Anda di halaman 1dari 15

ANALISIS SEMIOTIKA TERHADAP ADEGAN YANG TIDAK

KOHEREN DI DALAM CERITA PADA FILM


UNCLE BOONMEE WHO CAN RECALL HIS PAST LIVES

ABSTRAK
Penelitian ini berisi tentang analisis terhadap sebuah film Thailand, karya
Apichatpong Weerasethakul yang berjudul “Uncle Boonmee Who Can Recall His Past
Lives” atau dalam bahasa Thailand berjudul “Lung Boonmee Raluek Chat”. Film ini di rilis
pada tahun 2010 dengan kemasan yang menjadi ciri khas si sutradara, dimana film ini
dikemas dengan membawa kelokalan Thailand.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis semiotika.
Penelitian ini dibuat bertujuan untuk mengungkap pesan dari tanda-tanda yang ada dalam
film ini, melalui gambar, teks maupun adegan yang ada di dalam film tersebut.
Hasil dari penelitian dapat memberikan informasi mengenai makna denotasi,
konotasi dan mitos yang merepresentasikan pesan yang ada di film. Contoh hasilnya
berasal dari adegan yang tidak berhubungan langsung dengan alur cerita film ini, akan
tetapi memiliki makna yang berunsur penting dalam tema besar yang diangkat dalam film
bergenre drama/fantasi ini.

Kata Kunci : Uncle Boonmee, Film, Thailand, Semiotika.


BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Film adalah bentuk seni yang kompleks yang pengaruhnya bermulai di abad ke-20
hingga setelahnya, hal itu dikekemukakan oleh Maria Pramaggiore dan Tom Wallis
(dalam Film: A Critical Introduction, 2008 : 2). Film sebagai seni pun juga sudah
semakin berkembang seiring perkembangan zaman. Film sudah bukan lagi sekedar
hiburan audio visual semata, melainkan menjadi salah satu media bagi filmmaker untuk
mengekspresikan dirinya dalam menyampaikan pesan yang ingin disampaikan.
Film juga dapat direpresentasikan sebagai budaya. Budaya atau culture itu sendiri
merupakan sikap atau pola perilaku serta pengetahuan yang menjadi kebiasaan dan
diwariskan oleh suatu kelompok masyarakat secara turun temurun (Ralph Linton dalam
The Cultural Background of Personality, 1945). Di dalam film pun, budaya secara
langsung maupun tidak langsung tidak hanya merepresentasikan mengeksekusi
nilai-nilai budaya tertentu di dalamnya, tapi juga memikirkan bagaimana nilai-nilai
budaya yang ada di film tersebut akan dikonsumsi oleh masyarakat. Seperti ada
semacam proses pertukaran kode-kode kebudayaan dalam kegiatan menonton film
sebagai representasi budaya.
Seperti budaya Thailand yang sering kali tetap dibawa oleh para filmmaker asal
negara itu, ke dalam film-film mereka. Biasanya filmmaker - filmmaker selalu membawa
setidaknya sedikit kelokalan negara asal mereka itu. Karena budaya Thailand sangat
tidak kalah kaya dengan Indonesia. Kepercayaan atau agama kebanyakan yang dianut di
Thailand, juga mempengaruhi kebudayaan-kebudayaan di Thailand. Berdasarkan data
yang ditulis oleh wisatathailand.id 95% penduduk Thailand menganut agama Buddha
Theravada dan sisanya adalah Islam, Hindu, Kong Hu Cu, Kristen dan Taoisme. Maka
dari itu, sebagian besar masyarakat Thailand percaya dengan konsep reinkarnasi atau
kelahiran kembali yang memang ada di dalam ajaran agama Buddha. Konsep reinkernasi
yang dipercaya oleh masyarakat Thailand adalah reinkernasi manusia menjadi hewan
atau sebaliknya. Hal itu terjadi, dipercaya tergantung oleh perilaku yang dilakukan
makhluk hidup tersebut semasa hidupnya. Jika baik, ia akan ‘terlahir kembali’ menjadi
yang ‘baik’, sedangkan yang berperilaku buruk semasa hidupnya, akan ‘terlahir kembali’
dalam wujud yang buruk. Hal itu sangat menarik, sehingga banyak diangkat menjadi
sebuah film.
Salah satu contoh filmnya adalah film drama fantasi asal Thailand yang berjudul “Uncle
Boonmee Who Can Recall His Past Lives”. Film ini dirilis untuk pertama kalinya pada
tanggal 21 Mei 2010 di Cannes Film Festival, Perancis. Lalu di Bangkok pada tanggal
Juni 2010. Film ini bercerita tentang seorang duda berumur bernama Boonmee yang
tinggal di pedesaan Thailand bersama adik ipar dan keponakannya. Ia mengidap
penyakit gagal ginjal akut dan merasa hanya tinggal menunggu ajalnya. Sampai tiba-tiba
suatu malam, Boonmee kedatangan mendiang istrinya yang bernama Huay dan putranya
yang telah lama hilang bernama Boonsoong datang dalam keadaan tubuh berbulu dan
mata memerah. Keduanya seakan datang untuk menjemput kematian Boonmee dan
respon Boonmee pun sangat baik dalam menyambut anggota keluarganya yang telah
kembali.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana hubungan antara scene-scene yang tidak koheren dengan perkembangan
cerita dalam film Uncle Boonmee Who Can Recall His Past Lives?

1.3 Batasan masalah


Untuk mempermudah penelitian pada jurnal ini, penulis membatasi masalah yang
dibahas dalam jurnal ini. Masalah yang akan dibahas dalam jurnal ini, sebagai berikut:
1. Scene hewan kerbau di awal pada menit 00.01.15 - 00.05.35.
2. Scene seorang putri buruk rupa yang bersetubuh dengan ikan lele pada menit
00.50.00 - 01.01.52.
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1 Film
Film adalah bentuk seni yang kompleks yang pengaruhnya bermulai di abad
ke-20 hingga setelahnya, hal itu dikemukakan oleh Maria Pramaggiore dan Tom
Wallis (dalam Film: A Critical Introduction, 2008 : 2). Film sebagai seni pun juga
sudah semakin berkembang seiring perkembangan zaman. Film sudah bukan lagi
sekedar hiburan audio visual semata, melainkan menjadi salah satu media bagi
filmmaker untuk mengekspresikan dirinya dalam menyampaikan pesan yang ingin
disampaikan.

2.2 Semiotika
Semiotika berasal dari bahasa Yunani, semi pertama kali diperkenalkan
oleh seorang penemu ilmu medis barat, Hippocrates (460-337 SM). Beliau
menemukan ilmu 'gejala-gejala' yang menurutnya adalah sebuah petunjuk atau
tanda fisik.
Namun seiring berjalannya waktu, ilmu semiotika semakin berkembang.
Semiotika bukan lagi hanya sekedar ilmu yang mempelajari tanda-tanda dalam
bentuk benda atau fisik. Seperti dalam kutipan tersebut.

“Segala sesuatu yang dapat diamati atau dibuat teramati dapat disebut
tanda. Karena itu, tanda tidaklah terbatas pada benda. Adanya peristiwa, tidak
adanya peristiwa, struktur yang ditemukan dalam sesuatu, suatu kebiasaan,
semua ini dapat disebut tanda.” (Zoest dalam Pilliang, 1999:12).
Banyak sekali teori-teori mengenai semiotika. Salah satu teori yang
secara umum sering digunakan adalah teori Roland Barthes (1915-1980 ). Pada
salah satu laman dalam situs web gurupendidikan.co.id, menuliskan jika Roland
Barthes membuat sebuah model sistematis untuk menganalisa tanda atau simbol
dalam menggunakan analisa semiotika tersebut. Dalam teorinya, Roland Barthes
mengembangkan semiotika menjadi 2 tingkatan penandaan, yaitu konotasi dan
denotasi.
Konotasi menurut Pilliang (1998 : 17) adalah makna yang meliputi
aspek-aspek yang berkaitan dengan perasaan, emosi dan nilai - nilai kebudayaan.
Sedangkan pengertian denotasi menurut Fiske (2004 : 93) adalah sebuah kode
digital berupa suatu kode dimana penanda maupun petanda terpisah dan konotasi
sebagai kode analognya, dimana kode yang bekerja dalam suatu skala
berkepanjangan.
Roland Barthes, di dalam bukunya yang berjudul Mythologies (1972)
menjabarkan tentang konotasi kultural dari berbagai aspek keseharian orang
Prancis, seperti steak, frites, mobil ciotron dan deterjen. Tujuannya untuk
membawakan dunia tentang "apa yang terjadi tanpa mengatakan" dan
menunjukkan dunia itu dengan lebih luas. Ia juga mengatakan juga melihat dari
salah satu aspek penandaan yaitu "mitos" yang menandai suatu wilayah
masyarakat. "Mitos" terletak pada tingkat kedua penandaan, dimana saat
terbentuknya sistem sign-signifier-signified, tanda tersebut akan menjadi penanda
baru yang selanjutnya akan memiliki petanda kedua dan membuat tanda baru.
Jadi, ketika sebuah tanda yang memiliki makna konotasi lalu berkembang
menjadi makna denotasi, makan makna denotasi tersebut akan menjadi mitos.
Gambar 2.1 Bagan Two Orders of Signification dari Barthez
2.3 Sinopsis

Di sebuah desa di Thailand, terdapat seorang petani paruh baya bernama


BOONMEE, ia adalah veteran perang yang kini sedang mengidap penyakit ginjal
akut. Boonmee tinggal di rumah yang berada di daerah perkebunan asam jawa
miliknya, bersama adik iparnya yang bernama JEN dan keponakannya, TONG.
Sesekali anak buahnya yang bernama JAAI, datang untuk membantu ‘mencuci’
darahnya, sebagai kegiatan rutin yang ia lakukan demi bertahan dari penyakitnya.
Suatu malam, saat Boonmee serta Jen dan Tong sedang makan malam
bersama sambil bercengkrama, tiba-tiba muncul sosok mendiang istri Boonmee,
HUAY, yang telah meninggal 19 tahun yang lalu duduk di kursi kosong sebelah
Tong. Ketiganya merasa terkejut, bahkan Tong terlihat takut dan beranjak dari
kursinya lalu mendekat ke arah Boonmee. Boonmee dan Jen merespon
kedatangan arwah Huay dengan baik. Boonmee dan adiknya iparnya itu
mengajak arwah Huay berbicara selayaknya bicara pada manusia nyata, bahkan
Boonmee memberikan minum pada Huay. Boonmee sempat bertanya pada Huay,
apakah kedatangannya untuk ‘menjemput’ dirinya, namun Jen langsung menegur
Boonmee agar tidak berbicara seperti itu
Angin berhembus dan suara jangkrik terdengar di malam itu. Belum selesai
dengan kedatangan Huay, datanglah sesosok makhluk berbulu hitam dan bermata
merah yang mengaku jika dirinya adalah Boonsong, putra Boonmee yang
menghilang hanya berselang 6 tahun dari meninggalnya Huay. Boonsong
bercerita jika dirinya dulu senang memotret alam. Hingga ia menemukan
penampakan makhluk halus di salah satu fotonya. Makhluk itu berupa monyet
besar. Ia terobsesi dengan makhluk tersebut, kemudian ia menelusurinya selama
berhari-hari, tanpa memperdulikan para pekerja sang ayah yang saat itu
mencarinya meski ia sebenarnya melihat dan mendengar panggilan para pekerja
itu. Boonsong juga mencoba berkomunikasi dengan makhluk tersebut, sampai
akhirnya ia bersetubuh dengan hantu monyet yang membuat rambut di tubuhnya
mulai memanjang, matanya mulai membesar dan memerah. Sejak saat itu lah,
dirinya dan ‘istri’ pergi ke utara dan mulai melupakan kehidupan lalunya.
Boonsong datang dengan alasan jika makhluk halus di luar sana mengincar
Boonmee karena mengetahui keadaan Boonmee yang tidak baik.
Dengan semua kejadian tersebut, Boonmee, Jen dan Tong menyambut
kehadiran arwah Huay dan Boonsong dengan baik. Mereka malah merasa
bersyukur dengan kembalinya Huay dan Boonsong, karena hal itu membuat
keluarga mereka kembali utuh.
Pada pagi harinya, Jen pergi berjalan-jalan ke kebun milik Boonmee. Ia
juga bertemu dengan Jaai disana. Kemudian Jen diperkenalkan oleh Boonmee ke
seluruh pekerjanya di kebun. Setelah itu Boonmee mengajak Jen untuk menyicipi
madu langsung dari sarangnya. Lalu keduanya beristirahat di sebuah saung yang
berada di tengah perkebunan. Disana Boonmee dan Jen mengobrol, sampai
akhirnya Boonmee tertidur, sedangkan Jen tersenyum tipis menatapnya.
Suatu hari, di sebuah hutan ada seorang putri bercadar yang dibawa oleh
para prajuritnya menuju sungai di tengah hutan. Perempuan itu berdiri di batu
sungai dan membuka cadarnya. Terlihatlah wajahnya yang buruk rupa. Ia
berjongkok dan berkaca di sungai, perlahan bayangannya menjadi seorang
perempuan yang sangat cantik jelita. Tidak berselang lama, datang salah satu
pengawalnya. Keduanya sempat bercumbu, sampai akhirnya perempuan itu
mendorong dan mengusir pengawalnya itu dan mengatakan jika pengawalnya itu
mencumbunya hanya karena terbayang dengan bayangan perempuan cantik di
sungai tersebut.
Setelah pengawalnya pergi, perempuan itu kembali berjongkok dan
menangis di pinggir sungai sambil berjongkok, meratapi wajah buruk rupanya.
Akan tetapi, tiba-tiba ada sebuah ikan lele yang mengajaknya bicara. Karena
perempuan itu menganggap jika ikan lele itu adalah penguasa air, ia memberikan
penawaran agar ikan lele itu memberikannya sebuah keajaiban. Perempuan itu
pun merelakan tubuhnya untuk disetubuhi oleh ikan lele tersebut.
Berlanjut kembali ke Boonmee. Kini Boonmee dibantu oleh Huay untuk
merawat dirinya, ia memeluk Huay erat setelah istrinya itu selesai membantu
dirinya untuk ‘mencuci’ darah. Boonmee bertanya soal keberadaannya setelah
mati dan Boonmee juga mempertanyakan tentang surga, namun Huay menjawab
jika surga itu tidaklah sespesial itu. Surga itu tidak ada apa-apa. Huay juga
mengatakan, jika ‘hantu’ itu tempatnya pada orang yang masih di hidup.
Suatu malam disaat Tong dan Jen sedang menonton televisi, Boonmee
memanggil Jen dan memberikan barang-barang yang akan ia titipkan untuk Jen,
sebagai wasiatnya. Karena Boonmee mengatakan jika sudah waktunya ia untuk
pergi. Akhirnya, Boonme, Huay, Tong dan Jen pergi ke dalam sebuah
pegunungan. Selama perjalanan, Tong dan Jen melihat banyak makhluk halus
yang berkeliaran. Kemudian keempatnya sampai di sebuah gua. Disana juga
terdapat Boosong yang mengikuti mereka.
Disana Boonmee merasa jika ia tidak bisa melihat apapun kecuali
kegelapan. Huay mengatakan jika Boonme harus terbiasa dengan kegelapan.
Boonme mulai bercerita panjang di dalam gua itu. Ia mengatakan jika hua itu
layaknya rahim untuknya, karena ia lahir disana dan pada awalnya ia tidak
mengetahui dirinya manusia atau hewan, maupun perempuan atau laki-laki.
Kemudian, Boonme juga merasa dirinya mulai kembali ke masa lalu. Masa
dimana dirinya masih menjadi tentara di perbatasan antara Thailand dan Laos.
Boonmee sudah duduk bersandar di dinding gua. Ia dikelilingi oleh Huay,
Tong dan Jen. Makhluk halus semacam Boonsong juga ikut menyaksikan
detik-detik kematian Boonmee. Saat pagi tiba, Jean terbangun dan melihat jika
Boonmee telah meninggal. Sampai akhirnya, Boonmee pun dikebumikan di
kastil, dengan Tong sebagai biksu yang memimpin upacara pemakaman itu.
Setelah upacara itu selesai, Jen bersama seorang perempuan sibuk
membuka amplop-amplop upacara pemakaman Boonmee di sebuah kamar. Tidak
lama kemudian, Tong masuk dan menumpang mandi. Akan tetapi setelah Tong
selesai mandi dan berganti baju, ia sangat terkejut saat melihat proyeksi dirinya
sendiri bersama dengan Jen sedang menonton televisi dalam diam. Tong sangat
terlihat terkejut, namun Jen yang ‘asli’ mengajaknya keluar dari kamar itu,
meninggalkan proyeksi diri mereka. Lalu Jen dan Tong duduk di sebuah cafe dan
mengobrol dengan topik acak. Setelah itu keduanya saling diam dan merenung
dengan pikiran masing-masing.
BAB 3
PEMBAHASAN
3.1 Geografis Thailand
Negara Thailand berada di tengah semenanjung Indochina di Asia
Tenggara yang berbatasan di utara dengan Laos dan Myanmar, pada bagian timur
terletak Laos dan Kamboja, pada bagian selatan terletak Teluk Thailand dan
Malaysia, dan pada bagian terletak Laut Andaman dan ujung selatan Myanmar.

Negara seribu pagioda ini memiliki total lahan 513,120 km2 yang terdiri dari
daratan seluas 510,89 km2 dan wilayah perairan seluas 2,230 km2. Ibukota Thailand
terletak di Bangkok sekaligus sebagai pusat dari wilayah politik, perdagangan, industri dan
budaya. Thailand memiliki 77 provinsi.

3.2 Thailand - Laos


3.2.1 Perang Perbatasan
Thailand berbatasan langsung dengan Laos. Hingga pada tahun 1987-1988
terjadi perang perbatasan antara Thailand dan Laos. Perang ini bermula ketika
pada tahun 1907, Perancis (Penguasa kolonial Laos) dan Thailand yang saat itu
dikenal sebagai Siam), menandatangani perjanjian perbatasan yang kemudian
menyebabkan perselisihan mengenai kepemilikan beberapa desa perbatasan.
Penembakan pecah pada 1984 karena kepemilikan tiga desa. Penyebab lain
ketegangan antara dua tetangga Asia Tenggara adalah Pemberontakan Hmong
yang sedang berlangsung di Laos. Para pemberontak menggunakan pangkalan di
Thailand dan sering melintasi perbatasan untuk menyerang pemerintah komunis
Laos. Hal ini juga dipicu dengan Thailand yang menikmati aliansi dengan
Amerika Serikat, sementara Laos adalah sekutu dekat Vietnam komunis dan Uni
Soviet. Konek-koneksi semacam inilah yang membuat negara tetangga itu dalam
kondisi perang dingin.
Kemudian pertempuran pecah pada Desember 1987 dalam kasus sengketa
tanah yang diklaim oleh Laos, yang menganggap wilayah itu sebagai bagian dari
Distrik Bot Laotian di Xaignabouri dan oleh Thailand dianggap sebagai bagian
dari Distrik Chat Trakan di Provinsi Phitsanulok. Akibat perang itu lebih dari
1.000 tentara kedua belah pihak tewas sebelum gencatan senjata diberlakukan.

3.3 Analisa
Untuk mempermudah menjawab dan menjelaskan identifikasi masalah yang
telah disebutkan di atas, maka diambil dua contoh scene dan waktu serta durasinya
yang memiliki pesan terkait dengan kebudayaan dan kepercayaan Thailand.

3.3.1 Scene Hewan Kerbau (00.01.15 - 00.05.35).


3.3.1.1 Makna Denotasi
Scene ini terletak pada awal film. Mengadegankan seekor kerbau
yang diikat lehernya oleh sang pemilik di batang sebuah batang pohon.
Lalu kerbau ini mencoba untuk melepaskan diri dan berhasil. Kerbau itu
pun pergi dan melarikan diri ke dalam hutan, akan tetapi pada akhirnya
kembali tertangkap oleh sang pemilik.
3.3.1.2 Makna Konotasi
Dalam adegan awal dimana seekor kerbau sedang terikat mencoba
untuk melepaskan diri, kerbau tersebut dikonotasikan jika uncle
Boonmee pada awalnya adalah seekor hewan kerbau. Lalu berlanjut
ketika adegan kerbau yang melarikan diri, disini kerbau tersebut
dikonotasikan sebagai uncle Boonmee yang telah berubah menjadi
manusia yang memiliki kehidupan baru di afterlife nya, sesuai dengan
yang telah dijabarkan sebelumnya mengenai kepercayaan masyarakat
Thailand akan konsep reinkernasi. Kemudian adegan terakhir dimana
kerbau tersebut kembali tertangkap, mengkonotasikan uncle Boonmee
yang telah meninggal.
3.3.1.3 Mitos
Secara mitos, hewan yang berbuat baik, saat mati akan hidup di
afterlife menjadi manusia. Menjalani kehidupan layaknya manusia pula.
Berdasarkan hukum sebab akibat -apa yang orang tabur, itulah yang akan
dituai-. Mitos dari salah satu konsep reinkernasi ini, masih dipercaya
hingga sekarang, menjadi salah satu patokan untuk hidup dengan
perilaku yang baik.

3.3.2 Scene Putri Bersetubuh dengan Ikan Lele (00.50.00 - 01.01.52).


3.3.2.1 Makna Denotasi
Scene ini terletak pada pertengahan film, ikan lele ini muncul di sungai saat
Putri dari kerjaan itu masuk kedalam sungai untuk mempersembahkan dirinya.
Putri dan ikan lele lalu melakukan persetubuhan di sungai.
3.3.2.2 Makna Konotasi
Dalam adegan scene Putri bersetubuh dengan ikan lele tersebut
dikonotasikan bahwa ikan lele adalah Uncle Boonme yang pada kehidupan
sebelumnnya menjadi hewan. Ikan lele tersebut melakukan hubungan badan
dengan seorang Putri. Ikan lele adalah bentuk Uncle Boonme sebelum menjadi
kerbau, karena ini menjadi sebuah pararel waktu, saat ikan lele tersebut
bersetubuh dengan Putri adalah hal yang tidak benar dan hal yang berkaitan dari
seorang Putri adalah budak. Setelah melewati kehidupan afterlife sebagai ikan
lele, Boonme menjadi kerbau.
3.3.2.3 Mitos
Secara mitos, hewan yang berbuat baik, saat mati dikehidupan selanjutnya
berubah menjadi manusia, begitupun sebaliknya jika hewan berbuat yang tidak
benar akan tetap menjadi hewan. Manusia juga bisa berubah menjadi hewan saat
melakukan hal yang tidak baik. Ikan lele tersebut melakukan hubungan badan
dengan Putri adalah hal yang salah, karena hewan dan manusia berbeda. Hal ini
terjadi seperti saat kejadian scene kerbau. Kepercayaan akan mitos afterlife ini
sampai sekarang masih menjadi patokan untuk hidup baik.

BAB 4
KESIMPULAN
Sesuai dengan penjabaran di atas dapat penulis simpulkan, jika hubungan antara
budaya dan film sangat begitu kuat. Film yang mempengaruhi budaya dan maupun
sebaliknya. Dengan mengemasnya menggunakan makna denotasi dan konotasi.
Seperti pada film Uncle Boonmee Who Can Recall His Past Lives yang telah
dijabarkan di atas. Bisa dilihat dari film itu, bagaimana menunjukkan sebuah pesan yang
berhubungan dengan budaya Thailand menggunakan makna denotasi yang mengandung
makna konotasi pula
DAFTAR PUSTAKA

Filmsick, A. (2012, January 8). ลุงบุญมีระลึกชาติ ( อภิชาตพงศ ์ วีระเศรษฐกุล/2010 / ไทย)การ


เปลี่ยนความทรงจ ำให้เป็ นประวัติศาสตร์. Retrieved November 1, 2019, from
https://filmsick.wordpress.com/2012/01/08/uncleboonme/.
The History Guy. (2016, December 24). Retrieved November 27, 2019, from
https://www.historyguy.com/thai_laos_border_war_87.html.
Sudarto, A. D., Senduk, J., & Rembang, M. (1970, January 1). Analisis Semiotika Film
"Alangkah Lucunya Negeri Ini". Retrieved November 1, 2019, from
https://www.neliti.com/id/publications/90020/analisis-semiotika-film-alangkah-lucunya-ne
geri-ini.

Anda mungkin juga menyukai