
Banyak film layar lebar dibuat berdasarkan pesanan politik
pemerintah. Film anti-komunisme yang paling kontroversial adalah
Penghianatan G30S. Malam setiap pemutaran film ini dilakukan sudah
dapat dipastikan menjadi malam horor bagi anak–anak karena mereka
diharuskan menonton film yang penuh dengan kekerasan. Salah satu
sebabnya PPFN tidak mau mengambil resiko jika film ini gagal di
pasar atau tidak mendapat perhatian penonton. Di samping itu, film
propaganda pemerintahan Orde Baru yang berkisah tentang
keberhasilan Soeharto dalam memimpin Divisi Siliwangi
menyelesaikan masalah adalah ―Bandung Lautan Api‖. Film anti-
komunisme berupaya menempatkan PKI sebagai dalang kerusuhan
massa di tahun 1965, dan setelahnya, dan kelahiran Surat Pemerintah
Sebelas Maret (Supersemar) sebagai alat legitimasi pengambilalihan
kekuasaan dari Soekarno kepada Soeharto.
77
Paradoks dan Manajemen Kreativitas dalam Industri Film Indonesia

Soeharto membawa Indonesia ke dunia internasional melalui


PBB. Di dunia seni dan hiburan, seluruh buku dan bentuk seni atau
pun sejarah yang berkaitan dengan Blok Timur dihapuskan dan
dilarang diajarkan, disimpan, dan diedarkan. Buku–buku karya Karl
Max dilarang beredar, dan lahirlah penulisan ―sejarah baru‖. Melalui
Undang–Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal
Asing dan Penanaman Modal Domestik, Indonesia mendapatkan
banyak utang dari Dana Moneter Internasional (IMF). Liberalisasi
ekonomi terjadi. Di bawah kendali Orde Baru, Indonesia mengalami
pertumbuhan ekonomi yang luar biasa. Jika periode sebelumnya
terutama tahun 1966 ditandai dengan hiperinflasi lebih dari 600
persen, maka memasuki dekade berikutnya laju inflasi dapat ditekan
hanya 10 persen pada tahun 1970.
Meskipun pembangunan dan pertumbuhan ekonomi berjalan
dengan pesat, namun pada era Orde Baru ini justru pembangunan
budaya cukup ditelantarkan. Ada beberapa film tentang perjuangan
revolusi dan para pahlawan, namun film-film yang mencirikan
budaya bangsa sebagai identitas hampir tidak ada. Film-film asing
menggempur perfilman nasional, tetapi pemerintah tidak ambil
peduli. Era Orde Baru justru membuka keran impor film sebanyak-
banyaknya. Tindakan pro-Amerika melalui impor film tidak
terbendung lagi (Sen, 1994, dalam Nugroho, G. dan Herlina, D., 2015).
Importir masuk pada puncak kejayaan Orde Baru terutama pada
dekade 1980-an yang menunjukkan tidak kurang dari 700 film impor
masuk ke Indonesia, suatu jumlah yang cukup fantastis. Dua puluh
tahun sesudahnya hanya film dari AS yang diimpor dan diputar di
bioskop Indonesia, yang dikelola oleh importir film sekaligus
pengusaha bioskop di Indonesia.
Perhatian yang begitu minim terhadap budaya bangsa ini
menurut Ariel Heryanto dalam bukunya ―Identity and Pleasure: The
Politics of Indonesian Screen Culture‖ adalah karena dominasi
paradigma tertentu selama Orde Baru dan sesudahnya yang membuat
hyper-nationalist and history amnesia, seperti kutipan berikut ini:
―on the one hand Indonesia‘s intellectual framework has
been fixed too much and for too long on nation-state
78
Film Indonesia dari Masa ke Masa

building and modernization, or the impediments to them –


militarism, human right abuse, rampant corruption, violent
ethno-religious conflicts, and lately Islamist militants.‖
(Heryanto, A., 2014:7,17).
Kurangnya pembelajaran serius tentang budaya populer
Indonesia, menurut Ariel adalah karena perhatian lebih difokuskan
pada budaya populer dalam hubungannya dengan modernisasi di
Indonesia. Situasi negara-negara tetangga pada masa itu memang tidak
jauh berbeda. Ada tiga alasan lain yang menyebabkan studi/penelitian
tentang budaya populer di Indonesia sangat miskin dan sangat
terlambat, yaitu karena : (i) lambatnya perkembangan industrialisasi
di Indonesia, (ii) paradigma dominan (yang salah) yang selama ini
dipelajari tentang sejarah Indonesia, dan (iii) bias maskulinitas dalam
pembelajaran secara umum.
Dewan Produksi Film Nasional (DPFN) bertugas untuk
menentukan kebijakan, persetujuan atas naskah, penentuan artis,
karyawan, biaya produksi, dan produser pelaksana. Konten film
nasional sangat dibatasi, tidak boleh menampilkan kritik terhadap
penguasa dan wajah buruk negeri ini. Tidak heran jika kemudian,
tema-tema picisan yang berkutat pada kisah cinta, seksualitas (porno),
dan kekerasan tumbuh subur. Badan sensor yang sebenarnya masih
terikat dengan peraturan sensor lama membiarkan pelanggaran
tersebut terjadi. Seluruh artis, produser dan sutradara yang berafiliasi
dengan PKI tidak diizinkan berkarya lagi dan seluruh karya mereka
dihancurkan. Semua orang yang ingin bekerja di dunia film harus
menjadi anggota asosiasi profesi perfilman. Penerimaan anggota
melalui proses selesksi yang memastikan mereka sama sekali tidak
berafiliasi dengan PKI.
Tahun 1970, laju urbanisasi sangat luar biasa, film menjadi
hiburan paling populer. Terjadinya urbanisasi menuntut beragam
bentuk hiburan baru menjadikan kondisi ekonomi dan sosial yang
melahirkan kebangkitan kebudayaan popular seperti komik, novel,
musik hingga film. Hal ini melahirkan paradoks yakni sensor yang
anarkis versus tumbuhnya keberagaman ekpresi budaya populer.

79
Paradoks dan Manajemen Kreativitas dalam Industri Film Indonesia

Sekitar periode itu, satu karcis bisa ditonton untuk dua orang.
Ada film Jepang tentang pendekar buta bertongkat bermata satu
―Zatoichi‖, film Belanda tentang penyanyi kecil ―Hance‖, film koboy
Italia ―Django‖, atau pun film ―Primus‖ tentang lumba–lumba dari
Australia. Tidak heran jika pemeran Django, Franco Nero, Si Buta dari
Gua Hantu (1970), dan ―Ratapan Anak Tiri‖ (1973) begitu populer.
Namun, tetap saja film–film Hollywood, India, dan Hongkong yang
mendominasi. Sensor lebih terbuka pada adegan seks sehingga
banyak karya berbau seks laku di pasar. TVRI menjadi medium global
baru. Anak–anak dibawa melanglang dunia dengan film–film seperti
Daktari, The Saint, Jungle Jim, Gentle Ben, Bonanza, dan Hawaii Five
0. Untuk pertama kalinya masyarakat mengenal iklan di televisi yang
bertajuk ―Siaran Niaga‖.
Televisi nasional ini menawarkan satu bentuk budaya populer
bagi masyarakat Indonesia. Siaran pertama yang menyiarkan peristiwa
Asian Games merupakan awal perkenalan penonton Indonesia dengan
dunia internasional. Pada tahun 1968, terdapat 40 persen acara TVRI
produksi lokal dan sisanya merupakan produk impor. Selama 1969–
1981, TVRI menyiarkan tidak kurang dari 87 film serial bertemakan
superhero. Beberapa serial impor bertema keluarga juga disiarkan
seperti ―Little House on The Prairie‖. Setelah 21 tahun mengudara,
TVRI akhirnya berhasil membuat film serial bulanan yaitu ―Si Unyil‖
dan ―Si Huma‖. Bulan April tahun 1985, akhirnya TVRI juga berhasil
membuat serial remaja berjudul ACI (Aku Cinta Indonesia). Wahyu
Sihombing yang berangkat dari dunia teater memproduksi karya–
karya drama televisi yang legendaris, yaitu ―Losmen‖ (1986) dan ―Dr.
Sartika‖ (1989). Dedi Setiadi adalah sutradara film televisi yang karya-
karyanya cukup fenomenal antara lain ―Jendela Rumah Kita‖(1988)
dan ―Siti Nurbaya‖ (1991).
Keberadaan TVRI ini ditunjang oleh kehadiran teknologi
satelit. Pada tahun 1986 pemerintah secara resmi mengumumkan
kebijakan open sky yang mengijinkan lembaga swasta dan penduduk
menggunakan antena parabola. Di akhir 1980-an, 15 transponder
digunakan untuk saluran non–Indonesia, termasuk siaran publik
South East Asian dan saluran internasional seperti CNN yang justru
80
Film Indonesia dari Masa ke Masa

menghasilkan pendapatan yang lumayan bagi pemerintah. Satu


penelitian yang dipublikasikan pada tahun 1986 menunjukkan bahwa
meski hampir seluruh penduduk Indonesia (95 persen) menonton
TVRI, tetapi di satu provinsi hanya 45 persen responden yang
menonton TVRI. Omzet pemasangan iklan pada tahun 1971
berjumlah sekitar Rp 2,5 miliar dengan persebaran sebagai berikut: di
surat kabar 49 persen, bisokop 13 persen, TVRI 11 persen, majalah 1,5
persen, radio 3,5 persen, luar ruang 9 persen, dan lainya 14 persen
(Nugroho, G., dan Herlina, D., 2015).
Di tengah gelombang persaingan asing yang sangat luar biasa,
muncul perusahaan iklan modern milik orang Indonesia yaitu ―Inter
Vista‖ yang didirikan oleh Nuradi. Siaran ―Manasuka Siaran Niaga‖ di
TVRI ini menyediakan media periklanan yang baru. Aspek lain
pertumbuhan industri iklan memberikan pengaruh pada beberapa
aspek perfilman Indonesia yaitu: pertama, estetika iklan dalam aspek
visual memberikan pengaruh cara masyarakat mengkonsumsi dunia
sekitarnya serta menuntut film mampu berkompetisi dalam memikat
masyarakat dengan kekuatan visual. Kedua, kemampuan iklan
menggunakan teknologi terkini yang mahal memberikan kesempatan
bagi tenaga profesional film Indonesia belajar teknologi baru.
Di tahun 1980-an, produksi film lokal meningkat, dari 604
judul film di tahun 1970-an menjadi 721. Jumlah aktor dan aktris pun
meningkat pesat. Begitu pula penonton yang mendatangi bioskop.
Tema-tema komedi, seks, horor dan mistik, mendominasi produksi
film di tahun-tahun tersebut. Sejumlah film dan bintang film
mencatat sukses besar dalam meraih penonton. Film-film ―Warkop‖
adalah film yang merajai layar lebar dan layar televisi. Film ―Catatan
Si Boy‖ dan ―Lupus‖ bahkan dibuat beberapa kali dengan sekuelnya,
karena sukses meraih untung dari jumlah penonton yang mencapai
rekor. Tapi yang paling monumental dalam hal jumlah penonton
adalah film ―Pengkhianatan G30S/PKI‖ yang penontonnya (meskipun
ada campur tangan pemerintah Orde Baru) sebanyak 699.282 orang,
yang masih sangat sulit untuk ditandingi oleh film-film lokal lainnya.

81
Paradoks dan Manajemen Kreativitas dalam Industri Film Indonesia

Fenomena yang menarik dalam budaya populer di Indonesia


adalah lahirnya majalah Aktuil bersama majalah anak muda dan
hiburan lainnya seperti Varia Nada dan Top. Ciri khas Aktuil di
antaranya adalah selalu terdapat poster di setiap edisinya, stiker kaos
yang diseterika, hingga chord lagu–lagu populer. Setelahnya ada
majalah ―Hai‖ bagi kaum remaja dengan setting yang sama yaitu
selipan poster dan stiker kaos serta chord lagu populer.
Banyak film Indonesia pada tahun 1970–1985 diadaptasi dari
produk budaya populer, baik itu komik, novel, maupun musik. Film
Indonesia tumbuh dalam globalisme dan seluruhnya dikontrol serta
disensor oleh pemerintah era kepemimpinan Soeharto. Namun
demikian, ini adalah era keemasan sejarah popularitas sinema
Indonesia, seperti ―Kampus Biru‖ (1976), ―Ali Topan Anak Jalanan‖
(1977), ―Badai Pasti Berlalu‖ (1977), ―Catatan Si Boy‖ (1987),
―Pengemis dan Tukang Becak‖ (1978), dan ―Dua Tanda Mata‖ (1984).
Di era ini beberapa sutradara membuat genre baru perfilman
Indonesia, yaitu Wim Umboh dengan film drama cinta, Sjuman Djaya
dengan film sosial, Teguh Karya dengan film artistik, Nya Abbas Akup
dengan komedi satir, dan Imam Tantowi atau S. Badrun dengan film
laganya (Nugroho, G., dan Herlina, D., 2015).
Tahun 1985 harga minyak mulai turun dan utang luar negeri
meningkat, budaya populer dan industri lokal mulai mati. Teknologi
komunikasi global serta produk ekspresi, lalulintasnya semakin tidak
bisa dikontrol oleh Soeharto. Periode krisis ini (1986) melahirkan film
―Seputih Hatinya Semerah Bibirnya‖ garapan Slamet Raharjo yang
memulai karir sebagai aktor. Puncak era ini adalah film ―Tjoet Nja
Dhien‖ (1986) karya Eros Djarot yang berhasil masuk Director Choice
Cannes Film Festival.
Era Orde Baru tampaknya terus–menerus khawatir dengan
film yang dianggap dapat mempengaruhi penontonnya. Pemerintah
Indonesia mewarisi ketakutan pemerintah kolonial yaitu sensor yang
ditetapkan pemerintahan Hindia Belanda di tahun 1916 yang
berlebihan dalam menyikapi keberadaan media film. Pada tahun 1977
pemerintah mengesahkan pedoman sensor melalui surat keputusan

82
Film Indonesia dari Masa ke Masa

menteri. Sensor pemerintah menyangkut tentang seks, kekerasan, dan


perlindungan budaya bangsa. Namun peraturan tersebut tidak serta-
merta mengisolasi masyarakat dari pengaruh budaya asing yang
memasuki Indonesia melalui film. Salah satu contoh film terkait
persepsi seks dan ideologi adalah ―Kanan Kiri Oke‖. Di tahun 1981
melalui suatu seminar, kalangan perfilman membentuk Kode Etik
Produksi Film Nasional yang bertujuan menjaga susila manusia
Indonesia.
Periode 1970–1985 ini adalah sekaligus periode ketidakpuasan
terhadap rezim Soeharto yang berujung reformasi di tahun 1997. Saat
itu, terjadi monopoli dalam peredaran film yang dilakukan oleh adik
Soeharto, yaitu Soedwikatmono. Sempat terjadi perlawanan terhadap
monopoli jaringan bioskop ―21‖ di bawah Soedwikatmono hingga
dibawa ke meja hijau. Perlawanan ini didukung pula oleh kritikus
ternama seperti JB Kristanto dan Marselli Sumarno. Di saat yang sama
Fakultas Sinematografi IKJ dengan Gatot Prakoso sebagai inisiator
mengusung film pendek independen. Kemudian, mahasiswa mulai
memelopori gerakan sinema independen dengan memutar film ke
berbagai daerah dan kelompok masyarakat dengan nama ―Sinema
Gerilya‖ dan ―Sinema Ngamen‖.
Ketergantungan politik Indonesia kepada AS sangatlah besar.
Tuntutan liberalisme perdagangan tidak terbendung lagi. Berbagai
bentuk budaya populer asing masuk menerjang sehingga produk lokal
kalah bersaing. Kehadiran film impor semakin bertambah ketika
pemerintah orde baru menjalin kembali hubungan baik dengan
pemerintah AS. Di kemudian hari dibentuk MPEAA (Motion
Pictures Export Association of America) yang mengatur kuota dan
sensor film yang menyebabkan film Hollywood dalam bentuk
gulungan pita dan video agak sulit masuk ke Indonesia. Indonesia
berkomitmen memperbesar keanggotaan AFI Eropa Amerika dan
Asirevi menjadi importir film. Menteri Penerangan menambah dua
lisensi kepada importer film yang efektif berlaku setelah undang–
undang film terbaru selesai. Pemerintah Indonesia mengijinkan
perusahaan indonesia bekerja sama dengan perusahaan asing untuk
kegiatan penerjemahan dan menduplikasi film dan video Indonesia.
83
Paradoks dan Manajemen Kreativitas dalam Industri Film Indonesia

Persetujuan baru tersebut memberikan dampak perubahan


yang fundamental terhadap perfilman Indonesia melalui Undang–
Undang Perfilman Tahun 1992. Cengkraman AS sungguh dasyat,
bahkan MPEAA diperbolehkan membuka jaringan bioskop sendiri di
Indonesia. Sejak 1992 tidak ada lagi proteksi pemerintah untuk
melindungi penayangan film–film nasional di bioskop dan berakibat
pada kehancuran perfilman nasional yang kian total. GATT pada
tahun 1994 mengeluarkan pasal 21 yang memperbolehkan proteksi
film sebagai bagian budaya yang dapat mempengaruhi kedaulatan
budaya. Bioskop membutuhkan film untuk ditayangkan, sementara
film lokal tidak punya cukup stok. Akibat monopoli yang luar biasa,
produksi film merosot dan pengusaha bioskop di daerah perlahan
sekarat. Ada beberapa pengusaha bioskop yang akhirnya menutup
usahanya. Peredaran video legal dan bajakan mulai tumbuh.
Tabel 3.1. Produksi Film Nasional, Impor Film dan Kuota Film Impor
(1986–1998)
TAHUN FILM NASIONAL FILM IMPOR KUOTA FILM
IMPOR
1986 63 179 180
1987 58 180 180
1988 53 180 180
1989 88 136 170
1990 112 112 170
1991 112 151 160
1992 41 150 160
1993 28 145 160
1994 34 160 160
1995 26 160 160
1996 34 151 160
1997 32 154 160
1998 4 61 160
Sumber : Kurnia (2009) dalam Garin, N. dan Herlina, D., 2015

Pemerintahan yang represif melahirkan pengontrolan yang


sangat besar atas sensor dan ruang berekspresi. Berikut adalah data
sekunder tentang kronologis sensor di Indonesia yang menunjukkan
kronologis dibentuknya lembaga sensor sebagai kepanjangan
pemerintahan yang berkuasa pada masa itu, yang bertujuan untuk
mengendalikan semua tontonan yang dipublikasikan pada masyarakat.

84
Film Indonesia dari Masa ke Masa

Intinya, sensor adalah semacam alat pemerintah menyeleksi mana


yang boleh ditonton masyarakat yang tidak membahayakan posisi
penguasa saat itu.
Fungsi lembaga sensor sampai era 1990-an ketika undang-
undang perfilman muncul, tak jauh berbeda dengan fungsi sensor di
era Penjajahan, ketika Pemerintah Jepang melakukan pendidikan
tentang Jepang sebagai penguasa Asia. Baru pada Pemerintahan Gus
Dur (Presiden Abdurachman Wahid almarhum) fungsi lembaga
sensor direvisi, posisinya dipindahkan dari Departemen Penerangan di
era Orde Baru ke Departemen Pendidikan Nasional di era reformasi.
Yang menarik di era Orde Baru ini selain keberadaan Lembaga
Sensor Film (LSF) di Indonesia sebagai satu-satunya lembaga
pengontrol dan pengendali terhadap perfilman Indonesia, adalah
hadirnya televisi nasional yaitu TVRI. TVRI juga memiliki peran
penting terhadap pembentukan budaya populer. TVRI melakukan
intervensi yang cukup besar pada pembentukan selera masyarakat
terhadap tontonan. Pada dekade 1980-an TVRI masih rutin
menayangkan beberapa film seri impor. Beberapa film impor yang
paling disukai pemirsa adalah Remington Steel, ChiPs, dan Muppet
Babies, ada juga serial film keluarga di Minggu siang yaitu ―Little
House on The Prairie‖.
Sesudah kemunculan TVRI, pada tahun 1980–1990 budaya
pop menemukan media baru yaitu video. Media tersebut membawa
publik bisa terhubung dengan film dalam jarak yang semakin dekat,
sekaligus menciptakan kemungkinan pola distribusi film yang baru.
Pada era video yang sangat praktis dan murah, khususnya lewat
perdagangan gelap, maka anak muda pelaku film Indonesia mampu
mengakses film yang sebelumnya hanya bisa dibaca di buku–buku
pelajaran atau ditonton di luar Indonesia. Film yang paling disukai
adalah film superhero untuk anak–anak dan film silat mandarin.
Setelah persewaan video menjadi tren, TV kabel mulai muncul.
Teknologi lain yang kemudian muncul adalah piringan video dengan
gambar lebih sempurna, suara lebih stereo dan harga yang lebih
murah. Kehadiran teknologi baru ini berakibat signifikan pada

85
Paradoks dan Manajemen Kreativitas dalam Industri Film Indonesia

turunnya produksi film nasional. Karena lebih murah dan praktis,


penonton mulai lebih suka menonton film dari rumah. Kehadiran
video ini juga menimbulkan masalah baru seputar hak cipta dan
sensor. Media impor semakin membanjiri imaji penonton Indonesia.
Ironisnya, beragam format video dan laser disc sangat cepat
mati dan berubah dalam waktu sangat pendek. Masuknya percepatan
teknologi baru berkait film dari beragam format video, laser disc
hingga parabola dalam rentang waktu sangat pendek merefleksikan
tidak adanya strategi pemerintah Indonesia terhadap standarisasi
teknologi.
Pada 1970–1980 sebagian besar komik lokal dipengaruhi oleh
aliran Amerika. Liberalisme perdagangan mendorong produsen komik
Jepang menyebarluaskan terbitannya ke seluruh dunia. Popularitas
komik Jepang semakin menjadi–jadi ketika versi kartunnya disiarkan
di televisi swasta Indonesia. Pada tahun 1991 RCTI mulai
menayangkan film kartun ―Doraemon‖. Ketika komik lokal bergeser
oleh manga dan anime situasi yang rumit juga terjadi pada industri
musik nasional. Musik barat yang mulai masuk di era 1970-an
semakin mendapat tempat di hati masyarakat kelas atas Indonesia.
Musik dijadikan penanda selera dan gengsi kelas sosial. Kontrol
pemerintah sangat ketat di musik lokal, yaitu musik dangdut.
Keberatan pemerintah terhadap musik pop kadang sulit dimengerti
oleh masyarakat awam, salah satunya adalah kasus pelarangan lagu
―Hati yang Luka‖ (1989). Sensor yang ketat diberlakukan untuk
budaya populer nasional, sedangkan produk asing dibiarkan masuk
tanpa batas yang mengaliri jalur–jalur yang pada dekade sebelumnya
dikuasai oleh produk lokal.
Keberlangsungan film senantiasa terkait dengan
perkembangan teknologi hiburan dan cara mengadaptasinya karena
berkembang sangat cepat. Tuntutan hiburan waktu senggang dalam
rumah menjadi begitu tinggi ketika banyak waktu di dalam rumah
tidak cukup produktif. Tahun 1995 –1996 direktur TPI memberi saran
untuk membuat seri televisi anak–anak di televisi. Usulan program
tersebut disetujui. Produser dan konseptor menggagas sebuah program

86
Film Indonesia dari Masa ke Masa

dengan judul ―Anak Seribu Pulau‖. Tahun 1997 John Hopkins


University bekerja sama dengan TPI membuat film untuk televisi
dengan tema pendidikan kesehatan. Industri televisi yang tidak
pernah berhenti berproduksi di berbagai bentuk krisis menjadi
pelarian pekerja film dari krisis film Indonesia. Film dalam periode ini
tidak lagi menjadi anak emas industri hiburan.
Meski dalam kondisi sekarat, beberapa karya seperti ―Cinta
dalam Sepotong Roti‖, ―Daun di Atas Bantal‖ karya Garin Nugroho
mampu memenangkan berbagai penghargaan di festival film
internasional. Pertengahan tahun 1990-an, film-film nasional yang
tengah menghadapi krisis ekonomi harus bersaing keras dengan
maraknya sinetron di televisi-televisi swasta. Praktis semua aktor dan
aktris panggung dan layar lebar beralih ke layar kaca. Apalagi dengan
kehadiran Laser Disc, VCD dan DVD yang makin memudahkan
masyarakat untuk menikmati film impor.

Film Indonesia Pasca Reformasi


Tahun 1997, para pemuda turun ke jalan, mereka melancarkan
aksi protes terhadap pemerintahan Orde Baru yang mencoba
mempertahankan status quo. Mereka berteriak: ―Reformasi!‖, generasi
muda di negeri ini tak bisa tinggal diam menerima semua bentuk
hegemoni kekuasaan, yang disertai kekerasan dan penindasan pada
masa Orde Baru. Penculikan terhadap aktivis mahasiswa di beberapa
Perguruan Tinggi ternama di Jakarta, tidak memadamkan semangat
reformasi ini. Makin banyak putera daerah turun ke jalan dan
berbondong-bondong ke Jakarta. Mereka ingin perubahan terjadi.
Perubahan memang terjadi. Pemerintahan yang baru di era
Presiden B.J. Habibie dan Presiden Gus Dur (alm) mulai melakukan
reformasi. Perubahan terjadi bukan hanya dalam aspek politik dan
ekonomi, namun juga di bidang perfilman nasional. Produksi film
Indonesia yang mengalami titik terendah di tahun 1988-1999 tidak
lantas menyebabkan matinya kreativitas. Aksi reformasi justru
menjadi tonggak munculnya perubahan-perubahan yang
berlandaskan kreatifitas dan kebebasan. Di tahun yang sama, tahun
87
Paradoks dan Manajemen Kreativitas dalam Industri Film Indonesia

1997/1998, film ―Kuldesak‖ menandai munculnya film Indonesia


dengan genre baru yaitu gabungan empat film pendek garapan
―Sinema Independen Indonesia‖. Terjadi perubahan dari segi cerita,
yang lebih natural, karena dibuat oleh anak-anak muda untuk anak-
anak muda, sesuatu yang jarang terjadi sebelumnya. Film tersebut
mendapatkan penghargaan di Forum Film Bandung (FFB) dan Festival
Film Asia Pasifik (FFAP) di tahun 1999.
Tahun 1999, biarpun hanya empat film yang diproduksi
namun film-film itu diapresiasi dengan sangat baik, dua di antaranya
adalah ―Petualangan Sherina‖ garapan Mira Lesmana dan Riri Riza,
serta film ―Puisi Tak Terkuburkan‖ garapan Garin Nugroho. Film
―Petualangan Sherina‖ adalah film anak-anak pertama di layar lebar
dengan isi/cerita yang segar dan natural, berhasil mendapat berbagai
penghargaan di FFB, FFI, dan FFAP. Sedangkan film ―Puisi Tak
Terkuburkan‖ adalah film Indonesia pertama dengan format beta cam
digital, dan mendapat penghargaan di Silver Video Leopard Award,
New York, dan Festival Film di Singapura tahun 2002.
Berselang sepuluh tahun kemudian terjadi aksi yang
mengejutkan dari para insan perfilman yang menamakan dirinya
―Masyarakat Film Indonesia‖ (MFI). Tanggal 3 Januari 2007 mereka
yang tergabung dalam MFI ini melakukan ―aksi protes‖ pengembalian
piala Citra secara simbolik di ―Teater Kecil‖ Taman Ismail Marzuki,
Jakarta. Piala-piala yang dikembalikan adalah piala yang mereka
peroleh pada tahun 2004-2006. MFI protes dengan hasil penjurian FFI
2006 yang menetapkan film ―Ekskul‖ sebagai film terbaik, karena film
tersebut dianggap telah melanggar hak cipta. Mereka yang hadir dan
mengembalikan piala-piala Citra-nya antara lain: Mira Lesmana, Riri
Riza, Dian Sastro, Nikolas Saputra, Tora Sudiro, dan Chand Parwez
(Manurung, E.M., 2008).
Film ―Ekskul‖ garapan Indika Entertainment dengan sutradara
Nayato Fio dianggap tidak sah dalam memenangkan piala Citra FFI.
Masyarakat Film Indonesia (MFI) protes karena banyak film lain yang
dianggap lebih bermutu daripada film ―Ekskul‖. MFI meminta
sejumlah badan perfilman pemerintah bentukan Orde Baru

88
Film Indonesia dari Masa ke Masa

dibubarkan, yaitu Lembaga Sensor Film (LSF) dan Badan


Pertimbangan Perfilman Nasional (BP2N) karena dinilai tidak
melakukan tugasnya dengan baik. Film ―Ekskul‖ yang menjadi
pemenang piala Citra tahun tersebut dinyatakan melanggar hak cipta
karena menggunakan ilustrasi musik dari film yang lain. Mereka juga
meminta agar Undang-Undang tentang Perfilman Indonesia yaitu UU
No. 8 Tahun 1992 dicabut dan diganti dengan Undang-Undang yang
baru (Kompas, 1 April 2007).
Riri Riza8 menyatakan sudah saatnya insan perfilman
menyatakan sikap, karena pemerintah terlalu mengontrol perfilman,
film sebagai produk budaya senantiasa dikekang penguasa dan tidak
diberi kebebasan berekspresi. Kreasi dan kreatifitas para sineas juga
kurang dihargai, terbukti dengan lolosnya film ―Ekskul‖ yang
dianggap melanggar hak cipta ilustrasi musik sebagai film Indonesia
terbaik tahun 2006. Kutipan wawancara dengan Riri Riza tentang ini
adalah:
―Ketika fungsi film atau paradigma tentang film masih
dilihat seperti masa Orde Baru --film harus begini, harus
begitu, tidak boleh begini atau begitu, dsb-- itu berbahaya.
Yang paling prinsip, adalah ini melanggar hak asasi,
melanggar hukum yang paling utama yaitu UUD dan
Amandemennya, yang mengakui kebebasan berekspresi,
mengembangkan rasa seni....‖ (Wawancara dengan Riri
Riza, 11 April 2007).
Di samping itu, MFI juga menyoroti peran lembaga
pemerintah yang mengurusi perfilman yang dianggap masih sama
dengan bentukan lembaga/departemen penerangan di era Orde Baru,
yaitu Lembaga Sensor Film (LSF), dan Badan Pertimbangan Perfilman

8
Mohammad Rivai Riza atau Riri Riza merupakan sutradara, penulis naskah, dan
produser film Indonesia yang mulai berkiprah sejak reformasi. Ia sering berkolaborasi
dengan Mira Lesmana dan mendapatkan beberapa penghargaan danbox-office atas
karya-karya mereka. Debutnya pertama kali adalah film ―Kuldesak‖ yang rilis tahun
1998. Disusul dengan beberapa film lain seperti ―Petualangan Sherina‖ (2000), ―Ada
Apa Dengan Cinta?‖ (2002), ―Gie‖ (2005), ―Laskar Pelangi‖ (2008), ―Sokola Rimba‖
(2013), dan ―Pendekar Tongkat Emas‖ (2014). Beberapa penghargaan yang pernah
diraih antara lain: Citra Award for Best Film, Citra Award for Best Writing , dan Citra
Award for Best Director.
89
Paradoks dan Manajemen Kreativitas dalam Industri Film Indonesia

Nasional (BP2N). MFI minta lembaga-lembaga tersebut dibubarkan


dan diganti dengan lembaga lain yang melibatkan insan perfilman
sebagai pelaku. MFI juga meminta pemerintah, yaitu DPR-RI,
mencabut UU Nomor 8 Tahun 1992 yang mengatur perfilman
Indonesia dan menggantinya dengan undang-undang yang baru.
Mereka menilai sektor pendidikan hingga pencanangan strategi
kebudayaan tidak dikelola dengan jelas dan baik oleh pemerintah
(Kompas, 1 April 2007).
Riri Riza berpendapat bahwa Departemen Penerangan harus
dibubarkan, dan memang sudah dibubarkan. Akan tetapi, spiritnya
masih terlihat di Lembaga Sensor Film (LSF) yang mengeluarkan ijin
peredaran dan penyiaran film Indonesia. Seharusnya, reformasi juga
diberlakukan untuk lembaga-lembaga pemerintah yang menangani
urusan dan kebijakan tentang perfilman di Indonesia. Hal ini
tercermin dalam kutipan wawancara sebagai berikut:
―Deppen yang memayungi itu kemudian dibubarkan, ada
pemindahan area pemikiran dari film sebagai pertahanan ke
arah Kesra atau Kebudayaan (sekarang disebut Parsenbud
atau Budpar), tapi UU No. 8 Th 1992 tetap sama. Sepertinya,
Budpar tetap menginginkan arah perfilman seperti yang
dilakukan Deppen di masa lalu.‖ (Wawancara dengan Riri
Riza, 11 April 2007).

Garin Nugroho, seorang movie-maker yang lebih senior,


menekankan bahwa pada era Sesudah Reformasi politik berubah.
Reformasi memberikan ruang bagi para movie-maker untuk
berdialog. Mahasiswa bisa bawa poster, bisa protes pada penguasa,
mereka punya ruang untuk menyampaikan sesuatu, masih lebih baik
situasinya kini dibandingkan dulu di era Orde Baru. Jika dulu
militerisme dan anarkisme yang berkuasa, maka sekarang yang lebih
berkuasa adalah konsumerisme, benda-benda dan hiburan di
sekeliling kita. Hanya saja, perilaku sensor tetap sama, ruang gerak
untuk berkreativitas senantiasa dibatasi pemerintah. Berikut
penggalan wawancara dengan Garin Nugroho:
―Ya, politik pasti berubah. Sekarang, bedanya ada pada
konsumerisme. Kalo dulu kan militerisme dan anarkisme,
sekarang dari masyarakat-nya, sensor dari masyarakat.
90
Film Indonesia dari Masa ke Masa

perilaku sensor, yah hampir sama. Cuma dulu itu tidak bisa
berdialog, sekarang bisa berdialog. Sekarang bisa protes,
mahasiswa dating pun sekarang ngga apa-apa. Biar pun
memang mereka yang tetap memutuskan... Dulu kan tidak,
harus punya keberanian untuk melawan.‖ (Wawancara
dengan Garin Nugroho, 5 Juni 2007).
Aksi MFI ini mendapat tanggapan. Deddy Mizwar yang kala
itu menjabat sebagai ketua BP2N mengusahakan untuk menarik
kembali semua piala Citra hasil penjurian FFI tahun 2006. Dewan juri
kemudian dipilih kembali, dan memasukkan unsur sineas yang
dianggap mumpuni seperti Garin Nugroho dan memintanya
menyeleksi 29 film yang terpilih sebagai nominasi film terbaik pada
tahun tersebut. Undang-undang perfilman yang digugat, kemudian
ditindaklanjuti oleh anggota dewan, dan diganti dengan undang-
undang yang baru yaitu UU Nomor 33 Tahun 2009 tentang Perfilman
Indonesia.
Undang-Undang Perfilman Indonesia akhirnya direvisi di
tahun 2009. Undang-undang perfilman yang pertama yaitu UU
Nomor 8 Tahun 1992, direvisi menjadi undang-undang yang baru
yaitu UU No. 33 Tahun 2009 (lihat lampiran 1). UU yang baru
tersebut, telah menambahkan beberapa fungsi lain dari film di
Indonesia di luar fungsinya sebagai benda seni dan budaya, seperti
yang tertera dalam pasal 4 sebagai berikut: fungsi perfilman adalah (1)
budaya, (2) pendidikan, (3) hiburan, (4) informasi, (5) pendorong
karya kreatif, (6) ekonomi. Film diakui memiliki multi fungsi, sebagai
benda ekonomi sekaligus benda budaya. Sayangnya, sekalipun bidang
perfilman sebagai ekonomi kreatif sudah mengakomodasi film sebagai
benda budaya sekaligus sebagai benda ekonomi–waktu itu era 2011-
2014 diletakkan di bawah Departemen Ekonomi Kreatif yang
dipimpin oleh Ibu Marie Pangestu -- kini perfilman Indonesia
kembali mengalami polemik, karena posisinya ditempatkan di bawah
Presiden langsung yaitu Badan Ekonomi Kreatif (BEKRAF) tanpa
koordinasi yang jelas dengan kementerian mana, Kementerian
Pendidikan Tinggi atau Kementerian Pariwisata.

91
Paradoks dan Manajemen Kreativitas dalam Industri Film Indonesia

Hal lain yang berusaha diakomodasi dalam undang-undang


perfilman yang baru adalah tentang kebijakan film-film yang
mendominasi di bioskop yaitu film asing harus dikurangi. Dalam Pasal
32 UU No.33 Tahun 2009 dinyatakan bahwa, jam pertunjukan untuk
film Indonesia di bioskop sekurang-kurangnya sebanyak 60% dari
total jam penayangan film-film di bioskop tersebut selama enam bulan
berturut-turut. Namun demikian, realisasinya masih jauh dari
ketentuan dalam undang-undang tersebut. Film-film yang
mendominasi mayoritas layar bioskop-bioskop di Indonesia masih
tetap film-film asing, sedangkan film Indonesia diputar jauh di bawah
angka 60% yang ditetapkan sebagai patokan dalam undang-undang.

Dokumentasi Film Indonesia Pasca Reformasi


Beberapa film Indonesia Pasca Reformasi yang dipelajari
peneliti dengan cara membaca sinopsis atau menonton filmnya selama
studi pendahuluan (2007) dan studi lanjutan (tahun 2014-2015),
diuraikan pada Tabel 3.2. Tidak semua film ditampilkan di tabel,
hanya 103 film saja. Dokumentasi film Indonesia ini diperoleh dari
buku kaleidoskop perfilman Indonesia dan website film Indonesia.
Tabel 3.2. Dokumentasi Film Indonesia Tahun 1998-2015
Pemain/
Judul dan
Sutradara/
Tahun Jumlah Sinopsis & Keterangan
Produser &
Penonton
Genre
1999 Kisah nyata seorang penyair didong, Produser :
Ibrahim Kadir (Ibrahim Kadir), ketika Garin
Total
dipenjara tahun 1965 di Tanah Gayo, Nugroho
4 film
Aceh. Pengalaman-pengalaman Sutradara :
selama 22 hari di dalam penjara itulah Garin
yang diceritakan, sampai saat ia Nugroho
dilepaskan karena ternyata salah
Puisi Tak tangkap. Film ini bagaikan potongan-
Terkuburkan potongan pengalaman yang sangat Drama,
menekan dan sarat derita. Tugas Realis
Ibrahim --antara lain-- adalah
mengarungi kepala rekan-rekan
sepenjara yang entah dibawa ke
mana, dan tak pernah kembali lagi.
Ditembak mati, tanpa kejelasan

92
Film Indonesia dari Masa ke Masa

Pemain/
Judul dan
Sutradara/
Tahun Jumlah Sinopsis & Keterangan
Produser &
Penonton
Genre
pengadilannya. Mereka yang dipenjara
juga tak tahu kapan giliran mereka
untuk dieksekusi.
Sherina (Sherina Munaf) yang terkenal Produser:
sebagai penyanyi anak-anak
dimanfaatkan dalam film musikal ini. Mira
Karena ayahnya, Darmawan (Mathias Lesmana
Muchus), mendapatkan kerja Sutradara:
pertanian sesuai dengan impiannya, Riri Riza
Sherina ikut pindah ke Bandung Utara.
Di sekolah baru, ia mendapat "musuh", Pemeran:
Petualangan Sadam (Derby Romero), yang ternyata
Sherina anak dari "majikan" Darmawan, Dewi Hughes,
Ardiwilaga (Didi Petet). Hal ini Butet
1,4 juta Kertaradjasa
penonton diketahui Sherina saat berliburan ke
rumah Ardiwilaga. Dalam kesempatan Ratna
ini permusuhan kedua anak tadi Riantiarno,
berubah menjadi persahabatan, Didi Petet,
karena keduanya diculik oleh Pak Mathias
Raden (Butet Kertaradjasa), suruhan Muchus, Ucy
Kertarajasa (Djaduk Ferianto), yang Nurul, Derby
ingin menguasai tanah pertanian Romero,
Ardiwilaga, untuk proyek propertinya. Sherina
Munaf,
Epi
Kusnandar

Musical
2000 Pachinko & Kisah tiga generasi penduduk Tokyo. Produser :
Everyone's Seorang remaja, Maki (Sugiura Ikumi) Harry
Total Happy ingin operasi mata agar lebih lebar dan Suharyadi
11
cantik. Untuk itu ia bisa menjadi artis
film
film porno. Ibunya, Rumi (Emiko
Minami) marah karena menganggap Pemeran :
hal itu memalukan, padahal kerja Kazuko
ibunya sendiri adalah geisha. Dalam Hayami,
kehidupan ini masuk Rudy (Harry Harry
Suharyadi), pegawai biro iklan dan Suharyadi
pacar Maki. Rumi juga meminta Maki
putus hubungan dengan Rudy yang
pernah berpesta geisha dengan
teman-temannya di tempat kerja Rumi. Drama

93
Paradoks dan Manajemen Kreativitas dalam Industri Film Indonesia

Pemain/
Judul dan
Sutradara/
Tahun Jumlah Sinopsis & Keterangan
Produser &
Penonton
Genre
Jojo (Joshua Suherman) dan Jejen Produser :
(Mega Utami), dua anak jalanan yang Gope T
harus mencari uang sepulang sekolah. Samtani
Mereka pergi ke pusat perbelanjaan
untuk mengamen atau membantu Pemeran :
membawakan barang belanjaan. Joshua
Mereka tetap riang dan suka bernyanyi Suherman,
sambil berlari-lari, atau ketika Mega Utami,
Joshua Oh
menyembunyikan hasil kerjanya di Deasy
Joshua
kaleng yang kemudian dikubur di Ratnasari,
dalam tanah. Orangtua kandung Jojo, Anjasmara
suami-istri Jefry, adalah orang kaya Children,
yang baik hati. Musical
Petualangan Film ini menampilkan boneka Sutradara :
Trio sebagaimana serial "Si Unyil" di Eko Kusumo
Penjelajah televisi. Tiga bersaudara usia Sekolah Nugroho
Dunia Dasar, Tobi, Andi dan Icha, suka
bermain di laboratorium milik kakek
mereka yang jenius. Salah satu karya Children
kakeknya itu adalah mesin penjelajah
dunia, yang bisa membawa
penumpangnya pergi ke tempat-
tempat yang mereka inginkan dalam
sekejap mata. Setelah melalui
kumparan waktu, mereka terdampar di
pulau berbukit yang sepi. Ternyata di
situ ada empat sekawan penjahat
pembuat dollar palsu. Karena takut
perbuatannya terbongkar, para
penjahat itu berusaha mengenyahkan
tiga bersaudara itu.

Shanty (Claudia Hidayat), wartawati Produser :


sebuah majalah, mengusulkan Indra
peliputan tentang Intan Trisakti yang Yudhistira,
pernah ditemukan di tahun 60-an, dan Ronny P
sekarang lenyap. Dodo (Ba'i Tjandra
Soemariono), mahasiswa yang candu
internet, berhasil masuk situs NSA, Pemeran :
badan rahasia Amerika, dan Mathew
Jakarta Holmes,
Project mengambil data tentang Indonesia.
Ternyata aksinya ketahuan, dan ia Claudia
didatangi agen NSA di Jakarta yang Hidayat,
minta disket data. Ia salah Poppy

94
Film Indonesia dari Masa ke Masa

Pemain/
Judul dan
Sutradara/
Tahun Jumlah Sinopsis & Keterangan
Produser &
Penonton
Genre
memberikan disket, hingga ia dikejar- Devina,
kejar tapi selalu luput. Shelomita
Action
Bunga Bunga (Sonia Isabella), lari dari panti Produser :
(Jangan Ada asuhan karena tak mau dituduh Januar
Dusta) sebagai penyebar dusta. Dalam Gandakusum
pelariannya dia kelaparan dan sempat ah
ngamen bersama anak lelaki, bertemu
penjahat dll. Dia dititipkan di panti Pemeran :
asuhan oleh ayah kandungnya, Budi Deddy M.,
(Deddy Mizwar), karena dituduh Dian Nitami,
mencuri dan berbohong oleh ibu Mila Karmila,
tirinya. Budi meninggal ditabrak mobil Anjasmara
Children
sehabis menengok Bunga. Pengurus
panti asuhan sibuk mencari Bunga
Tina murid kelas V SD, yang tinggal Produser :
bersama ayahnya, Tono, harus Frans
mengamen supaya bisa sekolah di
SMP. Saat mengamen ini Tina jumpa Pemeran :
dengan produser rekaman, Aswin, Tina Toon
yang terpesona melihat gaya joget Pretty
Tina. Tina dan Tono diusir dari rumah Asmara Alfiah
kontrakan. Tina dititipkan ke Noval Kurnia
Tina Toon & neneknya, di mana tinggal juga dua Olga
anaknya, Mak Wece dan Opang.Mak Syahputra
Lenong
Bocah The Wece dan anaknya, Ivi kesal dengan Ruben Onsu
Movie Tina, karena iri lebih diperhatikan oleh
nenek mereka. Tina lalu diajak Drama,
bergabung dengan kelompok Lenong Children
Bocah. Tina jadi kaya raya, demikian
pula Mak Wecek yang jadi manager
Tina. Mak Wecek ternyata tetap iri dan
ingin anaknya, Ivi, bisa rekaman. Mak
Wecek lalu merancang penculikan
Tina agar bisa dapat uang tebusan
untuk membiayai rekaman Ivi.
Penculikan gagal.
Prosa satirikal ini adalah karya yang Sutradara :
sangat pribadi tentang kesewenang- Tintin Wulia
wenangan. Juga tentang suatu
Violence masalah yang keberadaannya
Against meragukan, yaitu rasisme. Rasisme Drama
Fruits sulit dibicarakan secara terbuka

95
Paradoks dan Manajemen Kreativitas dalam Industri Film Indonesia

Pemain/
Judul dan
Sutradara/
Tahun Jumlah Sinopsis & Keterangan
Produser &
Penonton
Genre
sehingga simbolisasi belaka film ini
cukup ambigus, sehingga inti cerita
yang bisa didapat pada akhirnya bisa
sangat subjektif - persis seperti yang
biasanya terjadi dalam permasalahan
konflik antar ras.
Catatan
Lolos seleksi dan atau penayangan di
festival film:
 Eatcarpet, 2001-2003, SBS TV -
Australia.
 16th Singapore International Film
Festival (Singapura: 2003.
Festival Fringe)

 19th Hamburg International Short


Film Festival (Hamburg, Jerman:
2003. Special Program "Hati-Hati
Film Pendek Indonesia")
 OK.Video, Jakarta Video Art
Festival (Jakarta, Indonesia: 2003)
 7th Toronto Reel Asian
International Film Festival (Toronto,
Kanada: 2003. Special Program
"Indonesia Unexpected")
 11th New York Underground Film
Festival (New York, Amerika
Serikat: 2004. "Sneak Attack"
Programme)

 Cinematexas 9 (Texas, Amerika


Serikat: 2004. International
competition)
 Flying Circus Project 04 Process
Showing, Theatreworks (Singapura:
2004)

96
Film Indonesia dari Masa ke Masa

Pemain/
Judul dan
Sutradara/
Tahun Jumlah Sinopsis & Keterangan
Produser &
Penonton
Genre
2001 Empat sekawan, Ferdi (Winky Produser :
Wiryawan), Gita (Melanie Ariyanto), Jose
Total
Gombal (Rony Dozer), Sani (Harry Poernomo
3 film
Panca), selalu penasaran mencari
setan. Berbagai tempat yang didatangi Pemeran :
tak dijumpai yang dicarinya. Sampai Harry Panca,
mereka mendapat kabar di daerah Rony Dozer,
yang bernama Angkerbatu. Di sinilah Melanie
berbagai pengalaman dirasakan Ariyanto,
Jelangkung mereka. Sementara Sani diam-diam Winky
berusaha bermain jelangkung, sebuah Wiryawan
1,3 juta
penonton permainan yang konon bisa
mendatangkan arwah. Sebuah film
dengan kekuatan fotografi, editing, dan Horor
suara untuk membangun suasana
ngeri.
Produser televisi ganteng Rio Produser :
Danisworo (Marcell Siahaan) terjebak Sumarsono,
2002
dalam sebuah lift yang macet bersama Wishnutama
Total penulis muda cantik Renata Adiswara
(Rachel Maryam). Bukannya panik, Pemeran :
14
mereka malah saling kesetrum. Alex Abbad,
film
Namun karena terburu-buru Priscilia
menghadiri pertemuan, Roi hanya Camelia,
sempat bilang akan jumpa lagi di lobby Marcell
gedung. Lama menanti dan tak Siahaan,
Andai Ia
kunjung datang membuat Renata Rachel
Tahu
meninggalkan lobby. Ternyata Maryam
pertemuan kebetulan membuat
mereka saling penasaran dan
berusaha mencari tahu. Drama

Sebuah kisah cinta segi tiga yang Produser :


diberi bumbu horor. Heru (Winky Sentot Sahid
Wiryawan) dan Retno (Aurora Yahya),
saudara sepupu, punya kelebihan Pemeran :
indra keenam. Heru bisa melihat Endhita,
mahluk halus, sedang Retno dapat Aurora
merasakan keberadaannya. Yahya, Winky
Kesamaan ini yang membuat mereka Wiryawan
akrab sejak kecil, bahkan Retno
mencintai Heru. Heru sendiri merasa
tidak mungkin mencintai Retno karena Drama,
Titik Hitam Thriller
bersaudara.

97
Paradoks dan Manajemen Kreativitas dalam Industri Film Indonesia

Pemain/
Judul dan
Sutradara/
Tahun Jumlah Sinopsis & Keterangan
Produser &
Penonton
Genre
Cinta (Dian Sastrowardoyo), 17 tahun, Produser :
dipercaya mengelola majalah dinding Riri Riza,
sekolah bersama sahabatnya, Milly Mira
(Sissy Priscillia), Karmen (Adinia Lesmana
Wirasti), Alya (Ladya Cheryl), dan
Maura (Titi Kamal). Mereka ini juga
membentuk sebuah "geng". Pemeran :
Kenyamanan persahabatan ini Dennis
berubah ketika Cinta bertemu dengan Adishwara,
Ada Apa Rangga (Nicholas Saputra), yang Titi Kamal,
dengan angkuh dan dingin, padahal mereka Nicholas
Cinta? satu sekolah meski kehadiran Rangga Saputra,
2,5 juta tak terasakan. Rangga membawa
Cinta masuk dunia "lain" dari yang Dian
penonton Sastrowardoyo
dihidupinya selama ini.

Drama,
Young adult
Budi (Hafidz Khoir) dan Rosi (Nuansa Produser :
Jawadwipa) mendapat tugas oleh guru
kelas untuk menaikkan bendera pada Nan Achnas
upacara bendera pada hari Senin. Pemeran :
Menjelang pulang ibu guru Ricky H
memberikan bendera pada Budi untuk Malau, Wina
dicuci terlebih dahulu. Di rumah Budi Hendrawan,
merendam bendera itu untuk esok Agus Joli,
harinya akan dicuci. Budi yang Sofyan D
Bendera ketiduran, tidak sadar bahwa ember Surza,
rendaman itu dipakai untuk mencuci Nuansa
bajaj milik tetangganya, Bang Ali Jawadwipa,
(Sofyan D Surza). Budi panik ketika Hafidz Khoir
mengetahui benderanya hilang.
Children
Komunikasi non-verbal antara anak Produser :
dan orang tua pada pagi hari di satu Renate
keluarga Indonesia. Tombokan

A Very Slow Lolos seleksi untuk masuk dan Pemeran :


Breakfast ditayangkan pada festival: Yadi Timo,
Sandra Dewi,
- Jakarta International Film festival, Anggun
Indonesia, 2003 Priambodo,
- 7th Toronto Reel Asian International Iwuk Tamam
Film Festival, Canada, 2003

98
Film Indonesia dari Masa ke Masa

Pemain/
Judul dan
Sutradara/
Tahun Jumlah Sinopsis & Keterangan
Produser &
Penonton
Genre
- Cinemasia Amsterdam, 2004 Drama
-Experimento Film and Video Festival,
2004
- 17th Singapore International Film
Festival, 2004
-Brazilian Student Film Competition,
2004
- 5th Short Shorts Asia, 2004
-9th Pusan International Film Festival,
2004
-30th Clermont Ferrand Intl Short Film
Festival, France, 2007
Suatu malam seorang ibu mendengar Sutradara :
pintunya diketuk secara misterius Tintin Wulia
beberapa waktu kemudian sang suami
mengalami kasus serupa.
Lolos seleksi dan atau penayangan di Animation
festival film:
 Exhibition, "Transit: 8 Views of
Ketok Indonesia" at 24HR Art, The
Northern Territory Centre of
Contemporary Art, Darwin - and
Umbrella Studios, Townsville (2003)
- Australia.
 Rotterdam and Cinema de Balie,
(Lantaren Venster, Amsterdam,
Belanda: 2003. "Indonesia Calling"
Programme)
 Screening at Indo-Cine-Club,
(Nijmegen, Belanda: 2003)
 Worms Festival V "House Light
Television" at Plastique Kinetic
Worms (Singapura: 2004,
Exhibition)
 Flying Circus Project 04 Process
Showing, Theatreworks (Singapura:
2004)

99
Paradoks dan Manajemen Kreativitas dalam Industri Film Indonesia

Pemain/
Judul dan
Sutradara/
Tahun Jumlah Sinopsis & Keterangan
Produser &
Penonton
Genre
 Institute of Contemporary Art (ICA)
(London, Inggris: 2005. Insomnia
Programme)
 Yokohama Triennial (Yokohama,
Jepang: 2005. Politics of Fun
Programme)
Sebuah film dokumenter tentang pintu- Produser :
pintu warga Melbourne, Australia. Ariel Valent
Sebuah ensemble dari suara 24 pintu
yang menampilkan cerita pemiliknya Sutradara:
tentang pintu mereka. Sebuah
eksperimen Tintin Wulia

Lolos seleksi dan atau penayangan


di festival film: Eksperimental,
musikal
 16th Singapore International Film
Festival (Singapura: 2003. Festival
Slambangric Fringe)
ketychuck
 SBS TV (Australia: 2002-2004,
Eatcarpet Programme)
 9th Pusan International Film
Festival (Pusan, Korea: 2004)

 Flying Circus Project 04 Process


Showing, Theatreworks (Singapura:
2004)
 Festival Film Pendek Indonesia-
Australia (Jakarta, Indonesia: 2004)
 Institute of Contemporary Art (ICA)
(London, Inggris: 2005. Insomnia
Programme)
 Yokohama Triennial (Yokohama,
Jepang: 2005. Politics of Fun
Programme)

100
Film Indonesia dari Masa ke Masa

Pemain/
Judul dan
Sutradara/
Tahun Jumlah Sinopsis & Keterangan
Produser &
Penonton
Genre
Berasal dari kisah nyata buruh Produser :
Marsinah yang menjadi lambang Damsyik
perlawanan buruh karena dibunuh Syamsul
saat memperjuangkan hak-hak buruh Bachri, Gusti
di tempatnya bekerja, PT Catur Putra Randa,
Surya (CPS), di Sidoarjo. Kasus ini Emirsyah
belum jelas ujung pangkalnya ketika
film ini dibuat dan diedarkan. Tidak Pemeran :
mengherankan bila di akhir film itu Megarita,
muncul pertanyaan: kalau Dyah Arum,
terdakwanya dibebaskan Mahkamah Tosan
Agung, lalu siapa yang membunuh Wiryawan,
Marsinah
Marsinah. Film ini tidak mengisahkan Intarti, Liem
(Cry Justice)
secara langsung cerita tentang tokoh Ardianto
Marsinah itu, tapi berkisah seputar Lesmana,
penangkapan dan pengadilan Djoko Ali
Kematian Marsinah terjadi di tengah
campur tangan militer dan polisi dalam
upaya mengatasi aksi protes itu. Di Drama
tengah carut-marut itu, kematian
Marsinah tak cukup terjelaskan dalam
film.
2003 Rea (Marcella Zalianty) mengajak Sutradara :
pacarnya, Zacky (Iqbal Rizantha), Dimas
(Total Djayadiningrat
main jelangkung di rumahnya.
= 15
Sahabat-sahabat Rea mengecam
film) Pemeran :
keisengan Rea. Rea tak
mengindahkan peringatan mereka. Ian's Bahtiar,
Keisengan Rea berbuah petaka. Sejak Iqbal
itu mereka diganggu mahluk halus Rizantha,
Tusuk dengan cara berbeda-beda. Rea Samuel Rizal,
Jelangkung mencari jalan agar lepas dari Dinna Olivia,
gangguan hantu. Zul, kakak Zacky, Marcella
yang juga terkena gangguan hantu. Zalianty
Horor
Seorang remaja, Arnold (Octavianus Produser :
R. Muabuay) terpana melihat gadis Anastasia
(Lulu Tobing) berurai air mata turun Rina
dari kapal di dermaga sebuah kota di
Papua. Ia terus mengikuti semua Sutradara:
kegiatan gadis itu, hingga membuat Garin
cemburu sahabatnya, Sonya (Sonya Nugroho
S. Baransano). Kisah ini ditaruh dalam Pemeran :
Aku Ingin konteks pergolakan sosial-politik Vivaldi Gorys
101
Paradoks dan Manajemen Kreativitas dalam Industri Film Indonesia

Pemain/
Judul dan
Sutradara/
Tahun Jumlah Sinopsis & Keterangan
Produser &
Penonton
Genre
Menciummu Papua yang ingin merdeka, meski Aronggear,
Sekali Saja boleh dibilang tidak ada hubungan Minus C
antara kisah tadi dengan pergolakan Karoba,
politik di Papua, kecuali bahwa ayah
Arnold adalah salah seorang aktivis Lulu Tobing
pergerakan Papua. Tokoh sang gadis
juga dibiarkan misterius hingga ke
akhir film. Penonton tidak pernah Drama
diberi tahu apapun tentang gadis ini.
Catatan
Pengambilan gambar dengan video
digital yang lalu ditransfer ke seluloid
35 mm. Karya ini berangkat dari
cerpen "Sang Mahasiswa dan Sang
Wanita" karya Laslo Kamondy.
Mendapat penghargaan "special
mention" dari Network for Promotion of
Asian Cinema (NETPAC) dalam Seksi
Forum Internasional Festival Film
Berlin 2003.
Ingin menggambarkan kehidupan Produser :
manusia-manusia usia 30an tahun di
Jakarta. Arisan menjadi ajang mereka Sari Nirmolo,
berkumpul dan memperlihatkan Dina Ponsen
kemapanan hidup mereka. Di balik itu, Pemeran :
anggota arisan mempunyai masalah- Jajang C
masalah pribadi yang coba ditutupi. Noer, Rachel
Tiga sahabat lama, Sakti (Tora Maryam,
Sudiro), Meimei (Cut Mini Theo) dan Surya
Arisan! Andien. Saputra, Aida
Nurmala, Cut
Mini Theo,
Tora S

Drama

102
Film Indonesia dari Masa ke Masa

Pemain/
Judul dan
Sutradara/
Tahun Jumlah Sinopsis & Keterangan
Produser &
Penonton
Genre
Tita (Shandy Aulia) tinggal dengan Produser :
keluarganya yang harmonis.
Pacarnya, Ergi adalah orang yang Sunil Soraya
sangat sabar dan penuh perhatian. Pemeran :
Yang ia keluhkan hanyalah ibunya Didi Petet, Titi
yang sangat protektif. Semua itu Kamal, Yogi
berubah setelah hadirnya Adit, anak Finanda,
dari seorang teman bapaknya. Sifat Shandy Aulia,
Eiffel I'm in Adit yang angkuh, judes dan cuek Samuel Rizal
Love membuat Tita sangat kesal. Apalagi
wajahnya yang ganteng menarik
2.632.300 perhatian banyak orang. Mau tak mau Drama
penonton Tita harus menerima kenyataan bahwa
orangtuanya menjodohkan mereka
berdua. Semua itu bagai mimpi buruk
bagi Tita.
Semuanya baik-baik saja. Kami sudah Produser :
kehilangan jejak dari kehidupan Indra Ameng
manusia, tapi yakinlah, semuanya
pasti OK.
Sutradara :
Catatan Tintin Wulia
PemeranKek
Lolos seleksi dan atau penayangan di e Tumbuan,
festival film:
Everything's Kiki Moechtar
Ok  OK.Video, Jakarta Video Art
Festival (Jakarta, Indonesia: 2003)
 7th Toronto Reel Asian Animation
International Film Festival
(Toronto, Kanada: 2003.
"Indonesia Unexpected"
Programme)

 "Indonesia Rising", Cinemasia


Film Festival, Amsterdam (2003) -
The Netherlands.
 3rd Short Crap Film Festival
(Melbourne, Australia: 2004.
International experimental)
 Exhibition, Sculpture Square
Singapore Arts Festival
"Reformasi: Indonesian Artists
Working After 1998" (2004) -

103
Paradoks dan Manajemen Kreativitas dalam Industri Film Indonesia

Pemain/
Judul dan
Sutradara/
Tahun Jumlah Sinopsis & Keterangan
Produser &
Penonton
Genre
Singapore.

 4th Asian Film Symposium,


Substation (Singapura: 2004)
 Flying Circus Project 04 Process
Showing, Theatreworks
(Singapura: 2004)

 Festival Film Pendek Indonesia-


Australia (Jakarta, Indonesia:
2004)
 International Film Festival
Rotterdam (Rotterdam, Belanda:
2005. S.E.A. Eyes)
 The Sesc - Saõ Paulo & "Borders"
at Porte Allegro Museum of
Contemporary Art, (Saõ Paulo,
Brazil: 2005. World Social Forum)
 Institute of Contemporary Art (ICA)
(London, Inggris: 2005. Insomnia
Programme)

 Synch Festival (Yunani: 2005)


 Istambul Biennial (Turki: 2005)

 Yokohama Triennial (Yokohama,


Jepang: 2005. Politics of Fun
Programme).
2004 Kisah tiga sahabat, Keke (Dinna Produser :
Olivia), Gwen (Nirina Zubir) dan Olin Dimas
Total
(Agnes), yang berkawan sejak SMA Djayadining-
31
dan saat kuliah masih bersama-sama rat
film
tinggal di rumah orangtua Olin. Suatu
saat mereka tersadar belum punya Pemeran :
pacar, dan mereka sepakat untuk Revaldo,
30 Hari
mencari pacar. Agnes, Dinna
Mencari
Olivia, Nirina
Cinta
Zubir

Comedy

104
Film Indonesia dari Masa ke Masa

Pemain/
Judul dan
Sutradara/
Tahun Jumlah Sinopsis & Keterangan
Produser &
Penonton
Genre
Film ini ingin memotret kehidupan Produser :
remaja kota yang keblinger. Tiga Jeremias
sahabat, Byan (Laudya Cynthia Bella), Nyangoen,
Ketie (Angie) dan Stella (Ardina Rasti) Masree
adalah korban dari keluarga Ruliat,
berantakan. Bersenang-senang ke Hanny R
diskotik, dan mendapat uang dari oom- Saputra,
oom, bahkan dengan menjual Chand
keperawanan, menjadi hidup Parwez
Virgin keseharian mereka. Byan sebagai Servia
tokoh utama tetap menjaga
(Ketika keperawanannya. Byan tak bisa
Kepera- mengikuti teman-temannya. Pemeran :
wanan Mike
Dipertanya- Muliadro,
kan) Angie,
Ardina Rasti,
1,1 juta Laudya
penonton Cynthia Bella

Drama
Kisah diawali dengan gambaran masa Produser :
kecil empat sahabat: Ardi, Nino, Apin, Cindy
dan Damar. Ardi bercerita tentang Christina,
dirinya dan ketiga kawannya. Empat Mitzy
sekawan ini menjadi saksi utama saat Christina,
Obet, preman setempat, masuk Ferick Maliki,
penjara. Mereka tidak menyangka, Dian
masalah inilah yang mengubah Hehanusa,
banyak hal di masa depan. Terjadi Leo Sutanto
perkelahian antara Obet dan keempat
Mengejar sahabat itu. Obet menusuk Apin Pemeran :
Matahari hingga tewas. Damar yang selalu Agni P
menjadi sosok nekad, mengambil Arkadewi,
langkah terakhir: peluru dari pistolnya
menghabisi nyawa Obet dan sekaligus Ade Habibie,
membawanya ke penjara. Fauzi
Baadilla, Udjo
Project Pop,
Fedi Nuril,
Winky
Wiryawan
Drama

105
Paradoks dan Manajemen Kreativitas dalam Industri Film Indonesia

Pemain/
Judul dan
Sutradara/
Tahun Jumlah Sinopsis & Keterangan
Produser &
Penonton
Genre
Karena informasi dari internet, Choky Produser :
(Thomas Y Nawilis) mengajak
pacarnya berlibur ke sebuah danau Leo Sutanto
yang konon memiliki legenda bahwa
mereka yang datang bersama
pacarnya akan abadi cintanya. Pemeran :
Adiknya, Lola (Indri Satiya Handayani), Nagita
yang baru putus cinta, dan punya Slavina,
firasat buruk, terpaksa ikut karena Dude Harlino,
desakan ibu mereka. Rombongan ini Indri Satiya
Di Sini Ada mendapat halangan, mobil mereka
Setan, The Handayani,
mogok di pinggir hutan. Timbul Thomas Y
Movie masalah lain: Lola hilang. Liburan Nawilis
yang diharapkan menyenangkan,
mendadak menjadi menakutkan. Horor
Karena nabrak, Nat (Endhita) dan Produser :
Mina (Luna Maya) terpaksa menginap Dimas
di rumah sakit, sambil membawa Djayadinin-
korban yang tertabrak. Berhubung grat
rumah sakit penuh, dokter jaga, Azis
(Andika), membuka bangsal 13, yang Pemeran :
tak pernah terpakai, karena konon Endhita,
menyimpan misteri. Luna Maya,
Andika,
Bayu
Bangsal 13
Wahyudhi

Horor
Linda (Tamara Bleszynski) pergi Sutradara :
melamar jadi reporter di sebuah Gunawan
2005
stasiun televisi. Di jalan ia melihat Paggaru
(Total seorang perempuan tewas, dan
hampir tabrakan dengan seorang Pemeran :
= 25
perempuan yang tanpa setahunya, Zainal Abidin
film)
menyelipkan mini disc ke tasnya. Mini Domba,
disc itu ternyata rekaman kejadian August
perempuan yang tewas di jalan. Ia ke Melasz,
kantor dan melaporkan kejadian itu. Adrian
Issue Gambar di mini disc jadi tayangan Maulana,
berita dengan Linda jadi pembacanya. Tamara
Si pelaku melihat tayangan itu dan Bleszynski
berusaha menculik Linda.

Drama

106
Film Indonesia dari Masa ke Masa

Pemain/
Judul dan
Sutradara/
Tahun Jumlah Sinopsis & Keterangan
Produser &
Penonton
Genre
Diangkat dari kisah kehidupan Soe Produser:
Hok Gie (Jonathan Mulia, Nicholas Mira
Saputra), aktivis dan penulis di tahun Lesmana
60an. Kisah seorang yang selalu
berada di luar (atau melawan) arus Pemeran :
zaman. Gie dikenal sebagai orang Lukman
lurus, jujur dan tidak kenal kompromi. Sardi,
Kejujurannya ini seringkali tidak bisa Wulan
diterima oleh orang sekitarnya. Guritno,
Cintanya pada Indonesia dan dunia. Sita Nursanti,
Christian A.,
Gie Thomas Y N,
Nicholas
350.000
Saputra
penonton
Drama
Adiknya meninggal di kolam renang Produser :
rumahnya. Ibunya kemudian Shanty
meninggal. Banyu (Tora Sudiro) Harmayn
merasa bahwa semua itu kesalahan
ayahnya yang gila kerja. Ia lalu pergi Pemeran :
dari rumah. Sepuluh tahun kemudian, Ladya Cheryl,
Banyu yang sudah dewasa, terdorong Dian
untuk menemui kembali ayahnya Sastrowardo-
dengan niat menyelesaikan soal masa yo, Didi Petet,
lalu yang masih menggayutinya. Slamet
Banyu Biru Rahardjo,
Tora Sudiro

Drama
Ini sebuah kisah tentang kesempatan Produser :
kedua. Ibel (Evan Sanders) adalah
cowok ganteng teman Iraz (Rizky Heru T
Hanggono). Dan Dira (Benjamin Pramono,
Joshua) adalah ketua basket di Rudy
sekolah. Dira dan Ibel sama-sama Suparman,
jatuh cinta pada Karra (Jessica
Iskandar), adik Iraz. Mereka jatuh cinta Lukas E
dengan cara yang berbeda. Dira selalu Kariko
Dealova bersikap angkuh dan ketus.
Sedangkan Ibel selalu bersikap penuh Sutradara
perhatian dan sayang pada Karra. :Dian Sasmita
Drama

107
Paradoks dan Manajemen Kreativitas dalam Industri Film Indonesia

Pemain/
Judul dan
Sutradara/
Tahun Jumlah Sinopsis & Keterangan
Produser &
Penonton
Genre
2006 Ipang (Vino G Bastian) dan Nugi Produser :
(Herjunot Ali) mencoba menemukan Ferry
Total
jati diri lewat musik dan Angriawan
36
menomorduakan urusan sekolah.
film Pemeran :
Mereka ditemani Sandra (Nadine
Chandrawinata), yang juga punya Nadine
permasalahan sendiri. Ipang ternyata Chandra-
Realita Cinta harus berhadapan dengan kenyataan: winata,
dan Rock'n ia anak pungut. Vino G
Roll Bastian,
Herjunot Ali
300.000
penonton Drama

Gaya (Ayu Ratna), Aga (Fedi Nuril) Produser :


dan Awan (Aries Budiman) yang Madian,
memiliki latar belakang berbeda-beda, Adiyanto
membentuk band bernama Garasi. Sumarjono,
Mereka ingin menyajikan musik yang Toto Prase-
berbeda. Latar belakang yang berbeda tyanto, Riri
tadi menjadi kerikil dalam kelanjutan Riza, Mira
hubungan awak band, meski musik Lesmana
mereka cukup diterima masyarakat/
Pemeran :
Garasi
Syaharani,
David T,
Arie Dagienkz
Aries
Budiman,
Ayu Ratna,
Fedi Nuril

Drama
Maya (Revalina S Temat), yatim piatu, Produser :
bekerja sebagai asisten dosen, hanya
tinggal berdua dengan adiknya, Andin Leo Sutanto,
(Risty Tagor), siswa SMU. Maya akan Elly Yanti
segera menikah dengan tunangannya, Noor
Adam (Ringgo Agus Rahman). Ingin
mencari tempat tinggal yang layak,
Maya mencari tempat kost. Di koran Sutradara :
ada apartemen yang disewakan Rudi
Pocong 2 dengan murah. Setelah mereka Soedjarwo
813.000 berdua pindah ke apartemen baru
penonton tersebut, kehidupan mereka mulai
tidak tenang. Horor

108
Film Indonesia dari Masa ke Masa

Pemain/
Judul dan
Sutradara/
Tahun Jumlah Sinopsis & Keterangan
Produser &
Penonton
Genre
Menjelang hari pernikahan Abi Produser :
(Richard Kevin) dan Alya (Bunga Citra
Lestari), Abi menemukan buku harian Ody Mulya
Alya. Dari buku harian itulah, Abi Hidayat
mengetahui bahwa Alya masih
mencintai Sani (Ben Joshua), pria dari Sutradara :
masa Alya di SMU. Kondisi Alya yang Nayato Fio
Cinta sedang koma membuat Abi berniat Nuala
Pertama untuk menemukan Sani.

< 100.000
Drama
penonton

Guru baru, Grace (VJ Cathy), karena Produser :


tidak tahan dengan tingkah laku murid Chand
kelas 3A yang brutal dan semaunya. Parwez
Semenjak ibu Grace masuk, Dinda Servia
(Adhitya Putri) disuruh pindah duduk,
mengisi `bangku kosong' di depan
meja guru yang biasanya selalu Sutradara :
dikosongkan. Awalnya Dinda cuma Helfy CH
kesurupan. Namun lama-lama banyak Kardit
Bangku kejadian aneh
Kosong
Horor
834.000
penonton
Petris (Titi Kamal), vokalis wanita Produser :
alternative rock baru mulai menanjak
kariernya. Kakak sekaligus Leo Sutanto,
manajernya, Yulia (Kinaryosih) suatu Elly Yanti
hari, mereka tertangkap basah Noor
membawa narkoba yang sebenarnya
milik kekasih Yulia. Dalam
pelariannya, Petris terpaksa menjadi Sutradara :
penyanyi dangdut grup "Senandung Rudi
Citayam", Soedjarwo
Mendadak
Dangdut
Drama

109
Paradoks dan Manajemen Kreativitas dalam Industri Film Indonesia

Pemain/
Judul dan
Sutradara/
Tahun Jumlah Sinopsis & Keterangan
Produser &
Penonton
Genre
Kisah diawali pertemanan sejak kecil Produser :
antara Rachel (Nirina Zubir) dan Farel Chand
(Irwansyah). Mereka tumbuh dewasa Parwez
bersama. Ketika Farel bertemu Luna Servia
(Acha Septriasa), dan bercerita pada
Rachel tentang rasa cintanya pada
Luna, Rachel pun tersentak. Akhirnya Sutradara :
Rachel berusaha keras agar cinta Hanny R
Farel kepada Luna tak bertepuk Saputra
Heart
sebelah tangan. Drama
1.300.000
penonton
Denias (Albert Fakdawer) adalah Produser :
seorang anak laki-laki yang tinggal di Ingrid
kaki pegunungan Jayawijaya. Denias Pribadi,
sekolah di sebuah pondok di atas bukit Nia
yang diasuh oleh Pak Guru (Mathias Zulkarnaen,
Muchus) yang datang dari tanah Jawa. HartawanT,
Ari Sihasale

Sutradara :
Denias, John De
Senandung Rantau
di Atas Awan
+- 200.000
penonton Drama,
Anak-anak
2007 (Nicholas Saputra) dan sepupunya Produser :
Ambar (Adinia Wirasti) menghabiskan Mira
(Total
malam penuh keliaran sebelum Lesmana,
= 62
paginya mereka pergi ke luar kota Leo Sutanto,
film)
untuk menghadiri pernikahan saudara Elly Yanti
mereka. Karena ketinggalan pesawat, Noor,
mereka lalu mengendarai mobil. Toto
Perjalanan menjadi tiga hari lamanya. Prasetyanto
Mereka tidak sadar bahwa tiga hari
perjalanan itu akan berpengaruh pada Sutradara :
kehidupan mereka selanjutnya. Riri Riza
3 Hari untuk
Selamanya Drama

110
Film Indonesia dari Masa ke Masa

Pemain/
Judul dan
Sutradara/
Tahun Jumlah Sinopsis & Keterangan
Produser &
Penonton
Genre
Vano (Andhika Pratama), Tia (Poppy Produser :
Sovia), dan Desi (Debby Kristy)
bertemu dan bersahabat sejak awal Ody M
kuliah. Tia yang tomboy sangat Hidayat
protektif terhadap Desi, yang berasal
dari keluarga yang pecah dan punya Sutradara :
penyakit leukemia. Vano selalu setia Nayato Fio
menemani mereka dan punya Nuala
The Butterfly perasaan lebih terhadap Desi.

162.050 Drama
penonton
Film ini dimaksudkan sebagai parodi Produser :
terhadap film-film horor maupun Shanker
kondisi sosial politik, bahkan dunia film RS, Kristuadji
Indonesia. Legopranowo

Sutradara :
Toto Hoedi

Film Horor
900.000 Horor
penonton
Hidup di Jakarta, Jojo (Tora Sudiro) Produser :
selalu gonta-ganti pekerjaan. Ia sadar
bahwa dirinya bodoh. Nia Dinata

Ini cerita tentang 3 pemuda (Jojo,


Marley, dan Piktor) yang berprofesi Sutradara :
sebagai gigolo. Dimas
Djayadiningrat

Quickie
Express Drama
1.000.000
penonton
Sekelompok anak muda berencana Pemeran :
membuat film horor pendek untuk ikut Mandala
serta dalam sebuah festival film Shoji,Yunita
pendek. Pengambilan gambar Labaika,
dilakukan di sebuah rumah tua yang
dijaga oleh seorang tua misterius. Sasya

111
Paradoks dan Manajemen Kreativitas dalam Industri Film Indonesia

Pemain/
Judul dan
Sutradara/
Tahun Jumlah Sinopsis & Keterangan
Produser &
Penonton
Genre
Mereka terperangkap dalam rumah Veruska,
bersama sosok hantu yang akan
membantai mereka satu persatu. Putri Patricia,
Christian
Wibowo,
Barry Prima
Horor

Enam

Imah (Jian Batari), penari ronggeng, Produser :


jatuh cinta kepada Sarpa (Baim).
Setelah menikah mereka memutuskan Gope T
untuk pindah ke Desa Sindangsari dan Samtani,
memulai kehidupan baru karena Subagio
banyak kejadian aneh di desa asalnya. Samtani

Sutradara :
Hanung
Legenda
Bramantyo
Sundel
Bolong Horor
Mae (Nirina Zubir), Guntoro (Desta Produser
'Club Eighties'), Eman (Amink), dan :Chand
Beni (Ringgo Agus Rahman) adalah Parwez
sahabat sekampung yang selalu Servia
kompak. Kisah lalu berputar pada Mae
yang dianggap jadi beban hidup
orangtuanya. Untuk meringankan Sutradara :
beban, orangtuanya mencarikan jodoh Hanung
agar segera kawin. Setiap calon yang Bramantyo
datang selalu diganggu oleh sahabat-
sahabat Mae. Terakhir muncul Rendy
(Richard Kevin), ganteng, kaya, dan Drama
Get Married
merasa tertantang dengan perjodohan
1.389.454 ini. Persoalan muncul saat ketika Mae
penonton suka pada Rendy.

112
Film Indonesia dari Masa ke Masa

Pemain/
Judul dan
Sutradara/
Tahun Jumlah Sinopsis & Keterangan
Produser &
Penonton
Genre
Samantha (Julie Estelle) sudah pindah Produser :
ke sebuah tempat kost baru, dan Raam Punjabi
tinggal bersama sebuah keluarga
sederhana. Pengikut Sekte
Mangkoedjiwo mencari-carinya, dan Sutradara
hendak menariknya menjadi anggota :Rizal
aliran sesat itu, agar Kuntilanak dapat Mantovani
tetap berada di bawah kendali mereka.
Samantha sendiri mengalami dilema di
dalam batinnya: tetap menjadi dirinya Horor
Kuntilanak 2
sendiri atau mengikuti sisi gelap
+- 1.200.000 jiwanya yang selalu menggunakan
penonton kekuatan jahat untuk memanggil
Kuntilanak dan menyingkirkan orang-
orang yang mengganggunya. Hanya
cinta Agung (Evan Sanders) yang
sanggup menyadarkan Samantha
untuk mengambil pilihan hidup yang
benar. Sayangnya, Agung masih
terganggu trauma berat akibat pernah
diculik oleh Kuntilanak dulu. Agung
harus segera memulihkan dirinya
sendiri dan menyadarkan Samantha
sebelum Sekte Mangkoedjiwo
menemukan wanita itu dan
mengubahnya menjadi pribadi yang
jahat sepenuhnya.
2008 Dewi (Bunga Citra Lestari), Chef de Produser :
Cuisine restoran di sebuah hotel Indrayanto
(Total
bintang 5 di Bali, sudah berulang kali Kurniawan
= 99
sial dalam bercinta. Fredo (Ashraf
film)
Sinclair), turis dari Malaysia, sangat
menyulitkan karyawan hotel. Ia moody, Sutradara
sering mengeluh dan yang paling :Indrayanto
parah, ia senang sekali menghina para Kurniawan
Saus Kacang
pegawai hotel. Buat Dewi yang punya
300.000 slogan "tak ada tamu yang tak bisa
penonton dihadapi", ini adalah tantangan. Drama

113
Paradoks dan Manajemen Kreativitas dalam Industri Film Indonesia

Pemain/
Judul dan
Sutradara/
Tahun Jumlah Sinopsis & Keterangan
Produser &
Penonton
Genre
Cerita tentang Huda (Nicholas Produser :
Saputra), Rian (Yoga Pratama) dan Nan Achnas,
Syahid (Yoga Bagus Satatagama), tiga Nurman
santri remaja dari pesantren kota kecil Hakim,
di Jawa Tengah. Masing-masing Adiyanto
punya rencana setelah lulus dari Sumarjono
pesantren dan SMA sebulan lagi.
Huda berencana mencari ibunya yang Sutradara
berada di suatu tempat di Jakarta. :Nurman
3 Doa Hakim
3 Cinta
Drama
Gito Prawoto (Desta 'Club Eighties'), Produser :
Dede Rifai (Ringgo Agus Rahman), Chand
Kuncoro Prasetyo (Ytonk 'Club Parwez
Eighties'), dan Rojak Panggabean Servia
(Judika Sihotang) terancam drop-out
gara-gara menunggak uang kuliah
selama empat semester berturut-turut. Sutradara
Si Jago Orang tua mereka sudah tidak bisa :Iqbal Rais
Merah lagi membiayai kuliah. Pihak Kampus
44.684 memberikan kelonggaran agar mereka
bisa tetap kuliah, tapi tetap harus Drama
penonton
membayar minimal satu semester.
Masing-masing mencari uang.
Ternyata mereka tetap butuh biaya
untuk hidup sehari-hari, karena
sebelumnya mereka boros.
Tersebutlah sebuah kisah cinta di Produser :
zaman penjajahan Belanda antara Zainal
Raden Soekotjo dengan Nyi Soroh. Susanto
Sayangnya, cinta Raden Soekotjo
bertepuk sebelah tangan setelah Nyi
Soroh memutuskan untuk menikah Sutradara :
dengan Von Klingen. Soekotjo pun David
bermaksud membayar rasa sakit Poernomo
hatinya dengan membunuh keluarga
Pocong vs Von Klingen. Di luar sepengetahuan
Kuntilanak Soekotjo, Nyi Soroh memelihara Horor
Kuntilanak. Pocong. Pertarungan
antara Pocong dan Kuntilanak
berlanjut dari generasi ke generasi
hingga generasi terakhir.

114
Film Indonesia dari Masa ke Masa

Pemain/
Judul dan
Sutradara/
Tahun Jumlah Sinopsis & Keterangan
Produser &
Penonton
Genre
2009 Mengisahkan seorang wisatawan Produser :
Jepang (Rin Sakuragi) yang mencari
Total Ody
saudaranya yang berprofesi sebagai
87 MulyaHidayat
suster di Indonesia. Ironisnya,
film
saudaranya itu ternyata sudah
meninggal Sutradara
Suster :Helfi Kardit
Keramas Comedy
840.880 Horor
penonton
Sang Pemimpi merupakan kelanjutan Produser :
dari Laskar Pelangi. Film ini bercerita
tentang Ikal (Vikri Setiawan) dan Mira
saudara sepupunya, Arai (Rendy Lesmana,
Putu
Ahmad), serta sahabatnya, Jimbron
Widjanarko,
(Azwar Fitrianto), pada usia remaja,
Toto P.,
dan mengisahkan tentang anak remaja
Gangsar
yang mencari identitas diri dan
Sukrisno
Sang seksualitas pada usia 17 tahun.
Pemimpi Sutradara :
1.742.242 RiriRiza
penonton Drama
Tiara (Tamara Bleszynski) adalah Produser :
mantan seorang atlit wushu yang
mengalami trauma akibat kecelakaan. Ody
Suatu saat, Tiara dan kekasihnya, Lilo MulyaHidayat
(Kieran Sidhu) mengajak
keponakannya--Mandy (Navy Rizky Sutradara :
Tavania)--dan teman-temannya Rizal
berlibur di sebuah pulau yang sunyi. Mantovani
Tidak seorang pun mengira bahwa
Air Terjun pulau tersebut didiami oleh seorang
Pengantin pembunuh yang mengancam nyawa Horor
mereka.
1.060.058
penonton
Di usianya yang sudah lanjut, Emak Produser :
(Aty Cancer) sangat menginginkan Putut
dapat menunaikan ibadah haji. Widjanarko,
Sayangnya, dengan pendapatannya
sebagai penjual kue. Di tengah Adenin Adlan
keadaannya, Emak tidak putus asa.

115
Paradoks dan Manajemen Kreativitas dalam Industri Film Indonesia

Pemain/
Judul dan
Sutradara/
Tahun Jumlah Sinopsis & Keterangan
Produser &
Penonton
Genre
Emak Ingin Walaupun begitu, Zein berusaha Sutradara :
Naik Haji mewujudkan keinginan Emak dan Aditya Gumay
hampir putus asa.
< 300.000 Drama
penonton

Geng The Tarix Jabrix telah Produser:


menyelesaikan SMA. Mereka nyaris Chand
dipisahkan oleh Ujian Masuk ParwexServia
Perguruan Tinggi Negeri (UMPTN).
Cacing mengusulkan agar The Tarix Sutradara
Jabrix hijrah dan kuliah bersama di :Iqbal Rais
Jakarta, dan mereka pun sepakat, Pemain:
The Tarix Tria
Jabrix 2 Changcuter’s
dkk, Joanna
600.000 Alexandra,
penonton Judika
Sihotang,
Ramon Y
Tungka,
Winda
Agustini Putri,
Carissa
Puteri, dll.
Action,
Drama
Setelah empat tahun pernikahannya, Produser:
pasangan Mae (Nirina Zubir) dan Chand
Rendy (Nino Fernandez) tidak kunjung Parwez
dikaruniai anak. Berbeda dengan Servia
ketiga sahabat Mae, Eman (Aming),
Guntoro (Desta) dan Beni (Ringgo
Agus Rahman) yang juga sudah Sutradara:
menikah dan memiliki anak. Hanung
Bramantyo,
Get Married Iqbal Rais
2
Drama,
1.199.161 Comedy
penonton

116
Film Indonesia dari Masa ke Masa

Pemain/
Judul dan
Sutradara/
Tahun Jumlah Sinopsis & Keterangan
Produser &
Penonton
Genre
Lulus dari Al-Azhar University, Azzam Produser:
kembali ke kampung halamannya di Cindy
Solo. Sayangnya, bekal sarjana luar Christina
negeri tidak membuatnya mudah Mitzy
mencari kerja. Apalagi ada kesan Christina
bahwa lulusan universitas Al-Azhar
otomatis jadi kyai atau ulama. Ibu Sutradara:
Ketika Cinta Azzam pun minta Husna, adiknya Chaerul
Bertasbih 2 Azzam untuk membantu Umam
3.100.906 mencarikannya kerja, apapun
penonton pekerjaannya asal Azzam keluar dari Drama
rumah dan terkesan bekerja.
Namun, Azzam lebih memilih
membangun usahanya sendiri yang
dibantu dengan pengalamannya
berwirausaha
Dana (Gita Gutawa) beserta Produser :
keluarganya dan seluruh warga Mike Wiluan,
kampung di tempat tinggalnya Phil Mitchell,
terpaksa menerima besarnya pajak Chan Pui
tanah yang dibebankan oleh penguasa Yin,
tuan tanah. Padahal, setelah Phillip Stamp
memaksa warga membayar pajak,
sang tuan tanah berniat mengusir Sutradara :
Meraih warga kampung karena area tanah Phil Mitchell
Mimpi hendak dibangun perhotelan dan
213.551 kasino. Dana pun mengikuti kompetisi Drama,
penonton beasiswa agar ia dapat melanjutkan Children,
sekolah sehingga kelak dapat Animation
berjuang melawan ketidakadilan itu.

2010 Lola (Gita Gutawa), gadis 16 tahun, Produser :


mendapatkan beasiswa di sebuah Dhamoo
Total
SMA terkenal di kota Perth, Australia. Punjabi,
95
Lola tak pernah menyangka bahwa
film Manoj
Perth akan mengubah hidupnya.
Dimulai dari teman satu Punjabi
apartemennya, Tiwi (Michella Putri),
yang kemudian menjadi orang yang Sutradara:
paling membenci Lola; teman baru Findo
Love in bernama Ari (Petra Sihombing Purwono HW
Perth

Drama

117
Paradoks dan Manajemen Kreativitas dalam Industri Film Indonesia

Pemain/
Judul dan
Sutradara/
Tahun Jumlah Sinopsis & Keterangan
Produser &
Penonton
Genre
Pesantren sederhana As-Salam Produser :
pimpinan Ustad Soleh (Slamet Chand
Rahardjo), tiba-tiba terusik dengan Parwez
kehadiran seorang pengusaha real Servia
estate Boss Rocky (Christian Sugiono)
yang ingin membeli tanah pesantren
itu untuk dijadikan resort. Niat Boss Sutradara :
Rocky itu ternyata tidak bisa Guntur
terlaksana karena bertemu dengan Soeharjanto
Kabayan
Jadi lawan tangguh yang tidak mempan
Milyuner sogokan maupun bujuk rayu. Orang itu
adalah tangan kanan Ustad Soleh, Comedy
477.076 seorang pemuda polos namun cerdik
penonton bernama Kabayan (Jamie Aditya)
bersama sahabatnya Armasan
(Amink).
Syamsul (Dude Harlino), pemuda 20 Produser :
tahun-an, bertekad menuntut ilmu di
sebuah pesantren di Kediri. Ia Leo Sutanto
meninggalkan kehidupan yang cukup
nyaman. Di sini ia bertemu dengan Zizi Sutradara:
(Meyda Sefira) putri pemilik pesantren
yang pernah ditolongnya ketika Habiburrahm
dijambret di kereta. Kejadian tersebut an El Shirazy
membuat mereka jadi dekat. Di
pesantren ini Syamsul terusir karena
dituduh mencuri akibat fitnah Drama
Dalam
sahabatnya sendiri Burhan (Boy
Mihrab Cinta
Hamzah). Karena keluarganya sendiri
623.105 juga tidak mempercayainya, Syamsul
penonton malah menjadi seorang pencopet. Di
tengah kekacauan dan kegelapan
hidupnya ini ia bertemu dengan Silvie
(Asmirandah).
Martin membeli Blackberry bekas dan Produser :
tanpa sengaja berkenalan dengan
2011 Gope T
Angel. Perkenalan ini menjadi rumit
saat tahu bahwa pemilik sebelumnya Samtani,
Total
adalah Fendy, mantan kekasih Angel Subagio S
= 93
film yang 'menghilang' dan tidak
bertanggung jawab atas kehamilan- Sutradara :
nya. Martin yang tidak mengerti apa- Findo
apa dituduh menyembunyikan Fendy Purwono HW
dan diancam akan dipenjara.

118
Film Indonesia dari Masa ke Masa

Pemain/
Judul dan
Sutradara/
Tahun Jumlah Sinopsis & Keterangan
Produser &
Penonton
Genre
My Karena tidak ingin dipenjara, Martin
Blackberry pun harus menggantikan peran Fendy
Girlfriend sebelum pria itu ditemukan. Hidup Drama,
Martin menderita dan tidak berdaya Comedy
karena Angel memiliki sifat arogan,
kasar, dan ringan tangan. Martin yang
awalnya membenci Angel malah jatuh
cinta. Sebelum ia menyadari itu Angel
telah menghilang.
Wahyu (16 tahun) memiliki Produser :
kemampuan luar biasa dalam bermain Leo Sutanto
sepakbola.
Demi membahagiakan orang tuanya, Sutradara :
Wahyu memanfaatkan keahliannya Hanung
dalam bermain bola dengan menjadi Bramantyo
pemain sewaan dan bermain bola dari
satu tim desa ke tim desa lain dengan
bantuan Hasan, pamannya. Suatu hari Drama
saat Wahyu bermain bola dengan olahraga
Tendangan
rekan-rekannya, keahlian istimewanya
dari Langit -
tak sengaja dilihat oleh Coach Timo
301.933 Pelatih Timo kemudian menawari
penonton Wahyu untuk datang ke Malang dan
menjalani tes bersama Persema
Malang.
Baron sangat kesal ketika harus Produser :
mengikuti orang tuanya pindah ke Shanty
Balikpapan. Ia pun memilih untuk Harmayn
menutup diri dari lingkungan barunya
dan sibuk sendiri bermain. Namun, Salman Aristo
karena satu dan lain hal, Baron harus Kemal Arsjad
mewakili sekolahnya ikut perkemahan
Pramuka dan satu regu dengan Rusdi,
pramuka supel yang kelewat optimistis Sutradara :
dan kerap kali membuat Baron Rudi
jengkel. Bersama dengan anggota Soedjarwo
Lima Elang -
lain, mereka memulai petualangan
121.764
barunya di Perkemahan.
penonton Drama

119
Paradoks dan Manajemen Kreativitas dalam Industri Film Indonesia

Pemain/
Judul dan
Sutradara/
Tahun Jumlah Sinopsis & Keterangan
Produser &
Penonton
Genre
Cahaya (Raihaanun), gadis pesantren, Produser :
pergi ke Jakarta untuk mencari
2012 Teddy
bapaknya, Syaiful (Donny Damara),
Soeriaatmadja
(Total yang meninggalkan rumah waktu
Indra
= 108 Cahaya masih berusia empat tahun.
Tamoron
film) Sesampainya di ibu kota, Cahaya
Musu,
Lovely Man menemukan bahwa bapaknya jauh
dari harapannya. Syaiful ternyata Adiyanto
31.988
setiap malam bekerja sebagai waria Sumardjono
penonton
dengan nama Ipuy. Mereka berdua
pun berjalan menyusuri jalanan ibu
kota semalaman, mencoba Sutradara:
menemukan kembali ikatan keluarga Teddy
yang sudah lama hilang. Soeriaatmadja

Drama
Tim SWAT ((special weapons and Produser :
tactics), atau pasukan khusus tiba di
sebuah blok apartemen yang tidak Ario
terurus dengan misi menangkap Sagantoro
pemiliknya, raja bandar narkotik
bernama Tama. Blok ini tidak pernah Sutradara :
digerebek oleh polisi sebelumnya. Gareth H
Catatan Evans

The Raid menjadi film pembuka


program Midnight Madness Festival Pemain :
The Raid Film Internasional Toronto 2011 dan
meraih penghargaan The Cadillac Iko Uwais
759,895
penonton People's Choice Midnight Madness Joe Taslim
Award. Distribusi untuk Amerika
Serikat dibeli oleh Sony Pictures, Yayan Ruhian
Kanada oleh Alliance Films, sedang
Doni
agen untuk penjualan internasional
Alamsyah
dipegang oleh Celluloid Nightmares.
Oleh Sony Pictures, judul ditambah Ray Sahetapy
menjadi: The Raid: Redemption.
Setelah sukses dalam peredaran di
Indonesia, versi luar negerinya, yang
judulnya The Raid: Redemption, juga
diedarkan terbatas. Untuk versi Action,
terakhir ini, musiknya dibuat oleh Mike Thriller
Shinoda dari grup terkenal Linkin Park.

120
Film Indonesia dari Masa ke Masa

Pemain/
Judul dan
Sutradara/
Tahun Jumlah Sinopsis & Keterangan
Produser &
Penonton
Genre
Ini kisah tentang Presiden Indonesia Produser :
ke-4, B.J. Habibie. Rudy Habibie, ahli Dhamoo
pesawat terbang, punya mimpi besar: Punjabi,
membuat truk terbang untuk
menyatukan Indonesia. Istrinya, Ainun, Manoj
dokter muda cerdas yang dengan jalur Punjabi

Habibie karir terbuka lebar.


&Ainun Sutradara :
Faozan Rizal
4.488.889
penonton Drama

Genta, Arial, Zafran, Riani, dan Ian Produser :


merasa “jenuh” dengan persahabatan
mereka dan memutuskan untuk Sunil Soraya,
berpisah, tidak saling berkomunikasi Ram Soraya
satu sama lain selama tiga bulan
lamanya. Selama tiga bulan mereka Sutradara :
bertemu kembali dan merayakan Rizal
5 cm pertemuan mereka dengan sebuah Mantovani
2.392.210 perjalanan penuh impian dan
tantangan. Sebuah perjalanan hati Adventure,
penonton Drama
demi mengibarkan sang saka merah
putih di puncak tertinggi Jawa pada
tanggal 17 Agustus.
Kehidupan Laisa dan keluarganya di Produser :
Lembah Lahambay tidak mudah. Chand
Sebagai anak tertua dari lima Parwez
bersaudara, Laisa harus merawat ibu Servia,
dan adik-adiknya, Dalimunte, Ikanuri,
Wibisana, dan Yashinta. Mereka Fiaz Servia
semua bekerja keras, mulai dari
menyadap karet di hutan, mengambil Sutradara :
kayu, menganyam topi pesanan dll. Sony
Dengan keadaan seadanya dan fisik Gaokasak

Bidadari- tak terlalu sempurna, Laisa membawa


bidadari perubahan bagi keluarganya dan
Surga warga kampungnya.
Drama

121
Paradoks dan Manajemen Kreativitas dalam Industri Film Indonesia

Pemain/
Judul dan
Sutradara/
Tahun Jumlah Sinopsis & Keterangan
Produser &
Penonton
Genre
Indah (Atiqah Hasiholan), yang bekerja Produser :
di cabang KBRI Busan, Korea Selatan, Frederica
suatu hari bertemu dengan pelaut asal
Indonesia juga, Abi (Rio Dewanto)
yang mengalami serangan jantung. Sutradara :
Indah yang ditugaskan kantornya Titien
untuk bertanggung jawab atas Abi. Wattimena

Bukanlah hal mudah bagi Indah untuk


mengutamakan kepentingan orang Drama
Hello
lain, namun ia berusaha keras. Abi
Goodbye
juga berusaha keras menerima
keberadaan Indah.

2013 Indonesia Pasca Reformasi. Setelah Produser:


hampir tiga tahun bekerja di sebuah Mira
Total
lembaga konservasi di wilayah Jambi, Lesmana
= 101
Butet Manurung (Prisia Nasution)
film
menemukan hidup yang Sutradara:
diinginkannya: mengajarkan baca-tulis Riri Riza
dan berhitung kepada anak-anak
masyarakat Suku Anak Dalam, yang Penulis:
Sokola dikenal sebagai Orang Rimba, yang Riri Riza
Rimba tinggal di hulu sungai Makekal di hutan
bukit Duabelas. Pemain:
Prisia
39.443 Nasution,
penonton dkk.

Drama
Ikal dan Arai berhasil mendapatkan Produser :
beasiswa untuk kuliah di Sorbone Putut
Paris. Mereka harus terlunta-lunta Widjanarko,
karena tidak diterima di tempat tinggal Avesina
sementara Menjalani hari-hari di Soebli
Sorbone mereka duduk tepat di
sebelah Manooj, Gonjales dan
Ninocchka. Mereka tergabung dalam Sutradara :
Laskar Pathetic Four, kelompok paling Benni
Pelangi 2: terbelakang dan harus mengejar Setiawan
Edensor ketertinggalan.
390.810 Drama
penonton

122
Film Indonesia dari Masa ke Masa

Pemain/
Judul dan
Sutradara/
Tahun Jumlah Sinopsis & Keterangan
Produser &
Penonton
Genre
1996 Abdee dan Ridho dipanggil Slank Produser:
untuk datang jamming bersama Chand
Bimbim dan Ivan. Slank yang ingin Parwez
membuktikan tidak bubar walaupun Servia, Fiaz
personil tersisa Bimbim, Kaka dan Servia
Ivan. Mereka akan melakukan tur.
Abdee dan Ridho pun diajak.
Syaratnya: bisa membawakan 35 lagu Sutradara:
Slank Nggak Fajar Bustomi
Slank hanya dalam waktu 3 hari! Tur
Ada Matinya
dimulai dan saat itulah dimulai Drama
112.037 pertualangan Slank dengan format
penonton baru.

Nusantara 1930. Dari tanah Produser :


kelahirannya, Makasar, Zainuddin
berlayar menuju tanah kelahiran Sunil Soraya,
ayahnya di Batipuh, Padang Panjang. Ram Soraya
Di sana ia bertemu Hayati. Kedua
muda-mudi itu jatuh cinta. Tapi, adat Sutradara :
menghalangi. Zainuddin hanya Sunil Soraya
seorang melarat tak berbangsa,
Tenggelam sementara Hayati perempuan Minang
nya Kapal keturunan bangsawan. Drama
VanDerWijck
1.724.110
penonton
Dulunya bernama Kusno. Karena Produser:
sakit-sakitan, oleh bapaknya nama Raam Punjabi
Kusno diganti dengan Sukarno. Umur
24 tahun Sukarno berteriak : Kita
harus merdeka sekarang! Akibatnya Sutradara:
dia dipenjara. Dituduh menghasut dan Hanung
memberontak seperti Komunis. Dia Bramantyo
makin menggugat. Pledoinya
“Indonesia Menggugat” di pengadilan
membuat dia dibuang ke Ende, lalu Drama
Soekarno: Bengkulu.
Indonesia Di kota terakhir ini Soekarno istirahat
Merdeka dari politik. Hatinya tertambat pada
970.000 gadis muda bernama Fatmawati.
penonton Padahal saat itu Soekarno masih
menjadi suami Inggit Garnasih;.

123
Paradoks dan Manajemen Kreativitas dalam Industri Film Indonesia

Pemain/
Judul dan
Sutradara/
Tahun Jumlah Sinopsis & Keterangan
Produser &
Penonton
Genre
Kisah pengalaman sepasang Produser :
mahasiswa Indonesia yang kuliah di Ody M
Eropa. Bagaimana mereka Hidayat
beradaptasi, bertemu dengan berbagai
sahabat hingga akhirnya menuntun
mereka kepada rahasia Islam di benua Sutradara :
Eropa. Guntur
Soeharjanto
99 Cahaya di
Langit Eropa
Drama
587.042
penonton
2014 Suatu hari Dika bertemu dengan Produser:
bapaknya Ina Mangunkusumo, cinta Chand
(Total
pertamanya di SMA. Dika Parwez
= 112
menceritakan usahanya membuat Servia, Fiaz
film)
grup detektif untuk menarik perhatian Servia
Ina. Grup itu dibuat bersama Bertus,
temannya yang sama-sama anak
terbuang di sekolah. Dika juga Sutradara:
bercerita tentang persahabatannya Raditya Dika
Marmut dengan cewek unik bernama Cindy di Penulis:
Merah SMA. Seiring dengan cerita Dika, dia Raditya Dika
Jambu sadar: ada kasus di masa lalunya yang Pemeran:
belum selesai hingga dia dewasa. Raditya Dika,
637.786 Seiring dia berusaha Franda,
penonton Tio P.,
memecahkannya, seiring itu pula dia
bertanya, benarkah cinta pertama Dina Anjani
enggak kemana-mana? Drama,
Komedi
Sehari sebelum pernikahan Produser :
dilangsungkan, Asmara (Revalina S
Temat) mendapatkan kenyataan pahit Ody Mulya
bahwa kekasihnya, Dewa (Ibnu Jamil) Hidayat
ternyata sempat berselingkuh dengan
teman sekantornya, Anita (Cynthia Sutradara :
Ramlan). Walau Dewa memohon agar Guntur
pernikahan tetap dilanjutkan, Asma Soeharjanto
Assalamualai terlanjur patah hati. Terlebih,
kum Beijing hubungan sekali yang dilakukan
538.606 ternyata membuahkan janin. Anita Drama
penonton hamil.

124
Film Indonesia dari Masa ke Masa

Pemain/
Judul dan
Sutradara/
Tahun Jumlah Sinopsis & Keterangan
Produser &
Penonton
Genre
Hans (Jimmy Kobogau), pemuda asal Produser:
Serui, Papua, bercita-cita menjadi Sheila
pesepakbola profesional. Namun nasib Timothy
berkata lain. Pada saat Hans hampir
kehilangan semangat hidupnya, ia Sutradara:
bertemu dengan Mak (Dewi Irawan), Adriyanto
seorang pemilik rumah makan Minang Dewo
sederhana. Di tengah perbedaan Pemain:
mereka, Hans dan Mak menemukan
persamaan. Mimpi dan semangat Dewi Irawan,
hidup terbentuk kembali lewat Jimmy
Tabula Rasa makanan dan masakan.Hans juga Kobogau,
mendapat penolakan dari Parmanto Yayu Unru,
27.829 (Yayu Unru), juru masak dan Natsir Ozzol
penonton (Ozzol Ramdan), juru senduak Ramdan
(pelayan).
Keadaan menjadi semakin memburuk Drama
ketika mereka mendapat saingan
sebuah rumah makan baru yang lebih
besar persis di depan lapau. Hans,
Mak, Natsir dan Parmanto harus
menyelesaikan perselisihan di antara
mereka untuk menyelamatkan kapau
mereka.
Cempaka, pendekar yang disegani Produser :
dan dihormati dalam dunia persilatan, Mira
adalah pemegang mahasenjata dan Lesmana
jurus mematikan: Tongkat Emas yang
kekuatannya tak tertandingi. Cempaka Sutradara :
yang mulai menua akan mewariskan Ifa Isfansyah
senjata dan jurus itu kepada salah
satu muridnya. Pemain:
Pendekar Reza
Tongkat Pembunuhan dan pengkhianatan Rahadian
Emas terjadi sebelum dunia persilatan Tara Basro
mengetahui siapa ahli warisnya. Nicholas
243.171 Saputra
penonton Action

125
Paradoks dan Manajemen Kreativitas dalam Industri Film Indonesia

Pemain/
Judul dan
Sutradara/
Tahun Jumlah Sinopsis & Keterangan
Produser &
Penonton
Genre
Sebuah pesta di rumah mewah Produser :
mempertemukan Reuben dan Dimas,
mahasiswa Indonesia yang sedang Sunil Soraya,
belajar di Amerika. Malam itu Ram Soraya
keduanya berjanji; suatu hari mereka
akan menulis sebuah buku, sebuah Sutradara:
cerita roman sains yang meng- Rizal
gerakkan hati banyak orang. Kisah Mantovani
tentang Ksatria, Puteri dan Bintang
Jatuh.
Supernova: Drama
Ksatria,
Putri, &
Bintang
Jatuh
501.258
penonton
Imam (Adipati Dolken), mahasiswa Produser :
abadi, nyaris tidak melakukan Chand
kewajibannya sebagai muslim. Parwez
Kekasihnya Widya (Nina Zatulini), adik Servia, Fiaz
kelasnya, sudah selesai kuliah dan Servia
kerja. Widya tidak sabar karena Imam
belum juga lulus, sebaliknya Imam
kecewa karena Widya harus Sutradara :
berpakaian kantor yang sexy. Fajar Bustomi

Kukejar Ketika Imam menemani sahabatnya


Cinta ke Billy (Ernest Prakasa) ke Klenteng Drama
Negeri Cina Sam Po Khong, dia berkenalan
dengan Chen Jia Li (Eriska Rein),
268.631 wanita muslim dari Cina yang berlibur
penonton ke tempat leluhurnya sebelum
berkhitbah dengan Ma Fu Hsien (Mithu
NIsar), pemilik padepokan Wing Chun
dan Pesantren di Beijing. Imam
terpesona keramahan dan
keanggunan Chen Jia Li yang
berhijab.

126
Film Indonesia dari Masa ke Masa

Pemain/
Judul dan
Sutradara/
Tahun Jumlah Sinopsis & Keterangan
Produser &
Penonton
Genre
Evan (Gian Subianto) dan Gesti Produser :
(Khadjah Shyalimar) melakukan Gobind
pemotretan pre-wedding di pulau yang Punjabi
dikenal sebagai pulau hantu. Pulau ini
terkenal dengan sosok hantu
perempuan yang membawa celurit dan Sutradara :
menggunakan gaun pengantin. George
Pasangan ini mengajak Remon Hutabarat
(Albern) seorang fotografer, Remi
(Mongol Stres), pria penata rias
kemayu, Vidi (Cariesta Maya), sepupu Horor
Gesti, dan Tilda (Nadia Zuhra).Di hari
Bidadari
pertama pemotretan, hantu
Pulau Hantu
perempuan bergaun pengantin sudah
25.513 menteror rombongan Evan dan Gesti.
penonton Evan mengalami mimpi buruk, dengan
melihat hantu pengantin yang
membawa celurit dan membunuh
Gesti di kolam renang. Vidi juga
mengaku kedatangan hantu itu yang
akan menenggelamkan dirinya di
dalam bathtub. Satu ketika Remon
bertemu dengan seorang perempuan
di hutan dan mengikutinya. Remon
menghilang. Rombongan Evan dan
Gesti panik.
2015 Yulia (Pevita Pierce) dan Rumi (Chicco Produser :
Jerikho) tumbuh bersama sejak kecil Raam Punjabi
Total
karena mereka bertetangga.
= 115
Perubahan zaman selama tiga dekade
film Sutradara :
ikut mengubah gaya hidup dan rasa
cinta orang-orang sekitar, juga Rumi Garin
dan Yulia. Nugroho

Rumi selalu menjadi sumber Drama


kekacauan cinta Yulia. Namun
Aach... Aku kekacauan yang ditimbulkan Rumi
Jatuh Cinta justru sangat membekas di hati Yulia.
Setiap kekacauan makin menguatkan
kerinduan Yulia.
20.757
penonton

127
Paradoks dan Manajemen Kreativitas dalam Industri Film Indonesia

Pemain/
Judul dan
Sutradara/
Tahun Jumlah Sinopsis & Keterangan
Produser &
Penonton
Genre
Nasib menentukan Ernest (Kevin Produser :
Anggara/Ernest Prakasa) lahir di Chand
sebuah keluarga Cina. Ia tumbuh di Parwez
masa Orde Baru saat diskriminasi Servia,
terhadap etnis Cina masih kental.
Bullying menjadi makanan sehari-hari. Fiaz Servia
Ia berupaya untuk berbaur dengan
teman-teman pribuminya, meski Sutradara :
ditentang oleh sahabat karibnya, Ernest
Patrick (Brandon Salim/Morgan Oey). Prakasa
Sayangnya, berbagai upaya yang ia
lakukan tidak berhasil, hingga Ernest
Ngenest
berkesimpulan bahwa cara terbaik Comedy
263.278 untuk bisa membaur adalah dengan
penonton menikahi seorang perempuan pribumi.
Perjalanan membawa Lintang (Tatjana Produser :
Saphira) ke hari ini, satu hari sebelum Frederica
pernikahannya. Hari di mana segala
ingatan tentang sahabat-sahabatnya
itu kembali: Banjar (Arifin Putra), Sutradara :
Wicak (Abimana Aryasatya), Daus (Ge Endri Pelita
Pamungkas), dan Geri (Chicco
Jerikho). Bersama-sama mereka telah
Negeri Van melewati pendidikan strata dua di Drama
Oranje Belanda. Walaupun kuliah di kota-kota
369.181 berbeda, persahabatan
penonton mempersatukan mereka, dan
membuat mereka bisa bertahan di
negeri yang jauh itu.
Alex Hirano, pianis terkenal keturunan Produser :
Jepang, lebih sering dalam suasana
hati buruk. Suatu hari, Ray mengajak Ram Soraya,
Alex bertemu gadis yang dia cintai, Rocky Soraya
yaitu Mia Clark. Kejadian tersebut
membuat Mia merasa bersalah dan ia Sutradara :
bersedia menebus kesalahannya Rocky Soraya
Sunshine dengan cara apapun. Mia
Becomes menawarkan diri menjadi tangan kiri Drama
You Alex sampai laki-laki itu sembuh dan
Alex menerimanya sebagai pengurus
313.794 rumah pribadinya.
penonton

128
Film Indonesia dari Masa ke Masa

Pemain/
Judul dan
Sutradara/
Tahun Jumlah Sinopsis & Keterangan
Produser &
Penonton
Genre
Ebi (Raditya Dika) seorang pemuda Produser :
naif dan belum mempunyai pekerjaan.
Ebi juga single forever yang belum Sunil Soraya
pernah pacaran. Setiap kali mendekati
perempuan, Ebi selalu saja ditolak. Sutradara :
Suatu hari, adik Ebi, Alva (Frederik Raditya Dika
Alexander) yang lebih ganteng dan
sukses darinya, mengumumkan kalau
dia hendak menikah. Karena inilah, Drama,
Ebi pun mencari pacar untuk dibawa Comedy
Single ke pesta kawin Alva, agar harga
dirinya di depan ibunya masih bisa
1.024.293 diselamatkan.
penonton
Setelah mendapat kiriman email video Sutradara :
seorang gadis berjudul “Do you know Rizal
my dad?”, Hanum (Acha Septriasa), Mantovani
jurnalis yang bekerja di sebuah kantor
berita Wina, diberi tugas untuk menulis Penulis :
artikel provokatif berjudul “Apakah Hanum
dunia lebih baik tanpa Islam?”. Salsabiela
Bulan Untuk menjawabnya, Hanum harus Rais, Rangga
Terbelah di bertemu dengan korban tragedi 911 di Almahendra,
Langit New York: Azima Hussein (Rianti Alim Sudio,
Amerika Cartwright), seorang mualaf yang Baskoro Adi
838.383 bekerja di sebuah museum, dan
penonton anaknya , Sarah Hussein. Drama

David (Marcell Chandrawinata), Sutradara :


istrinya Lisa (Feby Febiola), dan anak Roman Malik
perempuan mereka Putri (Khania
Limantara) baru pindah ke rumah baru
yang jauh dari kota. Lisa mencurigai Pemeran :
sesuatu yang aneh terjadi di sekitar Marcel
rumah itu. Dia mulai melihat hal-hal Chandrawinat
aneh dan diteror oleh nenek aFebby
menyeramkan yang tinggal di rumah Febiola,
kosong di seberang rumah mereka Khania
Penghuni Mereka mencoba untuk mencari tahu Limantara,
Lain tentang rumah itu, tapi tidak Igor Saykoji
16.405 menemukan apa-apa. Suatu hari Putri
penonton menemukan sebuah telpon tua yang
ternyata berhantu. Kemudian hal-hal Horor
aneh mulai terjadi padanya, hingga ia
kerasukan.

129
Paradoks dan Manajemen Kreativitas dalam Industri Film Indonesia

Pemain/
Judul dan
Sutradara/
Tahun Jumlah Sinopsis & Keterangan
Produser &
Penonton
Genre
Pengalaman pahit masa kecil kerap Produser :
menghantui Qia yang tinggal di
sebuah pesantren. Qia ingat ketika H Abu
warga kampung membakar rumah Hamzah,
serta menyeret ibu keluar rumah dan Nur Syariah
menganiaya mereka. Hidup Qia mulai Mansyur,
terganggu saat seorang donatur
bernama Basri, melamar dirinya. Qia Ibnu Agha
mendapat perlakuan zalim. Qia tidak Sutradara :
tahan tinggal di rumah suaminya dan Ibnu Agha
akhirnya nekat kabur. Qia berkenalan
dengan Farida seorang pengusaha
Jakarta yang kemudian menawarinya Drama
Harim di bekerja. Rumah mewah Farida
Tanah ternyata tempat berkumpulnya gadis-
Haram gadis cantik untuk dijadikan pelacur.
17.814 Qia mencari kesempatan untuk bisa
penonton lepas dari Farida.

Bulan madu romantis seperti yang Produser:


diharapkan Cinta justru terbalik. Hengki
Suaminya, Rangga, berubah dari laki- Kurniawan
laki romantis dan penyayang menjadi
kaku dan misterius. Tiba di villa, sikap Pemeran:
Rangga mulai kasar hingga terjadi Hengki
Black Kurniawan,
Honeymoon konflik. Teror-teror yang selama ini
dialami Cinta ternyata sudah diatur Raffi Ahmad
6.227 Rangga. Rangga bukan hanya
penonton seorang psycho, ia pembenci
perempuan. Thriller

Andri Tjohjokusumo (Darius Sinathrya) Produser :


dan istrinya Eli (Anneke Jodi) tampak Ichwan
rukun bersama putri semata wayang Persada
mereka, Krista (Naomi Ivo). Namun,
semuanya berubah ketika Krista
memperlihatkan keajaiban: ia mampu Sutradara :
mengobati orang sakit dengan Wisnu Adi
sentuhan tangannya. Ditambah lagi Pemain:
Miracle: dengan kehamilan Eli, semuanya Darius
Jatuh dari membuat keluarga kecil ini guncang. Sinathriya
Surga Andri yang trauma dengan luka masa
lalunya banyak berkeluh kesah Anneke Jodi
8.207
dengan sahabatnya, Ramadan (Indra
penonton
Birowo).
Drama

130
Film Indonesia dari Masa ke Masa

Pemain/
Judul dan
Sutradara/
Tahun Jumlah Sinopsis & Keterangan
Produser &
Penonton
Genre
Skakmat Jamal (Tanta Ginting), tukang ojek Produser :
yang hobi main catur, bermimpi ingin Affandi Abdul
48.996 membuka usaha cuci motor di dekat Rachman,
penonton pangkalan ojeknya. Rodiah, ibu Jamal, Lukman Sardi
mengancam jika Jamal tidak segera
mengubah hidupnya, tanah keluarga
akan menjadi milik sepupunya. Dalam Sutradara :
urusan asmara pun Jamal Ody C
mendapatkan tantangan dari orangtua Harahap
Mirna (Andi Anissa) karena Action,
pekerjaannya yang tidak jelas. Comedy
Utang ratusan juta rupiah mengancam Produser :
keberadaan kedai Filosofi Kopi yang Anggia
didirikan oleh Jody dan Ben. Di tengah Kharisma,
perjuangan mengatasi utang dan Handoko
belitan konflik di antara mereka, Hendroyono
seorang pengusaha muncul dengan Sutradara :
tantangan yang sanggup Angga
menyelamatkan Filosofi Kopi. Dwimas
Sasongko
Filosofi Kopi Dengan keahliannya meracik kopi Ben
berhasil memenangkan satu miliar Pemain:
The Movie rupiah dari sang pengusaha.
Chico
158.517 Jericho,
penonton Rio Dewanto,
Julie Estelle.
Drama
Angel (Eriska Rein), gadis tuna rungu Produser :
yang jujur dan baik hati, bertemu Hamdhani
dengan Gilang (Steven William), Koestoro,
penyanyi terkenal yang sedang
vakum. Gilang memutuskan vakum Ferry
sejak kehilangan inspirasi, karena Haryanto
kasus korupsi yang menimpa ayahnya.
Pertemuan mereka membuat Gilang Sutradara :
penuh inpirasi untuk membuat lagu Alyandra
Sebuah Lagu
sekaligus jatuh cinta tanpa peduli latar
Untuk Tuhan Drama
belakangnya. Percintaan yang indah
itu tiba-tiba dipenuhi kesedihan ketika
Angel divonis kanker.

131
Paradoks dan Manajemen Kreativitas dalam Industri Film Indonesia

Pemain/
Judul dan
Sutradara/
Tahun Jumlah Sinopsis & Keterangan
Produser &
Penonton
Genre
Arjuna atau Juna (Fedi Nuri), Produser :
keturunan ningrat Jawa, jatuh cinta Hanny R
pada gadis Jepang, Keisha (Kelly Saputra
Tandiono). Ia harus berjuang keras
agar cintanya disetujui oleh pihak Sutradara :
keluarga. Kekuatan cinta Juna mampu Hanny R
menerobos benteng perbedaan. Saputra
Mereka resmi menjadi pasangan
Ayah
suami-istri. Keduanya dikaruniai Drama
Menyayangi
seorang anak bernama Mada (Naufal).
Tanpa Akhir
Di malam kelahiran Mada, Juna harus
merelakan kepergian Keisha untuk
selamanya.
Film drama hitam-putih yang Produser :
mengisahkan tentang Siti (Sekar Sari), Ifa Isfansyah
seorang perempuan penjual peyek
jingking di Parangtritis, ia sekaligus Sutradara :
menjadi pemandu karaoke di malam Eddie
hari. Setelah suaminya lumpuh dalam Cahyono
kecelakaan di laut, Siti terjebak dalam
SITI lilitan utang. Drama

Fokus penelitian ini ada pada unsur kreativitas pembuatnya


dan apresiasi penonton atas film tersebut. Setelah penulis mempelajari
seratus dua judul fim di Tabel 3.2 ini, penulis kemudian mencari data
tentang jumlah penonton dan penghargaan dari festival-festival film
di dalam atau luar negeri. Namun, patut disayangkan, data tentang
jumlah penonton secara akurat sangat sulit didapat. Informasi yang
dipublikasikan oleh cinema 21 dan website film Indonesia hanya
tersedia bagi film-film Indonesia yang paling laku saja (yang tidak
laku justru tidak ada) itu pun selama beberapa tahun terakhir seperti
tahun 2010-an. Data untuk tahun 2000 ke belakang hampir tidak
tersedia –kecuali untuk film-film box-office, sehingga perlu dilakukan
pencarian ke nama-nama produsernya atau judul filmnya.
Keseluruhan film di Tabel 3.2 tersebut kemudian diseleksi
berdasarkan informasi yang menurut penulis cukup lengkap, yaitu
dari segi kreativitas dan apresiasi penontonnya. Untuk pemahaman
132
Film Indonesia dari Masa ke Masa

tentang kreativitas, penulis mencoba mendiskusikan film-film yang


sudah ada jumlah penontonnya dengan para pakar (dalam hal ini
pengamat seni dan budaya). Setelah diseleksi jumlah film turun
menjadi sekitar 20 film saja. Selanjutnya, keduapuluh film itu
dianalisis lebih lanjut di Bab tujuh, untuk mencari dan menemukan
gagasan-gagasan baru dan konsep tentang film Indonesia masa kini.
Beberapa informasi penting dan menarik yang diperoleh atas
film-film Indonesia pasca reformasi dicatat dan dijelaskan di bawah
ini. Pada saat Reformasi tahun 1998, film anak-anak sepi bahkan
nyaris hilang dari industri perfilman nasional. Hal ini berubah
Sesudah Reformasi, film anak-anak muncul kembali dengan kemasan
yang lebih baik dan menarik. Ditandai dengan kemunculan film
―Petualangan Sherina‖ (2000) karya Mira Lesmana yang menjadi box-
office, kemudian diikuti dengan ―Denias: Senandung di Atas Awan‖
(2006) hasil karya Aris Sihasale dan Nia Zulkarnain. Anak-anak
Indonesia kembali mendapat ruang untuk tontonan sesuai usia
mereka, meskipun ruang itu masih sangat kecil. Tidak banyak movie-
maker yang berminat untuk membuat film anak-anak.
Film ―Denias: Senandung di Atas Awan‖ yang disutradarai
oleh John de Rantau ini disambut hangat oleh para penonton yang
berasal bukan hanya dari pulau Jawa. Film tersebut berhasil
mendapatkan apresiasi dari penonton di wilayah Indonesia timur.
Sebuah kisah tentang anak Papua yang ingin mendapatkan
pendidikan di sekolah, berhasil disajikan dengan apik dan natural oleh
rumah produksi Alenia. Pengambilan gambar yang sangat indah di
Papua sebagai setting cerita di film tersebut. Film ―Liburan Seru‖
menjadi film berikutnya garapan Ari Sihasale (Ale) dan Nia
Zulkarnain untuk penonton anak-anak. Pasangan ini termasuk movie-
maker langka karena mau bermain di ceruk pasar yang dianggap kecil,
yaitu pasar film anak.
Film dengan genre drama masih tetap merajai industri
perfilman baik sebelum maupun Sesudah Reformasi. Namun, pada era
Sesudah Reformasi, drama dengan nuansa romantisme kini tak lagi
mengekploitasi seks dan erotisme seperti yang kerap disajikan di film-

133
Paradoks dan Manajemen Kreativitas dalam Industri Film Indonesia

film drama di masa Orde Baru. Film drama sekarang diceritakan


dengan gaya remaja dengan masalah-masalah mereka seputar
persahabatan, konflik dengan orang tua, dan pencarian jati diri. Para
pemain baru muncul, mereka yang masih terbilang muda seperti Dian
Sastro, Nikolas Saputra, Titi Kamal, Shandy Aulia, Samuel Rizal,
Lukman Sardi, Prissilia Nasution, sampai ke Atiqah Hasiholan, Rio
Dewanto, Vino Bastian, Marsha Timothy, Chico Jericho, dan Tara
Basro. Akting dan dialog mulai berubah dan diperkaya, adegan demi
adegan tidak lagi terlihat kaku seperti seperti film-film tempo dulu,
sekarang lebih terlihat natural.
Film-film ―Ada Apa Dengan Cinta‖ (2002) karya Mira
Lesmana dan Riri Riza menurut data perfilman di website film
Indonesia waktu itu, ditonton oleh lebih dari satu juta orang. Film
tersebut kemudian diikuti oleh film ―Eiffel I‘m In Love‖ (2003) dengan
nuansa cerita yang sama. Sekalipun film ini dituduh mencontek cerita
dan keberhasilan ―AADC‖ (Ada Apa Dengan Cinta), namun tetap laris
dan tercatat mendapatkan penonton sekitar tiga juta orang. Film
―Eiffel I‘m In Love‖, produksi ―PT Soraya Intercine Film‖ milik Ram
Soraya dan Sunil Soraya memilih pemain-pemain muda baru dengan
akting yang cukup wajar (Shandy Aulia dan Samuel Rizal) tampaknya
merupakan pilihan yang tepat. Film ―Ketika Cinta Bertasbih‖ (2009)
juga merupakan film romantis yang dikemas dengan model
penceritaan yang baru dan tokoh-tokoh yang lebih muda dan segar,
film ini pun berhasil mendapatkan apresiasi dari penonton, terbukti
laris ditonton di bioskop.
Selain tema persahabatan, tema tentang agama yang tidak
kuno (dikemas sesuai perkembangan jaman) seperti film ―Ketika Cinta
Bertasbih‖ kini juga mulai digemari dan dibuat sekuelnya sampai yang
keempat. Film bernuansa agama kini tidak lagi ―berkhotbah‖ seperti
dulu, namun diceritakan dari sisi yang lain ala remaja masa kini dan
permasalahan mereka di tengah-tengah pergaulan dan keluarga.
Trend fashion dengan model terkini juga ditampilkan dalam
penceritaan di film-film tersebut. Strategi ini cukup cerdik karena
menarik minat dan mempengaruhi para penonton remaja dan ibu-ibu
untuk pergi menonton secara berkelompok (beramai-ramai)
134
Film Indonesia dari Masa ke Masa

menyaksikan film-film bertema agama tersebut di bioskop. Fashion


yang dianggap modern bagi para muslim dan ditonjolkan dalam
sebuah film, akhir-akhir ini cukup menjadi pusat perhatian dan sangat
digemari oleh penonton yang beragama Islam.
Film-film bergenre laga yang sebelum Reformasi dulu turut
mendominasi di mana film-film laga tersebut seringkali
dikombinasikan dengan seks—anehnya, justru tidak menjadi pusat
perhatian movie maker. Belakangan, setelah tahun 2010, film laga
muncul kembali dengan penggarapan yang baru. Adalah Gareth Evans
seorang movie-director dari Wales yang tertarik untuk menyutradarai
film ―The Raid‖ (2012) yang kemudian melambungkan Yayan Ruhian
dan Iko Uwais sebagai pemain laga, diikuti dengan film ―The Raid 2:
Berandal‖ dengan pemain-pemain yang tetap sama. Kedua film
tersebut merupakan film box-office dengan jumlah penonton sekitar
empat juta orang. Di Bandung kedua film tersebut sangat laris, penulis
menonton film ini dengan keluarga. Suami dan anak-anak bahkan
menonton film ini sampai dua kali! Sebelumnya Gareth Evans juga
menyutradarai film ―Merantau‖ (2009) yang dimainkan oleh Iko
Uwais, Sisca Jessica, Christine Hakim, Donny Alamsyah, dan Yayan
Ruhian.
Kedua aktor utama di film-film laga tersebut yaitu Iko dan
Yayan, ditambah Cecep Arif Rahman, kemudian terpilih untuk
muncul di film ―Star Wars: The Force Awaken‖ (2016) garapan
Hollywood sebagai musuh Hans Solo yaitu Razoo Qin-Fee, Tasu
Leech anggota Kanji klub. Hans Solo sendiri, pemeran utamanya
dimainkan oleh Harrison Ford, seorang bintang lawas Hollywood.
Sekalipun hanya tampil beberapa menit saja --tidak ada dialog yang
diucapkan oleh Iko, namun ada sedikit teriakan dari Yayan, peristiwa
ini merupakan debut awal aktor Indonesia di film internasional,
sekaligus prestasi yang membanggakan. Pada waktu penulis menonton
film Star Wars di bioskop, penonton sangat membludak, bahkan
sampai 2 bulan berikutnya.
Dua genre yang lain yaitu komedi dan horor, juga mengalami
reformasi. Jika film-film komedi sebelum reformasi didominasi oleh

135
Paradoks dan Manajemen Kreativitas dalam Industri Film Indonesia

film-film ―Warkop DKI‖ dan Benyamin (alm) maka film-film dengan


genre komedi sesudah reformasi tampil dengan wajah dan kemasan
yang sama sekali baru yaitu hadirnya stand-up comedian. Fenomena
gaya komedi perorangan yang baru ini, sama sekali berbeda dari jenis
film komedi tempo dulu yang mengandalkan adegan terjatuh atau
salah duduk yang membuat penonton tertawa. Film komedi saat ini
juga bisa berasal atau diadopsi dari novel remaja yang laris semacam
novelnya Raditya Dika. Alur dan gaya penceritaan dengan gaya
remaja dan bahasanya yang sangat berbeda dari film komedi di era
Orde Baru. Film dengan tema seperti ini cukup menarik, dan
membuat para penonton yang kebanyakan remaja, yang telah
membaca bukunya Raditya Dika, rela menonton ke bioskop dan
menghabiskan waktunya untuk tertawa bersama teman-teman
mereka. Film ―Cinta Brontosaurus‖ (2013), ―Comic 8‖ (2014), ―Single‖
(2015), dan ―Ngenest‖ (2016) adalah contoh film-film dengan genre
drama-komedi yang disadur dari cerita novel atau dimainkan oleh
stand-up comedian. Film-film tersebut terbukti laris karena sudah
punya fan-base sendiri. Para penggemar novel yang sudah lebih dulu
muncul sebelum filmnya ada atau pembaca setia novel-novel kocak.
Film-film ini memperbaharui genre komedi Indonesia.
Dari genre horor, ada film ―Jelangkung‖ (2007) garapan Jose
Purnomo menandai bangkitnya kembali genre horor ala Indonesia.
Film ini tampil dengan kemasan thriller yaitu film yang dikemas
bukan sekedar horor namun ada unsur suspense (ketegangan yang
mencekam) di dalamnya. Film ini cukup laku dengan catatan jumlah
penonton hampir delapan ratus ribu orang. Film ―Jelangkung‖ tidak
seperti film-film horor Indonesia Sebelum Reformasi, sama sekali
tidak mengandalkan wajah pemain penuh riasan ―make up― horor
tetapi adegannya sama sekali tidak horor –kadang malah ingin
tertawa. Film horor Pasca Reformasi lebih menakutkan dan
mencekam karena musik yang mendukung, dialog-dialog yang lebih
pas dan natural, serta pengambilan gambar yang lebih pandai.
Beberapa dokumentasi film-film sesudah reformasi dan
berhasil laku di pasaran, tampak dari gambar-gambar sebagai berikut:

136
Film Indonesia dari Masa ke Masa

Gambar 3.3. Adegan dalam film Gambar 3.4. Poster Film


―Ada Apa Dengan Cinta‖ ―Jelangkung‖

Gambar 3.5. Film ―Petualangan Sherina‖

Gambar 3.6. Film ―Denias: Senandung di Atas Awan‖


Keterangan: Gambar 3.3 –3.6. diambil dari wikipedia)

Selain Mira Lesmana, Riri Riza, Ale dan Nia, para pembuat
film baru bermunculan kembali. Di tahun 2003 misalnya, muncul
produser-produser baru yang masih terbilang muda, seperti Teddy

137
Paradoks dan Manajemen Kreativitas dalam Industri Film Indonesia

Soeriaatmaja, Hanung Bramantyo, dan Rizal Mantovani. Mereka


menjadi sineas pendatang baru dalam industri film nasional yang
membuat `film-film dengan teknik dan gaya penceritaan baru. Aktor
dan aktris yang berusia muda juga mulai memasuki perfilman nasional
dan memberi warna baru dalam ide cerita dan genre, bersaing dengan
pemain-pemain lama. Teddy dengan film-film seperti ―Banyu Biru‖
(2005) yang memberinya penghargaan sutradara terbaik, ―Badai Pasti
Berlalu‖ (2007), dan ―Ruang‖ (2006) sebuah film dengan genre science
fiction yang jarang dibuat sineas Indonesia lain. Hanung yang kerap
membuat film bernuansa agama seperti film ―Sayekti dan Hanafi‖ dan
film ―Brownies‖(2005) serta film ―Get Married‖ (2007), yang
memberinya penghargaan sutradara terbaik, film-film bergenre
drama-komedi yang cukup laris.
Berbeda dengan Teddy dan Hanung, Rizal Mantovani
mengawali karirnya dari membuat video klip di televisi. Pengalaman
membuat video klip mendorong Rizal untuk mulai menyutradarai
film layar lebar. Beberapa film yang pernah ia sutradarai, kebanyakan
di antaranya bergenre horor, antara lain adalah: film trilogi
―Kuntilanak‖ (2006-2008), ―Air Terjun Pengantin‖ (2009), ―Jenglot
Pantai Selatan‖ (2011), dan ―‖5 cm‖ (2012). Beberapa film horor yang
disutradarai Rizal masih ada yang bernuansa seks-horor seperti film-
film ―Air Terjun Pengantin‖ dan ―Jenglot Pantai Selatan‖. Film-film
dengan nuansa seks-horor seperti ini ternyata masih memiliki pasar
tersendiri, sekalipun film bergenre horor-thriller atau genre lain
seperti drama dan komedi sudah lebih banyak dan lebih bervariasi
tersedia di pasar film Indonesia.
Beberapa film di tahun-tahun berikutnya, masih meniru
keberhasilan film-film dengan genre seputar romantisme remaja,
selain komedi dan horor-thriller, seperti film ―Ayat-Ayat Cinta‖,
―Ketika Cinta Bertasbih‖, ―Laskar Pelangi‖,―Naga Bonar Jadi 2‖. Tema-
tema film kian variatif, meskipun tema-tema tersebut terkadang latah,
mengikuti tema film sebelumnya. Jika film yang sedang ramai
ditonton adalah film horor, maka beberapa sineas akan mencoba
peruntungannya membuat film dengan tema horor, begitu juga
dengan tema-tema remaja/anak sekolah. Satu hal yang cukup
138
Film Indonesia dari Masa ke Masa

melegakan adalah film-film laga yang mengandalkan otot dan bumbu


erotisme –dengan Barry Prima sebagai pemainnya -- mulai hilang dari
peredaran. Film-film tersebut bukan merupakan contoh film yang
cukup baik atau mendidik.
Dengan begitu banyak tema dan variasi cerita yang diusung,
memberikan kesempatan bagi media film menjadi sarana
pembelajaran dan motivator bagi masyarakat. Film-film yang dibuat
―Alenia Production‖ seperti film ―Denias: Senandung di Atas Awan‖,
film ―King‖ dan film ―Garuda di Dadaku‖ adalah beberapa contohnya.
Film lain seperti ―Laskar Pelangi‖ dan ―Meraih Mimpi‖ produksi Mira
Lesmana yang disadur dari novel karya Andrea Hirata dengan judul
yang sama, juga memberikan pencerahan dan pendidikan bagi anak-
anak Indonesia untuk terus belajar dan berjuang meraih mimpi-mimpi
mereka. Saat ini pun Indonesia sudah memulai masuk ke industri film
animasi. Ini memang bukan untuk pertama kalinya, karena dulu
pernah ada film animasi dengan judul ―Huma‖, namun kini film
animasi berjudul ―Meraih Mimpi‖ direncanakan akan go international.
(Diunduh dari Perpustakaan Nasional RI dan Sinaematek Indonesia,
tanggal 19 April 2015).
Selain film animasi, beberapa pemain baru muncul lagi
sesudah tahun 2010. Para pemain baru yang muda-muda ini, dan tidak
berlatar belakang pendidikan film, berani mengusung tema-tema baru
dan ide-ide cerita baru yang segar dan inovatif. Movie-maker baru ini
turut memberi warna dan membawa perubahan yang cukup
signifikan dalam industri perfilman Indonesia sesudah tahun 2010.
Jejak langkah Garin Nugroho yang telah dimulai di era Reformasi
tahun 1990-an, diikuti oleh para sineas muda dengan semangat
kreativitas dan kebebasan. Hal ini tidak terlepas dari pengaruh global
negara-negara di Asia yang juga mengalami kebangkitan secara
ekonomi. Revolusi komunikasi digital dan teknologi informasi juga
membawa dampak besar.
Nama-nama baru seperti Sheila (Lala) Timothy, Joko Anwar,
Angga Dwi Sasono, dan Sammaria (Atid) Simanjuntak adalah produser
dan sutradara baru yang menunjukkan prestasinya melalui film-film

139
Paradoks dan Manajemen Kreativitas dalam Industri Film Indonesia

karya mereka. Film-film mereka kebanyakan anti-mainstream, tidak


harus mengikuti selera pasar dan terkadang dianggap ‗nyeleneh‘.
Beberapa karya Lala Timothy adalah film ―Pintu Terlarang‖, ―Modus
Anomali‖, dan ―Tabula Rasa‖. Lala Timothy bekerja sama dengan Joko
Anwar dalam dua film pertamanya. Sineas muda lain yang juga mulai
unjuk gigi dengan karya-karyanya yang tidak biasa adalah Sammaria
Simanjuntak dengan film-filmnya antara lain ―cin(T)a‖, ―Demi Ucok‖,
dan ―Selamat Pagi, Malam‖ serta Angga Dwi Sasono dengan film
―Filosofi Kopi‖ dan ―Ngenest‖.
Setelah mendapatkan anugerah penyutradaraan dan story-
telling terbaik dari Rumah Produksi SET pimpinan Garin Nugroho,
Joko Anwar makin mengeksplorasi diri melalui karya-karyanya. Film
serial ―Halfworlds‖ dengan genre dark thriller yang disiarkan oleh
HBO Asia merupakan bentuk karya Joko Anwar yang berbeda dan
bekerja sama dengan sineas dari negara tetangga di Asia. Hafworlds
merupakan film tentang kehidupan ‗dedemit‘ yang dikemas dengan
laga dan suspense. Film panjang Joko Anwar dan kawan-kawan
berikutnya adalah ―A Copy of My Mind‖ atau ―Salinan Anganku‖ yang
juga berhasil mendapat apresiasi penonton yang cukup baik di layar
lebar.

Trayektori Film Indonesia


Setelah mengamati sejarah perfilman Indonesia selama empat
era atau empat rezim di atas, yaitu (i) era Penjajahan, (ii) era Orde
Lama, (iii) era Orde Baru, dan (iv) era Reformasi; maka peneliti pun
menyusun lintas-gerak/trayektori industri film di Indonesia ke dalam
empat lintasan, seperti tampak pada Gambar 3.7.

140
Sumber : Manurung, E.M., 2016

Gambar 3.7.Trayektori Film Indonesia


Film Indonesia dari Masa ke Masa

141
Paradoks dan Manajemen Kreativitas dalam Industri Film Indonesia

Tahun 1900-1945 merupakan era ketika kolonialisme terjadi


di Indonesia. Film yang pertama kali diperkenalkan di tahun 1900
adalah sebuah film dokumenter tentang penjajah, yaitu perjalanan
tentang Ratu dan Raja Belanda. Film di masa itu disebut ―gambar
idoep‖. Industri film lokal pertama kali membuat film bersuara di
tahun 1931. Sebelumnya, film ―Loetoeng Kasarung‖ merupakan film
bisu pertama yang dibuat tahun 1925. Seiring waktu, film-film
diproduksi dan diputar di bioskop. Tercatat ada 227 bioskop lahir di
era kolonial. Masa penjajahan ternyata memberikan pengetahuan juga
tentang film kepada bangsa Indonesia. Selain Belanda, Jepang turut
punya andil dalam perfilman Indonesia berikutnya.
Bangsa Jepang yang membuat film untuk kepentingan
propaganda dan hegemoni kekuasaan di Indonesia, telah mengajarkan
tentang cara membuat lembaga yang memproduksi film cerita dan
film dokumenter. Di lembaga-lembaga tersebut, tokoh-tokoh
Indonesia dilibatkan untuk proses pembuatan, publikasi, dan
penyebaran film. Sutradara dari Jepang didatangkan untuk membina
perfilman. Pribumi, warga Indonesia asli, akhirnya punya kesempatan
belajar menjadi juru kamera, editor, bahkan sutradara; setelah
sebelumnya di masa penjajahan Belanda atau perusahaan milik
Tionghoa posisi tersebut diharamkan untuk pribumi.
Pada masa penjajahan tersebut, bangsa kita belajar dari
Belanda dan Jepang tentang film-film dokumenter dan film cerita.
Etnis Tionghoa punya andil dalam membuat beberapa film Indonesia
pertama karena kedekatan mereka dengan penguasa, rata-rata etnis
Tionghoa berprofesi sebagai pedagang. Sekalipun tujuan para penjajah
adalah untuk melanggengkan kekuasaan mereka di tanah jajahan
dengan cara membuat film propaganda atau personifikasi bangsa
Eropa sebagai yang paling ―jagoan‖, namun tetap hal itu membuat
orang-orang Indonesia di masa itu menjadi lebih terampil dan tahu
tentang cara membuat film. Bioskop-bioskop bermunculan dan
segmen penonton berubah, tidak lagi eksklusif untuk bangsa Eropa
atau Tionghoa, namun makin bergeser ke warga pribumi dengan
tontonan yang lebih pas berupa film cerita asli yang dibuat oleh orang
Indonesia.
142
Film Indonesia dari Masa ke Masa

Era berikutnya yaitu era kemerdekaan di bawah kepemim-


pinan Presiden Soekarno atau Orde Lama (tahun 1945-1965). Pada era
ini, bangsa kita baru saja merdeka sebagai kesatuan Republik
Indonesia. Sekalipun pengaruh dari bangsa penjajah masih mungkin
melekat dalam perfilman Indonesia, namun di bawah pimpinan
Soekarno industri film ditata kembali dengan berusaha menampilkan
karakteristik bangsa Indonesia yang sesungguhnya.
Di era Orde Lama ini, film sebagai identitas bangsa sangat
ditekankan. Presiden Soekarno melarang segala bentuk paham atau
ideologi yang condong ke barat termasuk di industri film nasional.
Pemerintahan mengedepankan nasionalisme, sayangnya tidak semua
pihak paham akan hal ini, khususnya negara adidaya. Di era ini justru
muncul movie-maker Indonesia dengan karya-karyanya yang
menakjubkan. Beberapa film yang memenangkan penghargaan
internasional antara lain film ―Darah dan Doa‖ serta ―Lewat Jam
Malam‖ karya Usmar Ismail. Namun apa yang sudah dirintis oleh
Usmar Ismail kurang mendapat dukungan serta belum sempat
dikembangkan serta dilanjutkan oleh generasinya. Industri film yang
sudah mulai ditata dengan baik dalam kepemimpinan Soekarno belum
sempat dikembangkan dengan baik. Kondisi negara yang baru
merdeka dan masih rapuh membuat gampang dicerai-beraikan.
Era Orde Baru di bawah pemerintahan Soeharto (tahun 1966-
1998) merupakan era di mana pertumbuhan ekonomi mulai naik,
melejit. Sayangnya, fondasi perfilman nasional yang mengedepankan
identitas bangsa yang sudah diprakarsai Soekarno tidak dilanjutkan
oleh Soeharto. Film-film impor khususnya yang berasal dari Amerika
bebas masuk ke Indonesia. Wajah perfilman ala penjajahan kembali
muncul. Film-film yang mendominasi layar lebar tanah air, justru film
barat yang merupakan produk Hollywood. Di era ini, pengendalian
ketat atas produksi film nasional diterapkan oleh pemerintah, persis
seperti jaman penjajahan Belanda dan Jepang. Intervensi pemerintah
sangat ketat terutama untuk film-film yang dianggap membahayakan
hegemoni penguasa.

143
Paradoks dan Manajemen Kreativitas dalam Industri Film Indonesia

Di masa ini, beberapa film Garin Nugroho yang menceritakan


pembantaian di Sumatera dan ketertinggalan daerah-daerah di luar
Jawa karena termarjinalkan dalam pembangunan, dilarang diputar di
dalam negeri, meskipun mendapatkan banyak penghargaan secara
internasional. Namun demikian, film-film nasional yang tidak
bermutu, yaitu film-film bertema seks dan pornografi tetap saja
ditayangkan bebas di layar lebar. Sensor tidak lagi diterapkan untuk
urusan norma-norma susila atau pornografi, tapi lebih ke sensor yang
bersifat politik. Film di era pemerintahan Soeharto tumbuh sebagai
industri perdagangan yang dapat meningkatkan kekayaan penguasa
dan para pedagang atau importir film, pengusaha bioskop, dan pemilik
stasiun televisi yang semuanya itu dekat dengan penguasa. Dari segi
kuantitas, jumlah film yang diproduksi kala itu mencapai angka yang
cukup spektakuler sehingga disebut jaman emas perfilman nasional.
Di era berikutnya yaitu era Pasca Reformasi (tahun 1999-
2015), perfilman Indonesia memasuki babak baru. Udara reformasi
yang bernafaskan kebebasan memberi ruang baru yang lebih segar
pada sineas-sineas muda. Film Indonesia di era 1999-2015 memiliki
wajah yang berbeda dengan film di era sebelumnya. Ini tidaklah
mengherankan, para pemuda turun ke jalan meneriakkan semangat
reformasi. Industri perfilman tumbuh dalam semangat kebebasan,
yang memberikan banyak alternatif, ruang-ruang baru, untuk meng-
ekspresikan kreativitas dalam film. Era ini ditandai dengan banyaknya
pemain (movie-maker) baru. Sekalipun film asing masih tetap
mendominasi pasar lokal--bukan hanya film dari Hollywood atau
Bollywood saja yang masuk-- film impor di era ini masuk lebih
banyak lagi. Ada film-film Korea, Iran, dan Turki, selain film
Mandarin dari negeri Tiongkok yang sudah terlebih dulu masuk.
Film-film impor baru ini datang dengan penggarapan yang serius dan
menarik, karenanya memikat hati banyak penonton di Indonesia.
Kompetisi perfilman di era Reformasi berlangsung lebih ketat dari era
sebelumnya.
Film Indonesia di era Reformasi berusaha bertahan dengan
dukungan kreativitas dan inovasi dari pemain baru, meskipun tidak
semuanya memiliki latar belakang pendidikan tentang film. Mira
144
Film Indonesia dari Masa ke Masa

Lesmana dan Riri Reza adalah beberapa yang menginisiasi dibukanya


lembaran baru perfilman Indonesia Pasca Reformasi. Mereka juga
yang mencetuskan aksi pengembalian piala Citra oleh Masyarakat
Film Indonesia (MFI) bersama para sineas lain di TMII Jakarta.
Belakangan muncul nama-nama lain seperti Rizal Mantovani, Hanung
Bramantyo, Teddy Soeriaatmaja, Nia Dinata lalu kemudian Joko
Anwar, Ari Sihasale dan Nia Dicky Zulkarnain, Sheila Timothy,
Sammaria Simanjuntak, dan sebagainya.
Perfilman nasional Pasca Reformasi mengindikasikan ketatnya
persaingan di industri ini, pemain baru dan pemain lama harus benar-
benar serius menggarap dan memproduksi film mereka supaya
mendapat pangsa pasar di Indonesia. Orientasi kewirausahaan mulai
muncul dan nampak di beberapa film nasional yang makin lama
makin banyak dinikmati oleh pemirsa di dalam dan luar negeri.
Beberapa karya sineas muda, bukan hanya film garapan Garin
Nugroho saja, muncul dan menduduki peringkat puncak di tangga
perfilman layar lebar atau di festival-festival film bergengsi
mancanegara. Film-film karya Mira Lesmana dan Riri Reza misalnya
―Ada Apa Dengan Cinta‖ serta ―Laskar Pelangi‖ bukan hanya
diapresiasi di festival film dalam negeri, namun juga diapresiasi oleh
penonton Indonesia. Hal tersebut mengubah kedudukan perfilman
nasional yang selama ini selalu kalah dalam penjualan tiket layar lebar
dibandingkan film asing. Nama-nama lain seperti Ari Sihasale dan Nia
Zulkarnain yang menggali banyak potensi budaya bangsa, mulai
menjadi pemain yang patut diperhitungkan dalam industri film
nasional setelah film ―Denias: Senandung di Atas Awan‖
memenangkan FFI di tahun 2006/2007. Film-film karya mereka
berdua sekaligus memuaskan dahaga pemirsa terhadap sangat
kurangnya film untuk anak-anak Indonesia.
Demikian juga dengan Sheila Timothy dengan film ―Modus
Anomali‖, ―Pintu Terlarang‖ dan ―Tabula Rasa‖ juga menyuguhkan
genre baru dalam perfilman Indonesia. Film bergaya thriller
mengganti film horor yang selama ini mendominasi layar lebar.
Demikian juga film ―Tabula Rasa‖ yang digarapnya dengan genre
drama slice of life yang penceritaannya tidak kalah istimewa dari film
145
Paradoks dan Manajemen Kreativitas dalam Industri Film Indonesia

buatan impor. Nama-nama berikutnya adalah Ifa Isfansyah, Hanung


Bramantyo, dan Joko Anwar dengan teknik atau gaya bercerita yang
inovatif, serta penyutradaraan yang lebih baik, mereka juga mulai
diakui karya-karyanya di berbagai festival film bergengsi dan
mendapatkan berbagai penghargaan. Ada juga Sammaria Simanjuntak,
atau yang lebih dikenal sebagai Atid, pembuat film-film indie.
Filmnya berjudul ―Selamat Pagi, Malam‖ dan ―Demi Ucok‖ telah
berhasil diputar di layar lebar, meskipun belum banyak penontonnya.
Berbagai inovasi dan kebaruan diinisiasi oleh para sineas
muda ini yang notabene bukan berasal dari kalangan perfilman.
Sebagai contoh, Lala (Sheila) Timothy adalah seorang ibu rumah
tangga lulusan Manajemen UI. Joko Anwar adalah seorang lulusan
Teknik Penerbangan ITB, dan Atid Sammaria merupakan sarjana
Arsitektur Unpar yang sempat bekerja di sebuah kantor arsitek
Singapura. Ketiganya memiliki persamaan, sama-sama mencintai film
Indonesia dan ingin turut memberikan perubahan ke arah yang lebih
baik dalam industri film nasional.
Secara ringkas, industri perfilman Indonesia di era Reformasi
(tahun 1999-2015) memasuki babak baru, perjalanan baru perfilman
dengan semangat kebebasan dan reformasi. Sensor masih
diberlakukan cukup ketat oleh pemerintah, namun demikian spirit
untuk membuat sesuatu yang baru, tema atau penceritaan baru,
setting yang berbeda, penggarapan serta penyutradaraan yang baru
yang lebih menarik mulai bermunculan. Industri film Indonesia Pasca
Reformasi ditandai dengan kemunculan film-maker yang baru dengan
usia yang relatif muda dan latar belakang pendidikan serta profesi
yang beragam. Satu kemiripan yang dimiliki adalah sama-sama ingin
memajukan industri perfilman nasional dengan ide-ide baru yang
kreatif dan inovatif. Kini para penonton memiliki banyak pilihan baik
dari segi genre, teknik bercerita, cara-cara penggarapan, dan
sebagainya, film mana yang ingin mereka tonton dan pengalaman
seperti apa yang ingin mereka rasakan di layar lebar.

146
Film Indonesia dari Masa ke Masa

Kategorisasi Temuan
Secara ringkas, perfilman Indonesia di era kemerdekaan
sampai tahun 1998 menjelang Reformasi, memiliki wajah yang hampir
mirip satu sama lain. Film-film Indonesia di jaman ini diatur dan
dikendalikan oleh sensor yang ketat, tidak boleh membahayakan atau
bertentangan dengan kepentingan penguasa, harus bernafaskan
nasionalisme atau cerita lain yang dibatasi oleh sensor. Masyarakat
Indonesia masih banyak yang berpegang pada warisan para penjajah:
lebih menyukai tontonan dari luar khususnya film Hollywood atau
Bollywood. Ada satu-dua movie maker yang muncul dengan keunikan
mereka, menggali potensi lokal, budaya khas Indonesia. Salah satunya
adalah Garin Nugroho yang sukses membuat beberapa film dengan
tema-tema sosial-ekonomi di daerah-daerah marjinal di Indonesia.
Beberapa point penting terkait karakteristik industri film
Indonesia sebelum dan sesudah Reformasi yang ditemukan dalam
studi dokumen ini, penulis kategorikan di dalam Tabel 3.3.

147
148
Tabel 3.3. Karakteristik Film Indonesia Sebelum dan Sesudah Reformasi
Paradoks dan Manajemen Kreativitas dalam Industri Film Indonesia
Film Indonesia dari Masa ke Masa

149
Paradoks dan Manajemen Kreativitas dalam Industri Film Indonesia

150
Film Indonesia dari Masa ke Masa

151
Paradoks dan Manajemen Kreativitas dalam Industri Film Indonesia

Kategorisasi temuan di Tabel 3.3. menyiratkan munculnya


situasi dilematis dan paradoksal di masing-masing era. Penulis
mencatat beberapa peristiwa yang bersifat paradoks sebagai berikut:
1. Era Penjajahan
Di tengah-tengah ekonomi yang serba sulit akibat tekanan
bangsa penjajah, muncul calon-calon produser dan
sutradara yang mumpuni, bahkan di era berikutnya
sekolah film ke luar negeri. Di era ini juga muncul
bintang-bintang film dengan akting yang layak diacungi
jempol, seperti Fifi Young, Tan Tjeng Bock. Film mulai
menjadi hiburan bagi warga pribumi.
2. Era Orde Lama
Kondisi ekonomi yang masih depresi tidak menyurutkan
semangat para pembuat film yang sekolah di luar negeri
(Amerika), untuk mulai membuat film-film Indonesia
yang menonjolkan identitas bangsa. Beberapa nama besar
para produser adalah Usmar Ismail dan Djamaluddin
Malik. PERFINI dan PERSARI berhasil didirikan di masa
ini. Kreativitas membuat film mulai diasah di awal
kemerdekaan sekalipun fondasi ekonomi masih rapuh.
3. Era Orde Baru
Sensor pada masa ini kembali ditegakkan, namun
praktiknya sungguh paradoks. Film-film asli garapan
Garin Nugroho yang menunjukkan kondisi masyarakat
yang termarjinalkan malah dilarang diputar di dalam
negeri padahal memenangkan berbagai penghargaan di
luar negeri, sementara film-film bertemakan seks dan
erotisme tumbuh subur di tanah air. Sensor pornografi
tidak dilaksanakan beriringan dan konsisten dengan
sensor politik.

152
Film Indonesia dari Masa ke Masa

4. Era Reformasi
Kompetisi dalam industri film nasional yang masih
didominasi oleh film impor,sekarang ini bukan hanya dari
Amerika tapi dari banyak negara lain, makin meningkat
tajam. Sekalipun UU perfilman yang baru menetapkan
proporsi 60% film Indonesia harus diputar di layar lebar,
pada kenyataannya tidak (selalu) demikian. Kondisi pasar
bebas ini tidak menyurutkan semangat kebebasan
berekspresi para pembuat film yang relatif masih muda
untuk terus berkarya dan memproduksi film-film
Indonesia yang unggul dan kompetitif.

153

Anda mungkin juga menyukai