Anda di halaman 1dari 6

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Film pada awalnya dipahami sebagai karya seni dan sebagai bentuk kreativitas

manusia. Namun seiring perkembangannya, film tidak lagi dipahami sebagai

karya seni (film as art), tetapi juga sebagai praktik sosial. Konsumsi film sebagai

salah satu bentuk media di masyarakat semakin meningkat. Dimana film

mempengaruhi pandangan masyarakat terhadap fenomena sosial. Fenomena sosial

yang ditampilkan dalam film mengangkat isu-isu yang dekat dengan masyarakat,

seperti budaya hingga gender.

Saat ini film yang banyak diproduksi ialah film yang mengusung tema

perempuan. Dimana film mengenai tentang perempuan sering disebut sebagai

feminisme. Pandangan feminisme dalam film kian berkembang hingga

menjangkau film untuk berbagai usia, tidak terkecuali anak-anak dan remaja.

Banyak film didistribusikan secara luas di masyarakat merepresentasikan

perempuan dalam posisi yang lemah dan menjadi objek kekerasan seksual,

pelecehan seksual, dan tidak memiliki pribadi yang mandiri.

Status dan peran sosial tidak lepas dari pengaruh identitas gender yaitu, laki-

laki dan perempuan akan menerima perbedaan peran dan status sosial dalam

masyarakat. Salah satunya adalah masalah penampilan yang lebih diutamakan

karena hanya dapat meningkatkan keuntungan dan membentuk pandangan


masyarakat terhadap sosok perempuan. Karena itu, masyarakat atau publik

mungkin berpikir secara stereotip tentang perempuan.

Gambaran tentang kedudukan kaum perempuan dalam kehidupan sosial selalu

menjadi topik yang menarik. Bagi sebagian orang, perempuan adalah sosok yang

istimewa dan bernilai, yang harus dihargai dan dilindungi. Tetapi di sisi lain ada

juga orang yang menekan dan membatasi ruang gerak perempuan sehingga

menyebabkan peran, kedudukan, dan martabat perempuan menurun. Perempuan

selalu ditempatkan di dalam posisi minoritas dalam struktur sosial yang

berkembang di masyarakat. Terutama dalam masyarakat yang bersifat patriarki

atau memuliakan kaum laki-laki dalam semua aspek kehidupan. Pada peradaban

klasik, perempuan selalu ditindas dan hak-hak kemanusiaan mereka telah

dihilangkan

Contoh film yang bisa kita tonton adalah Little Women. Film ini bercerita

tentang empat saudara perempuan dengan mimpi yang berbeda. Melalui Joe,

Gerwig menyampaikan pesan feminis dan juga adanya dominasi laki-laki dalam

film Little Women. Gerwig ingin membingkai karya klasik Alcott tentang proses

ketidaksetaraan gender dalam pernikahan dan keluarga sudah ada saat itu dan

mungkin berlanjut hingga saat ini.

Little Women adalah adaptasi dari sebuah novel semi-otobiografi karya

Louisa May Alcott, yang diterbitkan dalam dua jilid pada tahun 1868 dan 1869.

Novel ini telah diadaptasi di berbagai teater, televisi, musikal, opera, drama radio

dan tentunya media film. Pada saat penelitian ini ditulis, Little Women telah
memiliki tujuh adaptasi film. Adaptasi yang paling sukses adalah karya Greta

Gerwig yang dirilis pada tahun 2019.

Adanya pemisahan terhadap perempuan telah menjadi masalah dan telah lama

menjadi topik pembicaraan. Menjadi masalah lain dan siapa pun yang berhadapan

dengan perempuan pada masa sekarang dianggap akibat dominasi budaya

patriarki yang menguasai semua lini hidup ini dan mencoba untuk melawannya.

Wacana perempuan yakni telah muncul selama tiga dekade terakhir dan dapat

diartikan sebagai gerakan untuk membela hak perempuan dan pertahanan terhadap

dominasi laki-laki dalam sistem patriarki, dimana peran perempuan terpinggirkan.

Namun, perempuan berjuang untuk mendapatkan hak mereka. Sejak awal feminis

memahami bahwa citra perempuan dalam film, iklan, Majalah, literatur atau

gambar, menjadi sasaran kritik mereka. Banyak orang berpikir bahwa perempuan

feminis adalah perempuan yang mencoba melawan sifatnya sendiri. Perempuan

hanya menginginkan pria dan wanita, suami dan istri memiliki posisi yang sama

di dalam keluarga, tidak ada yang lebih baik, dan bersama saling memuji.

Sehingga tidak ada lagi ketimpangan hak dalam hal pekerjaan rumah tangga.

Perempuan tidak menuntut untuk mempunyai karier tinggi yang membebaskannya

dari tanggung jawab dalam pengasuhan anak. Perempuan hanya menginginkan

satu kesempatan untuk menyadari dan mengembangkan diri. Perempuan

menginginkan kesempatan ini juga untuk mendapatkan pendidikan, memilih

pekerjaan yang suka (termasuk pekerjaan yang masih dianggap sebelah mata

seperti supir bus, petinju dan lainnya).

Di Indonesia sendiri masih memiliki banyak orang yang percaya bahwa

menikahi laki-laki kaya untuk perempuan akan membantu perekonomian


keluarga, sehingga perempuan tidak perlu mencapai pendidikan yang tinggi dan

tidak harus bekerja. Fenomena tersebut menarik untuk dijadikan penelitian karena

pesan dalam film ini membuat seorang perempuan bisa melawan adanya patriarki.

Dalam film, perempuan berjuang untuk mendapatkan hak yang berbeda. Melalui

karakter Joe, kita bisa melihat ketangguhannya dirinya bahwa ia berusaha tanpa

menikah dengan laki-laki kaya.

Film ini sangat menarik untuk dikaji karena dalam film ini menceritakan

tentang seorang perempuan yang berani mengubah tradisi yang ada. Sebuah

tradisi yang menuntut perempuan untuk rela memberikan seluruh hidupnya untuk

suaminya dan memaksa perempuan untuk mengubur mimpinya dalam-dalam

demi melayani laki-laki, padahal perempuan juga memiliki hak untuk

mewujudkan impiannya. Alasan pemilihan judul tersebut karena penulis tertarik

dengan isu gender yang muncul di masyarakat dan tidak dapat dipisahkan dari

kehidupan sehari-hari

1.2 Identifikasi Masalah

Adapun akar dari diskriminasi perempuan telah menjadi isu dan

perdebatan selama ini. Berbagai permasalahan yang datang kepada perempuan,

saat ini diyakini sebagai dominasi budaya patriarki. Sebagai upaya dalam

melawan lahir suatu wacana perempuan. Meskipun begitu, sebenernya perjuangan

perempuan untuk meraih hak-hak mereka yang selama ini terampas memiliki

sejarah yang lebih panjang dari hal itu. sejak awal para feminis telah menyadari

bahwa image perempuan dalam film, iklan, majalah, lukisan atau gambar,

merupakan target kritik mereka.


Di film little women merupakan contoh nyata perjuangan dalam

feminisme. Pada saat itu perempuan masih tabu untuk menyuarakan pendapat,

memotong rambut, apalagi memutuskan untuk tidak menikah. Saat itu, perempuan

hanya dianggap ‘sukses’ jika telah menjadi seorang istri dan ibu. Seolah-olah

perempuan tidak mempunyai ambisi lain selain menikah dan berkeluarga. Little

Women benar-benar menekankan isu ketimpangan antara laki-laki dan

perempuan. Little women juga mengangkat isu kesetaraan gender, dimana Jo

merepresentasikan dirinya sebagai individu yang merdeka. Bebas memilih apa

yang dicita-citakan, bebas memilih jalan yang ditempuh. Jo yang memutuskan

untuk tidak menikah, bukan berarti tidak laku, jual mahal ataupun sombong.

Keputusan yang diambil Jo disini adalah contoh bahwa perempuan dapat memilih

apa yang terbaik untuk dirinya.

Dari kesimpulan diatas, maka terbentuklah pertanyaan seperti berikut:

1. Bagaimana Tokoh Jo melawan sistem partriarki pada film Little Women?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah:

1. Untuk melihat adanya perlawanan dalam budaya patriarki

2. Untuk melihat adanya diksriminasi terhadap perempuan

3. Untuk menjabarkan representasi terhadap tokoh Jo March

1.4 Manfaat Penelitian

2. Sebagai sumber referensi dalam ranah kajian budaya khususnya

mahasiswa Sastra Inggris yang juga akan membahas tentang ketimpangan

gender, representasi, dan feminisme dalam film.


3. Dapat digunakan sebagai data penelitian tambahan untuk ranah kajian

budaya yang berfokus hanya pada film.

1.5 Kerangka Pemikiran

Dalam penelitian ini saya akan melihat representasi tokoh Jo sebagai salah

satu tokoh yang memperjuangankan kesetaraan gender yang mana seorang

perempuan tidak memiliki batasan dalam berkehendak ataupun bertindak

menggunakan Teori Representasi Stuart Hall.

Selanjutnya saya akan menganalisis adanya simbol feminisme dengan

menggunakan teori feminisme Rosemarie Putman Thong.

Anda mungkin juga menyukai