Anda di halaman 1dari 6

Kerangka Latar Belakang

-Komunikasi Massa (Definisi, perkembangan media massa)

-Perfilman (definisi perfilman, sejarah perfilman, perkembangan perfilman,


jenis-jenis film)

-Individualisme (definisi, ciri-ciri Individualisme)

-Film A Man Called Otto (Sinopsis atau alur singkat tentang film tersebut) -1
paragraf

-Pengantar semiotika (Definisi semiotika, teori semiotika John Fiske)

- kesimpulan (Mengapa peneliti ingin membahas tentang Individualisme


dalam film A Man Called Otto, dan pengaruh individualisme tersebut terhadap
komunikasi)
Dalam era globalisasi dan perubahan budaya yang pesat, konsep
individualisme telah menjadi salah satu aspek yang semakin relevan dalam
masyarakat modern. Individualisme adalah gagasan tentang penekanan pada
kebebasan pribadi, otonomi, ekspresi diri, dan pengembangan identitas yang
unik. Dikarenakan perkembangan teknologi yang pesat seperti sekarang ini,
banyak individu yang merepresentasikan sikap dari diri mereka melalui sosial
media seperti konten, dan bahkan melalui sebuah film. Semua itu tidak lepas
dari adanya komunikasi massa.

Komunikasi massa merupakan sebuah proses komunikasi yang dilakukan


bukan hanya satu ataupun dua orang melainkan lebih dan bahkan jutaan audiens
yang dimana tujuan dari komunikasi tersebut ialah untuk menyampaikan
informasi, hiburan, atau membujuk audiens melalui sebuah medium yang
disebut media massa.

Berbeda dengan media komunikasi lainnya, media massa lebih digunakan


untuk penyampaian pesan dan informasi yang dilakukan secara tidak langsung
kepada audiens dalam jumlah yang banyak dalam waktu yang ditentukan. Kerja
media massa itu ibarat jarum hipodermik atau teori peluru yang dimana
penyampaian pesannya dapat langsung diterima dan masuk ke dalam jiwa
penerima pesan atau target audiens yang ditujukan. Media massa bisa berupa
media sosial, majalah, televisi, dan salah satunya ialah film.

Penyampaian pesan dapat disampaikan melalui berbagai bentuk, salah


satunya melalui film. Film adalah medium visual dan audio yang digunakan
untuk menceritakan cerita, mengkomunikasikan ide, atau menyampaikan
pengalaman kepada penonton melalui urutan gambar bergerak dan suara. Ini
melibatkan penggunaan kamera untuk merekam adegan yang kemudian
diproses dan disusun dalam bentuk film. Film dapat memadukan berbagai unsur
artistik, termasuk sinematografi, skenario, akting, penyuntingan, musik, dan
efek khusus untuk menciptakan karya seni yang menarik. pengertian film
menurut André Bazin 2005 adalah bahwa film adalah alat yang sangat kuat
untuk merekam dan mempertahankan realitas, dan sekaligus memberikan
pengalaman yang mendalam kepada penonton. Pandangannya ini telah menjadi
landasan penting dalam pengembangan teori film, dan warisan pemikirannya
terus mempengaruhi kajian film hingga saat ini.

Film merupakan sebuah gambar yang bergerak, dan bisa disebut sebagai
potret kehidupan masyarakat. Penyampaian pesan yang dikemas menggunakan
audio dan visual. Selain ditonton sebagai bentuk hiburan, film juga berfungsi
sebagai sarana informatif, edukatif, dan persuasif. Berdasarkan sifatnya, film
dibedakan menjadi empat, yakni film cerita (story film), film berita (news real),
film documenter (documentary film), dan film kartun (cartoon film).

Film juga memliki kelebihan dalam segi menjangkau sekian banyak orang
dalam waktu singkat dan mampu memanipulasi masyarakat tanpa kehilangan
kredibilitas sebuah film. Khalayak harus mampu menyimak unsur-unsur yang
terselubung dan tersirat dalam fenomena hubungan umum, sebuah fenomena
yang tampaknya tidak tergantung pada ada atau tidaknya fenomena tersebut
pada masyarakat.

Dari definisi diatas akhirnya bisa diketahui bahwa film bukan hanya menjadi
sebuah hiburan, namun juga merupakan gambaran dari realita yang ada
dikehidupan nyata. Beberapa penulis dan sutradara menyematkan realitas atau
gambaran atas peristiwa yang ada di khalayak ke dalam sebuah film yang
mereka buat. Gambaran tersebut biasanya merupakan isu hangat atau
merupakan kejadian yang masih di kesampingkan karena tidak dianggap
penting di masyarakat. Dalam film A Man Called Otto, penulis menemukan
adanya penggambaran bagaimana perilaku dalam film tersebut yang beberapa
digambarkan sebagai seseorang yang memiliki perilaku individualis.

Individualisme adalah suatu pandangan atau filosofi yang menekankan


pentingnya individu, otonomi pribadi, dan pengejaran identitas yang unik serta
kebebasan individu dalam pengambilan keputusan serta tindakan mereka.
Secara umum menurut KBBI individualisme adalah paham yang menganggap
diri sendiri lebih penting daripada orang lain. Budaya individualistis cenderung
independen dan berorientasi pada diri mereka sendiri. Individu yang memliki
sikap individualisme juga memiliki prinsip-prinsip yang dimana mereka
menekankan pentingnya kebebasan dalam membuat keputusan pribadi mereka,
namun mereka juga memiliki tanggung jawab pribadi atas diri mereka dan siap
untuk menerima konsekuensi dari keputusan yang telah mereka buat. Selain itu
juga, mereka yang memiliki perilaku individualis sangat mementingkan hak
atas kehidupan, hak untuk bebas berbicara, dan bahkan hak atas properti,
dengan ciri seperti itu bisa diketahui bersama bahwa mereka juga mempunyai
identitas yang unik dan secara tidak langsung mencerminkan keberagaman
tentang cara berpikir dan berperilaku. Dan bisa disimpulkan bahwa sebenarnya
individu yang memiliki perilaku individualisme juga merupakan seseorang
yang sangat toleransi tentang perbedaan dan juga kehidupan yang beragam,
namun karena sikap individualis mereka juga mempunyai hak sendiri untuk
mengejar sesuatu tanpa harus di intervensi dari pihak lain. Hostfede, 2011

Penulis ingin menggali lebih dalam tentang representasi konsep


individualisme melalui karakter Otto, dalam film A Man Called Otto yang
dirilis pada tahun 2022. Yang menceritakan tentang Otto Anderson, seorang pria
berusia 63 tahun yang tinggal di pinggiran kota Pittsburgh, Pennsylvania. Dia
menghabiskan masa tua seorang diri setelah pensiun dari perusahaan tempatnya
bekerja dan dia juga telah kehilangan istrinya yang mengalami keguguran dan
lumpuh akibat kecelakaan yang dialami oleh Otto dan istrinya. Otto dikenal
sebagai seorang yang pemarah, keras hati, dan tidak suka untuk berinteraksi
dengan orang-orang yang berada di sekitar kompleks rumahnya karena
memiliki sejumlah pengalaman traumatis yang membuat hidupnya penuh
dengan rasa kalut dan bersalah. Suatu hari, kehidupan Otto terguncang oleh
kedatangan tetangga baru, sebuah keluarga kecil yang mampu mengubah cara
pandang Otto terhadap hidup. Film ini menawarkan kisah mengharukan dan
lucu tentang kehilangan, cinta, dan kehidupan, serta mengajarkan bahwa
kehangatan keluarga terkadang bisa ditemukan di tempat paling tidak terduga.
Dan di dalam karya film ini juga akan diketahui bagaimana perjalanan dan
transformasi karakter yang menggambarkan pencarian nilai-nilai seperti
kebebasan pribadi, otonomi, dan ekspresi diri dalam konteks masyarakat yang
sering kali menekankan konformitas atau seorang yang mengubah sikapnya
agar sesuai norma sosial yang ada.

Film ini memungkinkan kita untuk menjelajahi berbagai aspek


individualisme melalui perjalanan karakter utama yang awalnya terlihat sebagai
individu yang keras dan tertutup. Maka dari itu, apa yang telah dipaparkan
diatas memberikan penjelasan bahwa sikap individualisme pada seorang
individu bisa sangat mempengaruhi komunikasinya terhadap orang lain dan
juga berpengaruh terhadap lingkungan di sekitarnya. Representasi merujuk
pada bagaimana seseorang, suatu kelompok, dan pendapat tertentu yang
ditampilkan dalam suatu pesan media, baik dalam bentuk informasi,
pemberitaan maupun suatu wacana.

Penelitian ini berusaha menggali bagaimana representasi individualisme


dalam film “A Man Called Otto”. Untuk melihat bagaimana penggambaran
representasi dan penyampaian pesan dalam sebuah film, diperlukan analisis teks
media, salah satunya menggunakan analisis semiotika. Analisis dalam semiotika
menggunakan tanda-tanda, simbol, dan makna yang ada dalam media dan
diterjemahkan menggunakan beberapa metode semiotika yang digunakan oleh
beberapa tokoh, yang salah satunya adalah metode analisis semiotika John
Fiske. Analisis semiotika John Fiske merupakan proses representasi realitas
berbagai objek yang disajikan oleh media melalui proses penyampaian pesan
dalam bentuk yang lain. Realitas itu digambarkan dalam media sesuai dengan
bahasa teknis yang digunakan. Kode-kode tersebut kemudian mengarah pada
ideologi. Peristiwa dan kejadian yang ada dalam media tersebut diubah dalam
bentuk lain melalui tiga level, yaitu level realitas (pakaian, aksesoris, gaya
bicara, lingkungan), level representasi (dialog, angle kamera), dan ideologi
(kebebasan pribadi, individualisme).

Penulis tertarik membahas tentang ideologi individualisme yang ada pada


film “A Man Called Otto” karena dalam film tersebut digambarkan bagaimana
sebuah sikap individualis seorang individu bisa menyebabkan sebuah distorsi
komunikasi dan tekanan sosial dalam masyarakat yang dimana dalam era saat
ini banyak masyarakat menghadapi tekanan sosial. film seperti "A Man Called
Otto" dapat berfungsi sebagai sumber inspirasi dan pencerahan bagi penulis dan
pembaca dalam hal ini bagaimana individu dapat mempertahankan identitas
mereka sendiri dan mengambil langkah-langkah untuk hidup sesuai dengan
nilai-nilai pribadi mereka. Dengan memahami representasi individualisme
dalam film ini, penulis dapat menggali bagaimana ideologi ini meresap ke
dalam karya seni dan memberikan pandangan yang mendalam tentang
bagaimana budaya sekarang merespons isu-isu seperti kebebasan pribadi,
pengembangan identitas, dan eksistensi individual di tengah tekanan sosial.

Anda mungkin juga menyukai