Anda di halaman 1dari 5

ANALISIS KESETARAAN GENDER PADA FILM “MULAN”

PENDAHULUAN
Seiring dengan kemajuan zaman, semakin banyak isu yang berkembang di sekitar kita.
Salah satu isu yang masih diperbincangkan adalah tentang kesetaraan gender. Isu ini saat ini
menjadi pembahasan yang penting. Hal ini diperbincangkan di banyak aspek sosial, mulai dari
tatanan masyarakat hingga dunia kerja. Perlakuan dan pemberian tanggung jawab masih
ditemukan adanya kesan membeda-bedakan laki-laki dan perempuan. Ada perbedaan sifat,
sikap dan perilaku antara perempuan dan laki-laki yang biasa dikenal dengan feminitas dan
maskulinitas.
Isu gender diartikan sebagai permasalahan yang melibatkan ketidakadilan yang
berdampak negatif terhadap perempuan dan laki-laki, khususnya perempuan. Contohnya
adalah subordinasi (subordinasi), anggapan bahwa perempuan itu lemah, tidak mampu
memimpin, cengeng. Hal ini mengakibatkan perempuan menjadi nomor dua setelah laki-laki.
Perlakuan diskriminatif dan ketimpangan dapat menimbulkan kerugian dan menurunkan
kesejahteraan hidup bagi pihak-pihak yang terpinggirkan dan tersubordinasi. Mengatasi
masalah gender ini membutuhkan kesadaran akan pentingnya kesetaraan gender.
Kesetaraan gender adalah pandangan bahwa semua orang harus menerima perlakuan yang
sama dan tidak didiskriminasi berdasarkan identitas gender alami mereka. Terwujudnya
kesetaraan gender ditandai dengan tidak adanya diskriminasi antara perempuan dan laki-laki,
sehingga mereka memiliki akses, kesempatan untuk berpartisipasi, mengontrol pembangunan
dan memperoleh manfaat yang sama dan adil dari pembangunan. Penyajian makna pentingnya
kesetaraan gender saat ini dilakukan melalui media massa, yaitu film. Film merupakan karya
seni audio visual yang banyak digunakan sebagai media hiburan bagi masyarakat atau
penontonnya. Film selalu mempengaruhi dan membentuk masyarakat berdasarkan isi pesan di
baliknya. Kekuatan dan kemampuan film untuk menjangkau banyak segmen sosial, membuat
film memiliki potensi untuk mempengaruhi penontonnya.
Saat ini film Hollywood semakin diminati oleh berbagai kalangan, mulai dari anak-anak
hingga orang dewasa. Salah satu perusahaan yang memproduksi berbagai film Hollywood
terkenal adalah Walt Disney Pictures. Film-film yang disutradarai oleh Walt Disney Pictures
yang didominasi oleh film-film animasi dengan target penonton anak-anak, selalu
menampilkan berbagai nilai penting dalam kehidupan dengan tujuan agar anak-anak yang
menontonnya dapat mempelajari sesuatu yang penting dan kemudian mengamalkannya dalam
kehidupan sehari-hari.
Salah satu film besutan Walt Disney Pictures yang banyak menonjolkan nilai-nilai penting
di dalamnya adalah film live action berjudul "Mulan". Film “Mulan” bukan sekadar film anak-
anak sederhana, namun dalam film ini terdapat cerita yang lebih besar dan mendalam tentang
kesetaraan gender. Film Mulan menyuguhkan bagaimana seorang wanita juga bisa menjadi
prajurit perang sekaligus pahlawan yang biasanya digambarkan dan identik dengan karakter
pria.

PEMBAHASAN
Film Mulan adalah film drama aksi perang yang disutradarai oleh Niki Caro dengan
naskah atau skenario oleh Elizabeth Martin, Lauren Hynek, Rick Jaffa dan Amanda Silver.
Film Mulan diproduksi oleh Walt Disney Pictures dan merupakan remake dari film animasi
tahun 1998 oleh Disney. Film animasi ini sendiri diangkat dari legenda Tiongkok, Hua Mulan.
Film “Mulan” dibintangi oleh Liu Yifei sebagai karakter utama, Mulan, dan bintang-bintang
lain dalam peran pendukung.
Masalah atau fenomena dalam film ini menarik karena di era modern ini, dari segi
teknologi dan pemikiran saat ini, masih banyak isu gender di Indonesia. Isu gender diartikan
sebagai permasalahan yang berkaitan dengan ketidakadilan yang berdampak negatif terhadap
perempuan dan laki-laki, khususnya dalam penelitian ini terhadap perempuan.
Ketidaksetaraan gender adalah sistem dan struktur di mana baik laki-laki maupun
perempuan menjadi korban dari sistem tersebut. Ketidakadilan gender merupakan stereotype
atau pelabelan, misalnya perempuan sering digambarkan emosional, lemah, cengeng, irasional,
dan sebagainya sehingga perempuan ditempatkan pada posisi domestik.
Film Mulan mengandung makna implisit kesetaraan gender bahwa perempuan tidak lemah
dan juga dapat menjalankan peran yang biasanya diperankan atau dijalankan oleh laki-laki
dengan baik. Ada empat indikator kesetaraan gender menurut Badan Perencanaan
Pembangunan Nasional (BAPPENAS), yaitu pertama, akses atau kesempatan dalam
memperoleh dan menggunakan sumber daya tertentu, kedua, partisipasi atau partisipasi atau
partisipasi seseorang atau kelompok dalam kegiatan dan atau dalam pengambilan keputusan. ,
ketiga, kendali atau wewenang untuk mengambil keputusan, dan keempat, manfaat atau
kegunaan yang dapat dinikmati secara optimal.
Kesetaraan gender dalam film ini dapat dilihat melalui tanda atau simbol melalui adegan
atau dialog yang terdapat di dalamnya. Sebagai pendekatan teoritis terdapat dua teori dimana
teori yang pertama adalah teori interaksi simbolik oleh George Herbert Mead yaitu
penggunaan simbol-simbol tertentu dalam proses interaksi antara satu orang dengan orang lain.
Dalam film Mulan terdapat simbol yang digunakan untuk merepresentasikan kesetaraan
gender, oleh karena itu digunakan teori interaksi simbolik untuk mengkaji simbol atau tanda
yang mewakili kesetaraan gender.
Dengan menelaah film Mulan melalui teori konstruksi sosial, kita dapat mengetahui atau
mendapatkan pandangan dan pemahaman bahwa pandangan tentang perempuan dan
kesetaraan gender yang masih terabaikan perlu diperhatikan dengan baik agar tercipta
lingkungan masyarakat yang dapat memberikan keadilan bagi masyarakat. semua orang,
terutama kaum wanita dan dapat melihat bahwa perusahaan produksi Disney berusaha
menyampaikan pesan tentang pentingnya kesetaraan gender melalui film Mulan.
Proses pengkajian karya ini menekankan pada tanda dan simbol yang merepresentasikan
kesetaraan gender dalam film “Mulan” dan dianalisis menggunakan perspektif semiotika
Roland Barthes, yang didasarkan pada makna denotatif, makna konotatif, dan mitos dari setiap
adegan yang dianalisis. Juga diambil adegan-adegan yang merepresentasikan kesetaraan
gender dalam film “Mulan” dengan menggunakan indikator kesetaraan gender.
Banyak fenomena diskriminasi dan perlakuan ketidaksetaraan gender terhadap perempuan
di masyarakat disampaikan dalam film “Mulan”, dimana terdapat adegan dimana Mulan
dipaksa ikut perjodohan dengan tujuan agar Mulan bisa menjadi ibu rumah tangga,
sebagaimana seharusnya perempuan bermain. peran mereka. itu tanpa kecuali. Beberapa dialog
dalam film "Mulan" juga menegaskan bahwa seorang perempuan harus memahami
'tempatnya'. Namun, Mulan yang pantang menyerah tetap melakukan apa yang menurutnya
benar di dalam hatinya. Mulan menunjukkan keuletan sekaligus semangat yang besar sehingga
ia dapat diakui sebagai bagian dari tentara kekaisaran China untuk mempertahankan negaranya
dan melindungi Kaisar dari serangan musuh yaitu tentara Khan, apapun yang terjadi.
Pada aspek akses kesetaraan gender digambarkan melalui kecemasan Hua Zhou bahwa
Mulan juga harus dapat menggunakan kekuatan dalam dirinya, pada aspek partisipasi
kesetaraan gender digambarkan melalui adegan Mulan melawan Bori Khan dan
menyelamatkan Raja dengan identitasnya sebagai perempuan, dalam aspek pengendalian
kesetaraan gender digambarkan melalui adegan Panglima Tung. pemberian wewenang Mulan
untuk memimpin prajurit dalam misi menyelamatkan Raja, dari segi manfaat kesetaraan
gender digambarkan melalui adegan dimana Raja menghargai perjuangan Mulan untuk
menyelamatkan Raja dan seluruh rakyat kerajaan.
Mitos dalam film “Mulan” adalah mitos tentang kekuatan 'Chi' yang telah menggeser
mitos bahwa wanita juga dapat menggunakan kekuatan 'Chi', mitos tentang leluhur dan
phoenix yang telah diperkuat oleh mitos karena keluarga Hua digambarkan percaya akan
keberadaan leluhur, dan mitos tentang kedudukan leluhur. perempuan digambarkan dengan
unsur 'Yin' yang merupakan unsur pasif kehidupan, dimana mitos ini mengalami penguatan
dari mitos di awal film ketika Mulan dilarang menggunakan kekuatan batinnya dan disuruh
menikah, namun ini mitos mengalami pergeseran mitos di akhir film ketika Komandan Tung
memberi Mulan wewenang untuk memimpin para prajurit dalam misi penyelamatan dan
adegan di mana Raja menghargai perjuangan Mulan yang telah berhasil menyelamatkan
kerajaan.
KESIMPULAN
Kesimpulan yang dapat diambil adalah dalam film Mulan terdapat adegan-adegan yang
mengandung simbol dan tanda tentang kesetaraan gender baik melalui adegan maupun adegan.
Dialog tersebut dianalisis menggunakan perspektif semiotika Roland Barthes, yang
menekankan pada sistem makna tanda atau simbol yang digunakan dalam sebuah film melalui
dua tahap, yaitu makna denotasi dan konotasi dimana pada tahap kedua yaitu konotasi, tanda
bekerja melalui mitos (mitos). Kesetaraan gender dalam film Mulan direpresentasikan dalam
empat aspek, pertama adalah akses, yaitu kesempatan atau kesempatan untuk memperoleh atau
menggunakan sumber daya tertentu, kedua adalah partisipasi, yaitu partisipasi atau partisipasi
seseorang atau kelompok dalam kegiatan dan atau pengambilan keputusan. ketiga adalah
kontrol, yaitu kontrol, otoritas. atau kekuasaan untuk mengambil keputusan, dan yang keempat
adalah manfaat, yaitu penggunaan atau keputusan yang diambil memberikan manfaat yang adil
dan setara atau tidak.
Kesetaraan gender yang direpresentasikan dalam aspek akses adalah tentang kepedulian
Hua Zhou terhadap kekuatan Chi di Mulan. Hua Zhou merasa bahwa Mulan seharusnya bisa
menggunakan kekuatannya tanpa takut diasingkan. Dalam aspek partisipasi adalah tentang
Mulan yang melawan Bori Khan untuk menyelamatkan Raja. Dalam aspek kontrol adalah
Mulan yang diberi wewenang oleh Komandan Tung untuk memimpin tentara Kekaisaran
dalam misi menyelamatkan Raja. Dalam aspek kemaslahatan, tentang Raja yang menghargai
perjuangan Mulan yang telah berhasil menyelamatkan kerajaan.
Dalam representasi di atas, terjadi konsolidasi dan pergeseran mitos dalam film “Mulan”,
terkait dengan konstruksi realitas yang diciptakan oleh media, dalam hal ini perusahaan
produksi yaitu Disney. Mitosnya adalah tentang kekuatan Chi yang mengalami pergeseran
mitos dimana dalam film Mulan dijelaskan bahwa kekuatan ini hanya bisa digunakan oleh
laki-laki meskipun faktanya kekuatan ini diyakini dimiliki oleh laki-laki dan perempuan. Mitos
leluhur dan burung phoenix mengalami penguatan mitos dalam film “Mulan” karena
dijelaskan bahwa keluarga Hua memiliki kepercayaan terhadap kekuatan dan perlindungan
leluhur yang digambarkan dalam bentuk burung phoenix. Hal ini sesuai dengan realitas
masyarakat Tionghoa yang sampai saat ini masih menjunjung tinggi budaya pemujaan
terhadap leluhur. Mitos terakhir tentang kedudukan perempuan dalam budaya Tionghoa
digambarkan sebagai unsur “Yin” atau unsur pasif kehidupan yang diperkuat dengan mitos
dimana pada awal film Mulan digambarkan tidak boleh menggunakan kekuatannya karena
hanya pria yang bisa menggunakan kekuatan itu. Mulan juga harus menikah seperti wanita lain
untuk membawa kehormatan bagi keluarga. Namun, di akhir film, mitos ini mengalami
pergeseran mitos karena Raja sangat mengapresiasi perjuangan Mulan yang berhasil
menyelamatkan kerajaan, tanpa memandang jenis kelamin Mulan sebagai perempuan.

Anda mungkin juga menyukai