Anda di halaman 1dari 18

PESAN MORAL DALAM FILM THE NEW FOUND

(Analisis Isi Pada Film The New Found Karya Joko Anwar)

SKRIPSI

Oleh :

Nama : Aldeo Pramadinata Rizky Firdaus

NIM : 201810040311062

Dosen Pembimbing :

Sugeng Winarmo, S. Sos, MA

JURUSAN ILMU KOMUNIKASI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

TAHUN 2022
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Di jaman sekarang film sudah tidak lagi asing bagi masyarakat. Sejak
kemunculan film yang pertama berupa gambar bergerak berwarna hitam putih,
hingga saat ini di produksi film dengan konsep tiga dimensi (3D). Film adalah
bentuk dominan dari komunikasi massa visual di belahan dunia ini (Elvinaro
Ardianto, 2009: 43). Film merupakan sebuah karya seni sekaligus sebagai media
audio visual yang digunakan untuk menyampaikan pesan, edukasi atau hiburan
yang dapat berperan sebagai representasi budaya bagi masyarakat. Film termasuk
salah satu media komunikasi massa karena merupakan bentuk komunikasi yang
menggunakan sarana media untuk menghubungkan komunikator dengan
komunikan secara massa. Dalam komunikasi massa, media merupakan organisasi
yang berperan besar dalam menyebarkan informasi yang berupa produk budaya
dalam suatu masyarakat.
Film merupakan salah satu bentuk media massa audio visual yang sudah
dikenal oleh masyarakat. Khalayak menonton film tentunya untuk mendapatkan
hiburan seusai bekerja, beraktivitas atau hanya sekedar untuk mengisi waktu
luang. Akan tetapi dalam film dapat terkandung fungsi informatif maupun
edukatif, bahkan persuasi (Elvinaro Ardianto, 2009: 145). Film dianggap sebagai
media yang tepat untuk mempresentasikan dan mengkontruksi realitas kehidupan
sosial dari masyarakat. Seiring dengan perkembangannya teknologi dalam film
dapat memungkinkan untuk menyampaikan isi dari pesan. Termasuk mengangkat
konsep mengenai pemaknaan warna pada suatu film. Sudah menjadi keharusan
dimana film juga memliki kemampuan untuk mengedukasi, disadari pentingnya
manfaat film pada pendidikan sebagian didasari pada pertimbangan bahwa film
memiliki kemampuan untuk menarik perhatian dan juga film memiliki
kemampuan mengantarkan pesan dengan unik.
Film tidak lagi dimaknai sekadar sebagai karya seni (film art), tetapi lebih
sebagai “praktik sosial” (Turner, 1991) serta “komunikasi massa” (Jowett dan
Linton, 1981) dalam (Irawanto, 2017: 12). Terjadinya pergeseran pada perspektif
ini, telah meminimalisir bias normatif dari teori film yang cenderung membuat
idealisasi dan karena itu pula meletakkan film secara objektif. Dalam banyak
penelitian tentang dampak film terhadap masyarakat, hubungan antara film dan
masyarakat selalu dipahami secara linear. Artinya, film selalu mempengaruhi dan
membentuk masyarakat berdasarkan muatan pesan (message) di baliknya, tanpa
pernah berlaku sebaliknya.
Film pendek kritik sosial biasanya diproduksi dengan biaya yang relatif lebih
murah dari pada film cerita panjang dan memberikan ruang gerak ekspresi yang
lebih luas kepada pembuat film dalam berekspresi secara idealis. Film pendek
juga berhubungan dengan cerita pendek tetapi bermakna besar, sebagaimana
terjadi di dunia visual art, yang telah mengalami beberapa ekplorasi dari bentuk
dan kreasi yang menghasilkan karya yang khas atau identik. Untuk itu, perlu
kiranya para pembuat film memikirkan nilai-nilai sosial yang baik dalam film-
filmnya (Effendy, 2011: 28).
Moral merupakan mutu yang mencerminkan segala macam tindakan manusia
dan bisa dijadikan indikasi untuk membuktikan baik atau buruknya sebuah
tindakan maupun perbuatan yang dilakukan. Sebagai individu yang selalu
berinteraksi serta sering bertemu karakter yang berbeda-beda pasti sanggup
menalaah serta memperhitungkan atau menilai seseorang berdasarkan perbuatan
yang telah mereka lakukan. Manusia memandangnya sebagai suatu tindakan atau
perbuatan yang sudah pernah Ia lakukan.
Pesan moral dapat juga diinformasikan melalui media, salah satu contoh
melalui film. Pada film ada berbagai macam pesan antara lain melalui dialog,
simbol, serta scene. Pesan pada film juga bergantung pada wujud norma atau
pesan moral yang terletak pada film.
Sebuah film yang dikatakan bagus oleh masyarakat biasanya dilihat dari jalan
ceritanya, bintang filmnya, adegan-adegan di dalamnya, karakter yang
ditonjolkan, dan lain-lain. Film terdiri dari dua jenis, yaitu (1) film cerita atau
film teatrikal adalah film yang mengandung suatu cerita, misalnya film aksi, film
drama, film komedi, dan film musikal. (2) film non teatrikal, yaitu film mengenai
fakta, peristiwa yang benar-benar terjadi. Misalnya tayangan berita, film
dokumenter, dan film kartun.
Pada tahun 2013 muncul film The New Found yang di produksi oleh Toshiba
Indonesia, film yang mengandung pesan moral ini merupakan film yang di
sutradarai oleh Joko Anwar serta Tia hasibuan dan Uwie Balfas sebagai produser
film dengan berdurasi 11 menit 54 detik. Film ini banyak mengandung pesan
moral yaitu seperti kehilangan dan menemukan hal baru. Film ini sudah di tonton
sebanyak 80.038 viewers dalam channel YouTube Toshiba Indonesia.
Di dalam film pendek ini berkisah tentang seorang pria (Andy) yang
mempunyai luka hati dari masa kecilnya. Dari pengalaman masa kecilnya itu
yang membuat Andy mengambil sebuah keputusan. Andy adalah yang sudah
merasakan kehilangan di usianya yang masih anak-anak harus kehilangan sang
ayah yang pergi entah kemana yang membuat dirinya tak mengerti alasan dibalik
kejadian tersebut. dan sampailah pada pemikiran bahwa dirinya tak ingin
memiliki seseorang dalam hidupnya. Pemikiran yang selalu Andy tanamkan
beruma setiap manusia itu tidak akan memiliki apapun.
Sebuah tembok kokoh seakan membatasi siapapun yang masuk ke
kehidupannya. Tapi sepertinya tidak untuk satu wanita ini. Seorang wanita yang
juga merupakan sahabat karibnya inilah yang tanpa disadari telah masuk dalam
kehidupan Andy. Melalui peristiwa-peristiwa kecil dalam rangkaian perjalanan
hidup manusia yang penuh warna, tekstur, dan rupa, hingga pada akhirnya
menemukan dan menyadari bahwa ada hati yang telah ditakdirkan untuk saling
bersentuhan. The New Found, sebuah film pendek persembahan Toshiba yang
bekerja sama dengan Joko Anwar, sebagai salah satu wujud apresiasi terhadap
keagungan warna-warni Indonesia.
Berdasarkan pemaparan diatas maka peneliti tertarik untuk melakukan kajian
lebih dalam menggunakan metode analisis isi pada film The New Found karya
Joko Anwar dengan judul : PESAN MORAL DALAM FILM THE NEW
FOUND (Analisis Isi Pada Film The New Found Karya Joko Anwar)

1.2. Rumusan Masalah


Berdasarkan penjabaran latar belakang diatas, peneliti menyimpulkan dalam
sebuah rumursan masalah penelitian sebagai berikut :
a. Apa kecenderungan pesan moral yang terkandung dalam film The New
Found?
b. Berapa besar presentase pesan moral dalam film The New Found?
1.3. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian dari rumusan masalah yang telah dipaparkan
adalah :
a. Mengetahui kecenderunganpesan moral yang disampaikan pada film The
New Found
b. Mengetahui presentasi munculnya pesan moral pada film The New Found
1.4. Manfaat Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian diatas, maka manfaat penelitian ini adalah :
a. Manfaat Akademis
1. Riset ini diharapkan dapat memberikan sumbangsih pikiran, ide, gagasan,
dan terobosan baru dalam dunia ilmu komunikasi.
2. Menjadi opsi untuk sumber rujukan pada riset-riset berikutnya dengan
topik penelitian yang sama pada bidang ilmu komunikasi
3. Menjadi opsi kajian bagi penyusunan karya ilmiah yang memiliki
keterkaitan dengan pesan moral film.
b. Manfaat Praktis
1. Memberikan informasi mengenai pesan moral dalam film The New
Found
2. Memberikan suatu wawasan kepada pembaca terutama akan
kesadarannya tentang pesan moral.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Komunikasi Massa

2.2. Media Baru


Di era saat ini, perkembangan teknologi informasi dan komuniaksi semakin
berkembang pesat yang membuat kita merasa bahwa hubungan informasi yang
meluas ke berbagai penjuru dunia, pemahaman mengenai teknologi komunikasi
benyak mendapat sorotan dari para ahli komunikasi. Salah satunya menurut
(Flew, 2005: 2) dalam (Simarmata, 2014) Media baru adalah semua bentuk
media yang menggabungkan tiga unsur C, yaitu: computing and information
technology, communication network, dan convergence (digitalized media and
information content). Media baru yang bisa juga disebut digital media memiliki
ciri yang dimana informaasi menjadi mudah dimanipulasi, berjejaring padat,
mudah diperkecil, dan seolah tidak punya peimilik.
Media baru (new media) didefinisikan sebagai “bentuk unik dari media digital
dan transformasi media yang tradisional untuk beradaptasi dan mengadopsi
teknologi media baru.” (Flew, 2005). Media baru berkaitan dari segala bentuk
internet serta teknologi digital. Seperti Smartphone (telepon seluler) termasuk
seluruh fiturnya, aplikasi media sosial, kamera smartphone, pemutar film, radio,
game, perangkat lunak berbagi dokumen, pesan, unduh, unggah, berbagi kabar
sosial media, merekam video dll. Media baru yang biasa digunakan di rumah
antara lain seperti Smart TV, Smartphone, dan perangkat video streaming
berbayar.
Menggunakan media baru yang terus berkembang pada kalangan remaja
maupun orang dewasa di Indonesia karena akses yang mudah dan biaya yang
cukup terjangkau, sebagian besar teknologi yang bermunculan belakangan ini
digambarkan sebagai media baru yang bersifat digital karena berbahaya jika
tidak digunakan dengan baik. Masyarakat memakai media baru untuk memenuhi
berbagai keinginan sehingga dapat dikatakan bahwa pengguna media dalam
masyarakat memiliki tujuan tertentu. Media saling berlomba dengan sumber lain
(seperti individu, kelompok, dan organisasi) yang berupaya memenuhi
kepentingan masyarakat.
2.3. Film
Secara definisi, film merupakan telaah kata dari cinematografi (cinema) yang
memiliki arti gerak, (tho) atau (phytos) yang berarti cahaya, dan (graphie) yang
berarti tulisan, gambar atau citra. Definisi lain dari film yaitu hasil cipta karya
seni yang memiliki kelengkapan dari beberapa unsur seni untuk melengkapi
kebutuhan yang bersifat spiritual. Irawanto (1999:13) dalam (Sobur, 2003:127)
film selalu mempengaruhi dan membentuk masyarakat berdasarkan muatan
pesan (message) di baliknya, tanpa pernah berlaku sebaliknya. Kritik yang
muncul terhadap perspektif ini didasarkan atas argumen bahwa film adalah potret
dari masyarakat dimana film itu dibuat. Film selalu merekam realitas yang
tumbuh dan berkembang dalam masyarakat, dan kemudian memproyeksikannya
ke atas layar.
Definisi film menurut Undang-undang Nomor 8 Tahun 1992 adalah kerya
seni dan budaya yang merupakan media komunikasi massa yang dibuat
berdasarkan asas sinematografi dengan direkam pada pita seluloid, pita video,
piringan video, dan/atau bahan hasil penemuan teknologi lainnya dalam segala
bentuk, jenis, dan ukuran melalui proses kimiawi, proses elektronik, atau proses
lainnya dengan atau tanpa suara yang dapat dipertunjukkan dan/atau ditayangkan
dengan sistem proyeksi mekanik, elektronik, dan/atau lainnya. Dari penjelasan
diatas dapat disimpulkan bahwa film adalah karya seni dan budaya yang dimana
pesan-pesan yang disampaikan adalah permasalahan yang terjadi di kehidupan
sehari-hari yang dibuat melalui proses pra-produksi, produksi, hingga pasca-
produksi berdasarkan asas sinemtografi yang ditayangkan dengan proyeksi
mekanik, elektronik, dan yang lainnya.
Film sebagai gambar bergerak dan representasi realita sosial. Film merupakan
transformasi dari kehidupan manusia dimana nilai yang ada di dalam masyarakat
sering kali dijadikan bahan utama pembuatan film. Sebuah film pada dasarnya
bisa melibatkan bentuk-bentuk simbol visual dan linguistik untuk mengodekan
pesan yang sedang disampaikan (Sobur, 2003: 131). Film juga dapat dijadikan
propaganda oleh pihak-pihak tertentu didalam menarik perhatian masyarakat dan
membentuk kecemasan ketika dipertontonkan. Kecemasan ini muncul berasal
dari kenyataan dimana isi pesan mempunyai pesan moral, psikologis, dan
masalah sosial lainnya.
Film umumnya dibangun dengan banyak tanda. Tanda-tanda tersebut masuk
dalam berbagai sistem tanda yang bekerja sama dengan baik dalam upaya
mencapai efek yang diharapkan. Yang terpenting dalam film adalah aspek audio
visualnya. Sistem semiotika yang lebih penting lagi dalam film adalah
digunakannya tanda-tanda ikonis, yakni tanda-tanda yang menggambarkan
sesuatu (Sobur, 2003:128).
2.3.1. Film Pendek
Film dengan durasi pendek antara 1 menit-30 menit. Meskipun
berhubungan dengan cerita yang pendek namun pada kenyataannya membuat
film pendek lebih sulit ketimbang film cerita panjang karena cerita yang
disajikan mampu menyampaikan pesan yang efektif. Film pendek disebutkan
sebagai representasi dari film pinggiran (Idola P. Putri, 2013), jika menurut
standar festival internasional terdapat beberapa jenis film pendek, diantaranya
adalah :
a. Film pendek eksperimental, merupakan film pendek yang digunakan
sebagai bahan eksperimen atau uji coba, di Indonesia jenis film seperti ini
dikategorikan sebagai film indie.
b. Film pendek komersial, merupakan film pendek yang diproduksi untuk
tujuan komersil atau memperoleh keuntungan, contoh : iklan, profil
perusahaan (company) dll.
c. Film pendek layanan masyarakat (public service), merupakan film pendek
yang bertujuan untuk layanan masyarakat, biasanya ditayangkan di media
massa.
d. Film pendek entertaiment/hiburan, merupakan film pendek yang bertujuan
komersil untuk hiburan. Film ini banyak kita jumpai di acara televisi
dengan berbagai ragam.
e. Film pendek fiksi, film pendek ini diproduksi sebagai film yang bercerita
hanya karangan ide manusia bukan berdasarkan kejadian nyata atau
sebenarnya. Contohnya; animasi, action, dan lainnya (Javandalasta,
2011:3).
2.3.2. Media Youtube
Youtube adalah situs jejaring media sosial yang biasa digunakan oleh
masyarakat dengan cara terdaftar agar dapat mengunggah video yang bersifat
publik yang mereka buat dan mendapatkan iklan atau adsense. Youtube
bersifat dua arah dan interaktif, hal tersebut menjadi keuntungan bagi si
pembuat iklan karena dapat mengetahui feedback yang diberikan oleh audiens
melalui kolom komentar di bawah video, namun kolom komentar juga dapat
di non-aktifkan yang memungkinkan untuk menjada dari beberapa komentar
yang tidak diinginkan yang bersifat negatif.
Menurut (Baskoro, 2009), Youtube adalah situs penyedia video dengan
berbagai informasi berformat gambar bergerak dan bisa dipercaya. Situs ini
tersedia untuk orang-orang yang ingin menonton berita maupun berbagai
macam hal yang menarik. Bisa pula para pemilik aku Youtube untuk
mengunggah video buatannya ke Youtube untuk di tonton banyak orang.
2.4. Pendekatan Tanda-tanda Menurut Charles Sanders Pierce
Pierce melihat tanda (reprentasemen) sebagai bagian yang tidak terpisahkan
dari objek referensinya serta pemahaman subjek atas tanda (interpretant). Tanda
menurut Pierce adalah “...something which stands to somebody for something in
some respect or capacity” (Piliang, 2012:309). Tampak pada definisi Pierce ini
peran subjek (somebody) sebagai bagian yang tak terpisahkan dari pertandaan.
Pierce melihat subjek sebagai bagian yang tidak dapat dipisahkan dari proses
signifikasi. Model triadic Pierce (representamen + objek + interpretan = tanda)
memperlihatkan peran subjek dalam proses transformasi bahasa.
*Gambar semiotika model Pierce
Model triadic Pierce ini memperlihatkan tiga elemen utama pembentuk tanda,
yaitu representamen (sesuatu yang merepresentasikan sesuatu yang lain), objek
(sesuatu yang direpresentasikan), dan interpretan (interpretasi seseorang tentang
tanda) (Piliang, 2012:310).
Menurut Berger (2000b:14) dalam (Sobur, 2003:34) Pierce menandaskan
bahwa tanda-tanda berkaitan dengan objek-objek yang menyerupainya,
keberadadannya memiliki hubungan sebab-akibat dengan tanda-tanda atau
karena ikatan konvensional dengan tanda-tanda tersebut. Ia menggunakan ikon
untuk kesamaannya, indeks untuk hubungan sebab-akibat, dan simbol untuk
asosiasi konvensional. Pierce dalam (Sobur, 2003:41) berdasarkan objeknya
membagi tanda atas Icon, Index, dan Symbol. Ikon adalah tanda yang hubungan
antara penanda dan petandanya bersifat bersamaan bentuk alamiah. Atau dengan
kata lain, ikon adalah hubungan antara tanda dan objek atau acuan yang bersifat
kemiripan. Indeks adalah tanda yang menunjukkan adanya hubungan alamiah
antara tanda dan petanda yang bersifat kausal atau hubungan sebab-akibat, atau
tanda yang langsung mengacu pada kenyataan. Simbol adalah tanda yang
menunjukkan hubungan alamiah antara penanda dengan petandanya yang dapat
mengacu ke denotatum melalui konveksi (perjanjian) masyarakat.
Menurut Pierce, sebuah analisis tentang esensi tanda mengarah pada
pembuktian bahwa setiap tanda ditentukan oleh objeknya (Sobur, 2003:35).
Pertama, dengan mengikuti sifat objeknya, ketika kita menyebut tanda sebuah
ikon. Kedua, menjadi kenyataan dan keberadaannya berkaitan dengan objek
individual, ketika kita menyebut tanda sebuah indeks. Ketiga, kurang lebih,
perkiraan yang pasti bahwa hal itu diinterpretasikan sebagai objek denotatif
sebagai akibat dari suatu kebiasaan ketika kita menyebut tandda sebuah simbol.
Perumusan yang terlalu sederhana ini menyalahi kenyataan tentang adanya
suatu fungsi tandad: tanda A menunjukkan suatu fakta atau objek B), kepada
penafsirnya, yaitu C. Oleh karena itu, suatu tanda itu tidak pernah berupa suatu
entitas yang sendirian, tetapi memiliki ketiga sapek tersebut. Keketigaan yang
ada dalam konteks pembentukan tanda juga membangkitkan semiotika yang tak
terbatas, selama suatu penafsir (gagasan) yang membaca tanda sebagai tanda bagi
yang lain (yaitu sebagai wakil dari suatu makna atau penanda) bisa ditangkap
oleh penafsir lainnya. Penafsir ini adalah unsur yang harus ada untuk mengaitkan
tanda dengan objeknya (induksi, deduksi, dan penangkapan [hipotesis]
membentuk tiga jenis penafsir yang penting. Tanda yang dikaitkan dengan
Ground dibaginya menjadi qualisign, sinsign, dan legisign. (Pateda, 2001:44)
dalam (Sobur, 2003:41). Qualisign adalah kualitas yang ada pada tanda. Sinsign
adalah eksistensi aktual benda atau peristiwa yang ada pada tanda. Legisign
adalah norma yang dikandung oleh tanda
2.5. Film “Write for God”
Write for God merupakan garapan isengraphic, diproduksi dan diunggah ke
YouTube pada tahun 2020 dengan total 217 viewers hingga saat ini. Film ini
disajikan dengan apik menggunakan bahasa Jawa sehari-hari. Film Write for God
sendiri menceritakan tentang dua sosok misterius yang sedang melakukan
kewajiban tugasa kesehariannya, tetapi memiliki nasib yang berbeda. Salah satu
dari mereka mulai bergumam menyerah akan keadaan yang sudah tidak seperti
dulu lagi. Tepat berada di sebuah kondisi dimana mereka harus segera
menyudahi kewajiban yang diberikan oleh yang maha kuasa.
2.6. Analisis Framing
Framing dalam hal ini dipahami sebagai proses bagaimana seseorang
mengklasifikasikan, mengorganisasikan, dan menafsirkan pengalaman sosialnya
untuk mengerti dirinya dan realitas luar dirinya. Selain itu, framing disini
berfungsi membuat suatu realitas menjadi teridentifikasi karena sudah ditandai
dengan label tertentu. Pada dasarnya analisis framing adalah metode yang di
gunakan untuk mengetahui cara bercerita media atas suatu peristiwa (Eriyanto,
2002:10). Menurut Erving Goffman, secara sosiologis konsep analisis framing
memelihara kelangsungan kebiasaan kita mengklasifikasi, mengorganisasi, dan
menginterpretasi secara aktif pengalaman-pengalaman hidup kita untuk dapat
memahaminya. Schemata interpretasi itu disebut frames, yang memungkinkan
individu dapat melokalisasi, merasakan, mengidentifikasi, dan memberi label
terhadap peristiwa-peristiwa serta informasi (Sobur, 2009:163).
2.7. Basis Teori
Sistem semiotika yang lebih penting dalam film yakni, digunakannya tanda-
tanda ikonis yaitu untuk menggambarkan sesuatu yang dimaksud dalam
penyampaian pesan kepada khalayak. Tanda-tanda ikonis yang digunakan dalam
film mengisyaratkan pesan kepada penonton dan setiap isyarat yang diterima
akan berbeda, namun apabila certa yang diperankan memang sudah membentuk
satu pokok makna dalam hal ini makna cerita yang ditampilkan (Sobur, 2003:
128). Semiotika bertujuan untuk mengetahui makna yang terkandung dalam
sebuah tanda atau menafsirkan makna yang ada sehingga dapat diketahui
bagaimana seorang komunikator mengontruksi pesan yang dituju kepada
penonton atau masyarakat.
Maka, basis teori pada penelitian ini berfokuskan kepada analisis semiotika
milik Charles Sanders Pierce. Menurut Berger (2000b:14) dalam (Sobur,
2003:34) Pierce menandaskan bahwa tanda-tanda berkaitan dengan objek-objek
yang menyerupainya, keberadadannya memiliki hubungan sebab-akibat dengan
tanda-tanda atau karena ikatan konvensional dengan tanda-tanda tersebut. Dari
konsep dasar pada paparan ini maka konsep dasar dari semiotika ini yaitu dengan
mempelajari tanda yang memiliki makna Qualisign. Qualisign, yakni kualitas
sejauh yang dimiliki tanda (Sobur, 2003:42).
2.8. Penelitian Terdahulu
Dalam kajian terdahulu, peneliti menelaah yang memiliki keterkaitan yang
relevan dengan penelitian yang dilakuka. Dengan demikian, peneliti mendapat
rujukan pendukung, pelengkap, serta pembanding sehingga penulisan skripsi ini
lebih memadai. Hal ini dimaksudkan untuk memperkuat kajian pustaka berupa
penelitian yang telah ada serta menghindari plagiasi dan duplikasi penelitian.
Pada penelitian ini penulis merujuk pada kajian terdahulu yang berjudul :
1. Representasi Pendidikan Seks dalam Film Dua Garis Biru (Analisis
Semiotika Roland Barthes) oleh Eartha Beatricia Gunawan pada tahun 2020.
Dalam penelitian tersebut bertujuan untuk menggambarkan representasi
pendidikan seks dalam Film Dua Garis Biru karya sutradara Gina S. Noer.
2. Analisis Semiotika Roland Barthes dalam Film Pendek “Wedok” oleh Raja
Satria pada tahun 2021. Dalam penelitian yang bertujuan untuk menganalisis
makna simbolis yang terddapat pada film Wedok yang di produksi oleh
Lanag Production tersebut mengenai permasalaah kesetaraan gender di
Indonesia.
2.9. Fokus Penelitian
Melihat latar belakang yang dikembangkan, maka yang menjadi fokus
penelitian adalah mengenai pesan moral pada film pendek Write for God
berdasarkan analisis Roland Barthes.
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1. Metode Penelitian


Metode penelitian pada penelitian ini menggunakan metode penelitian yang
bersifat kualitatif-interpretatif, yaitu metode yang memfokuskan dirinya pada
tanda dan teks sebagai objek kajiannya, serta bagaimana peneliti menafsirkan dan
memahami kode (decoding) di balik tanda dan teks tersebut (Piliang, 2012: 313).
Peneliti melakukan kinerja seperti seorang fotografer, yang dimana fenomena
atau variabel yang di teliti didata karakteristiknya (dokumentasi/foto) kemudia
dijelaskan seperti apa yang ada.
Dengan fokus penelitian tentang memaknai warna pakaian yang digunakan
oleh pemeran pada film Write for God. Teknik analisis semiotika memungkinkan
peneliti untuk menganalisa tentang tanda (makna) pakaian yang digunakan.
Untuk mengetahui makna atau tanda tersebut, peneliti menggunakan analisis
semiotika model Charles Sanders Pierce.
3.2. Pendekatan Penelitian
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan pendekatan penelitian kualitatif,
Pendekatan penelitian kualitatif adalah suatu penelitian yang ditunjukan untuk
mendeskripsikan dan menganalisis fenomena, peristiwa, aktivitas sosial, sikap,
pemikiran orang secara individual maupun kelompok (Machmud, 2018: 48).
Dalam penggunaan pendekatan ini, hasil penelitian merupakan deskripsi
interprestasi yang mana peneliti berusaha menjelaskan dan mendeskripsikan
setiap obyek yang ditelitinya bersifat tentatif dalam konstek waktu dan situasi
tertentu.
paradigma kritis, yang dimana menekankan pada konstelasi yang terjadi pada
proses produksi dan reproduksi makna, individu tidak dianggap sebagai subjek
netral yang bisa menafsirkan secara bebas. Karena sangat berhubungan dan
dipengaruhi oleh kekuatan sosial yang ada di dalam masyarakat. Adapun jenis
penelitian ini adalah penelitian analisis semiotika model Charles Sanders Pierce,
karena model inilah yang memberikan pendalaman tentang suatu tanda (makna)
yang tekandung pada sebuah film.
Jenis penelitian analisis semiotika model Cahrles Sanders Pierce ini fokus
penelitiannya tertuju pada klasifikasi pada tanda. Sesuatu yang digunakan agar
tanda bisa berfungsi, oleh pierce disebut Ground. (Pateda, 2001:44) dalam
(Sobur, 2003:41)Pierce mengadakan klasifikasi tanda. Tanda yang dikaitkan
dengan Ground dibaginya menjadi tiga yaitu, Qualisign, Sinsign, dan Legisign.
3.3. Waktu dan Tempat Penelitian
Pada penelitian peneliti akan melakukan penelitian observasi seputar
pemaknaan warna hitam putih dan pesan moral pada film yang berjudul “Write
For God” karya Bhekti Setyowibowo yang terdapat dalam platform YouTube.
Penelitian ini akan terus dilanjutkan hingga mendapatkan hasil yang sesuai
dengan harapan peneliti.
3.4. Sumber Data
Pada penelitian ini akan menggunakan dua jenis sumber data, yaitu data
primer dan data sekunder. Data yang digunakan oleh peneliti adalah data sebagai
berikut:
1. Data primer
Pada film pendek berjudul “Write for God” karya Bhekti Setyowibowo
yang berdurasi 4 menit 10 detik ini menjadi objek penelitian yang dapat
langsung diakses dan ditonton pada media sosial kanal Youtube milik Bhekti
Setyowibowo. Data primer ini dikumpulkan dengan cara memutar serta
mengamati film pendek berjudul “Write for God” ini, kemudian scene yang
ada pada video tersebut yang dianggap mewakili pemaknaan warna dan
pesan moral dalam bentuk audio maupun visual akan dipotong (capture)
oleh peneliti dengan file format JPEG.
2. Data Sekunder

Untuk mendukung data-data primer dan memperkuat hasil dari


penelitian, maka peneliti menggunakan data sekunder berupa jurnal, buku,
artikel serta beberapa referensi lainnya. Semua referensi yang digunakan
ini berfokus untuk membahas mengenai semiotika visual, audio, dan iklan
serta ilmu lainnya yang berhubungan dengan penelitian ini.

3.5. Teknik Pengumpulan Data


Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini berupa capture dari film
pendek “Write for God” karya Bhekti Setyowibowo yang berdurasi 4 menit 10
detik. Kemudian peneliti akan memilih scene yang sesuai berdasarkan dengan
rumusan masalah penelitian dengan cara meng-capture scene tersebut dari film
pendek ini dari media sosial Youtube. Serta setelah peneliti mengumpulkan data
tersebut akan menggunakan data penunjang atau referensi penunjang berupa
buku, jurnal, artikel, internet, maupun literatur-literatur lain yang sesuai dengan
rumusan masalah dalam penelitian ini.
3.6. Teknik Analisis Data
Penggalian pengumpulan data dengan menggunakan teknik arsip dokumentasi
pada film pendek Write for God karya Bhekti Setyowibowo. Maka, agar dapat
dengan mudah dipahami peneliti membuat table kerja analisis dengan table
berbentuk sebagai berikut. Kemudian, tanda tersebut akan diterjemahkan atau
diartikan secara denotatif serta nantinya akan dilanjutkan untuk diartikan secara
konototatif dimana sesuai dengan analisis yang diajukan oleh Roland Barthes.

Tabel Kerja Analisis

Scene:
(potongan scene)
Durasi:
Visual Desk Scene:
Type of Shoot:
Audio Dialog:

Keterangan:
Scene : Menunjukkan urutan scene pada film pendek.

Durasi : Menunjukkan waktu di scene dalam film pendek.

Deskripsi Scene : Gambaran atau penjelasan suasana dan adegan.

Type of Shoot : Jenis pengambilan gambar pada scene yang ditampilkan.

Dialog : Percakapan antara tokoh satu dengan yang lainnya pada scene
yang ada pada film pendek.

3.7. Uji Keabsahan Data

Uji keabsahan data merupakan elemen penting dalam melakukan penelitian


untuk menguji hasil dari penelitian. Maka, dalam penelitian ini peneliti
menggunakan uji keabsahan data berupa triangulasi data. Triangulasi sumber
data adalah menggali kebenaran informasi tertentu melalui berbagai metode dan
sumber perolehan data. Dengan subjek penelitian yang berbeda-beda maka
peneliti dapat mendapatkan pandangan yang berbeda mengenai fenomena yang
diteliti (Machmud, 2016: 71).

Triangulasi yang digunakan pada penelitian ini adalah dengan menggunakan


sumber berupa film pendek berjudul “Write fo God” karya Bhekti Setyowibowo,
kemudian mengamati sumber penelitian tersebut dengan pengamatan yang
mendalam, cermat, dan berkesinambungan agar mendapatkan validasi pada hasil
penelitian.

Anda mungkin juga menyukai