Anda di halaman 1dari 5

Alfian Ulia Amri (18107020062)

Fakultas Ilmu Sosial dan Humaniora


UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Teori Feminisme

Feminisme bukan menjadi kata yang asing ditelinga kita. Teori Feminisme adalah
salah satu cabang dalam perkembangan teori-teori sosial. Dalam kalangan masyarakat umum,
mungkin feminisme adalah hal-hal yang selalu berkaitan tentang perempuan. Padahal jika
ditelaah lebih jauh, feminisme tidak hanya tentang perempuan. Baik feminisme maupun
perempuan selalu menjadi hal yang menarik untuk dibahas. Oleh sebab itulah, muncul
banyak akademisi yang mengkaji tentang teori feminisme. Tentu menjadi hal baik karena
bisa meluruskan pemahaman masyarakat terhadap konsep feminisme.

Feminisme berangkat dari persepsi ketimpangan tentang posisi perempuan di


masyarakat. Sudah menjadi common sense dalam social order bahwa perempan adalah kaum
marjinal. Artinya, perempuan selalu dianggap tidak lebih kuat dibanding laki-laki, sehingga
muncul anggapan bahwa perempuan sebaiknya di rumah saja, tidak pantas untuk melakukan
pekerjaan yang umumnya dilakukan oleh kaum laki-laki. Bisa disebut juga perempuan sering
berada dalam keadaan ditindas dan dieksploitasi. Hal inilah yang selanjutnya dikenal dengan
patriarki. Patriarki sendiri, secara singkat memiliki pengertian di mana sistem sosial dalam
masyarakat itu dikuasai oleh kaum laki-laki. Laki-laki menjadi pemegang kekuasaan utama
dan mendominasi. Sistem sosial patriarki ini membuat laki-laki seolah mempunyai hak
istimewa untuk berkuasa. Maka tidak heran jika banyak terjadi kekerasan, eksploitasi,
diskriminasi hingga penindasan terhadap kaum perempuan atas dasar hak istimewa yang
dimiliki laki-laki dalam sistem patriarki. Patriarki sendiri sudah menjadi budaya dalam
masyarakat luas. Akses perempuan menjadi sempit untuk berpartisipasi dan mengambil peran
dalam masyarakat.

“Menurut Alfian Rokhmansyah (2013) di bukunya yang berjudul Pengantar


Gender dan Femnisme, patriarki berasal dari kata patriarkat, berarti struktur yang
menempatkan peran laki-laki sebagai penguasa tunggal, sentral, dan segala-galanya.
Sistem patriarki yang mendominasi kebudayaan masyarakat menyebabkan adanya
kesenjangan dan ketidakadilan gender yang mempengaruhi hingga ke berbagai aspek
kegiatan manusia. Laki-laki memiliki peran sebagai kontrol utama di dalam
masyarakat, sedangkan perempuan hanya memiliki sedikit pengaruh atau bisa
dikatakan tidak memiliki hak pada wilayah-wilayah umum dalam masyarakat,
sedangkan perempuan hanya memiliki sedikit pengaruh atau bisa dikatakan tidak
memiliki hak pada wilayah-wilayah umum dalam masyarakat, baik secara ekonomi,
sosial, politik dan psikologi, bahkan termasuk di dalamnya institusi pernikahan. Hal
ini menyebabkan perempuan diletakkan pada posisi subordinat atau inferior.
Pembatasan-pembatasan peran perempuan oleh budaya patriarki membuat
perempuan menjadi terbelenggu dan mendapatkan perlakuan diskriminasi.
Ketidaksetaraan antara peran laki-laki dan perempuan menjadi salah satu hambatan
struktural yang menyebabkan individu dalam masyarakat tidak memiliki akses yang
sama. Selain itu, produk dari kebijakan pemerintah yang selama ini tidak sensistif
terhadap kebutuhan perempuan telah membuat perempuan seringkali menjadi korban
dari kebijakan tersebut. Lemahnya perlindungan hukum terhadap kaum perempuan,
secara tidak langsung juga telah menempatkan posisi perempuan menjadi
termarjinalkan. Aspek historis dan budaya menempatkan perempuan sebagai pihak
yang ditundukkan melalui hubungan kekuasaan bersifat patriarkat, baik secara
personal maupun melalui pengaturan negara”.1

Budaya patriarki dalam masyarakat masih berlangsung hingga saat ini. Ketimpangan
gender masih sangat terasa di berbagai belahan dunia. Perlu adanya upaya untuk mengkaji
ketimpangan yang ada mengingat pentingnya kesadaran mengenai persamaan hak dan potensi
antara laki-laki dan perempuan dalam segala bidang. Karena adanya budaya patriarki pada
social order ini, feminisme hadir sebagai paham yang mengkritik atau melawan budaya
patriarki. Feminisme berusaha mendesak kemapanan patriarkal yang cenderung
mendiskreditkan perempuan sehingga bisa tercipta masyarakat yang harmoni dan merumuskan
identitas gender yang tidak terlalu bias antara superior dan inferior. Feminsme memfokuskan
diri pada pentingnya kesadaran persamaan hak antara laki-laki dan perempuan. Selain itu
feminisme juga menjadi salah satu cara agar terciptanya masyarakat yang equal sesuai cita-
cita bersama.

Perkembangan Gerakan Feminisme

Gerakan feminisme tidak muncul begitu saja, akan tetapi memiliki aspek historis yang
membuat gerakan ini terus dilakukan secara masif. Ketidakadilan, ketimpangan, akses, ruang,
peran-peran di antara gender sepertinya masih menjadi persoalan yang belum terselesaikan.
Kesadaran tentang setaranya hak dan potensi di ruang publik belum sepenuhnya diimani.
Berbagai diskriminasi yang menyudutkan karena perbedaan gender masih terjadi hingga saat
ini. Sedangkan sejarah gerakan feminisme sendiri dimulai pada abad ke 19 masehi, lebih

1 Sakina, Ade, Irma, Menyoroti Budaya Patriarki di Indonesia., Social Work Jurnal, Vol. 7, No.1, hal. 71.
tepatnya medio tahun 1870-an yang bertempat di Jerman dan Belanda. Medio tersebut menjadi
cikal bakal gerakan feminisme yang kemudian terus-menerus bergelombang. Setiap
gelombang gerakan feminisme memiliki tujuan sesuai isu sosial yang sedang terjadi.
Gelombang gerakan feminisme dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

1. Gelombang pertama : gerakan feminisme yang bertujuan agar perempuan juga


memiliki akses untuk memilih keputusannya sendiri secara mutlak dan bebas.
2. Gelombang kedua : gerakan feminisme yang menekankan partisipasi dalam
wilayah publik, seperti halnya dalam berkarir. Perempuan juga memiliki hak yang
sama di ruang publik untuk menentukan karir atas potensinya, tidak lagi dibatasi
karena anggapan bahwa perempuan tidak layak bekerja di ruang publik.
3. Gelombang ketiga : gerakan feminisme yang berbicara tentang human right, yakni
kebebasan individu untuk melakukan hal yang diyakini tanpa adanya diskriminasi
4. Gelombang keempat : gerakan feminisme yang berada di era digital muncul, salah
satunya adalah LGBT yang juga memanfaatkan adanya kemajuan teknologi
sebagai salah satu cara gerakan feminisme.

Sosiologi Melihat Feminisme

Praktik feminisme antara lain adalah perbedaan gender, ketimpangan gender,


penindasan gender dan penindasan struktur. Sosiologi dalam melihat feminisme yang ada
dapat dibaca melalui teori makro dan mikro.

1. Teori Makro
- Fungsionalisme Struktural
Dalam teori fungsionalisme struktural, perspektif yang digunakan adalah
melihat bagian struktur sosialnya. Paham dalam teori ini adalah struktur atau
social order yang ada bisa memengaruhi aktor sosial. Sementara kaitannya
dalam konteks feminisme, dengan teori fungsionalisme struktural kita bisa
melihat perempuan dari bagian struktur sosialnya.
- Konflik
Melalui teori konflik, kita bisa melihat feminisme dengan mengkritik
penciptaan social order yang ada dalam masyarakat. Apakah memang terjadi
masalah dalam tatanan sosial yang ada dalam masyarakat perlu dikaji lebih
dalam lagi untuk mengetahui kenapa gerakan feminisme ada. Teori konflik
ingin agar pembacaan feminisme melalui sistem sosial.
2. Teori Makro
- Interaksionisme Simbolik
Dengan teori interaksionisme simbolik, feminisme dapat dilihat ke dalam
subjek yang lebih kecil dan spesifik. Dengan kata lain interaksionisme
simbolik membongkar permasalahan peran perempuan lebih mendalam. Apa
saja permasalahan yang dialami perempuan dan kenapa itu bisa terjadi.
- Etnometodologi
Teori etnometodologi sendiri sangat dekat dengan teori interaksionisme
simbolik. Melalui teori etnometodologi bisa dibongkar lebih dalam prosesnya
mengapa feminisme bisa terjadi, misalnya dengan cara melihat perilaku
keseharian perempuan.
Perlu digaris bawahi, bahwa teori interaksionisme simbolik dan
etnometodologi melahirkan feminisme cultural.
- Marxisme
Teori sosial lain yang bisa digunakan untuk membaca feminisme adalah
Marxisme, buah teori dari Karl Marx. Teori ini melihat dari anti-kapitalisme.
Seperti yang kita ketahui kritik dari Karl Marx adalah kapitalis yang menindas
kaum buruh yang termarjinalkan. Marxisme inilah yang mengilhami gerakan
feminisme radikal dan juga materialisme historis.
Daftar Pustaka

Ritzer, George. 2004. Teori Sosiologi Modern. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Hidayati, Nuril. 2018. Teori Feminisme : Sejarah, Perkembangan dan Relevansinya


dengan Kajian Keislaman Kontemporer. Jurnal Harkat. Vol. 14, No. 1.
Sakina, Ade, Irma. Menyoroti Budaya Patriarki di Indonesia. Social Work Jurnal. Vol.
7, No. 1.
Muashomah. 2010. Analisis Labelling Perempuan dengan Teori Feminisme
Psikoanalisis : Studi Kasus Majalah Remaja Olga!. Jurnal Komunitas. Vol. 2, No.
2.
Admin. THISISGENDER.COM. di https://thisisgender.com/isu-gender-sejarah-dan-
perkembangannya/ (diakses 20 November 2019).
Karim, Abdul. 2014. Feminisme : Sebuah Model Penelitian Kualitatif. Jurnal Sawwa.
Vol. 10, No. 1.
http://digilib.unila.ac.id/14185/19/II.pdf (diakses 20 November 2019)
Arif Rahadian. Medium. di https://medium.com/@ariefism/mengenal-feminisme-
bagian-i-198d7c88f6f1(diakses 20 November 2019)

Anda mungkin juga menyukai