BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
kepentingan berbagai macam hal. Salah satu media massa yang sekarang ini
semakin diminati oleh khalayak luas ialah film, film bisa disebut sebagai medium
komunikasi yang ampuh, bukan hanya sebagai hiburan saja akan tetapi juga
sesuatu yang dapat mendidik2. Beragam jenis film tentunya menjadi daya tarik
tersendiri bagi penonton dalam hal ingin mencari sebuah hiburan, dari berbagai
jenis genre film tentunya hadir sebagai pilihan yang dapat memuaskan para
penonton.
media yang kian marak dalam berbagai aspek. Film dipandang dalam berbagai
dinyatakan bahwa bahwa film sebagai karya seni budaya memiliki peran strategis
batin untuk memperkuat ketahanan nasional. Kedudukan media film juga dapat sebagai
1
Stanley J. Baran, PengantarKomunikasi Massa, (Jakarta; Erlangga, 2008), h.7.
2
Onong Uchjana Efendi, Ilmu Teori dan Filsafat Komunikasi, (Bandung; Cipta Aditya
Bakti, 2003), h.207
2
Film sebagai bentuk dari karya seni memiliki banyak maksud dan tujuan
memberikan maksud pesan lain dari film tersebut. Meskipun dengan cara yang
beragam dilakukan, namun tetap saja setiap Film mempunyai satu sasaran penting
yaitu agar mendapat perhatian dari khalayak penonton sekaligus terdapat pesan
lain yang ingin disampaikan kepada penonton, karena diketahui bersama bahwa
sebuah Film hadir tidak hanya memberikan sebuah hiburan tetapi ada makna lain
Karya film selalu mengandung sebuah pesan atau amanah yang ingin
disampaikan, baik itu berupa pesan moral, pesan edukasi, dan sebagainya. Film
dapat menjadi media dakwah yang efektif karena dibuat dengan pendekatan seni
dalam bentuk cerita sehingga memiliki cara penyampaian yang lebih efektif
kepada penontonnya4.
untuk menampilkan film yang lebih dekat dengan budaya bangsa Indonesia. Kerja
3
Muhammad Tsabiet, Supriyadi, “Produksi Film PSA “Kita Indonesia” Sebagai Analisa
Media Komunikasi Berbasis Multimedia”, ejournal, Volume 9, No. 2, (Jurnal yang diterbitkan,
STIMIK Nusa Mandiri Jakarta, 2018), h. 211-212
4
Anwar Arifin, Dakwah Kontemporer: Sebuah Studi Komunikasi, (Yogyakarta: Graha
Ilmu, 2011), h.106
3
keras yang sudah dilakukan oleh sineas film, agar bisa menampilkan film yang
lebih berkualitas, kini sudah bisa dinikmati oleh penontonnya dilayar lebar.
Akan tetapi perfilman Indonesia disatu sisi berkembang pesat di sisi lain
saat ini tidak selalu mengalami kesuksesan. Hal ini dikarenakan cukup banyaknya
sekali adanya film yang memiliki kualitas yang baik dan memiliki nilai-nilai
positif yang bisa didapatkan, karena film adalah media massa komunikasi yang
tepat, bukan saja untuk hiburan, tetapi juga cerminan bagi para penonton yang
bondong menghiasi layar kaca bioskop Indonesia. Hal ini menjadi tanda
kebangkitan kembali film horror Indonesia setelah sempat redup beberapa tahun
lalu. Sebut saja kemunculan film-film seperti Arwah Goyang Jupe-Depe, Pulau
Hantu yang berlanjut hingga Par III, Nenek Gayung, Rintihan Kuntilanak
Perawan, Tiran, Suster Keramas, Hantu Puncak Datang Bulan, Menculik Miyabi
dan masih banyak lagi. Film horor semakin berani dalam menyuguhkan
dalam film, ditempatkan sebagai salah satu alat produksi. Eksploitasi perempuan
dalam sebuah film, tak lepas dari peran sebagian perempuan yang sering bangga
5
Apriyanto, Film dan Asalanya, (Jakarta: Gramedia, 2006), h. 57
4
yang terlalu berlebihan, juga akan menimbulkan konflik sosial yang tidak sesuai
dengan budaya timur, yang mengedapankan tata krama. Dapat dikatakan bahwa
akan menimbulkan konflik sosial yang tidak sesuai dengan budaya timur, yang
penyalahgunaan narkotika dan obat terlarang. Hal ini menunjukkan bahwa dalam
khalayak telah diubah menjadi film yang seronok dengan menjual desahan
6
Ardiansyah Perdana Putra, “Representasi Perempuan Pada Film Horor (Studi Pada Film
Bangkitnya Suster Gepeng dan Tali Pocong Perawan)”, (Jurnal yang diterbitkan, Universitas
Brawijaya, 2015), h. 2-3
7
Ibid, h. 7-8
8
https://www.kompasiana.com/industri-horror-esek-esek-di-perfilman-indonesia-kapan-
berakhirArtikel ini diakses pada tanggal 23Februari 2019. Pukul 09.23
5
komoditi dalam pasar film horor. Mereka dijadikan sebagai suatu objek yang
Fenomena mengenai tubuh dan sesualitas perempuan dalam film horor ini
banyak disayangkan oleh para pengamat film di Indonesia. Seharusnya film horor
Hal ini diakibatkan oleh adanya kemalasan berfikir produser serta sineas
Melihat film horor diminati penonton, maka produser dan sineas Indonesia
membuat film horor dengan tema yang sama dan terus-menerus mengenai
estetika yang kacau, jalan cerita yang tidak masuk akal menjadi buah dari
rangkaian kemalasan tersebut. Menurut Sasono (Rusdiarti, 2011: 12), hal ini dapat
pelecehan.11
menyebutkan bahwa “Wanita itu 65 % adalah simbol seks dan selebihnya adalah
9
Primada Qurrota Ayun, “Sensualitas dan Tubuh Perempuan dalam Film-film Horor di
Indonesia (Kajian Ekonomi Politik Media)”, Pendidikan Pasca Sarjana Ilmu Komunikasi Gadjah
Mada, (Jurnal yang diterbitkan, Universitas Gadjah Mada, 2012), h. 9-10
10
Ibid, h. 13
11
Ibid, h. 15
6
kemudian menjadi konsumsi publik yang disaksikan oleh jutaan pasang mata
dieksplorasi dalam perfilman horor saat ini, Eksploitasi perempuan dalam film
teridentifikasi melalui wacana seksual yang diekspos secara vulgar dalam film,
perempuan tidak ditampilkan apa adanya sesuai fungsi biologis atau dalam artian
normal dan tidak berlebihan, namun dibentuk atau dikonstruksi kembali sesuai
Film dalam hal ini menjadi ekonomi bagi peraup keuntungan pembuat film
tidak masalah jika eksploitasi tubuh pemain sebagai bumbu sedap film, namun
yang disayangkan adalah cara pandang tim produksi film horror Indonesia
Fokus cerita yang awalnya adalah bertema horror berubah menjadi adegan sexs
sebuah film bertema horror yang berjudul Suzzana: Bernafas dalam Kubur. Film
ini diproduksi oleh Soraya Intercine Films dan disutradarai oleh Rocky Soraya
dan Anggy Umbara. Film ini merupakan awal untuk membangkitkan kembali rasa
rindu terhadap sang legendaris yang kerap dijuluki “ratu horror Indonesia” yaitu
Suzanna, dengan perpaduan dua film Suzanna, Beranak dalam Kubur (1970) dan
12
Dio Pratama. A, “Eksploitasi Tubuh Perempuan dalam Film “Air Terjun Pengantin”
Karya Rizal Mantovani”, eJournal Ilmu Komunikasi, Volume 2, No. 4, (Jurnal yang diterbitkan,
Universitas Mulawarman, 2014), h. 298-301
7
Bernafas dalam Lumpur (1971), namun menurut produser Sunil Soraya, kisah ini
benar-benar baru dengan di produksi tahun 2018. Film ini dibintangi oleh
beberapa aktor dan aktris terkenal di Indonesia, diantaranya Luna Maya, Herjunot
Ali, Clift Sangra, Teuku Rifnu Wikana, Alex Abbad, Verdi Solaiman, Kiki
Film Suzzana: Bernafas dalam Kubur menjadi salah satu film paling laris
di kancah perfilman Indonesia. Film yang dibintangi Luna Maya itu berhasil
memecahkan rekor opening day film horror Indonesia. Dalam waktu sehari
204.462 penonoton. Dan menjadikan film ini sukses sebagai pemecah rekor film
membludak, ada potensi untuk bisa memberikan nuansa baru cara pandang
seseorang dalam hal menikmati film horor yang tidak terpaku pada sensualitas
Film “Suzzana: Bernafas dalam Kubur” ini merupakan Film dengan tujuan
untuk membangkitkan kembali rasa rindu terhadap sang legendaris yang kerap
dijuluki “ratu horror Indonesia” yaitu Suzanna, dengan perpaduan dua film
Suzanna, Beranak dalam Kubur (1970) dan Bernafas dalam Lumpur (1971),
namun menurut produser Sunil Soraya, kisah ini benar-benar baru dengan
produksi tahun 2018. Film ini menceritakan tentang sepasang suami istri yang
13
https://id.m.wikipedia.org/wiki/Suzanna:_Bernafas_dalam_KuburArtikel ini diakses
pada tanggal 23 Februari 2019. Pukul 09.56
14
https://m.solopos.com/entertainment/read/20181116/482/suzana-bernafas-dalam-kubur-
pecahkan-rekor-opening-day-film-horror-indonesiaArtikel ini diakses pada tanggal 20 Februari
2019. Pukul 15.37
8
sudah menikah selama 7 tahun hidup tentram dan bahagia. Akan tetapi ketika
Satria akan berangkat ke luar negeri dan meninggalkan istrinya seorang diri.
Momen tersebut yang dimanfaatkan oleh empat orang perampok yang kelak
Secara garis besar, film ini menceritakan kehidupan sebuah keluarga yang
taat beribadah. Kesuksesan karir yang didapati sang suami tidak melupakan
kepada sang pencipta. Walau keluarga mereka selama 7 tahun menikah belum
diberi momongan, namun mereka tetap rajin meminta kepada sang pecipta. Akan
tetapi, naas menimpa keluarga mereka disaat suami bertolak ke luar negeri sang
istri dibunuh oleh perampok yang notabene adalah karyawan dari suami dimana ia
bekerja karena tidak diberi upah yang tinggi oleh Satria. Alhasil dibunuh lah
Suzzana yang melatar belakangi ia menuntut balas atas kematiannya. Akan tetapi
ketika Suzzana telah dibunuh ia masih saja tinggal dirumah hingga suaminya
bergenre horror, di mana pada umumnya film horror menampilkan adegan yang
ketakutan. Namun di sisi lain, alur cerita di film ini menampilkan nilai-nilai dan
aspek agama Islam di dalam adegannya. Kehadiran film ini telah berhasil
menggebrak hegemoni dunia film horror di Indonesia yang dalam beberapa tahun
15
https://tirto.id/sinopsis-suzzana-bernafas-dalam-kubur-yang-tayang-mulai-hari-Artikel
ini diakses pada tanggal 20 Februari 2019. Pukul 19.06
9
adegan erotis, bahkan cenderung mengurangi kesan mistis dari film tersebut.
Kubur hadir dengan menyisipkan pesan keagamaan di dalamnya. Hal ini tentu
memberikan sedikit sentuhan berbeda dan membuat film ini menarik untuk di
tonton.
perfilman adalah tanda bahwa semakin banyak penikmat industri film horor di
Indonesia yang siap untuk memperkenalkan kepada penonton sebuah cerita dari
tradisi dan budaya mereka, bahkan dalam bentuk film horor yang menampilkan
makhluk supranatural yang didalam Islam pun kita wajib meyakini adanya
makhluk selain manusia yang diciptakan oleh Allah Swt. Bahwa didalam scene
film ini mengandung banyak arti tentang representasi nilai keislaman yang
Film horror ini merupakan film yang berbeda dengan film horror yang
lainnya, karena film-film horror lain lebih mengedepankan sesuatu yang tidak
masuk di akal atau di luar nalar akal pikiran manusia tidak ada pesan yang
disampaikan hanya sebatas hiburan untuk ditonton saja, sedangkan film Suzzana:
Bernafas dalam Kubur ini mengangkat nilai-nilai keagamaannya dalam alur cerita
dalam Kubur ini telah menarik perhatian peneliti untuk memotret realitas yang
ditampilkan sebagai bahan acuan pembuatan skripsi, karena disadari atau tidak,
sebuah media film adalah media yang menggambarkan dan menyajikan kembali
10
representasi nilai-nilai Islam dalam film ini, dapatlah kiranya sebagai acuan untuk
dapat lebih jauh menilik sebuah karya film tidak hanya sebagai hiburan belaka.
Ditambah sangat jarang film horor dijadikan objek penelitian, padahal film ini
horor Indonesia yang awalnya penuh adegan sensualitas dan film ini menjadi film
pembeda diantara yang ada. Itulah alasannya mengapa peneliti memilih film
Melalui film Suzzana: Bernafas dalam Kubur ada beberapa contoh adegan
yang masuk dalam kriteria nilai-nilai Islam. Selama ini masih jarang film horor
Suzzana ini adalah Film horor yang lain dari kebanyakan film horor yang ada.
Karena pada setiap scene adegan film horor terdapat makna-makna yang
merepresentasikan nilai-nilai dari Islam. Maka dari itu ini adalah sebuah hal yang
menarik untuk di analisis lebih dalam tentang representasi yang ada didalam film
ini. Seperti halnya dalam hal adegan ketika mengajak untuk sholat dan melakukan
pengajian ketika sedang ditimpa masalah. Inilah sedikit scene yang terdapat di
film ini dan dengan menggunakan analisis isi peneliti ingin mengkaji lebih
mendalam representasi apa saja yang banyak terdapat dalam film Suzzana:
kacamata metode analisis konten kuantitatif untuk melihat lebih jauh representasi
11
nilai-nilai islam yang kemudian akan dianalisis peneliti dan dikategorikan menjadi
nili-nilai Islam dalam bentuk Aqidah, Syariah, dan Akhlak. Maka dari itu, peneliti
1. Batasan Masalah
nilai-nilai Islam di Film horor yang berjudul Suzzana: Bernafas dalam Kubur
2. Rumusan Masalah
Islam yang paling banyak dalam film Suzzana: Bernafas dalam Kubur yang
adalah untuk mengetahui Representase Nilai-nilai Islam yang terdapat dalam film
khazanah bagi civitas akademika Program Studi KPI IAIN Palangka Raya
perfilman;
D. Definisi Operasional
maka perlu dijelaskan beberapa istilah yang terdapat dalam judul tersebut, yaitu
sebagai berikut:
1. Representasi
dalam komunikasi visual adalah hubungan antara tanda dan obyek. Sebagian
besar representasi menggunakan lebih dari satu jenis hubungan tanda dan obyek.16
16
https://pakarkomunikasi.com/teori-representasi-dalam-komunikasi-visual Artikel ini
diakses pada tanggal 25 April 2019. Pukul 01.23
13
arti dibentuk dan digambarkan dengan budaya dalam sebuah karya. Maka dari itu
peneliti pada kesempatan ini juga akan mengungkap representasi pada film
2. Nilai-nilai Keislaman
Yang Maha Esadan Maha Kuasa sebagai Sang Pencipta alam semesta,
segalasesuatu yang telah diperintahkan oleh Allah dan takut untuk berbuat
berperilaku yang baiksesuai norma atau adab yang benar dan baik,
17
http://journal.unair.ac.id/download-fullpapers-commea33da9b66full.pdf Artikel ini
diakses pada tanggal 25 April 2019. Pukul 02.11
14
Film adalah salah satu karya media komunikasi massa yang membentuk
memproyeksikan ke layar.18
sederhana yang taat beragama yang notabene ini adalah film horor Indonesia.
suzzana: bernafas dalam kubur, yang diuraikan baik secara dialog maupun visual
E. Sistematika Penelitian
penelitian yang dibagi menjadi 5 (lima) bab yang terdiri dari beberapa sub bab,
BAB I Pendahuluan, pada bab ini peneliti akan menguraikan latar belakang
BAB II Kajian Pustaka, pada bab ini peneliti akan menguraikan tentang tinjauan
umum tentang film, tinjauan umum tentang film horror di Indonesia, tinjauan
Representase Nilai Islam, penelitian terdahulu dan beberapa hal yang berkaitan
dengan film horror Representasi Nilai-nilai Islam. Bab ini akan menjadi landasan
18
Elfira Rose Ardiansari, Representasi Toleransi dalam Film “My Name Is Khan”,
(Skripsi yang diterbitkan, Universitas Islam Negri Sunan Kalijaga, 2014), h. 6
15
BAB III Metodologi Penelitian, pada bab ini peneliti akan menguraikan secara
objek dan subjek penelitian, sumber data, metode pengumpulan data, metode
analisis data) yang berkaitan dengan judul penilitian yang telah peneliti tentukan.
BAB IV Temuan dan Analisis Data, pada bab ini peneliti akan menguraikan
tentang hasil dari temuan dan analisis data yang merujuk pada teori Analisis Isi.
BAB V Penutup, pada bab ini peneliti akan menguraikan tentang kesimpulan,
saran-saran, dan pada bagian terakhir memuat daftar pustaka dan lampiran-
lampiran.
16
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Deskripsi Teori
1. Tinjauan Representasi
Dalam bab 3 buku Studying Culture: A Practical Introduction, terdapat
a. To stand in for. Hal ini dapat dicontohkan dalam kasus bendera suatu
negara, yang jika dikibarkan dalam suatu event olahraga, maka bendera
tersebut.
b. To speak or act on behalf of. Contoh kasusnya adalah paus menjadi orang
c. To re-present. Dalam arti ini, misalnya tujuan sejarah atau biografi yang
tindih. Oleh karena itu, untuk mendapat pemahaman lebih lanjut mengenai apa
Stuart Hall menjadi teori utama yang melandasi penelitian ini. Pemahaman utama
19
Judy Giles dan Tim Middleton, Studying Culture A Practical Introduction, (Oxford:
Blackwell Publisher, 1999). h. 56-57
17
sesuatu yang berarti (meaningful) kepada orang lain. Representasi adalah bagian
masyarakat. Jadi dapat dikatakan bahwa, representasi secara singkat adalah salah
terdiri dari dua komponen penting. Yakni konsep dalam pikiran dan bahasa.
Kedua komponen ini saling berelasi. Konsep dari sesuatu hal yang kita miliki
dalam pikiran kita, membuat kita mengetahui makna dari hal tersebut. Namun,
sederhana, kita mengenal konsep ‘gelas’ dan mengetahui maknanya. Kita tidak
digunakan orang untuk minum) jika tidak dapat mengungkapkannya dalam bahasa
20
Stuart Hall, The Work of Representation.” Representation: Cultural Representation
and Signifying Practice. Ed. Stuart Hall, (London: Sage Publicaton, 2003), h. 17.
18
memproduksi makna dari konsep yang ada dipikiran kita melalui bahasa. Proses
dan pemahaman suatu kelompok sosial terhadap suatu tanda. Suatu kelompok
harus memiliki pengalaman yang sama untuk dapat memaknai sesuatu dengan
bermanfaat dan berharga dalam kehidupan sehari-hari dan nilai menjadi sangat
Dalam kamus besar Bahasa Indonesia, nilai adalah sifat-sifat atau hal-hal
yang berguna dan penting bagi kemanusiaan. 22 Nilai (Value) merupakan suatu
ukuran, patokan, anggapan dan keyakinan. Hal yang demikian itu menjadi
panutan banyak orang dalam suatu masyarakat tertentu agar dapat memperoleh
suatu yang dianggap pantas, lluhur dan baik yang harus dilakukan atau
religi atau keagamaan, atau yang bersangkut paut dengan religi (keagamaan),
dengan kata lain keislaman sama halnya dengan keagamaan. Nilai keagamaan
bersangkutan.23
Secara bahasa Islam itu berasal dari bahasa Arab, diambil dari kata salima
yang berati selamat sentosa. Dari kata salima dibentuk kata aslama yang artinya
diri, tunduk, patuh, dan taat. Kata Aslama itulah menjadi pokok kata Islam,
mengandung segala arti yang terkandung dalam arti pokoknya, sebab itu orang
yang melakukan aslama atau masuk Islam dinamakan muslim. Berati orang yang
telah menyatakan dirinya telah taat, menyerahkan diri dan patuh kepada Allah
Nilai-nilai keislaman itu bersumber kepada Al- Qur’an dan Sunnah. Untuk
aqidah. Kedua, masalah yang berhubungan dengan syari’ah dan ketiga masalah
akhlak. Penulis lain menyebutkan dengan istilah Iman, Islam dan Ihsan.
a. Aqidah
23
Ibid, diakses pada tanggal 5 Mei 2019 pukul 20:36 WIB
24
Nasaruddin Razak, Dienul Islam, (Bandung: PT. Al- Ma’arif, 1984), h. 56.
20
‘aqidatan. ‘Aqdan berarti simpul, ikatan, perjanjian dan kokoh. Setelah terbentuk
Allah, iman kepada malaikat, iman kepada kitab-kitab Allah, iman kepada Nabi
dan Rasul, iman kepada hari Kiamat, dan iman kepada qadha dan qadhar.
Iman kepada Allah adalah yang paling pokok dan mendasari seluruh
ada tiga cara untuk beriman kepada Allah. Pertama, membenarkan dengan yakin
adanya Allah. Kedua, membenarkan dengan yakin akan ke-esaan-Nya Allah, baik
dengan yakin, bahwa Allah bersifat dengan segala sifat kesempurnaan, suci dari
segala sifat kekurangan dan suci pula dari menyerupai segala sesuatu yang baru
(alam).26
Iman kepada Allah SWT artinya menurut peneliti mempercayai dan menyakini
dengan sepenuh hati bahwa Allah adalah Rabb (Pemelihara, Pengatur), Pemilik
dan Pencipta segala sesuatu; dan bahwa hanya Dialah yang berhak untuk diesakan
dengan ibadah, berupa shalat, puasa, doa, harap, takut, kerendahan dan
25
Ahmad Warson Munawwir, Al-Munawwir: Kamus Arab-Indonesia Terlengkap,
(Surabaya: Pustaka Progressif, 1997), h. 1. 1023
26
Jirhanuddin, Perbandingan Agama: Pengantar Studi Memahami Agama-agama, Cet.I,
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), h. 159.
21
ketundukkan; dan bahwa Dia memiliki segala sifat kesempurnaan dan suci dari
mempunyai makhluk yang dinamai malaikat, yang tidak pernah durhaka kepada
Iman kepada kitab Allah SWT ialah kita beri’tiqad bahwa Allah SWT ada
bermasyarakat.
Iman yang keempat adalah kepercayaan kepada rasul. Iman kepada Rasul
ialah mempercayai bahwa Allah telah memilih diantara manusia, beberapa orang
wakil-Nya, yang berlaku sebagai orang perantara antara Allah dan Hamba-hamba-
Nya. Mereka bertugas menyampaikan kepada hamba Allah, segala yang diterima
dari Allah dengan jalan wahyu dan menunjukkan manusia ke jalan yang lurus,
27
Ibid, h. 162
28
Ibid, h. 168
22
Adapun yang dimaksud iman kepada hari akhir adalah kehidupan yang
kekal setelah kehidupan dunia yang fana ini berakhir. Termasuk semua peristiwa
yang terjadi pada hari itu, mulai dari kehancuran alam semesta dan seluruh isinya,
serta berakhirnya seluruh kehidupan, kebangkitan seluruh umat manusia dari alam
Merupakan rukun iman yang terakhir atau keenam. Qadha bisa bermakna
kehendak atau ketetapan hukum. Dalam hal ini, qadha adalah kehendak atau
ketetapan Allah SWT terhadap segala sesuatu. Sedangkan qadar bermakna ukuran
atau ketentuan. Dalam hal ini qadar merupakan ukuran atau ketentuan Allah SWT
b. Syari’ah
Makna asal syari’at adalah jalan ke sumber (mata) air. Dulu (di Arab)
orang mempergunakan kata itu untuk sebutan jalan setapak menuju ke mata
(sumber) air yang diperlukan manusia untuk minum dan membersihkan diri dan
keperluannya. Perkataan syari’at (syari’ah = bahasa Arab) berasal dari kata syari’.
Secara lughah syari’ berarti jalan yang harus dilalui oleh setiap muslim.
Berdasarkan konsep ajaran Islam, syari’at ditetapkan oleh Allah untuk menjadi
patokan hidup setiap muslim. Syari’at sebagai jalan hidup ia merupakan way of
29
Ibid, h. 172
30
Ibid, h. 175
23
life umat Islam. Syari’at sendiri terbagi menjadi 2 (dua) yaitu ibadah dan
muamalah.
(1). Ibadah
budak-Nya. Karena itu, ketaatan kepada Allah SWT itu wajib hukumnya.31
syukur manusia atas pemberian dari Allah. Ibadah sangat banyak sekali, dan bagi
siapa yang melaksanakan ibadah dengan ikhlas maka akan mendapat ganjaran
pahala dari Allah SWT, sebaliknya bagi orang yang enggan beribadah kepada
(2). Muamalah
manusia dan kaitannya dengan urusan duniawi dalam pergaulan sosial. Muamalah
merupakan aktivitas yang mencakup arti luas. Semua kegiatan dapat dilakukan
dan dapat bernilai ibadah apabila dilakukan dengan benar dan sesuai dengan
31
Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, Cet. I, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2002), h. 2.
24
c. Akhlak
baik antara manusia serta antara manusia dengan alam sekitarnya (hewan dan
tumbuh-tumbuhan).33
Akhlak merupakan kata Arab, jamak dari kata “khulu” yang artinya
perangai atau tabiat. Sesuai dengan arti bahasa ini, akhlak adalah bagian ajaran
dengan khaliq pencipta, dan makhluk, yang diciptakan. Secara garis besarnya
a. Pengertian Film
yaitu berbentuk gambar-gambar yang terbuat dari seluloid yang transparan dalam
32
Ibid, h. 4
33
Jirhanuddin, Perbandingan Agama: Pengantar Studi Memahami Agama-agama, Cet.I,
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), h.179
34
Endang Saefuddin Ansari, Wawasan Islam, (Jakarta: Gema Insani, 2004), h. 46
25
jumlah yang banyak apabila digerakkan melalui cahaya yang kuat, maka gambar
tersebut akan tampak seperti gambar hidup.35 Dalam prosesnya film berkembang
menjadi salah satu bagian dari kehidupan sosial yang memiliki pengaruh cukup
menyebutkan yang dimaksud dengan film adalah karya seni budaya yang
merupakan pranata sosial dan media komunikasi massa yang dibuat berdasarkan
b. Sejarah Film
Film merupakan alat komunikasi massa yang muncul pada akhir abad ke-
19. Film merupakan alat komunikasi yang tidak terbatas ruang lingkupnya dimana
massa. Kekuatan dan kemampuan film menjangkau banyak segmen sosial, yang
didasarkan atas argumen bahwa film adalah potret dari realitas masyarakat. Film
selalu merekam realitas yang tumbuh dan berkembang di dalam masyarakat dan
prinsip fotografi dan proyektor. Film yang pertama kali diperkenalkan kepada
publik Amerika Serikat adalah The Life of an American Fireman dan film The
35
Onong Uchjana Effendy, Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi, Bandung; Citra Aditya
Bakti. h.178
36
Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, (Bandung; PT. Remaja Rosdakarya, 2009), h.126-
127
26
Great Train Robbery yang dibuat oleh Edwin S. Porter pada tahun 1903. Tetapi
film The Great Train Robbery yang masa putarnya hanya 11 menit dianggap
sebagai film cerita pertama, karena telah menggambarkan situasi secara ekspresif,
Tahun 1906 sampai tahun 1916 merupakan periode paling penting dalam sejarah
perfilman di Amerika Serikat, karena pada dekade ini lahir film featur, lahir pula bintang
film serta pusat perfilman yang kita kenal sebagai Hollywood. Periode ini juga disebut
sebagai the age of Griffith karena David Wark Griffithlah yang telah membuat film
sebagai media yang dinamis. Diawali dengan film The Adventures of Dolly (1908) dan
puncaknya film The Birth of a Nation (1915) serta film Intolerance (1916). Griffith
mempelopori gaya berakting yang lebih alamiah, organisasi cerita yang makin baik, dan
yang paling utama mengangkat film sebagai media yang memiliki karakteristik unik,
dengan gerakan kamera yang dinamis, sudut pengambilan gmbar yang baik, dan teknik
c. Fungsi Film
adalah ingin memperoleh hiburan. Akan tetapi dalam film dapat terkandung
fungsi informatif maupun edukatif, bahkan persuasif. Hal itupun sejalan dengan
misi perfilman nasional sejak tahun 1979, bahwa selain sebagai media hiburan,
film nasioanl dapat digunakan sebagai media edukasi untuk pembinaaan generasi
sejarah yang objektif, atau film dokumenter dan film yang diangkat dari
seorang muslim harus diarahkan untuk keperluan dakwah sesuai apa yang
dan sebagainya.
yaitu:
(a). To inform
(b). To educate
37
Elvinaro Ardianto, Lukiati Komala, Siti Karlinah, Komunikasi Massa Suatu Pengantar,
penerima film.
(c). To influence
(d). To entertaint
digunakan sebagai media informasi, dengan demikian da’i akan dapat lebih
akidah, syariah maupun akhlak. Film sebagai media dakwah juga digunakan untuk
mempengaruhi orang lain, dalam hal ini dengan pembuatan dan pemutaran film
diharapkan da’i dapat mempengaruhi kepada mad’u agar mad’u selaku penerima
dan sasaran dakwah dapat terpengaruh pemikiran dan ajaran Islam sehingga akan
29
menyetujui pendapat mad’u yang pada akhirnya akan menyetujui dakwah yang
Di samping itu, dengan film ini kegiatan dakwah tidak monoton tetapi ada
variasinya, karena film juga memiliki fungsi entertaint (hiburan), dengan hiburan
ini masyarakat selaku penerima dakwah akan terhibur ketika mengikuti kegiatan
dakwah, sehingga dakwah yang mereka terima menjadi sesuatu yang menarik dan
Sebagai media dakwah film memiliki kelebihan dibanding media yang lain
diantaranya bahwa film memiliki tampilan yang berbeda dengan media lain,
karena ia termasuk dalam media alat pandang dengar (audio visual) sekaligus,
pandai mengemas materi dakwah ke dalam film, dengan memilik pemain yang
sangat apik, serta penataan lampu yang sangat baik agar film yang diproduksi
namun dengan menggunakan film sebagai media dakwah diharapkan mad’u akan
menonton film tersebut mad’u akan terpengaruh pada karakter dalam film tersebut
38
Mubasyaroh, “Film Sebagai Media Dakwah (Sebuah Tawaran Alternatif Media
Dakwah Kontemporer), At-Tabsyir, Jurnal Komunikasi Penyiaran Islam, Vol. 2, No.2, (STAIN
Kudus, 2014), h. 13.
39
Ibid, h. 14.
30
d. Karakteristik Film
adalah layar yang digunakan untuk pemutaran film lebih berukuran besar
atau luas. Dengan layar film yang luas, telah memberikan keleluasaan
dari jarak jauh atau extreme long shot dan panoramic shot. Pengambilan
gambar yang seperti ini dapat memunculkan kesan artistik dan suasana
lain : pertama, Extreme Close Up. Shot yang mengambil detail gambar.
Objek yang dishot merupakan objek atau area yang sangat kecil
sekali atau merupakan sebagian kecil dari objek yang besar atau luas.
Ketika shot ini diambil maka objek yang ditampilkan memenuhi besar
layar; kedua, Close Up. Shot yang menampilkan seluruh permukaan wajah
digunakan dengan tepat akan dapat menambah dampak dramatik dan kejadian
visual pada kejadian; ketiga, Medium Close Up. Shot ini menampilkan seluruh
permukaan wajah hingga bagian dada atau bagian siku tangan atau kira-kira
pertengahan pinggang dan bahu ke atas kepala; keempat, Medium Shot. Shot ini
merekam dari batas lutut ke atas, atau sedikit di bawah pinggang. Shot ini
dapat merekam beberapa wajah pemain dan segala gerak-gerik mereka ketika
dari adegan, siapa saja yang terlibat dan dimana; keenam, Extreme Long Shot.
Shot ini dapat menggambarkan suasana atau pemandangan yang sangat luas
dari jarak yang sangat jauh. Shot ini mampu membuat penonton terkesan pada
film sehingga dapat menangkap perhatian penonton sejak awal; ketujuh, Over
The Shoulder Shot. Shot dilakukan dari belakang lawan pemain subjek, dan
memotong frame hingga belakang telinga. Wajah pemain subjek berada pada
1/3 frame. Shot ini membantu meyakinkan posisi pemain dan memberikan
kesan penglihatan dari sudut pandang lawan pemain subjek yang lain.40
40
Adindha Miftania, Pembuatan Film Animasi 2D Berbasis 3D Menggunakan Teknik
Cell Shading Berjudul “The Postman Story”, Tugas Akhir, Surabaya; Sekolah Tinggi Manajemen
Informatika & Teknik Komputer, 2011. h.25-28.
32
ruangan kedap suara, maka pada saat kita menonton film, kita akan fokus
pada alur cerita yang ada di dalam film tersebut. Tanpa adanya gangguan
luar.
dapat membuat kita benar-benar menghayati apa yang ada di dalam film
tersebut. Penghayatan yang dalam itu membuat kita secara tidak sadar
menyamakan diri kita sebagai salah seorang pemeran dalam film tersebut.
Menurut ilmu sosial, gejala yang seperti ini disebut sebagai identifikasi
psikologis.
Pada dasarnya film dikategorikan menjadi dua jenis utama, yaitu film atau
cerita (fiksi) dan film non-cerita (non-fiksi). Film fiksi adalah film yang dibuat
berdasarkan kisah fiktif. Film fiktif dibagi menjadi dua yaitu film cerita pendek
dan film cerita panjang. Perbedaan yang paling spesifik dari keduanya adalah
pada durasi. Film cerita pendek berdurasi di bawah 60 menit. Sedangkan film
cerita panjang pada umumnya berdurasi 90-100 menit, ada juga yang sampai 120
menit atau lebih. Film nonfiksi contohnya adalah film dokumenter, yaitu film
yang menampilkan tentang dokumentasi sebuah kejadian, baik alam, flora, fauna,
ataupun manusia.41
e. Jenis-jenis Film
41
Elvinaro Ardianto, Lukiati Komala, Siti Karlinah, Komunikasi Massa Suatu Pengantar,
(Bandung: Refika Offset), h. 143-145.
33
gedung – gedung bioskop yang dimainkan oleh para bintang sinetron yang
sifatnya berita maka film yang disajikan pada publik harus mengandung
dokumenter adalah fakta atau peristiwa yang terjadi, bedanya dengan film
berita adalah film berita harus mengenai sesuatu yang mempunyai nilai
B. Penelitian Terdahulu
Sejauh upaya pencarian dan pengetahuan peneliti, belum ada kajian yang
membahas secara spesifik fokus pada objek penelitian yaitu film Suzzana:
Bernafas dalam Kubur. Namun demikian, terdapat beberapa penelitian jurnal yang
telah dilakukan dalam lingkup tema dan bahasan yang sama. Hal ini tentu saja
inferensial. Menurut Ismayani, bahwa penanda dan petanda nilai Islam dalam film
nilai keislaman sepert kesabaran , keikhlasan dan ketabahan, kejujuran, dan birul
walidaini (berbakti kepada kedua orang tua), kasih sayang, nilai kesederhanaan
(qonaah), dan motifasi untuk mengubah keadaan ke arah yang lebih baik. Selain
itu, film ini juga memiliki relevansi dengan pendidikan karakter khususnya
42
Ibid, h.147
Wiwiek Afifah, “Representasi Nilai-nilai Keislaman dalam Film “Children Of
43
Heaven”dan Relevansinya dengan Pendidikan Karakter”, Mukaddimah: Jurnal Studi Islam, Vo2,
35
Kedua, Amanda Diani, Martha Tri Lestari, dan Syarif Maulana dalam
Pemaknaan level realitas, Pemaknaan level realitas dari tiga sequence dan delapan
sebagai perempuan yang aktif namun tetap terlihat sisi femininnya dalam
beberapa adegan. Kode tata rias (make up) menunjukkan karakter mandiri,
pemberani, kuat dan tegas pada Maleficent melalui lipstik, shading pipi dan
karakter yang kuat, kemurnian hati dan bersahabat. Kode perilaku (behavior)
erat dengan alam. Kode cara bicara (speech) menunjukkan ketegasan dan
No. 2, (Jurnal Yang diterbitkan, Sekolah Tinggi Pendidikan Islam Bina Insan Mulia Yogyakarta,
2017), h. 385-396
36
dari tiga sequence yang diteliti dalam film Maleficent menunjukkan bahwa nilai-
konvensional.
Pemaknaan level ideologi dari tiga sequence yang diteliti dalam film
direpresentasikan melalui isi cerita dan adegan di dalam film tetapi faktor
film.44
Ketiga, Jill Arista Wibisono, Judy Djoko Wahjono Tjahjo, dan Megawati
Film The Great Wall” yang membahas representasi orientalis yang terdapat
dalam film The Great Wall, dengan menggunakan semiotika televisi John Fiske
melalui 3 level yaitu, level realitas, level representasi, dan level ideologi. Setelah
Great Wall Terlihat jelas dengan pandangan orientalisme yang menjadi ideologi
dalam film ini dengan menggambarkan karakter Timur oleh Hollywood sebagai
sosok yang berenergi, berinisiatif, tulus, dan mulia. Serta budaya yang disajikan
erat dengan oriental budaya Timur dari awal hingga akhir film.45
44
Amanda Diani, Martha Tri Lestari, dan Syarif Maulana, “Representasi Feminisme
dalam Film Maleficent”, ProTVF, Volume 1, Nomor, 2, (Jurnal yang diterbitkan, Universitas
Telkom, 2017), h. 139-150
45
Jill Arista Wibisono, Judy Djoko Wahjono Tjahjo, dan Megawati Wahjudianata,
“Representasi Orientalisme dalam Film The Great Wall, Jurnal SCRIPTURA, Volume 7, No.1 ,
(Jurnal yang diterbitkan Universitas Kristen Petra Surabaya, 2017), h. 36-45
37
representasi rasisme yang terdapat dalam film Cadillac Records. Penelitian ini
Cadillac Records Dengan genre film biopic yang menceritakan bagaimana awal
mula berkembangnya musik blus dan rock n roll pada tahun 1950 di Chicago.
Pendekatan yang dipakai dalam penelitian ini adalah kualitatif dengan jenis
Fiske dengan 3 level, yaitu level realitas, level representasi dan level ideologi.
di dalam film Cadillac Records dengan menggambarkan kaum kulit hitam sebagai
barang komoditas secara implisit, kaum kulit putih mendominasi semua aspek
kehidupan dan diskriminasi berdasarkan ciri fisik yang ditunjukkan di dalam film
ini.46
nilai-nilai agama dalam film dokumenter Indonesia bukan negara Islam karya
Menurut Muhammad Rahmad Luhur, dari penelitian yang sudah dilakukan maka
Dokumenter Indonesia Bukan Negara Islam terlihat dari segi narasi cerita yang
46
Daniel Surya Andi Pratama, “Representasi Rasisme Dalam Film Cadillac Records”,
Jurnal E-Komunikasi, Volume 4, No.1, (Jurnal yang diterbitkan, Universitas Kristen Petra
Surabaya, 2016), h. 7-15
38
terjadi dalam film dan didukung oleh visual. Adapun hasil penelitian ini yang
berdasarkan pada Kognisi nilai-nilai agama dapat dilihat dalam setiap scene yang
dmuat pada hasil dimana bambang dan galih berpikir mengapa Indonesia semakin
lama semakin menjurus kepada negara Islam, padahal pada dasarnya Indonesia
Afifah mengkaji tema representasi nilai keislaman serupa dengan penelitian ini.
Namun, dalam objek penelitiannya Wiwiek Afifah mengkaji objek penelitian dan
metode yang berbeda, Wiwiek Afifah memberi celah untuk melakukan penelitian
relevansinya dengan pendidikan karakter. Pada celah inilah saya akan mengangkat
representasi nilai keislaman yang terdapat dalam film Suzzana: Bernafas dalam
Kubur terlebih ini adalah film bergenre horor karya anak bangsa. Meskipun sama-
sama mengkaji representasi nilai keislaman dalam film, dengan perbedaan objek
dan jenis film yang diteliti, tentu membuat penelitian ini menjadi berbeda.
Terdapat perbedaan yang jelas antara penelitian Amanda Diani, Martha Tri
Lestari, dan Syarif Maulana dengan penelitian ini, yaitu judul dari yang akan
dijadikan penelitian dan jenis objek filmnya. Dan perbedaan selanjutnya adalah
bahwa subjek yang ingion dicari adalah dari feminisme, sedangkan penelitian
adalah nilai keislaman. Namun, Amanda Diani, Martha Tri Lestari, dan Syarif
Maulana menggali nilai representasi yang sama dengan peneliti menggali dengan
Kajian Jill Arista, Daniel Surya, dan Muhammad Rahmad juga hampir
mirip dengan penelitian skripsi ini. Meskipun demikian, Jill Arista, Daniel Surya,
dan Muhammad Rahmad menggunakan metode analisis dan objek kajian yang
subjek representasi. Jill Arista dengan objek penelitiannya film The Great Wall,
Daniel Surya dengan objek film Cadillac Records, dan Muhammad Rahmad film
dokumenter Indonesia bukan negara Islam karya Jason Iskandar. Hanya peneliti
yang menggunakan objek film bergenre horor. Dengan demikian, penelitian ini
jelas berbeda dengan penelitian Jill Arista, Daniel Surya, dan Muhammad
Rahmad. Berdasarkan fakta ini, belum ada penelitian yang fokus mengkaji tentang
representasi nilai keislaman dalam film Suzzana: Bernafas dalam Kubur. Dengan
demikian, inilah celah yang akan peneliti isi dengan penelitian ini. Penelitian ini
nilai keislaman dalam film bergenre horror Suzzana: Bernafas dalam Kubur.
suzzana:bernafas dalam kubur adalah penelitian baru dalam hal film bergenre
horor. Berbeda dengan penelitian terdahulu yang menjadi objek adalah film yang
bukan bergenre film horor. Dan salah satu pembeda dengan penelitian terdahulu
adalah yang menjadi titik berat penelitian ini terdapat pada menmggali
BAB III
METODE PENELITIAN
yakni berupaya mendeskripsikan gejala atau fenomena dari satu variabel yang
kuantitatif dengan metode analisis isi (content analysis), yang menekankan pada
makna nilai-nilai yang termanifest dalam film Suzzana: Bernafas dalam Kubur.
Secara umum, analisis isi dimaksudkan sebagai suatu analisis yang mampu
menganalisis isi dari suatu teks. “Isi” dalam hal ini dapat berupa kata, arti
(makna), gambar, simbol, ide, tema, atau beberapa pesan yang dapat
dikomunikasikan.49
Subjek dalam penelitian ini adalah film Suzzana: Bernafas dalam Kubur.
Menurut Burhan Bungin, objek penelitian merupakan fokus dan lokus penelitian,
48
Rachmat Kriyantono, Teknik Praktis Riset Komunikasi: Disertai Contoh Praktis Riset
Media, Public Relations, Advertising, Komunikasi Organisasi, Komunikasi Pemasaran, Ed.
Pertama, Cetakan ke-1, (Jakarta: Kencana, 2006), h. 165.
49
Nanang Martono, Metodologi Penelitian Kuantitatif: Analisis Isi dan Analisis Data
Sekunder, Cet. 2 (Jakarta: Rajawali Press, 2010), h. 86
41
50
yaitu apa yang menjadi sasaran penelitian. Sasaran penelitian ini tidak
rumusan masalah penelitian. Adapun yang menjadi objek dalam penelitian ini
C. Sumber Data
Sumber data adalah subjek dari mana sebuah data bisa diperoleh.51 Dalam
berhubungan dengan tema penelitian ini. Sumber data ini digunakan untuk
mendukung sumber data primer dan diperoleh di luar objek material penelitian,
melalui :
1. Observasi
Menurut Nawawi dan Martini, observasi adalah pengamatan dan
50
Burhan Bungin, Penelitian Kualitatif (Jakarta: Kencana, 2010), h. 76.
51
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik (Jakarta: Rineka
Cipta, 2006), h. 129
52
Cik Hasan Basri, Penuntun Penyusunan Rencana Penelitian dan Penulisan Skripsi
(bidang ilmu agama Islam), (Jakarta: Logos, 1998), h. 59
42
secara langsung terhadap objek yang diteliti dengan cara menonton dan
mengamati secara teliti akan dialog-dialog dan adegan yang berkaitan erat
2. Dokumentasi
Untuk memudahkan pengumpulan data dalam penelitian ini, maka
dari seseorang. Dokumen yang berbentuk tulisan, misalnya catatan harian, sejarah
gambar, misalnya foto, gambar hidup, sketsa dan lain-lain. Dokumen yang
berbentuk karya misalnya karya seni berupa gambar, patung, film, dan lain-lain.
nilai keislaman.
E. Tahapan Penelitian
53
Yusuf Zainal Abidin, Metode Penelitian Komunikasi (Peneltian Kuantitatif : Teori dan
Aplikasi), (Bandung; PUSTAKA SETIA, 2015), h.74
54
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan, (Bandung: Alfabeta, 2013), h.308
43
Unit analisis secara sederhana dapat digambarkan sebagai bagian apa dari
isi yang kita teliti dan kita pakai untuk menyimpulkan isi dari suatu teks. Bagian
dari isi ini dapat berupa kata, kalimat, foto, scene (potongan adegan), paragraf.
Menentukan unit analisis sangat penting, karena unit analisis nantinya akan
menentukan aspek apa dari teks yang dilihat dan pada akhirnya hasil atau temuan
yang didapat.55 Adapun jenis unit analisis dalam penelitian ini dibagi menjadi dua,
yakni unit sampel (sampling units) dan unit pencatatan (recording units).
perhatian dan karenanya tidak diteliti. Unit sampel adalah unit yang dipilih
(diseleksi) oleh peneliti untuk didalami. Unit sampel dalam penelitian ini adalah
Unit ini berkaitan dengan bagian apa dari isi yang akan dicatat, dihitung, dan
dianalisis. Dalam penelitian ini, unit pencatatan yang ditentukan adalah unit
Unit sintaksis adalah unit analisis yang menggunakan elemen atau bagian
bahasa dari suatu isi. Untuk bahasa tertulis ( berita, iklan baris, novel, buku
pelajaran, kitab suci), unit bahasa ini dapat berupa kata, ayat, kalimat, dan anak
kalimat. Untuk bahasa gambar (film, sinetron televisi, film kartun, dan iklan
televisi), bahasa ini dapat berupa potongan adegan (scene) dan sebagainya.56
55
Eriyanto, Analisis Isi: Pengantar Metodologi untuk Penelitian Ilmu Komunikasi dan
Ilmu-ilmu Sosial Lainnya, (Jakarta: Kencana, 2011), Ed. Ke-1, h. 59
56
Ibid, h.62
44
2. Kategorisasi
tersebut berkaitan dengan teks-teks nilai-nilai Islam yang menjadi materi konsep
keislaman.
yakni akidah, syariah dan akhlak yang dirincikan dalam tabel berikut:
No Kategori Bidang
2 Syariah Ibadah
Muamalah
3. Uji Reliabilitas
pengukur (kategorisasi) dapat dipercaya atau diandalkan bila dipakai lebih dari
45
satu kali untuk mengukur gejala yang sama. Dalam analisis isi, alat ukur yang
dipakai adalah lembar coding (coding sheet). 57 Uji reabilitas dilakukan dengan
cara melakukan dokumentasi terlebih dahulu pada saat pengumpulan data dan
telah ditentukan. Kemudian seorang coder yang telah dipilih akan melakukan uji
(1969), yaitu:
2M
C. R =
N1 + N2
Keterangan:
hakim)
N1, N2 = Jumlah pernyataan yang diberi kode oleh pengode dan peneliti.
objektif isi komunikasi atau teks yang nampak (manifest), dan dilakukan secara
objektif, valid, reliabel, dan dapat direplikasi.59 Analisis isi berupaya mengungkap
berbagai informasi dibalik data yang disajikan berupa apa yang dilihat dari isi
57
Ibid, h.281
58
Ibid, h. 290
59
Ibid, h. 15
46
mengenai akurasi, fairness, dan validitas pesan yang diungkapkan dalam film
dengan rumus:
𝐹
𝑃= x 100%
𝑁
Keterangan:
P = Persentase
F = Frekuensi
N = Jumlah Item
47
DAFTAR PUSTAKA
Adha, Nurani. 2018. Pesan Dakwah dalam serial kartun ‘Upin & Ipin’
Episode Azam Puasa (Analisis Wacana: Teun Van Dijk). Skripsi yang tidak
Al Mandari, Ihsan. 2018. Makna Pesan Dakwah dalam Film Animasi Adit
dan Sopo Jarwo Episode 22 (Analisis Semiologi Roland Barthes). Skripsi yang