Latar Belakang
1
seorang gadis miskin yang dinikahi oleh seorang pangeran, lalu kehidupan
Cinderella menjadi lebih baik dan terangkat derajatnya. Lalu film Moana
yang diproduksi Walt Disney yang menceritakan seorang remaja
perempuan yang bernama Moana. Moana ingin menyelematkan sukunya
akan tetapi dia tidak bisa melakukanya kalau tidak dibantu oleh Maui,
yaitu sosok laki-laki perkasa setengah dewa. Hal itu dapat
mengungkapkan bahwa film Cinderella dan film Moana menanamkan
ideologi patriarkal dimana perempuan dianggapkan sebagai sosok yang
lemah mudah tertindas oleh laki-laki dan mendikte perempuan untuk
berpikir bahwa mereka harus bergantung pada seorang laki-laki.
Stereotipe-stereotipe yang dihasilkan digunakan untuk memperkuat serta
menciptakan prasangka penonton laki-laki, dan juga untuk merusak
presepsi diri serta membatasi aspirasi sosial perempuan (Gamble,
2010:119).
Persoalan penindasan perempuan dalam media film ini tidak
terlepas dari kondisi realitas yang terjadi, bagaimana banyaknya
penindasan yang terjadi kepada perempuan di suatu negara. Film itu
merupakan representasi kondisi sosial yang ada. Pakar film Siegfried
Kraucer dalam Permana menyatakan bahwa teknik, isi cerita, serta
perkembangan film suatu negara bisa dipahami secara utuh dalam
hubungannya dengan pola psikologis aktual dari suatu negara. Artinya,
perkembangan film dari suatu negara hanya dapat dipahami jika
perkembangan tersebut dilihat melalui hubungannya dengan latar belakang
perkembangan sosial budaya dari suatu negara. Melihat pernyataan
Kraucer di atas, dapat penulis simpulkan bahwa film di suatu negara, dan
perkembangan tersebut salah satunya dipengaruhi oleh kondisi sosial
budaya yang ada di suatu negara (Permana, 2001: 559-560).
Perkembangan feminisme di zaman sekarang bisa dibilang pesat,
dimana kini sudah banyaknya komunitas yang memperjuangkan
feminisme secara terang-terangan dari aspek sosial, politik hingga
pendidikan. Hal ini dikarenakan penindasan sistematik terhadap wanita
2
yang disebabkan oleh struktur kemasyarakatan yang memberi kekuasaan
lebih kepada laki-laki sehingga membuat laki-laki dapat mendominasi
perempuan (Sunarto, 2009: 33). Sudut pandang ini terus diupayakan agar
keadilan bagi perempuan itu dapat dirasakan, menyadarkan masyarakat
dan juga dibantu oleh tokoh-tokoh terkenal yang telah menyuarakan untuk
keadilan bagi perempuan. Aktivitas feminisme yang saling memberikan
dukungan untuk melawan penindasan patriarki ini, hal ini terjadi karena
ketidakadilan yang dirasakan oleh perempuan. Dari segi gender,
pendidikan, seksual, bahasa, agama dan film, eksistensi feminisme ini
membuat kita sudah tahu apa yang dimaksud dengan feminisme. Akan
tetapi bukan berarti semua tujuan feminisme telah tercapai.
Tetapi apa sebenarnya feminisme? Sebuah definisi umum
menyatakan bahwa feminisme adalah sebuah kepercayaan bahwa
perempuan semata-mata karena mereka adalah perempuan di perlakukan
dengan tidak adil dalam masyarakat yang dibentuk untuk memprioritaskan
cara pandang laki-laki serta kepentinganya. Ketidakadilan dalam pola
patriarkal, perempuan menjadi semua hal yang bukan laki-laki (atau citra
yang tidak diingkan laki-laki) dimana laki-laki dingaggap kuat, perempuan
lemah, laki-laki dianggap rasional, perempuan dianggap emosional, laki-
laki dianggap aktif sedangkan perempuan dianggap pasif dan sebagainya.
Pada dasar pemikiran yang menyejajarkan mereka dengan gambaran-
gambaran negatif, perempuan tidak mendapat kesempatan yang sama
untuk masuk dalam dunia yang menjadi perhatian publik maupun dunia
yang mencerminkan budaya. Singkatnya, feminsme mencoba untuk
mengubah situasi ini (Gamble, 2010). Menurut Kasiyan, feminisme adalah
menunjuk pada pengertian sebagai indiologi pembebasan perempuan,
karena yang melekat dalam semua pendekatanya, adalah keyakinan bahwa
perempuan mengalami ketidakadilan karena jenis kelamin (Kasiyan,
2008:73). Feminisme ini di representasiken untuk menjelaskan atau
mewakili feminisme dalam film Brave . Menurut Hartley dalam Nilasari,
representasi merupakan suatu bentuk konkret (penanda) yang digunakan
3
untuk menjelaskan konsep-konsep yang abstrak (Nilasari, 2014). Menurut
Stuart Hall dalam Nilasari dalam teori representasinya mengatakan bahwa
representasi memiliki tiga buah pendekatan untuk menjelaskan bagaimana
representasi makna melalui bahasa bekerja (Nilasari, 2014). Ketiganya
antara lain pendekatan reflektif, intensional, dan konstruksionis atau
konstruktivis.
Salah satu film yang menggambarkan representasi feminisme yaitu
film Brave. Brave adalah film animasi bertema putri (Princess) yang
produksi oleh Pixar Animation Studio dan di distribusi Walt Disney
Pictures. Film tersebut memenangkan kategori film animasi terbaik
(2013). Film ini banyak tanda dan penanda yang menunjukan bahwa
perempuan tersebut tidak bisa berbuat sesukanya, karena ada batasan
pendapat dan tindakannya untuk tradisi, kenyamanan dan keseharusanya
sebagai perempuan. Sebagaimana perempuan didikte oleh laki-laki,
perempuan itu sendiri maupun lingkungan juga bisa sebagai aspek
mendikte perempuan yang sebagaimana diinginkan. Perlakuan tersebut
menyebabkan perempuan di pandang menjadi negatif, seperti lemah,
ketergantungan dll. Sedangkan laki-laki di pandang positif, seperti tegas,
kuat dan dominan.
4
Film ini menceritakan dari Kerajaan Dunbroch yang terletak di
Skotlandia, benua Eropa dan masuk dalam Kerajaan besar Great Britain
(Yunizar, 690). Dalam cerita, Merida berada pada era-abad pertengahan.
Terlihat dari pakaian utama yang dia gunakan. Dia memakai gaun
tradisional berwana teal gelap, terbuat dari katun, dengan celah di sikunya.
Gaun lengan panjangnya bertali dibagian dada dan roknya menjuntai
hingga kaki (Yunizar, 690). lalu juga ada lagu-lagu atau alat musik yang
sangat khas dari skotlandia seperti bagpipe.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penelitian
5
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Kegunaan penelitian ini secara teoritis yaitu untuk menambah
literatur penelitian kualitatif ilmu komunikasi khususnya mengenai
analisis semiotika pada film. Selain itu mampu memberikan gambaran
bagaimana feminisme dipresentasikan dengan bantuan teori
penokohan dalam film.
2. Manfaat Praktis
Penelitian ini akan memberikan kegunaan praktis berupa
pengetahuan untuk memahami film tidak hanya berfungsi sebagai
media hiburan, namun sebagai sumber informasi dan persuasi. Karena
adanya penelitian ini, maka penulis berharap dapat memberikan
informasi dan pengetahuan kepada masyarakat bahwa ada makna
feminisme dibalik film Brave.
E. Tinjauan Pustaka
1. Kerangka Teoretik
a. Semiotika
Simiotik adalah ilmu tentang tanda. Tanda adalah segala hal,
baik fisik maupun mental, baik di dunia maupun di jagat raya,
baik di dalam pikiran manusia maupun sistem biologi manusia
dan hewan, yang diberi makna bagi manusia (Hoed, 2014: 5)
dan juga semiotika merupakan suatu studi ilmu atau metode
analysis untuk mengkaji tanda dalam suatu konteks skenario,
gambar, teks, dan adegan di film menjadi sesuatu yang dapat
dimaknai (Mudjiono, 2011: 129). Jadi, tanda adalah tanda
hanya apabila bermakna bagi manusia dan dapat dipahami.
Teori Saussure adalah prinsip yang mengatakan bahwa bahasa
itu adalah sistem tanda, dan setiap tanda itu tersusun atas dua
6
bagian, yakni signifier (penanda) dan signified (petanda)
(Mudjiono, 2011: 130). Menurut Saussure dalam (Mudjiono,
2011: 130) bahasa merupakan suatu sistem tanda, dan setiap
tanda kebahasaan, menurutnya pada dasarnya menyatakan
sebuah konsep dan suatu citra suara (sound image), bukan
menyatakan sesuatu dengan sebuah nama. Sesuatu yang penting
dalam sistem semiotika ini adalah bagaimana tanda-tanda
tersebut dapat diterima dan dipahami oleh penonton. Ferdinand
de Saussure ingin mengemukakan bahwa bahasa dapat dikaji
dengan teori yang mandiri yang disebutnya “linguistique”.
Dalam kaitan ini ada 4 konsep penting menurut de Saussure,
yaitu:
7
hal ini, tanda bahasa berada dalam relasi sintagmatik, yakni
rangkaian tanda yang berada dalam ruang dan waktu yang
sama atau relasi in praesentia. Contoh yang dapat kita
berikan dari bahasa Indonesia adalah kalimat
Ali makan nasi. Urutan ketiga kata itu tidak dapat
bersifat sembarangan (arbitrary, manasuka), tetapi
dipedomani oleh kaidah (langue) bahasa Indonesia. Jadi,
arah panah pada contoh di atas tidak hanya untuk
memperlihatkan urutan (karena bahsa bersifat linier), tetapi
juga hubungan fungsi sintaktis Subjek Predikat Objek.
Namun, meskipun urutan diubah, fungsi gramatikalnya
tetap, misalnya Nasi Ali makan atau Makan
nasi Ali (Hoed, 2014: 66).
8
4) Bahasa yang utama adalah yang lisan
2. Oprasionalisasi Konsep
Adapun oprasional konsep dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Feminisme
Feminisme adalah menunjuk pada pengertian sebagai idiologi
pembebasan perempuan, karena yang melekat dalam semua
pendekatannya adalah keyakinan bahwa perempuan mengalami
ketidakadilan karena jenis kelamin (Kasiyan, 2008:73). Berdasarkan
penjelasan Kasiyan dapat dilihat secara umum feminisme adalah
9
gerakan perempuan untuk setara dengan laki-laki karena terdapatnya
pembatasan hak atau ketidakadilan yang dialami oleh perempuan.
Feminisme bukanlah hanya perjuangan emansipasi dari kaum
perempuan terhadap kaum laki-laki saja, karena mereka juga
menyadari bahwa laki-laki khususnya kaum proletar mengalami
penderitaan yang diakibatkan oleh dominasi, eksploitasi, dan represi
dari sistem yang tidak adil (Zulfa, 2015:14). Tujuan feminisme adalah
untuk menunjukkan bagaimana penilaian tentang suatu kondisi sosial
di mana perempuan menempuh kehidupan mereka membuka
kesempatan untuk merekontruksi dunia mereka dan menawarkan
kepada mereka prospek keebebasan di masa depan (puspitawati, 2013:
125). Dapat disimpulkan bahwa tujuan feminisme adalah untuk
mengeluarkan kaum perempuan dari kondisi ketidakadilan.
Orang yang menganut paham feminisme disebut dengan
feminis. Feminisme pun terbagi bagi menjadi beberapa aliran.
Menurut Tong dalam (Zelviana 2017:23) ada delapan macam aliran
feminisme yang dianut oleh para feminis. Diantaranya adalah:
Feminisme Liberal, Feminisme Radikal, Feminisme Marxis dan
Sosialis, Feminisme Psikoanalisis dan Gender, Feminisme
Eksistensialis, Feminisme Posmodern, Feminisme Multikultural dan
Global, dan Ekofeminisme.
Feminisme tidak lepas dari apa yang dimaksud dengan
ketidakadilan gender. Menurut Fatmariza dalam Hayati ketidakadilan
gender terjadi dalam keluarga, sekolah, media massa, dan masyarakat
serta di tempat kerja dalam berbagai bentuk (Hayati, 2012:165).
Ketidakadilan ini menurut Fakih dalam Hayati termanifestasikan
dalam berbagai bentuk yang terjadi di berbagai tingkatan masyarakat,
yakni marginalisasi (peminggiran atau pemiskinan ekonomi),
subordinasi (penomorduaan), stereotip (citra baku), kekerasan
(violence), dan beban kerja ganda (double burden). Dapat disimpulkan
bahwa ketidakadilan gender adalah suatu kondisi yang tidak adil untuk
10
perempuan dan laki-laki melalui berbagai proses yang menghilangkan
hambatan-hambatan berperan bagi perempuan dan laki-laki.
Manifestasi ketidakadilan ini tidak bisa dipisah‐pisahkan, karena saling
berkaitan dan berhubungan, serta saling mempengaruhi secara dialektis
(Hayati, 2012:165-166).
11
b. Film sebagai media
Film menurut (Zelviana, 2017: 1) adalah medium ekspresi
artistik sebagai suatu alat para seniman dan insan perfilman dalam
rangka mengungkapkan gagasan-gagasan dan ide cerita. Nilasari
(Nilasari, 2014) juga mengatakan film adalah karya cipta yang
merupakan media komunikasi massa dengar-pandang yang dibuat
berdasarkan asas sinematografi dengan bahan baku celluoid, pita
video, piringan video, dan atau bahan penemuan teknologi lainnya
dalam segala bentuk, jenis, dan ukuran melalui proses kimiawi, proses
elektronik, atau proses lainnya, dengan atau tanpa suara yang dapat
dipertunjukkan, ditayangkan dengan sistem proyeksi mekanik,
elektronik, dan atau lainnya. Dapat disimpulkan bahwa film adalah
salah satu media yang digunakan untuk menyampaikan ide atau
gagasan dalam bentuk audio visual kepada masyarakat luas.
Ada beberapa genre film seperti action, komedi, fantasi, kartun,
romantis, sport, dokumentasi, horor dan lain-lain. Beberapa fungsi film
yang diproduksi sering kita temui misalnya ; fungsi informasional
dapat ditemukan pada film berita (newsreel), fungsi instruksional dapat
dilihat dalam film pendidikan, fungsi persuasif terkandung dalam film
dokumenter, sedangkan fungsi hiburan dapat ditemukan pada jenis
film cerita. Perlu diketahui dan diingat bahwasanya setiap film selalu
mengandung unsur hiburan. Film informasional, instruksional, maupun
persuasif selain mengandung pesan yang memungkinkan terlaksananya
fungsi juga harus memberikan kesenangan atau hiburan kepada
khalayak (Mudjiono 2011:137).
Dalam penelitian yang akan dilakukan ini, media yang menjadi
objek penelitian adalah film Brave yang diproduksi oleh Pixar
Animation. Film Brave merupakan film kartun yang bertemakan
feminisme. Penulis akan membatasi film Brave yang akan diteliti, pada
tata bahasa, dan diaolog. Untuk memperkuat penelitian ini maka penulis
12
juga menggunakan teks, gambar dan suara/bunyi sebagai penguat
analisis dalam bahasa.
13
Universal Categories of Culture dalam Bungin (2006: 53) merumuskan
7 unsur kebudayaan yang universal dan salah satunya ada bahasa, yaitu:
1) Sistem teknoligi, yaitu peralatan dan perlengkapan hidup
manusia (pakaian, perumahan, alat-alat rumah tangga, senjat,
alat-alat produksi transport dan sebagainya).
2) Sitem mata pencaharian hidup dan sistem-sistem ekonomi
(pertanian, perternakan, sistem produksi, sistem distribusi dan
lainya).
3) Sistem kemasyarakatan (sistem kekerabatan, organisasi politik,
sistem hukum dan sistem perkawinan).
4) Bahasa (lisan dan tulisan)
5) Kesenian (seni rupa, seni suara, seni gerak dan sebagainya).
6) Sistem pengetahuan.
7) Religi (sistem kepercayaan).
14
seseorang. Begitu halnya dengan penelitian ini penulis akan
membatasi kebudayaan yang ada di dalam film Brave dari faktor
bahasa.
3. Alur Berfikir
Alur dalam film ini, seorang remaja atau anak perempuan dari
raja yang bernama Merida di representasikan sebagai sosok feminisme
untuk melawan patriarki, budaya dan juga ketidakadilan gender yang
dia hadapi. Berdasarkan gambar 2, penulis menjelaskan bahwa
penelitian ini penulis akan menggunakan metode analisis semiotik
Ferdinand de Saussure untuk melihat penanda (Signifier) dan Petanda
(Signified) untuk kemudian menganalisisnya.
Untuk mempermudah pemahaman dalam proses penelitian,
penulis menyajikan alur pikir/skema proses penelitian yakni sebagai
berikut:
FIlm Brave
Representasi Feminisme
Penanda Petanda
(Signifier) (Signified)
15
4. Penelitian Terdahulu
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan penelitian terdahulu
sebagai tolak ukur dan acuan untuk menyelesaikannya. Penelitian
terdahulu memudahkan penulis dalam menentukan langkah yang
sistematis untuk penyusunan penelitian dari segi teori maupun konsep,
berikut ini adalah tabel penelitian terdahuluyang menjadi bahan
referensi yang menunjang penulis untuk melakukan penelitian terkait
dengan representasi feminisme:
Penelitian pertama yang dilakukan oleh Fanny Puspitasari Go
(2013) yang berjudul “ Representasi Stereotipe Dalam Fim Breave”.
Penelitian ini mengkaji tentang representasi stereotipe perempuan
dengan dilihat dari struktur narasinya. Hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa film Brave gagal mendobrak pola kerja sistem patriarki.
Memang pada awalnya, narasi film Brave berusaha mematahkan
stereotipe-stereotipe perempuan yang selalu ditampilkan Disney.
Namun, akhir film ini justru mengukuhkannya. Penelitian ini
menunjukkan bagaimana Pixar ikut mengkomodifikasi stereotipe
perempuan melalui narasi film Brave dengan mengikuti standardisasi
terhadap film-film putri Disney.
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian penulis yaitu dalam
penelitian penulis, penulis lebih menjelaskan analisis yang
menggunakan analisis semiotika Ferdinand de Saussure. Analisis ini
menjelaskan dari penanda (gambar, bunyi, coretann) dan petanda
(makna yang berasal daripenanda). lalu penelitian ini menganalisis
menggunakan analisis naratif Vladimir Propp yang menjelaskan
keseluruhan teks dengan berfokus pada struktur kisah atau narasi. Sebab
itu yang benar-benar membedakan penelitian ini, ketertarikan peneliti
pada jalan cerita Brave dibanding dengan melihat tanda-tanda yang di
jelaskan oleh penulis dalam penelitianya.
Penelitian kedua yang dilakukan oleh Yolanda Hana Chornelia
(2013) yang berjudul “ Representasi Feminisme Dalam film Snow
16
White And Huntsman”. Penelitian ini mengkaji tentang perempuan
digambarkan dalam menganalisa yaitu feminisme dalam pengambilan
keputusan, feminisme dalam kekuatan, dan feminisme dalam
kepemimpinan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa film ini
mampu mematahkan streotipe-streotipe perempuan itu lemah dan
tergantung pada laki-laki, seperti cerita terdahulunya “Snow White”.
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian penulis yaitu penelitian
ini menggunakan teori kode-kode televisi (television codes) John Fiske.
John Fiske mengkategorikan kode-kode televisinya ke dalam beberapa
level yaitu, yakni level realitas, level representasi, dan level ideologi.
Sedangkan penelitian penulis menggunakan teori analisis semiotika
Ferdinand de Saussure. Analisis ini menjelaskan dari penanda (gambar,
bunyi, coretann) dan petanda (makna yang berasal daripenanda).
Penelitian ketiga yang dilakukan oleh Fadila Rahma (2013)
yang berjudul “Representasi Perjuangan Perempuan dalam film Mona
Lisa Smile (Studi Analisa Semiotika)”. Penelitian ini mengkaji tentang
representasi perjuangan perempuan dalam film “Mona Lisa Smile”.
Tanda dan makna apa saja yang digunakan dalam film “Mona Lisa
Smile” dalam merepresentasikan perempuan dengan menggunakan
pendekatan semiotika John Fiske. Hasil penelitian ini menunjukkan
menunjukkan tanda dan makna yang digunakan dalam
merepresentasikan perempuan ditandai dengan level realitas seperti
kode lingkungan yaitu di aula sekolah dan ruang perkuliahan.
Kemudian kode penampilan menggunakan blouse berkerah dengan
lengan ¼ , mengenakan toga, syal dan sweater. Pada level representasi
kode teknis meliputi kata, kalimat , proporsi foto, teknik pencahayaan
key light dan high key light. Teknik pengambilan gambar extreme long
shot, very long shot, medium long shot, long shot, close up dan big
close up. Pada level ideologi terdapat Feminisme Islam, Feminisme
Liberal, Feminsime Postmodern dan budaya patriarki. Selanjutnya
peneliti juga menemukan 4 representasi perjuangan perempuan: (1)
17
representasi perjuangan perempuan di sektor publik, (2) representasi
perjuangan perempuan dalam mengubah sudut pandang pemikiran di
Wellesley, (3) representasi perjuangan perempuan dalam mengubah
tradisi yang berlaku di Wellesley, (4) representasi perjuangan
perempuan dalam meninggalkan nilai konservatif dan budaya
tradisional di Wellesley.
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian penulis yaitu
penelitian ini menggunakan tanda dan makna di film “Mona Lisa
Smile” dalam merepresentasikan perempuan dengan menggunakan
pendekatan semiotika John Fiske dan menjelaskan perjuangan
ketidakadilan gender dalam ranah agama. Sedangkan penulis
menggunakan analisis semiotika Ferdinand de Saussure. Yang
menjelaskan dari penanda (gambar, bunyi, coretann) dan petanda
(makna yang berasal dari penanda).
F. Metode Penelitian
1. Desain Penelitian
Metode penelitian yang digunakan untuk menggali fakta, data,
dan informasi dalam penelitian tentang representasi feminisme dalam
film Brave. Metode yang digunakan bersifat kualitatif, maka secara
umum teknik analisis datanya menggunakan alur yang lazim digunakan
dalam metode penulisan kualitatif, yakni mengidentifikasi objek yang
diteliti untuk dipaparkan, dianalisis, dan kemudian ditafsirkan
maknanya observasi agar dapat mengamati langsung ke objek penelitian
dan dokumentasi.
Penulis menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan
analisis semiotik. Analisis semiotik yang digunakan dalam penelitian
ini mengambil dari persprektifnya Ferdinand De Saussure. Semiotik
Ferdinand De Saussure sebagai alat analisis pada penanda dan petanda.
18
Analisis penelitian ini dilakukan meliputi bunyi/suara, tata
bahasa, teks gambar ataupun simbol dan dialog dalam setiap scene.
Danesi dalam Zelviana menjelaskan Saussure menggambarkan tanda
sebagai struktur biner, yaitu struktur yang terdiri dari dua bagian:
pertama, bagian fisik, yang disebut sebagai penanda (signifier), dan
kedua, bagian konseptual, yang disebut petanda (signified) (Zelviana,
2017:26).
Maka disini data utama yang penulis gunakan berupa tata
bahasa, dan diaolog. Untuk memperkuat penelitian ini maka penulis
juga menggunakan teks, gambar dan suara/bunyi sebagai penguat
analisis dalam bahasa.
2. Fokus Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian yang menggunakan film Brave.
Objek penelitiannya adalah feminisme yang terdapat di dalam film itu
sendiri. Penulis tidak melakukan penelitian ke lapangan, karena penulis
cukup melihat serta mengamati tayangan yang ada di dalam film
tersebut dengan sedetail mungkin dalam setiap adegan yang
ditampilkan.
19
b. Data sekunder
Data sekunder, yaitu sumber daqta yang berupa buku-buku serta
kepustakaan yang berkaitan dengan objek material, akan tetapi tidak
secara langsung merupakan karya tokoh budaya, agama atau filsuf
tertentu yang menjadi objek penelitian (Kaelan, 2012:157). Data
sekunder adalah sumber data untuk menunjang data primer. Dalam
penelitian ini data sekunder didapatkan dari teks, gambar dan
suara/bunyi yang memiliki kaitan dengan penelitian yang akan
diteliti.
20
mencatat secara langsung situasi yang ada di lapangan (Rahman,
Ibrahim, 2009:43). Menurut Idrus (2009: 101) observasi merupakan
aktivitas pencatatan fenomena yang dilakukan secara sistematis.
Observasi pada umumnya dilakukan pada lapangan. Tapi karena
penelitian ini adalah penelitian media, maka observasi ini dilakukan
pada objek. Penelitian dilakukan dengan mengamati film yang
mempresentasikan bagaimana feminisme di tampilkan dalam film
Brave.
b. Dokumentasi
Teknik pengumpulan data yang diperoleh dari dokumen-
dokumen yang ada atau catatan-catatan yang tersimpan, baik itu berupa
arsip, buku, surat kabar, foto-foto dan lain sebagainya yang dijadikan
sumber data (Rahman, Ibrahim, 2009:43). Dapat disimpulkan
dokumentasi adalah suatu cara yang digunakan untuk memperoleh data
atau informasi dalam bentuk buku, arsip, dokumen, gambar dan lain-
lain yang dapat mendukung penelitian dan kemudian dikaji oleh
penulis. Dalam penelitian ini, penulis akan mencari data atau informasi
mengenai hal-hal yang berkaitan dengan femisnme, semiotik dan film
Brave melalui dokumen-dokumen yang ada kaitanya dengan penelitian
ini.
21
b. Petanda (Signified )
Menurut Vera dalam Zelviana petanda adalah konsep dan
makna-makna yang berasal dari penanda (Zelviana, 2017:27). Dalam
penelitian ini petanda adalah bagian sistem dari penanda
G. Sistematika Penulisan
22
Bab keempat mengenai gambaran umum. Bab ini penulis akan
memberi gambaran profil film, sipnosis film, tim produksi, karakter
pemain dan pemain film, profil sutradara, penulis film dan produser film.
Bab kelima merupakan hasil penelitian dan pembahasan. Pada bab ini
penulis mengindentifikasi tata bahasa dan dialog pada scene yang
mengandung feminsme dan menganalisa tata bahasa dan dialog yang
sesuai dengan scene tersebut dengan menggunakan semiotika dari
Ferdinand De Saussure.
Kemudian bab keenam, bab ini merupakan bab penutup yang berisi
tentang kesimpulan dan saran yang diperlukan. Kesimpulan berupa
jawaban dari rumusan masalah dalam penelitian dan saran yang berupa
masukan untuk menjadi lebih baik.
23
Daftar Pustaka
Sumber Buku
Gamble, Sarah. 2010. Feminisme Dan PostFeminisme. Jilid I. Yogyakarta:
Jalasutra.
Hoed, Benny H. 2014. Semiotika Dan Dinamika Sosial Budaya. Edisi Ketiga.
Depok: Komunitas Bambu.
Kasiyan. 2008. Manipulasi dan Dehumanisasi Perempuan Dalam Iklan.
Yogyakarta: Ombak.
Rahman, Bustami dan Ibrahim. 2009. Menyusun Proposal Penelitian. Pangkal
Pinang: UBB Press.
Sunarto. 2009. Televisi Kekerasan Dan Perempuan. Jakarta: PT Kompas Media
Nusantara.
Kaelan. 2012. Metode Penelitian Kualitatif Interdispliner. Yogyakarta:
Paradigma.
Idrus, Muhammad. 2009. Metode Penelitian Ilmu Sosial.Jakarta: Erlangga.
Bungin, Bruhan. 2006. Sosiologi komunikasi Teori, Paradigma dan Diskursus
Teknologi Komunikasi Di Masyarakat. Jakarta: Fajar Interpratama Offset.
Sumber Jurnal dan Skripsi
Hayati, Yenni. 2012. Representasi Ketidakadilan Gender Dalam Cerita Dari
Blora. Karya Pramoedya ananta Teori: Kajian Feminisme. 15(2), hlm.
165-166.
Mudjiono, Yoyon. 2011. Kajian Semiotika Dalam Film. Jurnal Ilmu Komunikasi,
1, (1), hlm. 129, 130, 137 .
Nilasari, Febryana Dewi. 2014. Representasi Nasionalisme Warga Perbatasan
Kalimantan Barat Dalam Film (Analisis Semiotika Pada Film Tanah
Surga...Katanya). Semarang, Universitas Dipenogoro Semarang.
Permana, Karis Singgih Angga. 2011. Analisis Genre Film Horor Indonesia
Dalam Film Jelangkung. 3(3), hlm. 559-560.
Puspitawati, Herien.2013. Konsep Teori Dan Analisis Gender. Hlm. 125.
24
Zelviana, Dini. 2017. Representasi Feminisme dalam Film The Huntsman:
Winter’s War. Lampung, Universitas Lampung.
Sumber Internet
Ebert, Robert. 2012. Reviews https://www.rogerebert.com/reviews/brave-2012 Di
akses pada tanggal 25 juni 2019 pukul 13:30 WIB.
25