Anda di halaman 1dari 3

Nama : Eka Aryani

Kelas : 1MA25
Npm : 10823273
Mata Kuliah : Teori Komunikasi
Penulis : Ryan Diputra
Terbit : 2022-05-01

ANALISIS SEMIOTIKA DAN PESAN MORAL PADA FILM IMPERFECT 2019


KARYA ERNEST PRAKASA

Media massa yang sangat menarik dan populer adalah film, memiliki peranan yang penting dalam
komunikasi hiburan. Film memberikan area khusus yang berbeda bagi penonton dibandingkan dengan
media massa lainnya. Film tidak hanya memiliki cerita menarik, tetapi juga visual dan suara yang dapat
menciptakan suasana menarik sehingga penonton tidak pernah bosan saat menonton film. Menurut Denis
Mc Quail (2010), selama sejarah dan perkembangan film, ada tiga tema utama yang penting, yakni
munculnya genre film beragam, lahirnya dokumenter sosial, dan penggunaan film sebagai media
propaganda. Film memiliki keunggulan dalam realisme, pengaruh emosional, dan popularitas sebagai alat
propaganda karena dapat mencapai banyak orang dengan cepat dan memanipulasi gambar tanpa
kehilangan kredibilitas.

Film tidak hanya untuk hiburan, tetapi juga sebagai sarana informasi dan pendidikan. Film bisa dengan
cepat menyampaikan informasi. Film-film menampilkan cerita fiksi dan kisah nyata dalam berbagai
genre, yang merefleksikan kehidupan sehari-hari. Film menggambarkan kehidupan sosial di sekitar kita
dengan plot yang menarik. Film adalah sarana untuk menyampaikan berbagai pesan kepada masyarakat
melalui media narasi. Film memiliki kekuatan yang essensial dan substansial yang dapat mempengaruhi
komunikasi masyarakat. Elemen-elemen utama dalam pembuatan film meliputi produser, sutradara,
penulis skenario, sinematografer (kameramen), perancang produksi, komposer musik, editor, pengisi
suara dan mixing audio serta aktor-aktris/bintang film. Film memiliki kemampuan untuk menyampaikan
pesan, termasuk pesan moral. Dalam situasi ini, moral merujuk kepada penilaian terhadap kebaikan dan
keburukan perilaku manusia, yang digunakan untuk menetapkan batasan-batasan perilaku berdasarkan
nilai-nilai baik atau buruk.

Dalam konteks moral, menolak standar adalah norma yang berlaku dalam masyarakat. Dalam bukunya,
Nurgiyantoro mengatakan bahwa nilai moral dalam cerita atau film sering kali diinterpretasikan sebagai
pesan yang terkait dengan ajaran moral praktis yang dapat dipahami dan diartikan melalui cerita atau film
tersebut. Nurgiyantoro juga menyebutkan bahwa pesan moral dapat diklasifikasikan menjadi tiga
kategori: Hubungan manusia dengan Tuhan, hubungan diri sendiri dengan manusia lain, dan hubungan
sosial dalam lingkungan tersebut. Setiap karya sastra, termasuk film dan bentuk karya sastra lainnya,
mengandung pesan moral yang disajikan melalui alur cerita. Makna moral dalam cerita atau film
umumnya mengacu pada pesan yang terkait dengan nilai-nilai moral praktis yang dapat dipahami dan
diinterpretasikan melalui cerita atau film tersebut. Setiap karya sastra, termasuk film dan karya sastra
lainnya, mengandung pesan moral dalam alur ceritanya. Pesan moral dalam karya sastra akan tergantung
pada keyakinan, keinginan, dan minat penulis atau pencipta. Maka, bisa disimpulkan bahwa film juga
dapat mengajarkan nilai moral melalui penyampaian pesan moral dalam ceritanya. Banyak film berasal
dari kehidupan sosial di masyarakat, dan di Indonesia ada beberapa film yang inspirasinya berasal dari
fenomena sosial body shaming. Body shaming merupakan bentuk pelecehan yang mengevaluasi
penampilan fisik atau tubuh seseorang dengan cara negatif, seperti mengolok-olok orang gemuk, kurus,
pendek, atau tinggi.
Mengatakan pendapat tentang penampilan fisik seseorang merupakan bentuk pelecehan yang
berdampak besar pada kesehatan mental individu. Menurut Dokter Amanda, seorang psikolog dari
Halodoc, body shaming bisa menyebabkan timbulnya perasaan negatif seperti merasa tidak
berharga. Semakin lama menumpuk, perasaan negatif ini dapat menyebabkan seseorang mengalami
depresi, di mana kehidupan dirasakan sangat menyedihkan dan tidak ada orang lain yang mau menerima
mereka apa adanya. Penghinaan tubuh, atau body shaming, bisa terjadi di tempat manapun dan pada
siapa pun tanpa memandang usia, termasuk anak-anak remaja maupun orang dewasa. Tingkat body
shaming korban seringkali meningkat dari tahun ke tahun, dengan jenis kebencian yang semakin
beragam. Pada tahun 2018, Polri menemukan 966 kasus body shaming di seluruh Indonesia. Menurut
survei Body Peace Resolution oleh Yahoo, 94% remaja putri dan hanya 64% remaja putra telah
mengalami tindakan body shaming. Korban body shaming juga bisa melakukan hal yang sama kepada
orang lain karena mereka merasa tersakiti oleh perlakuan yang diterima. Masalah body shaming diangkat
dalam film "Imperfect". Pada akhir tahun 2019, film dengan genre drama komedi ini tayang di bioskop
Indonesia. Ernest Prakasa menyutradarai film ini yang diproduksi bersama Starvision. Film ini diadaptasi
dari buku "Imperfect" karya Meira Anastasia, istri Ernest. Jessica Mila dan Reza Rahadian menjadi
bintang dalam film ini, yang disambut baik oleh penonton maupun kritikus. Cerita film ini berpusat pada
Rara, seorang gadis dengan tubuh gemuk dan kulit sawo matang, yang berjuang melawan bullying, body
shaming, dan standar kecantikan. Rara, yang dilahirkan dari rahim seorang model sukses di era 90-an,
yaitu Debby, harus menghadapi kehidupan yang penuh tekanan karena sering kali menerima perilaku
body shaming dan perbandingan dengan adiknya yang memiliki perbedaan fisik yang signifikan. Ernest
Prakasa telah Kira-kira 2,6 juta penonton telah menonton filem "Imperfect", menjadikannya sebagai filem
popular pertama yang dihasilkan oleh Ernest dan kedua paling ramai ditayangkan pada tahun
2019. Ernest dan Meira juga memenangkan penghargaan di Piala Maya 2019 untuk penulisan skenario
adaptasi terpilih, sementara beberapa aktor dalam film ini masuk nominasi Piala Maya 2019.
Menurut Charles Sanders Peirce, semiotika adalah ilmu atau metode analisis yang mempelajari
bagaimana manusia memaknai tanda-tanda. Teori semiotika Peirce, yang dikenal sebagai "Grand Theory"
secara umum, merangkum penjelasan struktural dari semua jenis penandaan dan berusaha untuk
mengenal pasti unsur dasar tanda. Teori trianglemeaning yang dibuat oleh Peirce terdiri dari tanda, objek,
dan interpretan. Menurut teori semiotika Peirce, klasifikasi objek dalam penelitian film ini akan dibahas
sebagai ikon, indeks, dan simbol.
Penulis membuat ringkasan dari diskusi tentang film "Imperfect" yang telah dianalisis
menggunakan teori semiotika Charles Sanders Pierce. Rara digambarkan dalam film ini sebagai
seseorang yang baik, tetapi merasa kurang percaya diri terhadap fisiknya. Dika digambarkan mencintai
pasangannya, Fey sebagai sahabat yang mendukung, dan Marsha sebagai tokoh antagonis merasa lebih
dari segi penampilan fisik dari pada Rara. Rara sering memberikan komentar mengenai fisik anaknya.
Juga, film ini menggambarkan berbagai situasi sosial dan emosional, seperti laki-laki yang menghindari
wanita dengan tubuh kurang menarik, pergaulan wanita yang tidak tulus, dan rasa frustasi Rara dengan
adiknya. Adegan-adegan dalam film menggambarkan simbol seperti ketidakpercayaan diri wanita cantik,
coklat sebagai cara untuk meredakan stres, dan perasaan kecewa Rara terhadap perubahan yang
dialaminya.
Para informan yang telah menonton film ini menjadi dasar peneliti dalam membahas pesan
moralnya. Menurut para informan, film ini memberikan pelajaran tentang bagaimana seseorang
seharusnya menerima dan mencintai fisik mereka sebagaimana pemberian Tuhan, sebagai ungkapan rasa
syukur yang menjaga moral manusia terhadap Sang Pencipta.

Diputra, Ryan. "Analisis Semiotika dan Pesan Moral Pada Film Imperfect 2019 Karya Ernest
Prakasa." Jurnal Purnama Berazam 3.2 (2022): 111-125. Diputra, R. (2022).
Analisis Semiotika dan Pesan Moral Pada Film Imperfect 2019 Karya Ernest Prakasa. Jurnal Purnama
Berazam, 3(2), 111-125.
DIPUTRA, Ryan. Analisis Semiotika dan Pesan Moral Pada Film Imperfect 2019 Karya Ernest
Prakasa. Jurnal Purnama Berazam, 2022, 3.2: 111-125.

Anda mungkin juga menyukai