Anda di halaman 1dari 16

Fitria Sis Nariswari, Film Fiksi.: Antara Identitas Film Nasional dan Sinema ...

Film Fiksi.: Antara Identitas Film Nasional dan Sinema


Pasca-Orde Baru

FITRIA SIS NARISWARI


Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia
e-mail: fitriasisn@gmail.com
ABSTRACT The term ‘national film’ has a long history, and in some circles is a subject of
debate, going to the terms “Third Cinema” and “First Cinema”. The basic question with what
is called ‘national film’ will be discussed in this paper, by analyzing the film Fiksi. (2008).
The choice of this movie is based on its director, who is a woman, and was produced after the
New Order. This paper discusses how a post-New Order women-directed film tries to create
a ‘national film’ identity. Furthermore, the writer tries to analyze the question of women
representation in the Fiksi. film or a sharp distinction between the New Order film discourse
and Fiksi. This film shows a cautious approach towards the ‘national film’ identity, even
though it is filled with various gender and social issues. As a post-New Order cinema, this film
is lucky in that it did not have to face censorship on its critique.

ABSTRAK Istilah film nasional ini pun memiliki sejarah panjang dan menjadi perdebatan di
beberapa kalangan dengan mengacu pada istilah “Sinema Ketiga” dan “Sinema Pertama”.
Pertanyaan mendasar dengan apa yang disebut dengan film nasional akan dibahas dalam
tulisan ini dengan menganalisis film Fiksi. (2008). Pemilihan film ini juga didasari atas film
yang bersutradara perempuan dan yang diproduksi pasca-Orde Baru. Tulisan ini membahas
bagaimana sebuah film pasca-Orde Baru yang disutradarai perempuan berupaya untuk
memiliki identitas sebagai film nasional. Selain itu, pertanyaan tentang bagaimana representasi
perempuan pada film Fiksi. atau adakah perbedaan yang mencolok antara wacana film Orde
Baru dan film Fiksi., terutama dalam hal representasi perempuan juga akan muncul. Film
ini kemudian menunjukkan identitas sebagai film nasional yang masih gamang meskipun
di dalamnya sarat isu gender dan isu-isu sosial. Sebagai sinema pasca-Orde Baru, film ini
beruntung karena tidak perlu terkena sensor atas kritiknya. 195

Keywords Fiksi., ‘national film’, gender, women, post-New Order cinema


Kata Kunci: film Fiksi., film nasional, gender, perempuan, sinema pasca-Orde Baru

Persoal Film ‘Nasional’

Film merupakan media bercerita kepada strategis untuk menyampaikan suatu pesan
khalayak umum yang populer. Menurut dan mampu mengarahkan perhatian dan
Monaco (1977:128), film merupakan mampu membentuk opini masyarakat.
media representasi yang sangat kompleks. Berbicara tentang sejarah film
Sebagai seni ketujuh, film menggabungkan Indonesia atau katakan film ‘nasional’
unsur-unsur dari berbagai seni lainnya: tidak dapat dilepaskan dengan perusahaan
film memanfaatkan unsur teknologi film pertama yang dimiliki pribumi dan
lingkungan, gambar, dramatik, naratif, dan didirikan oleh Usmar Ismail, yaitu Perfini
musik sebagai media representatif. Dengan (Perusahaan Film Nasional) pada tahun
demikian, berbicara tentang film harus 1950. Pemutaran film perdana adalah film
mempertimbangkan aspek audiovisual yang Darah dan Doa karya Usmar Ismail yang
ada di dalamnya. Hal ini tidak terlepas dari diputar di Istana Negara dan disaksikan
peranan film sebagai media ekspresi yang oleh Presiden Sukarno pada tanggal 30
Jurnal Urban Vol 1, No.2, Januari - Juni 2018 :115- 215

Maret 1950. Oleh karena itu, setiap tanggal teritorial—misalnya pembuat film haruslah
30 Maret diperingati Hari Film Nasional. memiliki KTP Indonesia atau semua
Akan tetapi, menurut Sen (2009:34), pemainnya adalah orang Indonesia.
Hiburan Mataram Stichting yang didirikan Hubungan yang terjalin berdasarkan atas
di Yogyakarta pada 1948 sebagai film pertimbangan fungsional, yakni jelas tidak
yang pertama. Terlepas dari film apa meminjam bahasa Hollywood, dan juga
yang sebenarnya pertama, penentuan film pertimbangan relasional, yakni bahwa
‘nasional’ ini tidak dapat dilepaskan dari film dengan identitas yang baru ini ini—
kepentingan pada saat itu. betapa pun kontemporer dan revolusioner
Istilah film nasional ini pun pemberontakannya— secara tekstual
memiliki sejarah panjang dan menjadi tetap dapat dipertanggungjawabkan
perdebatan di beberapa kalangan. Tidak hubungannya dengan kebangsaan dan
dapat dimungkiri bahwa penyebutan ‘film kebudayaan Indonesia.
nasional’ juga tidak dapat terlepas dari Masih mengacu pada tulisan
penyebutan ‘sinema ketiga’ oleh para Ajidarma bahwa tentunya ciri-ciri itu dari
kritikus untuk membedakan dari ‘sinema film nasional yang satu ke film nasional
pertama’ atau Hollywood. Gabriel (yang yang lain bervariasi, tetapi ke dalamnya
dikutip oleh Sen, 2009:2) menyebutkan dapat dimasukkan cara produksi (termasuk
bahwa perbedaan utama sinema Hollywood distribusi dan eksibisi), gaya film, struktur
dan ‘sinema ketiga’ terletak pada eksplisitnya naratif atau tema, dan genre film. Barangkali,
pesan-pesan sosio-kultural ‘sinema ketiga’ film nasional juga dapat dikaitkan dengan
196
yang berlawanan dengan kerja-kerja film yang mandiri. Namun, pertanyaannya,
ideologis yang tersembunyi dalam teks- mandiri terhadap apa? Menurut Lent
teks Hollywood. Teori film Barat bertujuan (2012:13), kemandirian film dapat terlihat
untuk menemukan makna imanen dalam dari tiga hal, yaitu mandiri dari regulasi
karya-karya yang makna terdalamnya pemerintahan dan penyensoran, mandiri
tersamarkan ternyata sama sekali tidak dari studi arus utama yang besar, dan
bisa digunakan untuk menganalisis film- metode dalam pembuatan film.
film yang tidak berusaha menutupi makna Melihat kesejarahan film ‘nasional’
sesungguhnya. Pertanyaan ini mengacu memang panjang, terlebih film ‘nasional’
bahwa ‘sinema ketiga’ harus dianalisis yang bersutradara perempuan. Film
secara sadar atas perbedaannya dengan bersutradara perempuan memang menarik
film Hollywood. untuk dibahas karena film bersutradara
Dengan demikian, menurut perempuan belum sebanyak film yang
Ajidarma (2014), film nasional merupakan bersutradara laki-laki. Selain itu, ideologi
film-film yang terlepas dari hegemoni cara di balik film bersutradara perempuan juga
bertutur Hollywood dan memungkinkan cukup menarik jika dikupas secara lebih
adanya keterhubungan dengan sebuah mendalam. Michalik (2013:16) mencatat
identitas nasional. Dalam hal ini, film bahwa sutradara perempuan pertama di
nasional tidak ada hubungannya dengan Indonesia adalah Ratna Asmara dengan
Fitria Sis Nariswari, Film Fiksi.: Antara Identitas Film Nasional dan Sinema ...

film Sedap Malam yang diputar pada tahun Mengapa Film Fiksi.?
1950.
Akan tetapi, perkembangan film di Film Fiksi. adalah film yang bergenre
Indonesia pada masa Orde Baru mengalami drama-thriller yang disutradarai oleh Mouly
penyensoran yang sangat ketat. Tidak ada Surya dan dirilis dalam bentuk DVD oleh
film yang lolos sensor jika menyangkut Cinesurya Production Film pada 2 Desember
kekurangan negara atau mengkritik 2008. Film ini mengikuti alur cerita Alice
pemerintahan. Namun, Reformasi in Wonderland karya penulis Lewis Carroll
memberikan angin segar bagi perfilman dari Britania Raya. Meskipun film Fiksi.
Indonesia. Bukan berarti tanpa sensor, bukan merupakan film yang bercerita
melainkan sudah ada kebebasan dalam tentang perempuan psikopat, film ini cukup
berekspresi. Kemudian, pasca-1998, muncul menarik perhatian beberapa festival film.
beberapa nama sutradara perempuan Meskipun hanya meraih 23.883 penonton,
yang menggarap film ‘nasional’, salah film ini masuk ke dalam nominasi untuk
satunya adalah Mouly Surya. Dia baru sepuluh penghargaan dalam Festival Film
menyutradarai dua film panjang, yaitu Indonesia 2008 dan memenangkan empat
Fiksi. (2008) dan What They don’t Talk penghargaan, antara lain Film Terbaik,
about When They Talk About Love (2013). Sutradara Terbaik, Skenario Asli Terbaik
Tulisan ini akan membahas lebih (Joko Anwar), dan Musik Pengiring Terbaik
lanjut film Fiksi. Film yang dirilis pada (Zeke Khaseli). Film ini juga mendapatkan
tahun 2008 oleh Cinesurya Production ini penghargaan film terbaik dalam Jakarta
197
bertokoh utama seorang gadis psikopat Internasional Film Festival 2008 untuk
yang berjuang mendapat cintanya. Sutradara Terbaik (Mouly Surya).
Identitas film nasional dalam Fiksi. dibahas Jika dilihat dari penulisan judul
lebih dalam untuk menjawab pertanyaan dengan adanya tanda titik di belakang
apakah film Fiksi. termasuk film nasional judul, film ini ingin menunjukkan bahwa
jika alur hampir mirip dengan alur film selalu ada akhir dalam kisah fiksi. Selain
Hollywood—yang salah satu unsurnya itu, Fiksi. adalah film yang bersutradara
adalah happy ending—tetapi film ini perempuan. Menurut Michalik (2013:23),
masih bisa dihubungkan dengan identitas ada subjek dan pertanyaan yang jarang
kebudayaan Indonesia. Lantas, bagaimana didiskusikan oleh sutradara laki-laki. Dalam
kita menyebut film Fiksi. ini? Selain itu, hal ini, sutradara perempuan melakukan
bahasan juga berlanjut pada perbandingan hal yang lebih daripada sutradara laki-
film Fiksi. sebagai sinema pasca-Orde Baru laki untuk menstimulus wacana publik
dengan wacana film Orde Baru. Bagaimana yang berfokus pada hak-hak perempuan
representasi perempuan pada film Fiksi.? untuk perjuangan yang lebih adil dan
Adakah perbedaan yang mencolok antara setara. Isu yang dibahas dalam Fiksi.
wacana film Orde Baru dan film Fiksi., memang tidak terlihat tentang perjuangan
terutama dalam hal representasi perempuan. seorang perempuan yang nyata, tetapi
cerita bergulir dari sudut pandang seorang
Jurnal Urban Vol 1, No.2, Januari - Juni 2018 :115- 215

perempuan dalam menyikapi kesepian dan diambil dengan jarak yang jauh (long shot),
rasa traumanya yang diakibatkan oleh penonton dapat melihat detail dekor yang
ayahnya. Kehidupan perempuan yang dipilih untuk menghadirkan kemewahan ke
dihegemoni oleh kekuasaan laki-laki masih ruang tersebut, serta jarak yang terbentang
bisa ditemui sepanjang zaman. Oleh karena antara ayah dan anak tersebut. Ketegangan
itu, film Fiksi. masih relevan dan penting ditambah dengan percakapan Alisha
untuk dibahas pada masa sekarang. dan ayahnya yang diambil secara close
up kepada siapa yang sedang berbicara
Deskripsi Film Fiksi. sehingga terlihat ekspresi dari masing-
masing tokoh.
Film ini dibuka dengan suara denting piano
yang lambat dan semakin cepat, kemudian Alisha : Saya mau cari kerja
menampilkan close up deretan boneka Bapak :Kamu perlu uang tambahan
berwarna-warni sebagai dekor dan sebuah berapa? (terdengar suara
tangan yang mengambil salah satu boneka. pisau dan garpu yang
Setelah itu, kamera bergerak ke arah beradu/mengiris makanan)
wajah dingin tokoh Alisha (close up), yang Alisha :Saya cuma ingin cari
sedang melihat kedatangan mobil mewah kesibukan, kalau cuma di
memasuki halaman rumahnya sebelum rumah saja nunggu Bapak
akhirnya ia masuk kembali ke rumah dan datang sekali-kali, saya
berjalan menaiki tangga dengan posisi bisa mati bosan. Atau
198
kamera dari atas ke bawah (bird eye) hingga izinin saya keluar ikut
makin memperlihatkan ruang yang cukup dengan Bapak dong.
luas. Setelah itu, Alisha memainkan cello di Bapak :Saya ini kan kerja
kamarnya. Kamera menyorot Alisha yang (terdengar suara pisau dan
bermain cello dengan long shot sehingga garpu yang beradu)
kamarnya terlihat sangat luas tetapi kosong. Alisha : Kan saya bisa di hotel, atau
Suara cello menegaskan bahwa tidak ada jalan-jalan sendiri. Kecuali
orang lain di ruangan itu, sunyi. memang perempuan itu
Alisha hidup di rumah ayahnya sudah minta ikut duluan.
yang sangat besar, tetapi hubungan dengan (hening)
ayahnya tidak baik. Hal itu diperlihatkan Alisha :Saya cuma bercanda,
ketika mereka makan bersama. Adegan nggak perlu jadi drama.
dihadirkan dalam ruang makan. Ketegangan (Menit ke 3:29 s.d. 4:14)
antara bapak dan anak di tengah
kemewahan ruang makan Alisha dibangun Ibu Alisha mati bunuh diri gara-
oleh sonor berupa dialog, keheningan, gara ayahnya memiliki perempuan lain.
serta suara garpu, pisau, dan piring yang Sejak kematian ibunya, Alisha menjadi gadis
beradu. Pun dengan jarak antara Alisha yang tertutup dan penuh trauma. Setiap
dan bapaknya yang ujung ke ujung. Karena malam dia bermimpi ditemui oleh ibunya.
Fitria Sis Nariswari, Film Fiksi.: Antara Identitas Film Nasional dan Sinema ...

“Semua kejadian ada tujuannya,” kalimat ditulisnya. Ia menulis tentang orang-orang


ibunya selalu terngiang di benaknya. yang ada di rumah susun tersebut, namun
Suatu ketika, Alisha jatuh cinta dengan sampai sekarang belum menemukan akhir
Bary (Donny Alamsyah)—seseorang yang yang tepat untuk ceritanya. Dari cerita
membersihkan kolam renang rumahnya. Bary, Alisha berniat membantu Bary
Sayangnya, Bary hanya pegawai pengganti untuk menyelesaikan ceritanya. Dimulai
sehingga ia tidak bekerja lagi. Adegan dari cerita pertama yang berkisah tentang
Alisha jatuh cinta diambil dengan kamera pasangan gay, yaitu Rudi dan Dhani—
long shot sehingga bisa menampilkan posisi yang ternyata adalah ayah tiri dan anak
Alisha yang sedang mengawasi Bary, tetapi tiri. Cerita kedua adalah kisah seorang
Bary tidak menyadari bahwa dia sedang perempuan tua bernama Ibu Dira yang tidak
diawasi. pernah keluar kamar, kecuali membuang
Alisha mencari cara untuk bertemu sampah, dan sangat sayang pada kucing-
dengan Bary kembali—meskipun sebenarnya kucingnya karena menganggap kucing-
Bary tidak menyadari kehadiran Alisha di kucingnya adalah jelmaan tunangannya
rumah tempatnya bekerja. Akhirnya, Alisha yang meninggal. Sementara cerita ketiga
menemukan Bary di daerah Blok S. Setelah adalah kisah tentang seorang lansia yang
mengelabuhi sopir dan pengasuhnya, tidak pernah masuk ke dalam unit rumah
Alisha berhasil kabur dari rumah mewah susunnya semenjak rumah susun ini
itu, lalu menyewa kamar di rumah susun dibangun sebab ia menganggap ia akan
tepat di samping kamar Bary. Bary tinggal kalah jika masuk ke dalam rumah susun
199
dengan kekasihnya, Renta (Kinaryosih). tersebut. Sementara, lansia itu bersikukuh
Perkenalan antara Alisha—di rumah susun tidak mau kalah karena dulu rumahnya
Alisha mengaku bernama Mia, Bary, dan dibakar oleh pengembang dari rumah susun
Renta terjadi begitu saja. Setelah merasa tersebut.
cukup akrab, Bary mengajak Alisha keliling Alisha punya cara sendiri untuk
rumah susun untuk mengetahui kondisi mengakhiri cerita Bary meskipun ia tidak
rumah susun tersebut. Kamera mengikuti secara langsung membunuh tokoh-tokoh
jalannya Alisha dan Bary menyusuri nyata dalam cerita Bary tersebut. Misalnya
rumah susun dengan kamera pada posisi saja pada cerita Dhani-Rudi. Alisha seolah
low angle dan gerak kamera dari bawah menolong Dhani mengerjakan tugas
ke atas, perlahan menyoroti sudut-sudut kuliah, tetapi diam-diam dia mencatat
rumah susun. Selain tidak menampakkan nomor telepon ibu Dhani yang juga suami
keseluruhan rumah susun, sudut-sudut Rudi. Lalu, pada suatu pesta gay, ibu
rumah susun yang dipilih tampak hening Dhani datang dan menembak Rudi hingga
sehingga kesan yang ada di rumah mewah meninggal. Alisha pun menjadi penyebab
Alisha pun masih terasa di rumah susun: kematian Ibu Dira yang meloncat dari lantai
sepi, seperti hidup Alisha. 7. Alisha membuang semua kucing Ibu
Sambil berkeliling, Bary pun Dira sehingga Ibu Dira merasa tidak punya
bercerita tentang cerita-cerita yang sedang nyawa lagi. Alisha pun mendorong lansia
Jurnal Urban Vol 1, No.2, Januari - Juni 2018 :115- 215

Gambar 1.
Alisha menyerahkan patung kelinci kepada Renta

itu hingga jatuh dari lantai 7 ketika lansia Identitas Film Nasional dalam
itu duduk di pembatas dinding. Terakhir, Film Fiksi.
Alisha menyingkirkan Renta dengan cara
menyekapnya di lantai 9. Dalam film ini, Tidak dapat dimungkiri bahwa film Fiksi.
dari awal sudah diperlihatkan bahwa memiliki hubungan yang erat dengan film
Alisha adalah orang yang menyebabkan Alice in Wonderland. Nama tokoh utama
kekacauan di rumah susun tersebut. pun terdiri atas susunan huruf yang hampir
Sebelum Renta disekap, hubungan sama. Jika Alice berpetualang ke negeri
Alisha dan Bary sebenarnya lebih dari ajaib karena jatuh ke dalam lubang kelinci,
200
tetangga kamar. Alisha memaksa Bary Alisha pun dapat dikatakan demikian.
untuk berhubungan intim dengannya. Ketika bekerja di rumah Alisha, Bary
Setelah itu, mereka pun berhubungan intim beberapa kali mencuri beberapa patung
beberapa kali. Namun, pada dasarnya, kelinci untuk diberikan kepada Renta
Bary mengetahui siapa yang menyebabkan karena Renta suka dengan kelinci. Alisha
orang-orang di rumah susunnya mendadak pun mengikuti ke mana arah kelinci itu
meninggal. Bary hanya menceritakan fiksi- pergi, bahkan, ia pun menggunakan patung
fiksinya kepada Alisha. Semua peristiwa kelinci untuk bertemu Bary. Hal ini dapat
itu terjadi setelah Bary menceritakannya dilihat dari gambar di bawah ini.
kepada Alisha. Cerita berakhir ketika Alisha Selain itu, platform cerita Fiksi.
pun melompat dari lantai 9 tepat setelah ini mengambil alur utama cerita Alice in
Bary menemukan Renta yang disekap oleh Wonderland, yaitu seorang anak perempuan
Alisha. Sebelum Alisha bunuh diri, kamera berusia 19—20 tahun, digerakkan oleh sosok
mengambil gambar secara medium shot kelinci, hidup di dunia yang sama sekali
sehingga menampilkan wajah Alisha yang berbeda dengan dunianya sebelumnya,
pucat dan matanya penuh air mata, juga menemui petualangan-petualangan seru
masih memperlihatkan keributan yang di dunia barunya, lalu cerita berakhir. Jika
terjadi di belakang Alisha, yaitu sekumpulan dalam Alice in Wonderland, tokoh Alice
orang sedang ricuh membopong Renta. kembali ke dunia sebelumnya, dalam Fiksi.,
Fitria Sis Nariswari, Film Fiksi.: Antara Identitas Film Nasional dan Sinema ...

tokoh Alisha menemui dunia baru lagi tidak terjadi karena dari awal kehidupan
yaitu kematian. Akan tetapi, petualangan kehidupan Alisha sudah kacau, lalu
yang dijalani Alice dan Alisha tentu saja semakin kacau hingga akhir cerita. Akan
petualangan yang sama sekali berbeda. tetapi, barangkali kehidupan Bary dan
Alur film Fiksi. mengadaptasi alur Renta, pada mulanya sedikit harmonis.
dari sebuah cerita yang berasal dari Eropa, Kemudian, karena kedatangan Alisha,
jika demikian apakah masih bisa disebut kehidupan mereka sedikit kacau, tetapi
sebagai film nasional? Rasanya, bukan mereka pun bahagia di akhir. Hal itu dapat
menjadi masalah. Sebab pada dasarnya, terlihat dari kutipan percakapan antara
tidak ada alur yang murni dari penulis Alisha, Bary, dan Renta di bawah ini. Bary
mana pun. Hal ini dapat ditinjau lebih dan Renta adalah sepasang kekasih yang
lanjut dari plot secara mendetail daripada tinggal bersama tanpa menikah.
alur secara garis besar. Perdebatan atas
permasalahan film nasional masih terus Alisha :Kalian temenan atau
dibahas hingga saat ini. Ada sejarah dan saudara?
perkara panjang di balik pembahasan film Bary :We’re partners in crime!
nasional, misalnya saja dari segi genre, (sambil mencium mesra
gerakan, dan gelombang. Renta)
Jika salah satu pembeda atas Renta :Ihh. Apa. (tersipu malu)
film nasional dan film Hollywood adalah (menit ke 35:44)
adanya perlawanan terhadap wacana
201
dominan, dapat dikatakan film Fiksi.
adalah perlawanan yang masih tiga
perempat. Lantas, pertanyaan yang segera
muncul adalah mengapa masih tiga
perempat? Mengacu pada tulisan Ajidarma
dalam “Kibul Hollywood dan Ekonomi
Budaya” bahwa ada beberapa ‘kibul’ film
Hollywood yang menjadi semacam formula
dari seluruh film Hollywood. Kibul-kibul Gambar 2.
Bary mencium Renta dengan mesra
tersebut terdiri atas kibul tritunggal (urutan
kehidupan yang tersusun atas kehidupan Jika ditinjau dari kibul sejarah pun,
harmonis—kekacauan—kembali harmonis), film Fiksi. masih memberikan reason of
kibul sejarah (faktor mengapa dari sebuah being mengapa Alisha menjadi perempuan
kejadian tidak dijelaskan karena cerita psikopat. Segala sesuatu tidak dapat hadir
berpusat pada tokoh), kibul simpulan (akhir dalam ruang kosong karena selalu ada
cerita selalu happy ending), dan kibul efek motif di balik sesuatu tersebut. Alisha
realitas (segalanya harus seperti “realitas” menyaksikan dengan mata kepalanya
yang ada). ketika ibunya bunuh diri karena tidak
Dalam film Fiksi., kibul tritunggal mau anak yang masih dikandungnya
Jurnal Urban Vol 1, No.2, Januari - Juni 2018 :115- 215

akan dimiliki perempuan lain. Alisha


belum bisa mencerna apa pun pada saat
itu sehingga kejadian itu merasuk dalam
benaknya begitu saja. Barangkali, ketika
mulai dewasa, Alisha menganggap bahwa
kematian adalah sebuah pilihan untuk
menyelesaikan masalah sehingga ia pun
memilih untuk mati karena cintanya tidak
kesampaian. Kematian baginya adalah
sebuah perayaan setelah semua sakit hati
yang ada, sebagaimana yang dilakukan
oleh ibu Alisha. Terlebih, ibunya masih
Gambar 3.
sering datang ke dalam mimpinya. Ibunya Bary dan Renta bahagia di akhir cerita
semacam memberi bisikan bahwa semua
kejadian selalu ada tujuannya. Akan tetapi, film Fiksi. masih
Untuk kibul efek-realitas, film menampilkan cerita tentang Indonesia
Fiksi. juga sebenarnya tidak terlalu yang dapat ditarik kepada kondisi negeri
menampilkan realitas. Bagaimana mungkin ini, misalnya saja tentang rumah susun.
ketika seseorang ditampilkan tidak pernah Cerita ini pun tidak melulu cerita kehidupan
keluar kamar dan hanya keluar kamar di awang-awang tentang kelas menengah,
ketika membuang sampah, sebagaimana atau tentang perempuan miskin yang
202
yang ditampilkan pada Ibu Dira. Hidup menunggu pangerannya. Mouly Surya
yang ditampilkan di sini pun tidak selalu menggambarkan rumah susun dengan
tokohnya harus memiliki hidup yang mengambil eye level Alisha sehingga yang
progresif. Misalnya saja pada tokoh Alisha, terlihat dari rumah susun tersebut adalah
ia bahkan tidak tahu hidupnya untuk apa, apa yang dapat dilihat Alisha. Misalnya
selain untuk mengejar cintanya pada Bary. saja pada saat menit 01:04 ketika Alisha
Akan tetapi, jika ditinjau dari kibul bermain cello di kamar rumah susunnya,
simpulan, film Fiksi. masih mengikuti suara cello-nya terdengar hingga lantai
formula Hollywood bahwa yang jahat dan paling bawah. Alisha berada di lantai 6.
berbuat salah akan kalah pada akhirnya. Ketika memperlihatkan anak-anak bermain
Dalam hal ini, Alisha adalah tokoh utama, sepak bola di lantai bawah, kamera diputar
sekaligus tokoh antagonis sehingga pada dengan high angle, begitu pun ketika
akhir cerita dia ‘dijadikan’ bunuh diri. ada seseorang di lantai tiga atau empat
Sementara itu, tokoh Bary dan Renta yang mendengar suara cello Alisha. Karena
semula adalah pasangan bahagia juga Alisha berada di lantai 6, pemandangan
menjadi bahagia kembali pada akhir cerita. rumah susun itu diperlihatkan dari sudut
Hal tersebut dapat terlihat dari gambar pandang Alisha—Alisha seolah melihatnya
berikut. dari lantai 6. Hal tersebut dapat terlihat dari
gambar berikut ini.
Fitria Sis Nariswari, Film Fiksi.: Antara Identitas Film Nasional dan Sinema ...

Gambar 4.
Eye level Alisha ketika bermain Cello

Eye level merupakan salah satu tanpa tujuan, film ini bergenre drama
cara seorang sutradara untuk menampilkan thriller sehingga aura menegangkan dan
ideologinya. Dalam hal ini, Mouly Surya menyeramkan harus selalu ada, bahkan
203
ingin menampilkan bahwa segala sesuatunya ketika Alisha berada di rumah mewah
dipandang dari kacamata Alisha. Dengan ayahnya. Suasana singup atau muram
demikian, Mouly mengharapkan bahwa langsung terlihat di sana, tanpa dikatakan
segala adegan menjadi masuk akal untuk pun dapat terlihat bahwa rumah mewah itu
dilakukan, misalnya saja mengapa Alisha kosong, mungkin juga sedang menampilkan
harus membantu Bary menyelesaikan cerita- kekosongan hati Alisha. Pun demikian
ceritanya dengan cara membuat mati tokoh- penggambarannya di rumah susun. Jika
tokoh dalam cerita Bary. Sebagaimana film Mengejar Matahari (2004) garapan
kalimat yang sering diulang-ulang dalam Rudi Soedjarwo dibuka dengan gambar
filmnya, “Setiap kejadian mempunyai rumah susun berwarna kelabu, dengan
tujuan”, pun Mouly Surya memiliki tujuan jendela kecil, atap rumah yang penuh
dalam menghadirkan keseluruhan film ini, antena televisi, serta jemuran yang menjadi
entah dari cara kamera memandang tokoh ciri khas rumah susun dan ditampilkan
dan lingkungannya, tata cahaya, dan tata dengan sudut kamera high angle dan bird
musik. eye, dari atas ke bawah sehingga seluruh
Secara keseluruhan, tata cahaya penampang horizontal rumah susun terlihat
dalam film Fiksi. didominasi oleh cahaya jelas, tidak dengan penggambaran dengan
yang muram atau low key, dan juga rumah susun dalam Fiksi. Dalam film ini,
warna-warna yang pucat. Hal ini bukan rumah susun terlihat sepi, sedikit gelap,
Jurnal Urban Vol 1, No.2, Januari - Juni 2018 :115- 215

pucat, dan sudut pandangnya terbatas dari militer dan penyensoran. Dalam Undang-
mata Alisha. Undang Nomor 8 tentang Perfilman/1992,
Lantas, kembali lagi pada dikemukakan bahwa film adalah media
permasalahan keidentitasan film nasional komunikasi massa yang memainkan peranan
dalam film Fiksi. Jika ditinjau dari penting dalam pengembangan budaya
teritorial, film Mouly Surya ini dapat nasional dan meningkatkan keamanan
dikatakan sebagai film Indonesia asli untuk mendukung pembangunan nasional.
karena segala macamnya berasal dan Dari hal tersebut, dapat dilihat bahwa
asli Indonesia. Namun, pembahasan film Orde Baru percaya terhadap kekuatan film
nasional dan teritorial masih banyak untuk memengaruhi opini publik sehingga
menimbulkan pertanyaan. Jika ditinjau kontrol terhadap film Indonesia pada masa
dari segi fungsional dan relasional, film ini Orde Baru sangat ketat.
pun dapat dikatakan sebagai film nasional Barangkali, ketika Orde Baru, film
meskipun ada beberapa formula yang dari sutradara perempuan bisa saja tidak
mengacu pada Hollywood sebagaimana menjadi masalah, misalnya saja film Ratna
yang telah disebutkan. Secara keseluruhan, Asmara, selama cerita yang ditampilkan
film ini pun sebenarnya tidak menampilkan bukan hal yang melawan negara karena
tatanan kehidupan yang harmonis— bukan itu masalah yang dihadapi oleh
kekacauan—kembali harmonis. Akan Orde Baru karena tidak dianggap sebagai
tetapi, kekacauan dalam kehidupan Alisha ancaman. Selama citra perempuan yang
dipertunjukkan dari awal hingga akhir. ditampilkan masih mengacu pada konsep
204
Bagaimanapun, keterhubungan antara film ‘ibuisme’, film-film pada masa Orde Baru
Fiksi. dan identitas nasional dapat dilihat masih dapat diputar tanpa masalah. Akan
dari adanya keterikatan dimensi ruang tetapi, pertanyaannya adalah bagaimana
dalam Indonesia. citra perempuan dalam film-film selama
Orde Baru? Beberapa kritikus film sudah
Sinema Pasca-Orde Baru: menuliskan pendapatnya tentang film
Representasi Perempuan dalam Indonesia yang bertokoh perempuan
Film Fiksi. meskipun tidak melulu bersutradara
perempuan.
Dengan film, permasalahan apa pun dapat Dalam tulisannya, Aripurnami
diangkat menjadi sebuah cerita, termasuk (1990) menganalisis film Tjoet Nyak Dien,
permasalahan yang sensitif, seperti suku, Selamat Tinggal Jeanette, Bayi Tabung,
agama, ras, atau seksualitas. Akan tetapi, Suami, Arini II, dan Pacar Ketinggalan
permasalahan sensitif tersebut tidak dapat Kereta. Dalam analisisnya, Aripurnami
serta-merta diangkat dalam film Indonesia mencoba menguraikan peranan perempuan
sebelum Reformasi. Menurut Paramadhita dalam keenam film tersebut. Mayoritas,
(2012:70—71), rezim Soeharto mengontrol perempuan digambarkan hanya sebagai
penuh aspek politik, ekonomi, sosial, seseorang yang melengkapi kehadiran laki-
dan budaya di bawah kontrol tekanan laki, bukan sebagai tokoh sentral. Selain
Fitria Sis Nariswari, Film Fiksi.: Antara Identitas Film Nasional dan Sinema ...

itu, dia juga membagi fokus corak cerita, adalah harapan dari masyarakat, terutama
yaitu relasi interpersonal dan persoalan pemerintah atau lebih tepatnya lembaga
yang muncul dari perempuan yang sensor film yang pada saat itu berkuasa
tidak menikah, relasi interpersonal dan penuh atas film Indonesia.
persoalan yang muncul dari perempuan Sen (2009:239) mengemukakan hal
yang menikah, dan otonomi perempuan. senada. Sen menganalisis film Halimun yang
Jika perempuan itu menikah, permasalahan dibuat pada tahun 1982 dan disutradarai
yang muncul adalah cinta segitiga. Selain oleh W.D. Sofia. Kali ini, Sen mengambil
itu, penggambaran tentang perempuan film bersutradara perempuan pada masa
adalah istri yang harus tunduk pada suami Orde Baru. Ia mengungkapkan bahwa
dan apa yang diharapkan masyarakat. perempuan juga ada sebagai pendamping
Sebagaimana yang dia katakan berikut ini: laki-laki. Menurutnya, sulit menghindari
kritik klasik Mulvey atas sinema naratif
Tampak bahwa potret sosok Hollywood, kamera bertindak sebagai
perempuan dalam film kita masih perpanjangan tangan (gaze) laki-laki.
ada dalam taraf malu-malu. Dalam Baik secara visual maupun psikologis,
arti, masih ragu-ragu atau tidak para perempuan dalam film Halimun
konsisten dalam memunculkan dikonstruksi dari perspektif tokoh utama
sosok perempuan yang berkarakter laki-laki dan dari sudut pandangnya. Apa
kuat. Di awal cerita hampir setiap yang digembar-gemborkan reklame tentang
film, seolah-olah akan menampilkan film Halimun adalah film perempuan,
205
sosok perempuan yang mandiri dan ternyata hanya dilihat dari mata laki-laki
berkarakter kuat. Tetapi, di akhir dan berbicara tentang laki-laki.
cerita terperosok ke dalam harapan- Sudut pandang laki-laki tidak dapat
harapan mayoritas masyarakat. dilepaskan meskipun pada kenyataannya
Ibarat kaki yang sebelah sudah siap film Halimun bersutradara perempuan. Hal
melangkah, sementara kaki yang itu diperkuat oleh pernyataan Heider (yang
satunya masih tertinggal di belakang. dikutip oleh Sen, 2009:245) bahwa imaji
(Aripurnami, 1990:60) perempuan dimanfaatkan untuk menjual
film dan bahwa perempuan dipandang
Dari penggambaran yang pasif—tidak meyakinkan dan tidak pula
dikemukakan oleh Aripurnami, terlihat mengejutkan. Penggambaran seperti itu
bahwa perempuan dalam film masih terikat sangat umum terjadi pada semua sinema
norma yang ada di dalam masyarakat. (Hollywood) dan hanya akan mengejutkan
Terlebih, tulisan tersebut ditulis pada tahun jika itu tidak terjadi di Indonesia.
1990 dan film yang dianalisis pun film Penyalinan formula dari Hollywood
tahun 1980-an. Tidak dapat dimungkiri ke dalam sinema-sinema Orde Baru
bahwa penggambaran perempuan yang pun bukan tanpa tujuan. Dalam sebuah
pada awalnya seolah-olah kuat, tetapi wawancara dengan Tilman Baumgartel, Nia
pada akhirnya harus mengikuti norma Dinata mengungkapkan bahwa pada masa
Jurnal Urban Vol 1, No.2, Januari - Juni 2018 :115- 215

Orde Baru semua sinema dikuasai oleh yang ia inginkan. Selain itu, harapan laki-
Group21. “Bagaimanapun, ini sungguh sulit laki terhadap Alisha pun tidak terwujud,
untuk membuat film yang layak karena misalnya saja harapan ayahnya yang
harus selalu ada kesepakatan dengan menginginkan Alisha tetap di rumah.
Group21 jika ingin orang menonton film
Anda. Tidak ada pusat kesenian pusat Alisha :Saya mau cari kerja.
pertunjukan yang mempertunjukkan film, Bapak :Kamu perlu uang
selain Group21 pada saat itu,” tutur Nia tambahan, berapa?
Dinata pada Tilman Baumgartel (yang (terdengar suara pisau
dihimpun dalam buku Southeast Asian dan garpu yang beradu/
Independent Cinema). Oleh karena itu, setiap mengiris makanan)
pembuat film harus mempertimbangkan sisi Alisha :Saya cuma ingin cari
‘balik modal’ jika ingin membuat film. Tak kesibukan, kalau cuma di
ayal, film yang dibuat pun harus mengikuti rumah saja nunggu Bapak
selera penguasa pada saat itu. Wacana datang sekali-kali, saya
dominan dalam film adalah wacana bisa mati bosan. Atau
Hollywood sehingga yang menjadi patokan izinin saya keluar ikut
film pada saat itu adalah film Hollywood. dengan Bapak dong.
Sebagaimana juga seperti yang (Menit ke 3:29 s.d. 4:14)
disampaikan oleh Baumgartel (2012:9)
bahwa hampir semua negara di Asia Tokoh Bapak tidak menginginkan
206
Tenggara memiliki memori kolektif dengan Alisha keluar rumah. Dia akan mencukupi
masa kolonial dan periode kediktatoran kebutuhan Alisha berapa pun yang Alisha
pemimpin, termasuk juga Soeharto di mau, tetapi Alisha hanya ingin kebebasan.
Indonesia. Oleh karena itu, topik-topik yang Namun, pada akhirnya Alisha pergi dari
kontroversial harus disapu bersih di bawah rumah, pergi ke rumah susun yang sama
kekuasaan untuk waktu yang sangat lama. sekali berbeda dengan rumahnya. Pun
Hal ini juga tidak terlepas dari peranan film ketika Sopir Alisha juga memarahi Alisha
yang dianggap dapat membentuk opini karena Alisha pergi tanpa bilang-bilang.
publik. Dalam percakapan di bawah ini, Sopir

Akan tetapi, lagi-lagi Reformasi pun tidak menginginkan Alisha memiliki
membawa sedikit angin segar untuk kegiatan di luar rumah. Ia mendapat
beberapa hal, termasuk dalam industri mandat dari Bapak Alisha untuk menjaga
film. Film Fiksi. adalah film pasca-Orde Alisha agar tidak keluar rumah sendirian.
Baru yang dirilis pada tahun 2008. Citra
perempuan dalam film tersebut berubah Sopir :Lain kali mau pergi ke
meskipun tidak keseluruhan. Dalam mana pun tinggal bilang,
film Fiksi., Alisha digambarkan sebagai saya pasti antar!
perempuan yang psikopat yang bisa Alisha :Saya bosan pergi sama
membunuh dengan mudahnya siapa pun Bapak.
Fitria Sis Nariswari, Film Fiksi.: Antara Identitas Film Nasional dan Sinema ...

Sopir :Bosan enggak bosan, itu Tubuh Alisha tidak pernah


sudah menjadi tugas saya! dipandang oleh kamera karena kamera
Alisha :Kok, Bapak, jadi marah- berjalan mengikuti sudut pandang Alisha.
marah. Yang majikan Pembalikan sudut pandang dan pusat
siapa? dari mata kamera adalah laki-laki, yang
(menit 26:00) mungkin tidak akan dilakukan oleh
sutradara laki-laki. Barangkali, Mouly Surya
Perempuan dalam film Fiksi. juga ingin menunjukkan bahwa perempuan
digambarkan sebagai seseorang yang bisa saja memandang laki-laki secara fisik
tertutup dan memiliki banyak rencana di sebagaimana yang sering dilakukan oleh
balik diamnya. Kamera tidak bergerak dari laki-laki. Selain itu, Alisha mengajak Bary
sudut pandang laki-laki, tetapi dari sudut untuk berhubungan intim terlebih dulu. Hal
pandang Alisha. Bagaimana mata Alisha ini menunjukkan ada kekuasaan Alisha atas
mewakili mata sutradara yang juga seorang diri Bary, entah karena apa. Barangkali, ini
perempuan, misalnya saja ketika Alisha yang dimaksud oleh Michalik (2013:23)
melihat Bary di kolam renang. Alisha bahwa ada hal-hal yang tidak terlihat dan
mengagumi fisik Bary dengan menggambar tidak dipertontonkan ketika film tersebut
wajahnya di kaca jendela. Selain itu, disutradarai oleh laki-laki.
kamera juga menyusuri tubuh Bary dengan Film dengan tokoh perempuan
cara close up dari wajah hingga ke dada. Itu yang tidak seperti penggambaran dalam
sudut pandang Alisha. Hal itu dapat terlihat benak masyarakat seperti ini, barangkali
207
dalam gambar di bawah ini. tidak akan lolos dalam sensor film pada

Gambar 5.
Eye level Alisha ketika memandang Barry
Jurnal Urban Vol 1, No.2, Januari - Juni 2018 :115- 215

masa Orde Baru. Tidak hanya Alisha yang mendapatkan sesuatu, Alisha pun demikian.
tidak mau tunduk dalam perintah laki- Ia mencintai Bary. Apa pun caranya akan
laki, dalam hal ini ayahnya, pun ibunya ia lakukan untuk mendapatkan cintanya,
yang mengajarkan Alisha untuk melawan termasuk pindah ke rumah susun kumuh
ayahnya. Ibu Alisha menembak kepalanya dan membunuh beberapa orang. Segala
sendiri karena tidak ingin melihat anak yang perilakunya itu ia lakukan tanpa perasaan
dikandungnya menjadi milik perempuan bersalah. Barangkali, penggambaran sosok
lain. Selain itu, film ini juga mengandung Alisha dan bapaknya adalah gambaran
kritik sosial pada sosok bapak dan seorang orang-orang yang berada di rezim
lansia dalam cerita Bary. sebelumnya: diktator.
Hal ini dapat diperlihatkan dari Film ini tidak akan mungkin
sosok Alisha yang anak dari orang zaman dibuat, terlebih diputar pada masa Orde
orde yang lama—dalam hal ini mengacu Baru. Cerita terakhir Bary seolah mengkritik
pada Orde Baru. Sosok bapak dapat keras pemerintah yang berkuasa terhadap
menggambarkan seseorang yang kaya raya, ruang, tentu saja karena ada kapital di
tetapi mendapatkan uangnya dari korupsi belakangnya. Cerita terakhir Bary berkisah
dan nepotisme yang sudah mendominasi tentang seorang lansia yang tidak ingin
negeri ini selama entah kapan. Hal masuk ke dalam unit rumah susunnya
ini dapat terlihat dari perintah bapak karena ia merasa itu bukan miliknya.
pada sopir ketika Alisha melamar kerja. Selama lima tahun—semenjak rumah susun
Alisha melamar kerja pada perusahaan itu dibangun—lelaki tua itu hanya duduk
208
Multimediazone. Pada mulanya, Sang HRD di atas tikar depan unit rumah susunnya.
terlihat tidak tertarik dengan portofolio Kamera mengambil close up wajah Alisha
Alisha, tetapi setelah menerima telepon, yang membaca cerita terakhir Bary, lalu
HRD tersebut menyatakan menerima Alisha berpindah medium shot untuk mengambil
sebagai pegawai. Namun, Alisha tahu gambar lelaki tua yang sedang duduk di
perubahan sikap HRD tersebut disebabkan atas tikar. Kutipan ceritanya dapat dilihat
oleh telepon—yang pastinya dari orang sebagai berikut:
suruhan bapaknya.
Alasan dari trauma dan Aku duduk di atas tikar. Tikar
keterasingannya berlipat ganda karena yang sama yang aku duduki selama
masa lalunya yang buruk. Alisha semacam lima tahun. Di sini, di depan kamar
teralienasi dari kehidupan kelas menengah rumah susunku. Bukan, bukan kamar
atas yang tidak dapat merasakan rumah susunku. Kalau aku mengakui
kehangatan dari siapa pun dan juga ingatan bahwa ini rumah susunku, berarti aku
masa lalunya ketika ibunya bunuh diri. kalah dan mereka menang. Mereka
Oleh karena itu, pada dasarnya, perilakunya membakar rumahku lima tahun yang
pun dibentuk oleh lingkungan tempat ia lalu. Mereka mengambil tanah kami
bertumbuh. Jika bapaknya adalah orang untuk membangun rumah susun ini.
yang bisa menghalalkan segala cara untuk Mereka tidak memberi ganti rugi.
Fitria Sis Nariswari, Film Fiksi.: Antara Identitas Film Nasional dan Sinema ...

Mereka hanya memberikan sebuah tidak langsung, film ini menunjukkan


rumah di lantai 7 yang tidak akan bahwa sang sutradara juga seorang yang
pernah bisa menggantikan rumahku peduli terhadap masalah perempuan—
yang aman. Bukan karena rumahku meskipun tidak secara langsung harus
adalah rumah yang besar, tapi aku disebut sebagai feminis. Isu yang diangkat
membangunnya dengan tanganku pun menyangkut homoseksual meskipun
sendiri. Adikaryaku. Satu-satunya tidak menjadi cerita sentral. Menurut
adikarya yang pernah aku punya. Gayatri (dalam Kurnia, 2013:43), fenomena
(menit 01:22 s.d. 01:23) feminisme di Indonesia juga merupakan
fenomena Asia yang memiliki karakteristik
Dari kutipan tersebut, dapat khusus. Ini tidak memiliki gelombang
diketahui bahwa itu adalah rintihan sebagaimana feminisme di dunia Barat.
rakyat tentang pembangunan yang Bagaimanapun, film ini sudah bisa sedikit
seringkali merugikan rakyat kecil. Lelaki melepaskan diri dari wacana dominan film
tua itu bertahan pada apa yang menjadi (baca: Hollywood) untuk membentuk sebuah
miliknya: rumah yang dibakar. Pada identitas film nasional. Beruntungnya, film
praktiknya, beberapa berita menyiarkan Fiksi. lahir dalam rezim Reformasi sehingga
bahwa beberapa perkampungan kumuh tidak harus mengalami nasib buruk tidak
terbakar, tetapi nyatanya dibakar. Dalam lulus sensor.
esai Hartiningsih (2011) disebutkan bahwa
ruang yang dimiliki rakyat miskin pun
209
masih dirampok. Tentu saja hal ini menjadi DAFTAR PUSTAKA
sebuah ironi. Ketika rakyat miskin berjuang
untuk mempertahankan ‘ruang’-nya, para Ajidarma, Seno Gumira. 2014. “Film
kapitalisme dan pemerintah juga sedang Indonesia dan Identitas Nasional
berjuang mewujudkan megacity di atas dalam Kondisi Pascanasional. www.
ruang rakyat miskin tersebut. filmindonesia.or.id/film-indonesia-
dan-identitas-nasional-dalam-
Penutup kondisi-pascanasional diakses pada
20 Mei 2014 pukul 14.23 WIB
Film ini memaparkan banyak isu, Ajidarma, Seno Gumira. Tanpa tahun.
misalnya tentang isu gender, kemiskinan, “Kibul Hollywood dan Ekonomi
dan kesakitan mental. Film ini dikemas Budaya” dalam Seri Sinema Kajian
dalam drama thriller, tetapi kritik sosial Budaya (7)
pun disisipkan di sana-sini. Tidak dapat Aripurnami, Sita. 1990. “Sosok Perempuan
dimungkiri, ideologi seorang sutradara pun dalam Film Indonesia: Gambaran
terlihat meskipun samar bahwa Mouly Surya Beberapa Persoalan” dalam Prisma
menginginkan adanya tokoh perempuan (Majalah Pemikiran Sosial dan
yang bisa menjadi counter dari film-film Ekonomi) No. 5, Tahun XIX 1990
yang bersudut pandang laki-laki. Secara
Jurnal Urban Vol 1, No.2, Januari - Juni 2018 :115- 215

Baumgartel, Tilman (ed.). 2012. Southeast


Asian Independent Cinema.
Singapore: National University of
Singapore Press
Gabriel, Thesome. 1982. Third Cinema in
the World. Ann Arbor: Research Press
Hartiningsih, Maria. 2011. “The Fragmented
Face of the City: Our Face” dalam
Jurnal Inter-Asia Cultural Studies,
Volume 12, Nomor 4 2011
Heider, Karl G. 1991. Indonesia Cinema:
National Culture on Screen. Honolulu:
University of Hawaii Press
Lent, Joh, A. 2012. “Southeast Asian
Independent Cinema: Independent
of What?” dalam Southeast Asian
Independent Cinema. Singapore:
National University of Singapore
Press
Michalik, Yvonne. 2013. Indonesian Women
Filmmakers. Berlin: Regiospectra
210
Verlag
Monaco, James. 1977. How to Read a Film.
Edisi Revisi. New York: Oxford
University Press
Paramadhita, Intan. 2012. “Cinema,
Sexuality and Censorship in Post-
Soeharto Indonesia” dalam Southeast
Asian Independent Cinema.
Singapore: National University of
Singapore Press
Sen, Krishna. 2009. Kuasa dalam Sinema:
Negara, Masyarakat dan Sinema
Orde Baru. Yogyakarta: Penerbit
Ombak

Filmografi
Soedjarwo, Rudi, 2004, Mengejar Matahari,
SinemArt Kipass Communication
Surya, Mouly, 2008, Fiksi., Cinesurya
Production

Anda mungkin juga menyukai