Anda di halaman 1dari 41

ANALISIS SEMIOTIKA PESAN MORAL DALAM FILM AMBU

PROPOSAL SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu (S1) Pada
Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial, Ilmu Politik dan Ilmu Hukum
Universitas Serang Raya

Disusun Oleh :

Muhammad Ihsan

51118092

PRODI ILMU KOMUNIKASI

FAKULTAS ILMU SOSIAL, ILMU POLITIK DAN ILMU HUKUM

UNIVERSITAS SERANG RAYA

2022
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Film merupakan sebuah gambaran yang bergerak dan dapat juga disebut sebagai

transformasi kehidupan masyarakat, karena melalui film kita dapat melihat gambaran

atau cerminan yang sebenarnya. Sebagai gambar yang bergerak, film adalah

reproduksi dari kenyataan seperti apa adanya atau bisa dianggap oleh beberapa orang

sebagai kisah nyata. Setiap film yang dibuat atau diproduksi pasti menawarkan suatu

pesan yang diharapkan, jangan sampai inti pesan tidak tersampaikan tapi sebaiknya

efek negatif dari film tersebut justru secara mudah diserap oleh penontonnya.

Terdapat pesan moral yang disajikan sejumlah film-film yang bermutu.

Pesan moral merupakan hal yang penting dalam setiap narasi cerita termasuk

dalam film-film yang ditampilkan dalam layar lebar. Pesan Moral adalah pelajaran

moral atau pesan yang di dapat dari suatu kejadian, pengalaman seseorang, atau dari

sebuah Film yang dapat memberikan pelajaran hidup bagi penonton dan bagi orang

lain (Apriansyah, 2018).

Film juga bisa digunakan untuk menyampaikan pesan tertentu dari si pembuat

film itu sendiri. Beberapa studio dan perusahaan juga menggunakan film untuk

menyampaikan dan merepresentasikan simbol dan budaya mereka. Pembuatan film

juga merupakan bentuk ekspresi, pemikiran, ide, konsep, perasaan dan suasana hati
dari seorang manusia yang divisualisasikan dalam film. Untuk saat ini, Indonesia

yang semakin bersaing dalam pembuatan film memilih untuk menonjolkan film yang

mengandung pesan-pesan di dalamnya. Kita bisa lihat sendiri film Indonesia sudah

banyak tayang bahkan di bioskop luar negeri. Disini menandakan bahwa Indonesia

tidak lagi asal dalam membuat film, akan tetapi harus memiliki kualitas untuk para

penontonnya. Namun seperti yang kita ketahui seiring dengan kebangkitan film pula,

muncul film-film yang mengumbar seks, kriminal, dan kekerasan. Akan tetapi, bukan

berarti tidak ada film yang memiliki nilai edukasi.

Baru-baru ini salah satu film lokal berjudul Ambu, yang digarap Skytree Pictures

dan disutradarai oleh Farid Dermawan. Film ini mengisahkan perempuan tiga

generasi secara memukau dan menyuguhkan konflik keluarga yang menarik

perhatian. “Ambu” yang dalam bahasa Sunda berarti Ibu, mengisahkan tentang

masyarakat suku Baduy, Ambu Misnah (Diperankan oleh Widyawati) yang tinggal

berdua bersama putrinya, Fatma (Laudya Cynthia Bella). Suatu hari, Fatma terpikat

dengan pemuda Jakarta bernama Nico (Baim Wong) dan memutuskan ikut

dengannya untuk membangun rumah tangga di ibukota. Beberapa tahun kemudian,

Fatma dan Nico memiliki seorang putri bernama Nona (Lutesha Shadewa). Karena

suatu alasan yang kuat, akhirnya Fatma memutuskan pulang ke Baduy bersama Nona.

Pertemuan Ambu Misnah, Fatma, dan Nona memunculkan konflik tiga generasi

yang terkesan klasik karena perbedaan usia, latar belakang, dan tempat tinggal.

Konflik juga sempat memanas ketika Nona mulai akrab dengan seorang pemuda asli
suku Baduy bernama Jaya (Andri Mashadi). “Ambu adalah tentang kegetiran

sekaligus keindahan cinta kasih. Bagaimana ibu tak hanya jadi semesta pertama, ia

terus ada dan siap menjadi semesta terakhir kita,” kata Titien, yang juga merangkap

sebagai produser film Ambu, dalam keterangan tertulis yang diterima biem.co, Kamis

(biem.co diakses pada 15 Mei 2022).

Namun, yang dapat berhasil menarik perhatian publik dengan alur Film Ambu

ialah cerita yang mengedepankan tentang bagaimana banyaknya kasih yang diberi

seorang ibu kepada anaknya tanpa sedikit balasan yang ia terima, bukan hanya cerita

yang bisa mengaduk-aduk perasaan, Ambu juga merupakan film komersial pertama

di Indonesia yang mengambil latar belakang suku Baduy dengan proses syuting 32

hari. Sehingga film ini menawarkan sudut pengambilan gambar yang istimewa dan

memanjakan mata, dengan eksplorasi kecantikan alam Baduy. Sebuah wilayah yang

jarang terjamah, penuh kesederhanaan, namun dikelilingi kemegahan alam yang

memukau. Oleh sebab itu isi dari film Ambu sendiri banyak menyuguhkan pesan

yang sangat baik untuk seluruh masyarakat dari berbagai kalangan agama yang ada di

Indonesia. Salah satu cuplikan dialog dalam film Ambu yang mengandung nilai

moral, yaitu :

“Hanya Ibu yang selalu menatap kita dengan kasih, bahkan ketika mata

kita ditutup oleh kebencian” (Dialog Nona dalam film Ambu)


Ini hanya salah satu cuplikan dialog yang mengandung nilai moral, masih banyak

cuplikan adegan dan dialog yang terkandung dalam film tersebut. Pesan moral yang

akan diteliti meliputi, sabar, pendidikan budaya, kerja keras, rasa peduli terhadap

sesama atau tolong menolong.

Di era modern ini film bukan hanya harus menaikkan rating semata, film juga

harus menjadi sarana rekreasi dan edukasi, serta film juga harus berperan sebagai

penyebarluasan nilai-nilai budaya baru. Film merupakan karya yang lahir dalam

sebuah proses kreativitas. Membuat sebuah film bukanlah hal yang mudah, para

pembuat film butuh waktu yang panjang untuk menemukan sebuah ide-ide dan

konsep yang matang untuk film tersebut agar menghasilkan film-film yang

berkualitas. Sekarang, banyak film yang diadaptasi dari sebuah novel namun, tetaplah

bukan hal yang mudah untuk si pembuat film. Mereka harus lebih cerdas lagi agar

cerita terlihat menarik dan bahasanya dikemas secara ringan sehingga membuat

penonton menjadi mudah menalarnya dan membuat penonton tertarik untuk

menontonnya.

Semiotika atau juga disebut semiologi adalah disiplin ilmu yang mempelajari

tanda (sign). Yang kita ketahui tanda memiliki bentuk yang bermacam-macam dalam

kehidupan sehari, di antaranya bisa berwujud simbol, lambang, kode, isyarat, sinyal.

Film merupakan bidang kajian yang amat relavan bagi analisis struktural atau

semiotika. Film umumnya dibangun dengan banyak tanda yang saling bekerja sama

dengan baik untuk mencapai efek yang diharapkan. Film berbeda dengan fotografi.
Film memiliki suara dan juga gambar. Dalam film tanda-tanda ikonis digunakan

menurut sistem semiotika. Tanda-tanda ikonis yaitu, tanda-tanda yang

menggambarkan sesuatu. Melihat gambar-gambar dalam film memang sama seperti

realitas yang ditujunya. Ikonis bagi realitas yang dinotasikan merupakan gambar yang

dinamis dalam film (Alex Sobur, 2020: 128).

Film umumnya dibangun dengan banyak tanda. Tanda-tanda itu termasuk

berbagai sistem tanda yang bekerja sama dengan baik dalam upaya mencapai efek

yang diharapkan. Yang paling penting dalam film adalah gambar dan suara: kata yang

diucapkan (ditambah dengan suara-suara lain yang serentak mengiringi gambar-

gambar) dan musik film. Sebagai fungsi dari media massa film juga memiliki fungi

sebagai media informasi, penikmat film dapat mengambil informasi dari film tersebut

(Alex Sobur, 2020: 126).

Film merupakan media hiburan dan film juga merupakan sebuah alat persuasi

karena banyak adegan-adegan dalam film yang mengandung makna ajakan. Maka

dari itu, film yang ditayangkan harus sesuai kalangan umur yang menyaksikannya

agar tidak di salah artikan. Lembaga sensor film harus berperan ekstra agar film-film

yang ditayangkan di Indonesia tidak begitu memberi dampak negatif, karena kita tahu

banyak film-film lokal maupun film Internasional yang menampilkan adegan seksual

dan banyak para remaja yang usianya belum mencapai 18 tahun dapat dengan mudah

menontonnya. Ini akan memberikan dampak yang buruk, karena para remaja yang

usianya masih dibawah 17 tahun masih dikatakan labil dan mereka masih mencari jati
diri mereka sehingga apa yang mereka lihat biasanya akan mereka ikuti tanpa

memandang baik atau buruknya (Hafied CAnggara, 2015: 136).

Peneliti tertarik untuk meneliti tentang film Ambu karena begitu banyak

pelajaran yang dapat diambil dalam film ini tentang kesabaran, kerja keras dan rasa

kepedulian terhadap sesama yang dapat menambah wawasan kita. Selain itu film ini

memunculkan nilai moral, nilai pendidikan budaya, nilai religius, dan nilai sosial.

Film ini tidak hanya memberikan hiburan kepada khalayak tetapi juga menyajikan

pesan-pesan mendidik yang kini jarang dimunculkan dalam film-film indonesia. Film

“Ambu” termasuk dalam film yang bermutu dan edukatif melihat dari segi visual dan

segi isinya, dan film ini juga merupakan film komersial pertama di Indonesia yang

mengambil latar belakang suku Baduy yang ada di Kabupaten Lebak, Banten.

Berdasarkan latar belakang film di atas, perlu adanya sebuah penelitian secara

mendalam pada aspek yang disampaikan dalam film ini, guna memahami denotasi,

konotasi, dan mitos apa yang akan disampaikan dalam sebuah film melalui

pendekatan semiotika Roland Barthes. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk meneliti

masalah mengenai pesan moral yang terdapat dalam scene film tersebut dan makna

denotasi, konotasi dan mitos di dalam film Ambu menggunakan analisis semiotika

Roland Barthers. Melalui analisis Roland Barthers peneliti dapat melihat mengenai

bagaimana pesan moral yang disampaikan dalam film Ambu. Semiotika dipilih oleh

peneliti, karena dengan semiotika peneliti akan menemukan tanda-tanda yang di

bangun pada Film tersebut. Dalam industri perfilman, ada pesan atau simbol-simbol
yang ingin disampaikan untuk masyarakat luas melalui film. Dari penjelasan tersebut,

maka peneliti mengambil judul “Analisis semiotika Pesan Moral dalam Film

Ambu”

1.2 Identifikasi Masalah

Penulis menemukan beberapa permasalah dalam judul yang diangkat. Film

Ambu yang diteliti karena :

a) Dalam film Ambu terdapat pesan-pesan yang disampaikan dan pesan tersebut

dapat dilihat dari beberapa scene film.

b) Dari scene tersebut akan diuraikan pesan moral yang menjadi fokus peneliti.

Akan diuraikan menggunakan teori yang peneliti pakai dengan cara meneliti

scene tersebut dan membaginya kedalam makna denotasi, konotasi dan mitos.

1.3 Batasan Masalah

Untuk lebih fokus maka dalam penelitian ini peneliti membatasi permasalahan

hanya pesan moral melalui makna denotasi, konotasi serta mitos dalam film Ambu.

1.4 Rumusan Masalah

Perumusan masalah mengikuti batasan, pertanyaan menyangkut:

1. Bagaimana pesan moral yang terdapat dalam film Ambu?

2. Makna denotasi, konotasi, dan mitos apa yang terdapat dalam film Ambu?
1.5 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian bertujuan sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui isi pesan moral yang terdapat dalam film Ambu.

2. Untuk mendeskripsikan pesan moral yang terdapat dalam film Ambu dilihat

dari denotasi, konotasi, dan mitos.

1.6 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini untuk:

1. Manfaat Teoritis

2. Manfaat Akademis

Penelitian ini diharapkan agar bisa menambah wawasan para mahasiswa/i

fakultas ilmu sosial, ilmu politik, dan hukum (FISIPKUM) Universitas Serang

Raya melalui film, terutama untuk jurusan ilmu komunikasi konsentasi

broadcasting, serta memberikan pandangan tentang analisis semiotik,

khususnya semiotika Roland Barthes.

3. Manfaat praktis

Penelitian ini diharapkan bisa memberikan informasi bagi penelitian

serupa dalam melakukan telaah simbol-simbol pada film, selain itu semoga

dapat menginspirasi rekan-rekan dalam memunculkan teknik-teknik penitipan

pesan pada visualisasi adegan film.


1.7 Sistematika Penulisan

Sistematika Penulisan Untuk mempermudah melihat dan mengetahui

pembahasan yang ada pada skripsi ini secara menyeluruh. Bagian Utama terbagi atas

bab dan sub bab yaitu sebagai berikut:

BAB 1 LATAR BELAKANG

Bab ini terdiri dari latar belakang, rumusan masalah, batasan masalah, tujuan

penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan skripsi.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Kajian pustaka ialah bab yang berisi tentang penelitian terdahulu, landasan teori yang

digunakan sebagai landasan untuk menganalisa data.

BAB III METODE PENELITIAN

Metode penelitian yang berisi tentang metode apa yang digunakan, waktu dan lokasi

penelitian, intrument penelitian, teknik pengambilan data serta teknik pemeriksaan

keabsahan data dan analisis datanya.


BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Peneliti Terdahulu

Peneliti Menemukan penelitian yang sejenis, yakni Analisis Semiotika Pesan

Moral Dalam Film Ambu diantaranya sebagai berikut:

Penelitian sejenis terdahulu diteliti oleh Ishmatun Nisa dengan judul skripsi

Analisis Semiotika Pesan Moral Dalam Film Jokowi, berasal dari jurusan Ilmu

Komunikasi dan Penyiaran Islam, Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu

Komunikasi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta (2014)

Rumusan masalah pada penelitian tersebut adalah Bagaimana representasi objek dan

interpretasi yang terdapat dalam film Jokowi metode penelitiannya adalah Kualitatif

Deskriptif. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa film Jokowi mengandung pesan

moral dalam berbagai sisi kehidupan melalui tanda-tanda yang muncul/ baik visual

maupun verbal di dalam masing-masing ceritanya. Seperti seorang aak yang cerdas,

berbakti kepada orang tua, dan bermoral.

Jurnal berjudul: “Representasi Pesan Moral Dalam Film Rudy Habibie

Karya Hanung Bramatyo (Analisis Semiotika Roland Barthes). Karya Bagus

Fahmi Weisarkunai (2017) Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana

pesan moral dalam film Rudy Habibie dipresentasikan yang kemudian menghasilkan

pesan moral. Peneliti ini menggunakan metode Kualitatif dengan pendekatan analisis
semiotika Roland Barthes, mengambil subjek yang difokuskan kepada tokoh Rudy

dengan dilihat melalui segi Denotasi (Signifier) menjelaskan hubungan penanda dan

petanda pada realitas, menghasilkan makna eksplisit dan mitos. Penelitian ini

menunjukkan bahwa representasi pesan moral didalam film Rudy Habibie ini adalah

melihat hubungan manusia dengan tuhan.Melihat hubungan manusia dengan

manusia.Melihat hubungan manusia dengan lingkungan sosial. Perbedaan dengan

peneliti yakni film yang digunakan film Keluarga Cemara.

Penelitian sejenis terdahulu selanjutnya diteliti Munayaroh (2021) dengan

judul “Pesan Moral Dalam Film Keluarga Cemara” (analisis semiotika roland

barthes) skripsi. Jurusan Komunikasi Dan Penyiaran Islam Ushuluddin, Adab

dan Dakwah Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Ponorogo Tujuan penulisan ini

adalah (1)Bagaimana Makna denotasi, konotasi serta mitos dalam film keluarga

cemara. (2) Bagaimana pesan moral yang terkandung dalam film keluarga cemara

yang mana dianalisis dengan menggunakan semiotika roland barthes. Dari tujuan

yang ditulis berhasil ditemukan pesan moral dengan menggunakan 3 metode analisis

(1) Makna denotasi dalam film ini menggambarkan kisah keluarga dengan segala

probematika kehidupannya. Makna konotasi dalam film ini adalah tidak selamanya

harta menjamin kebahagian dalam kehidupan suatukeluarga karena harta yang paling

berharga dalam hidup adalah keluarga. Makna mitos dalam film ini adalah tidak ada

masalah jika tidak ada jalan keluarnya dan kebahagiaan tidak bisa dibeli dengan

seberapa banyak harta yang dimiliki tetapi dengan seberapa besar seseorang bisa
mensyukuri nikmat yang diberi. (2) Pesan moral yang terkandung dalam film

keluarga cemara ini adalah pesan moral keluarga yang mana tugas orang tua adalah

mendidik anak-anaknya untuk menjadi pribadi yang lebih baik serta tugas seorang

anak yaitu mencintai kedua orang tuanya dengan sepenuh hati. pesan moral pribadi

adalah suatu hal yang paling dekat dengan diri dan bagaimana seseorang mampu

memahami apa yang ada dalam dirinya.


2.1 Maping Penelitian terdahulu

Munayaroh
Ishmatun Nisa Bagus Fahmi Weisarkunai Muhammad Ihsan
ITEM
(2014) (2017) (2022)
(2021)
No 1 2 3 4 5
1. Judul Analisis Semiotika Representasi Pesan Moral Pesan Moral Dalam Analisis Semiotika Pesan

Pesan Moral Dalam Dalam Film Rudy Habibie Film Keluarga Moral Dalam Film

Film Jokowi Cemara Ambu

3. Tujuan Penelitian Mengetahui dan Untuk melihat bagaimna (1)Bagaimana Makna Untuk melihat bagaimna

memahami representasi pesan moral dalam film denotasi, konotasi pesan moral dalam film

objek dan interpretasi Rudy Habibie serta mitos dalam Ambu dilihat dari segi

yang terdapat dalam dipresentassikan seperti film keluarga hubungan manusia

film Jokowi agama, sopan santun, ramah cemara. dengan Tuhan, hubungan

tamah, dan bertanggung (2)Bagaimana pesan manusia dengan

jawab. Adapun kategori moral yang manusia, dan hubungan

pesan moral yaitu hubungan terkandung dalam manusia dengan lingkup


film keluarga cemara sosial / alam.

manusia dengan Tuhan, yang mana dianalisis

hubungan manusia dengan dengan

manusia, dan hubungan menggunakan

manusia dengan sosial. semiotika roland

barthes.

4. Teori Teori semiotika Teori Komunikasi Massa Semiotika Roland


Charles Sanders Pierce Barthes
(Grand Teori)
5. Metode/Paradigma Deskriptif Kualitatif Kualitatif Kualitatif Kontruktivis

6. Persamaan - Mempresentasi - Menggunakan analisis Analisis semiotika - Menggunakan

kan pesan semiotika Roland Roland Barthes metode deskriptif

moral. Barthes. kualitatif.

- Mempresentasikan pesan - Analisis semiotika

moral yang terkandung Roland Barthes

dalam film
2.2 Landasan Konseptual

2.2.1 Komunikasi Visual

Komunikasi visual adalah komunikasi yang menggunakan bahasa visual,

dimana unsur dasar bahasa visual (yang menjadi kekuatan) utama dalam

penyampaian pesan yang dapat dilihat dan dapat dipakai untuk menyampaikan

arti, makna atau pesan. (Awaliyah ratna Sri, 2019). Menurut Michael kroeger,

visual communication adalah latihan teori dan konsep melalui visual dengan

menggunakan warna, bentuk, garis, dan penjajaran (juxtaposition). Komunikasi

visual mengkombinasikan seni, lambang, tipografi, gambar, desain grafis,

ilustrasi, dan warna dalam penyampaiannya.

Pada awalnya komunikasi visual menjadi sebuah ilmu saat Stafford (1996),

menemukan hubungan historis yang signifikan antara penurunan pemahaman

visual dan pandangan “linguistik” yang “agresif” tantang kognisi. Karena

pandangan ini mendominasi hampir di setiap disiplin ilmu (Alfatony & Dani,

2021). Hal ini juga berati bahwa apapun yang kita lihat secara visual makna yang

dihasilkan dari proses berpikir. Maka ilmu komunikasi visual merupakan ilmu

yang tersebar.

Dilansir dari Research Gate, Komunikasi visual biasanya diasosiasikan

dengan seni rupa, simbol, fotografi, tipografi lukisan, desain grafis, ilustrasi, dan

lain-lain. Konsep komunikasi visual adalah memadukan unsur-unsur desain grafis

seperti kreatifitas, estetika, efisiensi, dan komunikatif untuk menciptakan suatu

media yang dapat menarik perhatian, juga menciptakan media komunikasi yang
efektif agar dapat diapresiasi oleh komunikan atau orang lain. Dan komunikasi

visual merupakan payung dari berbagai kegiatan komunikasi yang menggunakan

unsur rupa (visual) pada berbagai media seperti percetakan atau grafika, marka

grafis, papan reklame, televisi, film atau video, internet, serta yang lainnya.

(Research Gate diakses pada tanggal 17 mei 2022)

Masyarakat saat ini berbasis multimedia. Gambar selalu dapat menarik

perhatian karena point of interest sangat mencolok sehingga pesan yang ingin

disampaikan mudah dipahami. Masyarakat sangat tangkap dengan informasi yang

diterima tidak terlalu berat atau informasi berat yang dikemas ringan. Dengan

demikian komunikasi visual menjawab kebutuhan masyarakat karena informasi

yang disampaikan bisa jadi bernilai tinggi, namun dikemas lebih sederhana,

menarik, dan modern.

Dalam komunikasi visual terdapat taksomoni, maka dari taksimoni

tersebut jelas bahwa film termasuk bagian komunikasi visual karena menyajikan

gambar bergerak yang dapat dilihat secara visual dan memiliki makna yang ingin

disampaikan kepada penonton. Namun usnur-unsur dalam film tak hanya sebuah

gambar bergerak, melaikan terdapat suara dan music yang melengkapi

keseluruahan cerita. Dengan adanya suara dalam film membeikan suasana film

menjadi hidup.

Maka dari uraian pengertian diatas dapat di simpulkan bahwa film

merupakan cabang dari komunikasi visual karena dalam sebuah film terdapat

unsur-unsur visual seperti gambar, warna. Pencahayaan, serta elemen-elemen


lainnya yang dapat mendukung sebiah cerita seperti halnya suara. Oleh suara itu,

dapat menghidupkan suatu cerita dalam film dan dapat memberikan efek yang

besar terhadap penikmat film.

2.2.2 Film

Film adalah suatu karya melukis gerak dengan cahaya, Seseorang yang

melukis gerak dengan cahaya membutuhkan alat yang disebut dengan kamera.

Selain itu film adalah media yang paling efektif digunakan dalam menyampaikan

pesan dan informasi, karena film merupakan sebuah media komunikasi. Film

memiliki realitas yang tinggi terutama dalam kehidupan masyarakat. Menurut

efendy film diartikan sebagai sebuah budaya dan alat ekspresi kesucian,yang

terdiri dari deretan gambar dan suara yang sertamemiliki alur cerita tertentu. Suara

yang dimaksud dalam film adalah narasi,dialog serta background yang berada

didalamnya (Marcel Danesi, Pengantar Memahami Semiotika Media,

(Yogyakarta: Jalasutra, 2010), 134).

Film telah menjadi media komunikasi audio visual yang akrab dinikmati

oleh segenap masyarakat dari berbagai rentang usia dan latar belakang sosial.

Kekuatan dan kemampuan film dalam menjangkau banyak segmen sosial, lantas

membuat para ahli bahwa film memiliki potensi untuk mempengaruhi

khalayaknya. Hubungan antara film dan masyarakat selalu dipahami secara linier.

Artinya, film selalu mempengaruhi dan membentuk masyarakat berdasarkan

muatan pesan (message) dibaliknya, tanpa pernah berlaku sebaliknya. Kritik yang

muncul terhadap perspektif ini didasarkan oleh argument bahwa film adalah potret
dari masyarakat dimana film itu dibuat. Film selalu merekam realitas yang

tumbuh dan berkembang dalam masyarakat, dan kemudian memproyeksikannya

ke atas layar (Alex Sobur, 2020:127).

Istilah film awalnya dimaksudkan untuk menyebut media penyimpan

gambar atau biasa disebut Celluloid, yaitu lembaran plastik yang dilapisi oleh

lapisan kimiawi peka cahaya. Ada banyak sekali literature yang menjelaskan film,

berdasarkan banyak pengertian yang akhirnya mengerucut pada suatu pengertian

yang universal. Menurut buku yang berjudul ”5 Hari Mahir Membuat Film”

(Javandalasta, 2011: 1) dijelaskan bahwa film adalah rangkaian gambar yang

bergerak membentuk suatu cerita atau juga bisa disebut Movie atau Video. Ada

banyak sekali keistimewaan media film, beberapa diantaranya adalah: Film dapat

menghadirkan pengaruh emosional yang kuat, Film dapat mengilustrasikan

kontras visual secara langsung, Film dapat berkomunikasi dengan para

penontonnya tanpa batas menjangkau, Film dapat memotivasi penonton untuk

membuat perubahan.

Sebuah film memberi dampak pada setiap penontonnya, baik itu dampak

positif maupun dampak negatif. Melalui pesan yang terkandung di dalamnya, film

mampu memberi pengaruh bahkan mengubah dan membentuk karakter

penontonnya. Dalam menyampaikan pesan kepada khalayak, sutradara

menggunakan imajinasinya untuk mempresentasikan suatu pesan melalui film

dengan mengikuti unsur-unsur yang menyangkut eksposisi (penyajian secara

langsung atau tidak langsung). Tidak sedikit film yang mengangkat cerita nyata

atau sungguh-sungguh terjadi dalam masyarakat. Banyak muatan-muatan pesan


ideologis di dalamnya, sehingga pada akhirnya dapat mempengaruhi pola pikir

para penontonnya. Sebagai gambar yang bergerak, film adalah reproduksi dari

kenyataan seperti apa adanya.

2.2.2.1 Film Sebagai Media Komunikasi Visual

Film merupakan media visual yang di dalamnya terdapat visualisasi dari

sebuah cerita yang ada pada film tersebut guna untuk menyampaikan makna dan

informasi yang dapat menghibur ataupun mempengaruhi penonton. Dalam film

terdapat adegan visual yang berbeda beda maka akan mengasilkan makna yang

berbeda-beda pula. Sebagai contoh seorang perempuan yang berjalan di tepi

pantai beserta anak-anaknya yang bermain di pantai. Selanjutnya perempuan itu

menampilkan wajar seperti tertekan karena sedang berada di fase kehilangan

suaminya yang baru saja meninggal, maka anak-anaknya pun merasa murung.

Dan perempuan itu merasa dunia berhenti. Dari gambaran tersebut kita bisa

memvisualkan adegan yang berbeda-beda apabila kita mengubah elemen-elemen

estetika kontektual seperti pencahayaan, warna, dan suara.

Maka akan menjadi berbeda. Dalam versi pertama kita bisa menunjukan

warna-warna yang berbeda seperti cerah di hari yang cerah dan menggunakan

suara ombak yang lembut dan tawa anak anak sebagai penggambarkan suasana

yang tervisualkan. Kemudian dalam versi kedua, warna tersebut bisa di hilangkan

dan membuat seluruh objek hitam. Lngit tertutup awan gelap terdengar teriakan

anak-anak yang saling mengejar. Dalam film variable estetika yang berbeda dapat
memberikan konteks yang berbeda pula. Disatu sisi suasana gembira, hangat di

sisi lain suasana menjadi murah, dan sedih.

Maka dari itu film merupakan salah satu media visual karena di dalamnya

terdapat elemen-elemen visual yang digunkanan untuk mengkomunikasikan

pesan-pesan non verbal seperti ekspresi wajah, gerak tubuh, latar dan lain –

lainnya. Dalam film walaupun terdapat suara namun juga sebagian besar

penyajian film di dominasi oleh visual. Terdapat enam bidang

1. Pencahayaaan

Kontrol cahaya dan bayangan biasa di sebut pencahayaan. Pencahayaan

menunjukan benda-benda apa yang terlihat dan dimana benda itu berada.

Pencahayaan juga memilkki pengaruh langsung pada batin dan emosi

penonton. Teknik pencahayaan yang berbeda dapat memberikan suasana

yang berbeda pula. Sudut jalan yang terang dengan sudut bayangan

membuat kita merasa aman dibandingkan dengan sudut jalan yang

kurang penerangan.

2. Warna

Warna memiliki tiga fungsi utama : (a) Memberi lebih banyak informasi

tentang objek dan penelitian serta peristiwa dan memungkinkan kita

membedakan diantaranya mereka. (b) Dapat berkontribusi pada

keseimbangan visual dari gambar layar, dan (c) dapat mengekpresikan

kualitas penting dari suatu hal, menambahkan suasana gembira ke suatu

adegan dan membantu membangun suasana hati.


3. Ruang dua dimensi

Aspek rasio adalah hubungan antara lembar dan tinggi gambar pada layar

tertentu. Seperti televisi standar dan komputer memiliki aspek rasio

empat kali tiga, yang berati empat lembar dan tiga tinggi. Layar Film

yang lebih luas dapat menampilkan pemandangan yang mengesankan

tetapi memiliki masalah apabila membingkai benda-benda tinggi, seperti

menara atau gedung pencakar langit. Untuk mendapatkannya, kita bisa

mengambil gambar dibawah dengan mendongak keatas agar ujung

menara tersebut terlihat.

4. Ruang tiga dimensi

Tiga dimensi di sini seperti zoom out yang menempatkan lensa kedalam

posisi wide-angel dan menyediakan pemandangan yang lebih lebar.

Objek yang dekat dengan kamera tampak jauh lebih besar daripada objek

berukuran sama yang berbeda lebih jauh daripada kamera.

5. Time Motion

Waktu dan gerakan juga merupakan faktor utama yang merupakan

perbedaan ontologis mendasar antara video dan film. Video dan film

adalah satu-satunya media audio visual yang dapat menangkap suatu

peristiwa, memperjelas dan mengintensifkan, dan mendiskribukan ketika

hal tersebut masih dalam proses pembentukan.

6. Suara

Melalui suara, kita dapat menunjukan jam berapa (lonceng geraja),

peluit, suara jangkrik saat malam) di mana suatu peristiwa terjadi (Suara
lalu lintas menunjukan persimpangan pusat kota), dan apa peristiwa itu

(tangisan bayi, suara tabrakan diikuti sirine polisi), dan menujukan

suasana dan perasaan dengan musik.

Dari uraian pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa Film sebagai

media komunikasi visual yang memiki elemen yang dapat mempengaruhi makna.

Berbeda penyajian cahaya, warna, ruang dan suara akan berbeda pula makna yang

dihasilkan. Oleh karena itu, didalam film yuni terdapat banyak kombinasi elemen

yang dapat mempengaruhi makna yang berkaitan dengan representasi

2.2.2.2 Unsur-unsur Film

Terdapat dua unsur yang membantu kita untuk memahami sebuah film di

antaranya adalah unsur naratif dan unsur sinematik, keduanya saling

berkesinambungan dalam membentuk sebuah film. Unsur ini saling melengkapi,

dan tidak dapat dipisahkan dalam proses pembentukan film (dalam Krissandy

2014:13).

a. Unsur Naratif

Berhubungan dengan aspek cerita atau tema film. Oleh karena itu,

setiap film tidak akan pernah lepas dari unsur naratif. Unsur ini meliputi

pelaku cerita atau tokoh, permasalahan dan konflik, tujuan, lokasi, dan

waktu.

1. Pemeran/tokoh

Dalam film, ada dua tokoh penting untuk membantu ide cerita yaitu

pemeran utama dan pemeran pendukung. Pemeran utama adalah


bagian dari ide cerita dalam film yang diistilahkan protagonis, dan

pemeran pendukung disebut dengan istilah antagonis yang biasanya

dijadikan pendukung ide cerita dengan karakter pembuat masalah

dalam cerita menjadi lebih rumit atau sebagai pemicu konflik cerita.

2. Permasalahan dan konflik

Permasalahan dalam cerita dapat diartikan sebagai penghambat tujuan,

yang dihadapi tokoh protagonis untuk mencapai tujuannya, biasanya

di dalam cerita disebabkan oleh tokoh antagonis. Permasalahan ini

pula yang memicu konflik antara pihak protagonis dengan antagonis.

Permasalahan bisa muncul tanpa disebabkan pihak antagonis.

3. Tujuan

Dalam sebuah cerita, pemeran utama pasti memiliki tujuan atau

sebuah pencapaian dari karakter dirinya, biasanya dalam cerita ada

sebuah harapan dan cita-cita dari pemeran utama, harapan itu dapat

berupa fisik ataupun abstrak (nonfisik).

4. Ruang/lokasi

Ruang dan lokasi menjadi penting untuk sebuah latar cerita, karena

biasanya, latar lokasi menjadi sangat penting untuk mendukung suatu

penghayatan sebuah cerita. 5. Waktu. Penempatan waktu dalam cerita

dapat membangun sebuah cerita yang berkesinambungan dengan alur

cerita.
b. Unsur sinematik

Unsusr sinematik adalah aspek-aspek teknis dalam produksi

sebuah film, yaitu:

1. Mise-en-scene: setting atau latar, tata cahaya, kostum, dan make

up, serta acting dan pergerakan pemain.

2. Sinematografi, perlakuan terhadap kamera dan filmnya serta

hubungan kamera dengan objek yang diambil.

3. Editing, transisi sebuah gambar (shot) ke gambar.

4. Suara, segala hal dalam film yang mampu ditangkap indera

pendengaran. Kedua unsur tersebutlah yang saling berinteraksi dan

berkesinambungan satu dengan yang lain untuk membentuk sebuah

film.

2.2.2.3 Jenis-Jenis Film

Menurut Mudjiono (2011 :133-135) Dalam perkembangan perfilman,

seiring dengan kemajuan teknologi dan kebutuhan penonton, jenis film pun

semakin beragam. Untuk sekadar menampilkan jenis film yang dibuat, jenis film

tersebut dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

a. Teatrical Film (Film teaterikal)

Film drama, atau film cerita, adalah cerita dengan unsur-unsur

dramatis yang diperankan oleh manusia yang memiliki pengaruh kuat

terhadap emosi 20 penontonnya, sedangkan film dengan unsur dramatis

diawali dengan menggali konflik-konflik yang ada dalam cerita tersebut.

Misalnya, konflik antara manusia dengan dirinya sendiri, antara manusia


dengan manusia lainnya, dan konflik antara manusia dengan lingkungan

sosialnya, pada dasarnya tersampaikan secara visual untuk menunjukkan

konflik tersebut. Menjelaskan cerita dengan unsur dramatis melalui

berbagai tema, dan mengklasifikasikan jenis film teater melalui tema ini

yaitu:

1. Film Aksi (Action Film)

Film aksi, film jenis ini bercirikan konflik-konflik pada

persoalan fisik. Hal itu bisa dilihat pada film-film yang

menggunakan peperangan atau pertarungan fisik, seperti film

perang, koboi, polisi, dan sebagainya.

2. Film Spikodrama

Film ini didasarkan pada ketegangan antara konflik

psikologis. Konflik psikologis yang menegangkan menggunakan

kepribadian orangnya, sedangkan beberapa film horor lainnya

dapat dilihat dalam film drama yang menggunakan distorsi

psikologis dan dunia takhayul.

3. Film Komedi

Film yang menggunakan adegan yang dapat menimbulkan

rasa humor pada penontonnya. Keadaan lucu ini disebabkan

oleh kejadian fisik yang menjadikannya komedi. Selain itu, ada

fenomena lucu yang harus dijelaskan dengan pemahaman

intelektual.

4. Film Musik
Jenis film ini berkembang bersamaan dengan pengenalan

teknologi suara dalam film, jenis film itu sendiri menggunakan

musik. Namun, perbedaan harus dibuat antara film yang berisi

musik dan lagu. Tidak semua film dengan musik dapat

diklasifikasikan sebagai film musik. Yang dimaksud disini

adalah film yang bersifat musikal, dicirikan oleh fakta bahwa

musik adalah bagian dalam cerita, bukan sekedar gangguan.

b. Film Non-teaterikal (Non-teatrical film)

Singkatnya, film jenis ini adalah film yang dibuat dengan realitas

orisinal, bukan fiksi. Selain itu, ini bukanlah sarana hiburan. Film jenis

ini lebih cenderung menjadi sarana komunikasi untuk menyampaikan

informasi (informasi) dan pendidikan. Film non-drama dibagi menjadi:

1. Film Dokumenter

Istilah ini banyak digunakan untuk menyebut film non-teater.

Dari materi pokoknya, dokumenter berkaitan dengan fakta

tentang kehidupan manusia, hewan dan makhluk lainnya, dan

fakta tersebut tidak tertukar dengan faktor fiksi. Secara

konseptual, film ini merupakan drama ideologis dan diyakini

akan memicu perubahan sosial. Karena itu bukan untuk

kesenangan estetika, hiburan atau pendidikan. Tujuannya untuk

pulih dan penonton akan melihat semua aspek realitas

kehidupan. Dengan kata lain, ini untuk membangkitkan perasaan

orang tentang masalah, memberikan inspirasi dalam tindakan,


atau menetapkan standar perilaku berbasis budaya. Subjek

membahas tentang apa yang terjadi pada manusia berupa

pernyataan-pernyataan yang menimbulkan simpati dan realitas

dalam kerangka kehidupan manusia.

2. Film Pendidikan

ilmu pendidikan tidak dibuat untuk masyarakat umum, tetapi

untuk sekelompok penonton yang sebenarnya bisa dikenali,

Film ini untuk siswa yang memiliki materi pembelajaran

tertentu. Jadikan video pendidikan sebagai kursus atau panduan

belajar yang direkam secara visual. Isi yang disampaikan

ditentukan oleh kelompok penonton dan ditampilkan di depan

seluruh kelas. Setiap film tetap membutuhkan guru atau

instruktur untuk membimbing siswa.

3. Film Animasi

Film animasi kartun dibuat dengan menggambarkan foto yang

akan diambil bingkai demi bingkai. Setiap gambar frame

merupakan gambar dengan posisi yang berbeda, dan jika gambar

digambar maka akan menghasilkan efek gerak. Pelopor dalam

bidang ini adalah Emile Cohl (1905), yang awalnya memotret

boneka dan kemudian memproduksi kartun di Prancis. Di

Amerika Serikat, Winsor McCay (Winsor McCay) adalah orang

pertama yang merilis kartun animasi (1909). Walt Disney

menyempurnakan teknik ini dengan membuat tikus animasi, dan


kemudian membuat film berdurasi panjang seperti "Putri Salju

dan Tujuh Kurcaci" (1937).

2.2.3 Sinematografi

Sinematografi mencakup perlakuan sineas terhadap kamera serta stok

filmnya. Dalam framing yang merupakan bagian dari sinematografi terhadap

karakteristik jarak. Jarak yang dimaksud adalah dimensi jarak kamera terhadap

obyek dalam frame. Kamera secara fisik tidak perlu berada dalam jarak tertentu

karena dapat dimanipulasi menggunakan lensa zoom. Adapun dimensi jarak

kamera terhadap objek dikelompokan menjadi tujuh, yaitu: (Pratista, 2011: 104-

106)

1. Extreme long shot merupakan jarak kamera yang paling jauh dari

objeknya. Wujud fisik manusia nyaris tidak tampak. Teknik ini

umumnya untuk menggambarkan sebuah objek yang sangat jauh atau

panorama yang luas.

2. Long shot Pada jarak long shot tubuh fisik manusia telah tampak jelas

namun latar belakang masih dominan. long shot seringkali digunakan

sebagai entablishing shot, yakni shot pembuka sebelum digunakan shot-

shot yang bergerak lebih dekat.

3. Medium long shot Pada jarak ini tubuh manusia terlihat dari bawah lutut

sampai ke atas. Tubuh fisik manusia dan lingkungan sekitar relatif

seimbang.
4. Medium shot Pada jarak ini memperlihatkan tubuh manusia dari

pinggang ke atas. Gesture serta ekspresi wajah mulai nampak. Sosok

manusia mulai dominan dalam frame.

5. Medium close-up Pada jarak ini memperlihatkan tubuh manusia dari

dada ke atas. Sosok tubuh manusia mendominasi frame dan latar

belakang tidak lagi dominan. Adegan percakapan normal biasanya

menggunakan jarak ini.

6. Close-up Umumnya memperlihatkan wajah, tangan, kaki, atau sebuah

objek kecil lainnya. Teknik ini mampu memperlihatkan dengan jelas

seta gesture yang mendetil. Close-up biasanya digunakan untuk adegan

dialog yang lebih intim. Close up juga memperlihatkan sangat mendetil

sebuah benda atau objek.

7. Extreme close-up Pada jarak terdekat ini mampu memperlihatkan lebih

mendetil bagian dari wajah, seperti telinga, mata, hidung dan bagian

lainnya.

2.2.4 Semiotika Dalam Film

Film pada umumnya mengangkat sebuah tema atau fenomena yang terjadi

di tengah-tengah masyarakat Sistem semiotika yang lebih penting dalam film

yakni digunakannya tanda-tanda ikonis yaitu untuk menggambarkan sesuatu yang

dimaksud dalam penyampaian pesan kepada khalayak. Tanda-tanda ikonis yang

digunakan dalam film mengisyaratkan pesan kepada penonton dan setiap isyarat

yang diterima akan berbeda namun apabila cerita yang diperankan memang sudah
membentuk satu pokok makna dalam hal ini makna cerita yang ditampilkan

(Sobur, 2020:128).

Film merupakan bidang kajian yang sangat relevan untuk analisis semiotika

karena film dibangun dengan berbagai tanda. Tanda-tanda itu termasuk berbagai

sistem tanda yang bekerja sama dengan baik untuk mencapai efek yang

diharapkan. Film biasanya mempunyai makna seperti yang dikemukakan Roland

Barthes, yaitu penanda (signifier) dan petanda (signified). Biasanya penonton

hanya mengetahui makna dari film secara menyeluruh, tetapi ketika film tersebut

dianalisis, banyak sekali makna denotasi, konotasi, dan mitos (Wirianto, 2016:27)

Secara etimologis, “semiotika” berasal dari bahasa Yunani yaitu “semeion”

yang berarti “tanda” atau “sign” dalam Bahasa Inggris ini adalah ilmu yang

mempelajari sistem tanda yang menjadi segala bentuk komunikasi yang

mempunyai makna antara lain: kata (bahasa), ekspresi wajah, isyarat tubuh, film,

sign, serta karya sastra yang mencakup musik ataupun hasil kebudayaan dari

manusia itu sendiri. Tanpa adanya sistem tanda seorang tidak akan dapat

berkomunikasi dengan satu sama lain (Sobur, 2020:12).

Tanda itu didefinisikan sebagai sesuatu bentuk penanda (signifier) dengan

sebuah ide atau penanda (signified). Penanda (signifier) adalah aspek material dari

bahasa: apa yang dikatakan atau dengan apa yang ditulis atau dibaca. Petanda

(signified) adalah gambaran mental, pikiran atau konsep. Suatu penanda tidak

berarti apa-apa dan karena itu tidak merupakan tanda. Sebaliknya, suatu petanda

tidak mungkin disampaikan atau ditangkap lepas dari penanda; petanda atau yang
ditandakan itu termasuk tanda sendiri dan demikian merupakan suatu faktor

linguistik (Sobur, 2020: 46).

Tanda-tanda adalah perangkat yang kita pakai dalam upaya mencari jalan di

dunia, di tengah-tengah manusia, dan bersama-sama manusia. Semiotika, atau

dalam istilah Barthes, semiologi, pada dasarnya hendak mempelajari bagaimana

kemanusiaan (humanity) memaknai hal-hal (things). Memaknai (tosignify) dalam

hal ini tidak dapat dicampuradukkan dengan mengkomunikasikan (to

communicate). Memaknai berarti bahwa obyek-obyek informasi, dalam hal ini

obyek-obyek itu hendak berkomunikasi, tetapi juga mengkonstitusi sistem

terstruktur dari tanda (Barthes, 1988; 179 dalam Kurniawan, 20011). Tanda-tanda

(signs) adalah basis dari seluruh komunikasi. Suatu tanda menandakan sesuatu

selain dirinya sendiri,dan makna (meaning) ialah hubungan antara suatu obyek

atau idea dan suatu tanda. (Kurniawan dalam Mudjiono 2020).

2.2.5 Pesan Moral

Secara Etimologi Moral berasal dari bahasa Latin “mos” (jamak:mores)

yang berarti kebiasaan, adat. Kata “mos” (mores) dalam bahasa Latin sama artinya

dengan etos dalam bahasa Yunani. Di dalam bahasa Indonesia, kata moral

diterjemahkan dengan “aturan kesusilaan” ataupun suatu istilah yang digunakan

untuk menentukan sebuah batas-batas dari sifat peran lain, kehendak, pendapat

atau batasan perbuatan yang secara layak dapat dikatakan benar, salah, baik

maupun buruk. Kata 'moral' sama dengan kata 'etika', karena kedua kata tersebut

sama-sama mempunyai arti kebiasaan, adat. Moral itu sendiri dapat diartikan
sebagai : nilai-nilai dan norma-norma yang menjadi pegangan bagi seseorang atau

kelompok dalam mengatur tingkahlakunya. Di samping itu, terdapat kata yang

berhubungan dengan moral yang merupakan kata berimbuhan yang berasal dari

kata 'moral', yaitu 'moralitas'. 'Moralitas' adalah sifat moral atau keseluruhan asas

dan nilai yang berkenaan dengan baik dan buruk. Jadi, Moralitas suatu perbuatan

artinya segi moral suatu perbuatan atau baik buruknya perbuatan tersebut.

Burhanuddin Salam mengatakan moral dapat diartikan ajaran kesusilaan.

Moralitas berarti hal mengenai kesusilaan. Moral juga berarti ajaran tentang baik

buruk perbuatan dan kelakuan. Dari asal katanya bisa ditarik kesimpulan bahwa

moral mempunyai pengertian yang sama dengan kesusilaan, yang memuat ajaran

tentang baik buruknya perbuatan. Jadi, perbuatan itu dinilai sebagai perbuatan

yang baik atau perbuatan yang buruk. Dengan kata lain, moral adalah suatu

kebaikan yang disesuaikan dengan ukuran-ukuran tindakan yang diterima oleh

umum, meliputi kesatuan sosial atau lingkungan tertentu. Kata moral selalu

mengacu pada baik dan buruknya perbuatan manusia sebagai manusia. (Dalam

Nurudin: 2013)

Dewey (dalam Budiningsih, 2015: 24) menyatakan bahwa moral sebagai

hal-hal yang berhubungan dengan nilai-nilai susila. Sedangkan Baron, dan lainnya

(Budiningsih, 2015: 24) menyatakan bahwa moral adalah hal-hal yang

berhubungan dengan larangan dan tindakan yang membicarakan salah atau benar.

Bermoral berarti memiliki kemampuan dalam mempertimbangkan baik dan buruk

yang diakui. Akan tetapi, baik buruk itu dalam hal-hal tertentu masih bersifat

relatif. Ukuran yang diberikan


Sementara, K. Bartens mengatakan jika sekarang kita memandang arti kata

“moral”, perlu kita simpulkan bahwa artinya (sekurang-kurangnya arti yang

relavan untuk kita) sama dengan “etika” yaitu nilai-nilai dan norma-norma yang

menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah

lakunya.(Bartens, 2013: 7)

Di dalam sebuah pesan moral terdapat sebuah nilai yang menentukan

kualitas dari manusia tersebut. Nilai dan norma itu menjadi acuan untuk manusia

bersikap, agar tidak semena-mena.

Budaya dalam setiap kehidupan masyarakat itu ada, karena budaya

merupakan proses manusia bisa mengenal nilai dan norma yang terdapat di

lingkungannya dan budaya yang memproduksi tumbuhnya suatu moral dalam

kehidupan.

Kategori berdasarkan pesan moral terbagi menjadi tiga macam, (Burhan

Nurgyantoro, 2013: 323) yaitu:

1. Kategori hubungan manusia dengan Tuhan.

2. Kategori hubungan manusia dengan diri sendiri.

3. Kategori hubungan manusia dengan manusia lain dalam lingkungan sosial

termasuk dengan alam.

Pesan moral dalam film merupakan sebuah gagasan mengenai ajaran

tentang baik buruknya perbuatan dan kelakuan atau nilai luhur yang ingin

disampaikan oleh pembuat film kepada penontonnya melalui adegan-adegan yang

terdapat dalam film tersebut.


2.2.6 Budaya

Budaya adalah totalitas pola kehidupan manusia yang lahir dari pemikiran

dan pembiasaan yang mencirikan suatu masyarakat atau penduduk yang

ditransmisikan bersama. Budaya merupakan hasil cipta, karya dan karsa manusia

yang lahir atau terwujud setelah diterima oleh masyarakat atau komunitas tertentu

serta dilaksanakan dalam kehidupan sehari hari dengan penuh kesadaran tanpa

pemaksaan dan ditransmisikan pada generasi selanjutnya secara bersama

(Faturarohman, 2015:48).

Banyak pakar yang mendefinisikan budaya, di antaranya ialah menurut

Andreas Eppink menyatakan bahwa budaya mengandung keseluruhan pengertian,

nilai, norma, ilmu pengetahuan, serta keseluruhan struktur-struktur sosial

(Herminanto, 2011:24).

2.2.7 Religi

Setelah menguraikan pengertian budaya, kini penulis akan mengulas tentang

pengertian religius. Religius adalah sikap dan perilaku yang patuh dalam

melaksanakan ajaran agama yang dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah

agama lain dan hidup rukun dengan pemeluk agama lain. Setiap orang pasti

memiliki kepercayaan baik dalam bentuk agama ataupun non agama. Mengikuti

pendapat Nurcholis Madjid, agama itu bukan hanya kepercayaan kepada yang

ghaib dan melaksanakan ritual- ritual tertentu. Agama adalah keseluruhan tingkah

laku manusia yang terpuji, yang dilakukan (Ngainum Naim, 2012:123).


2.2.8 Etika

Etika adalah ilmu pengetahuan tentang asas-asas akhlak. Etika dibedakan

dalam tiga pengertian pokok yaitu ilmu tentang apa yang baik dan kewajiban

moral, kumpulan asa atau nilai yang berkenaan dengan akhlak, dan nilai mengenai

benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat. Etika dapat diartikan

sebagai nilai-nilai atau norma yang menjadi pegangan bagi seseorang atau

kelompok dalam mengatur tingkah lakunya. Secara umum etika sendiri dapat

diartikan sebagai peraturan, tindakan, norma, dan moral yang ada dilingkungan

masyarakat. Peraturan ini nantinya bisa dijadikan sebagai acuan dari perbuatan

dan perilaku manusia, apakah berperilaku baik ataukah berperilaku buruk. Oleh

karena itu etika adalah peraturan, tindakan, norma manusia untuk menentukan

perilaku baik atau buruk dalam masyarakat.

a. Ciri-ciri etika

1. Berlaku tanpa disaksikan

2. Absolut atau mutlak

3. Cara pandang batiniah

4. Terkait perbuatan dan perilaku manusia

b. Jenis-jenis etika

1. Etika filosofis yaitu etika yang bersumber dari aktivitas berpikir yang

dilakukan manusia.

2. Etika teologis ini sangat erat kaitannya dengan agama dan ajaran agama

yang ada didunia


2.2.9 Hubungan Antar Sesama Manusia Dalam Lingkungan Sosial

Hubungan juga dapat disebut dengan relasi yang artinya perhubungan.

menurut Joseph mengdefinisikan hubungan antar manusia adalah sebuah sosiologi

konkret khususnya dalam hal interaksi yang menyebabkan penyesuaian diri secara

timbal balik antar manusia yang satu dengan yang lain. Manusia merupakan

makhluk hidup yang selalu berinteraksi dengan sesama. Manusia Sebagai

makhluk sosial tidak dapat hidup sendiri, tapi sangat membutuhkan peran orang

lain. Jadi, hubungan antar sesama manusia dalam lingkungan sosial adalah

hubungan interaksi antara seseorang dengan orang lain yang saling membutuhkan

baik itu dalam situasi kerja atau bermasyarakat.

2.2.10 Hubungan Manusia Dengan Diri Sendiri

Hubungan interpersonal yaitu bagaimana seseorang mampu mengenal diri

sendiri, memahami keadaan dirinya sehingga mampu menentukan tujuan

hidupnya dengan tepat. Sebagai makhluk individu manusia memiliki akal, rasa

dan kehendak sehingga mempunyai tujuan hidup yang berbeda-beda. Di mana

tujuan hidup yang sama adalah untuk mencapai kebahagiaan hati bersama.

Sedangkan kebahagiaan hati bersama dapat tercapai apabila sudah mendapatkan

kebahagiaan pribadi. Interpretasi dari hubungan manusia dengan diri sendiri yaitu

bagaimana kita mampu mengenal lebih dalam diri sendiri, apa tujuan yang ingin

dicapai kebahagiaan seperti apa yang diinginkan.


b.3 Landasan Teori

2.3.1 Teori Semiotika

Pada penelitian ini penulis menggunakan teori semiotika dari Roland

Barthes karena teorinya lebih kritis daripada teori semiotika lainnya. Menurut

Barthes, semiologi hendak mempelajari bagaimana kemanusiaan (humanity)

memaknai hal- hal (things). Memaknai, dalam hal ini tidak dapat disamakan

dengan mengkomunikasikan. Memaknai berarti bahwa obyek- obyek tidak hanya

membawa informasi, dalam hal mana obyek- obyek itu hendak berkomunikasi,

tetapi juga mengkonsitusi struktur dari tanda. Barthes, dengan demikian melihat

signifikasi sebagai sebuah proses yang total dengan suatu susunan yang sudah

terstruktur. Signifikasi tidak terbatas pada bahasa, tetapi juga pada hal-hal lain di

luar bahasa. Barthes menganggap kehidupan sosial, apapun bentuknya merupakan

suatu sistem tanda tersendiri (Kurniawan, 2001: 53).

Teori semiotika Barthes hampir secara harfiah diturunkan dari teori bahasa

menurut de Saussure. Roland Barthes mengungkapkan bahwa bahasa merupakan

sebuah sistem tanda yang mencerminkan asumsi-asumsi dari masyarakat tertentu

da lam waktu tertentu (Sobur, 2020: 53). Selanjutnya,(Barthes 1957, dalam de

Saussure yang dikutip Sartini) menggunkan teori Signifiant-signifie yang

dikembangkan menjadi teori tentang metabahasa dan konotasi. Istilah significant

menjadi ekspresi (E) dan signifie menjadi isi (C). Namun, Barthes mengatakan

bahwa antara E dan C harus ada relasi (R) tertentu sehingga membentuk tanda

(sign, Sn). Konsep relasi ini membuat teori tentang tand a lebih dari satu dengan
isi yang sama. Pengembangan ini disebut sebagai gejala meta-bahasa dan

membentuk apa yang disebut kesinoniman (synonim) .

Pandangan Saussure, Barthes juga meyakini bahwa hubungan antara

penanda dan pertanda tidak terbentuk secara alamiah, melainkan bersifat arbiter.

Bila Saussure hanya menekankan pada penandaan dalam tataran denotatif, maka

Roland Barthes menyempurnakan semiologi Saussure dengan mengembangkan

sistem penandaan pada tingkat konotatif. Barthes juga melihat aspek lain dari

penandaan, yaitu “mitos” yang menandai suatu masyarakat.

Peta Tanda Roland Barthes

1. Signifier 2. Signified

(Penanda) (Pertanda)

3. Denotative Sign (Tanda Denotatif)

4. Connotative Signifier 5. Connotative Signified


(Penanda Konotatif) (Pertanda konotatif)

6. Connotative Sign (tanda konotasi) (system second)

Sumber : (Dalam, Sobur 2020:69).

Uraian peta Ronald Barthes diatas, terlihat bahwa tanda denotatif (3) terdiri

atas penanda (1) dan petanda (2). Penanda merupakan tanda yang kita persepsi

(objekfisik) yang dapat ditunjukkan dengan foto yang sedang diteliti. Pada saat

yang bersamaan, makna denotatif yang didapatkan dari penanda dan petanda

adalah juga penanda konotatif (4) yaitu makna tersirat yang memunculkan nilai-
nilai daripenanda (1) dan petanda (2). Sementara itu petanda konotatif (5) menurut

Barthes adalah mitos atau operasi ideologi yang berada di balik sebuah penanda

(1). Konsep ini menjelaskan bahwa konotatif tidak hanya sekedar mempunyai

makna tambahan tetapi juga mengandung kedua bagian dimana denotasi akan

melandasi keberadaannya dan makna konotasi inilah yang menyempurnakan

konsep Saussure yang hanya memiliki konsep pada makna denotasi. Konotasi

merupakan makna yang subjektif dan bekerja dalam tingkat subjektif sehingga

kehadirannya tidak disadari. Pembaca mudah sekali membaca makna konotatif

sebagai fakta denotatif. Karena itu, salah satu tujuan analisis semiotika adalah

untuk menyediakan metode analisis dan kerangka berpikir dan mengatasi

terjadinya salah baca (misreading) atau salah dalam mengartikan makna suatu

tanda (Wibowo, 2013: 22)

Dalam kerangka Barthes, konotasi identik dengan operasi ideologi, yang

disebut sebagai “mitos” dan berfungsi untuk mengungkapkan dan memberikan

nilai-nilai dominan yang berlaku dalam suatu periode tertentu. Di dalam mitos

juga terdapat pola tiga dimensi penanda, pertanda dan tanda. Namun sebagai

suatu sistem yang unik mitos dibangun oleh suatu rantai pemaknaan yang telah

ada sebelumnya atau dengan kata lain, mitos adalah suatu sistem pemaknaan

tataran kedua. Di dalam mitos pula, sebuah pertanda dapat memiliki beberapa

penanda (Budiman, 2014:28).

Dalam pandangan Barthes dengan konsep mitos dalam arti umum. Barthes

mengemukakan mitos adalah Bahasa, maka mitos adalah sebuah sistem

komunikasi dan mitos adalah sebuah pesan. Dalam uraiannya, ia mengemukakan


bahwa mitos dalam pengertian khusus ini merupakan perkembangan dari

konotasi. Konotasi yang sudah terbentuk lama dimasyarakat itulah mitos. Barthes

juga mengatakan bahwa mitos merupakan sistem semiologis, yakni sistem tanda-

tanda yang dimakna manusia (Hoed, 2008:59). Mitos barthes dengan sendirinya

berbeda dengan mitos yang kita anggap tahayul, tidak masuk akal, ahistoris dan

lain-lainnya, tetapi mitos menurut Barthes sebagai type of speech (gaya bicara)

seseorang (NawirohVera,2014:26).

Anda mungkin juga menyukai