Anda di halaman 1dari 7

BAB II

KAJIAN TEORI
A. Feminisme dan Gender
Feminism merupakan kata yang sudah tidak lagi asing bagi seluruh manusia. Gender
merupakan bagian dari feminisme yang akan selalu terhubung. Jika mendengar kata feminisme
maka perempuanlah objeknya, dikarenakan feminisme merupakan gerakan yang memandang
perempuan dalam masyarakat. Menurut KBBI feminisme merupakan gerakan kaum
perempuan yang menuntut hak atas kesetaraan gender antara laki-laki dan perempuan.
Feminisme menuntut kesetaraan dalam politik, ekonomi, sosial (Chairunissa et al., 2022) dan
kegiatan yang didalamnya terdapat laki-laki dan perempuan.
Gender secara global digunakan untuk mengklasifikasi perbedaan antara perempuan
dan laki-laki secara anatomi biologi (Junaidi & Hadi, 2010). Menurut Rosalind Delmar,
feminisme adalah paham yang mengamati isu-isu mengenai perempuan dan gerakan yang
mengedepankan kepentingan-kepentingan perempuan, atau active desire to change women’s
position in society (Abdullah, 1997). Menurut faqih gender merupakan behavioral differences
atau perbedaan perilaku yang bukan diciptakan oleh tuhan, yang artinya perbedaan ini ada
berdasarkan apa perilaku manusia melalui proses dan kultural yang lama sehingga perbedaan
tersebut menjadi suatu kebiasaan (Umniyyah, 2021). Kata feminisme pertamakali dicetuskan
oleh Charles Fourier pada tahun 1837, Charles Fourier merupakan seorang aktivis sosialis
utopis (Suhada, 2021).
Gerakan feminisme pertama dimulai sekitar tahun 1550 sampai 1700 di inggris.
Munculnya pemikiran ini dikarenkan perempuan dianggap sebagai makhluk yang tidak
rasional, memiliki emosi yang tidak terkendali dan lemah (Suwastini, 2013). Setelah itu
feminisme dimulai lagi dengan tulisan yang dibuat oleh Mary Wollstonecraft “The Vindication
of the Rights of Woman” (1792), era ini disebut dengan feminisme gelombang pertama. Mary
Wollstonecraft menyerukan hak anak perempuan untuk dapat belajar dan bersekolah di sekolah
pemerintah sesuai bagaimana anak laki-laki saat itu. Kesetaraan ini di perlukan agar perempuan
dapat mengambangkan sisi rasional dan intelektualitasnya, sehingga perempuan dapat hidup
secara mandiri dan berdikari terutama secara finansial (Suwastini, 2013). Maksudnya
perempuan setelah lulus sekolah dapat mencari pekerjaan untuk menghidupi dirinya sendiri
tanpa bergantung terhadap laki-laki yang akhirnya akan mengulang patriarki. Pada gelombang
ini, Gerakan feminisme mengutamakan tujuannya dalam bidang politik, terutama dalam hak
pilih dan emansipasi wanita (Bendar, 2019). Menurut Abrams, awal feminisme ketika lahirnya
era pencerahan di eropa dan Lady Mary Wortley Montagu dan Marquis de Condorcet
merupakan pelopor utamanya. Perkumpulan perempuan pertama kali diadakan di Belanda
tahun 1785 di sebuah kota Bernama Middelburg dan pada abad ke 19, feminisme menyebar ke
Eropa yang membuat perempuan Eropa tertarik dan ikut memperjuangkan hak-nya, gerakan
perjuangan ini disebut Universal Sisterhood atau persaudaraan perempuan yang bersifat
mendunia (Kholil, 2022). Gerakan ini berpindah ke amerika dan berkembang pesat sejak John
Stuart Mill melakukan publikasi mengenai The Subjection of Women (1869) (Suhada, 2021).
Landasan teoritis yang dipakai dalam gelombang feminisme pertama yaitu feminisme liberal,
feminisme radikal dan feminisme Marxis/Sosialis (Pranowo, 2013).
Feminisme gelombang kedua dimulai pada 1960-an. Awalnya dimulai ketika adanya
ketidakadilan yang didapatkan perempuan dalam hukum. Seorang feminist amerika Friedan
mengkritik teori Freud yang menyatakan bahwa perempuan adalah makhluk tidak sempurna,
dikarenakan hanya memiliki organ yang dimiliki laki-laki (Fajri & Kirana, 2020). Pada
gelombang ini muncul gambaran atau refleksi tentang perempuan-perempuan dunia dan
berkembangnya teori-teori mengenai feminisme yang Menyusun kesetaraan perempuan dalam
dunia sosial (Pranowo, 2013). Tokoh yang terkenal dalam gelombang ini adalah Simone de
Beauvoir, yang merupakan pengarang buku The Second Sex. Buku tersebut menggambarkan
feminisme gelombang kedua bertemakan “Women’s Liberation”. Simone de Beauvoir
menegaskan bahwa laki-laki dan perempuan berbeda, tetapi seluruh pandangan dunia selalu
melalui sudut pandang laki-laki sehingga terciptanya pandangan perempuan dari perspektif
laki-laki, dari sudut pandang inilah adanya “peran gender” yang merupakan pandangan bahwa
perempuan hanya memiliki hak untuk hamil, melahirkan, menjadi seorang ibu dan istri (Ilaa,
2021).
Feminisme geombang tiga ada karena pengaruh postfeminisme. Pada era
postfeminisme ini muncul pertanyaan mengapa, apa, bagaimana ketidaksetaraan ini terjadi dan
memepertanyakan bagaimana dan seperti apa menjadi perempuan itu. Pada gelombang ini
perempuan-perempuan mulai ngkritik adanya standar kecantikan yang ditentaukan, seperti
menurut Naomi Wolf dalam bukunya yang berjudul The Beauty Myth (1990), ia mengkritik
bagaimana standar kecantikan perempuan Amerika diharuskan yang berkulit putih, cantik,
tinggi, pirang dan langisng. Sehingga stereotip ini menjadi standar kencantikan laki-laki.
Dalam gelombang ketiga ini, pembahasan lebih universal, dimana feminis hirau dengan adanya
LGBT karena gelombang ini lebih inklusif bagi kelompok-kelompok minoritas dan marginal.
Gender diperkenalkan oleh ilmuwan sosial yang mengenalkan bahwa laki-laki dan
perempuan merupakan bawaan dan merupakan bentukan sosial yang diajarkan sedari kecil
(Kartini & Maulana, 2019) istilah yang sesuai untuk gender adalah "maskulin" dan "feminin.
Gender memiliki peranan penting dalam kehidupan dikarenkaan gender yang menentukan akan
seperti apa seseorang. Gender dapat menentukan jaringan seseorang terhadap pekerjaan,
pendidikan, hubungan sosial, dan lain sebagainya. Ada beberapa konsep gender yang di usung
oleh hubbies (Rokhmansyah, 2016), yaitu:
1. Gender difference, yaitu perbedaan seseorang menurut jenis kelamin,
2. Gender gap, yaitu perbedaan perilaku yang diterima oleh perempuan dan laki-laki
dalam politik atau ketimpangan gender,
3. Genderization, yaitu perbedaan konsep melalui pandangan sesuai dengan jenis
kelamin,
4. Gender identity, perilaku dan sikap seseorang sesuai dengan jenis kelaminnya,
5. Gender role, yaitu peran laki-laki dan perempuan yang dapat diterapkan dalam
masyarakat.
B. Patriarki
Patriarki awalnya merupakan gambaran ayah dalam sebuah negara, tetapi sekarang
digambarkan sebagai dominasi laki-laki atas perempuan yang disebabkan oleh hal-hal tertentu.
Kaum patriarki sangat menentang feminisme dan feminist (Smith, 1996). Ideologi patriarki
mengobjekseksualkan kaum perempuan dan hal ini nampak pada adanya kekerasan seksual,
pelecehan seksual, pemerkosaan, dan lainnya (Nuruzzaman, 2005).
Menurut Millet, kaum patriarki menganggung-agungkan berbedanya laki-laki dan
perempuan dalam hal biologis dan selalu menjunjung tingginya keberadaan laki-laki
dibandingkan perempuan. Mereka selalu memastikan bahwa perempuan berada dibawah laki-
laki, karena perempuan hanya memiliki peran sedikit seperti peran feminism atau peran yang
tersubordinasi (Bahy & Tjahjono, 2022).
Jika seseorang menganggap pemerintahan patriarkal sebagai institusi di mana separuh
populasi perempuan dikendalikan oleh separuh populasi laki-laki, prinsip patriarki tampak
menjadi dua kali lipatnya, yaitu laki-laki akan mendominasi perempuan, laki-laki yang lebih
tua akan mendominasi perempuan yang lebih muda. Jika patriarki sebagai sebuah institusi,
konstanta sosial yang mengakar begitu dalam dijalankan melalui semua bentuk politik, sosial,
atau ekonomi lainnya, baik dari kasta atau kelas, feodalitas atau birokrasi. Dalam demokrasi
misalnya, perempuan sering kali tidak memegang jabatan atau memegang tetapi dalam jumlah
yang sangat kecil sehingga berada di bawah perwakilan (Crow, 2000).
C. Feminisme Radikal Kate Millet
Feminisme radikal berkembang dari tahun 1960 sampai tahun 1970 yang mengusung
ideologi “perjungan separatism perempuan (Retnani, 2017). Pada tahun-tahun itu Gerakan
feminisme radikal berkembang sangat pesat. Feminisme radikal percaya bahwa kesenjangan
sosial antara perempuan dan laki-laki dikarenakan perbedaan biologis antara keduanya
(Rokhmansyah, 2016). feminisme radikal berasumsi bahwasannya penindasan pada
perempuan terjadi bukan karena perbedaan fasilitas ataupun tidak adanya regulasi yang
memberikan kesempatan kepada perempuan tetapi adanya dominasi laki-laki menurut
kelompok feminisme radikal lahir dikarenakan faktor-faktor seperti adat, tradisi dan budaya,
tubuh dan fisiologis perempuan, yang menyebabkan terjadi adanya penindasan terhadap kaum
perempuan (Nasrullah, 2021) . Oleh karena itu Gerakan ini dibuat untuk menentang adanya
penindasan laki-laki terhadap perempuan, dimana tidak adanya lagi permasalahan
ketidakadilan yang dirasakan perempuan dalam berbagai aspek kebudayaan yang dikuasai oleh
laki-laki (Murniati, 2004).
Feminisme radikal menekankan patriarki sebagai penyebab penindasan perempuan dan
kekerasan laki-laki sebagai manifestasi paling brutal dari supremasi laki-laki (Mackay, 2015).
kekuasaan laki-laki atas perempuan dapat dilihat di semua bidang kehidupan perempuan .
Feminisme radikal bekerja untuk pemberantasan dominasi dan elitisme dalam semua hubungan
manusia dan memberantas pembagian kerja seksual yang menjadi dasar masyarakat, barulah
pria dan wanita memiliki harapan untuk hidup bersama sebagai manusia (Crow, 2000) Bagi
feminis radikal, kelas, jenis kelamin, ras, usia, dan seksualitas saling terkait. Untuk
menyuarakan pendapatnya Kelompok feminis radikal menggunakan stensil, risalah rapat,
pamflet, surat kabar, jurnal, dan artikel surat kabar dan majalah. Beberapa Feminis radikal
lainnya percaya bahwa hanya dengan melihat interkoneksi di antara semua perjuangan politik
perempuan, perubahan sosial dapat muncul (Crow, 2000).
Salah satu pengusung feminisme radikal adalah Kate Millet. Kate millet seorang
feminis radikal-libertarian (1970) menyerukan gerakan feminist-nya sekitar tahun 1963 hingga
1975 melalui buku buatannya yang berjudul Sexual Politics yang ditulis pada tahun 1970.
Didalamnya Kate Millet menganalisa tentang bagaimana sex atau gender dalam sistem
patriarkat, dan menurutnya sistem ini membuat laki-laki menjadi superior atau penguasa akan
politik maupun sosial bahkan dalam permasalahan seks (Amin, 2013). Kate Millet beranggapan
bahwa seks adalah politik, apalagi hubungan perempuan dan laki-laki merupakan paradigma
dalam kekuasaan (Bahy & Tjahjono, 2022). Kate Millet juga bersuara mengenai perempuan
harus menyuarakan kesetaraannya dan memberikan pernyataan bahwa perempuan memiliki
bakat dan kemampuan yang sama dengan laki-laki (Fajri & Kirana, 2020). Terdapat 8 hal yang
diangkat Kate Millet dalam teorinya, seperti (1) Biologis, (2) Ideologis, (3) Sosiologis, (4)
Psikologis, (5) Kelas, (6) Ekonomi dan Pendidikan, (7) Paksaan, dan (8) Antropologis (mitos
dan kepercayaan) (Bahy & Tjahjono, 2022; Crow, 2000).
1. Ideologis. Politik gender mensosialisasikan sistem patriarki dengan membentuk
perangai, peran dan status laki-laki dan perempuan. Ideologi adalah salah satu
institusi yang melahirkan doktrin tentang perbedaan kodrat laki-laki dan
perempuan. Ideologi patriarki telah menetapkan bahwa laki-laki adalah kelompok
maskulin sedangkan perempuan adalah kelompok feminin. Ideologi ini diwariskan
dari generasi ke generasi dan karenanya berakar kuat pada ideologi politik
masyarakat. Efeknya adalah pembatasan kebebasan bagi perempuan, di sisi lain
menjadi sarana kebebasan bagi laki-laki.
2. Biologis. Pembentukan gender yang membuat adanya sifat kepribadian “maskulin
dan feminin”. Dalam terminologi kontemporer, pembagian dasar sifat
temperamental diatur sepanjang garis "agresi adalah laki-laki" dan "kepasifan
adalah perempuan" atau "feminin" sebagai aktif, dan perilaku "maskulin" sebagai
hiperaktif atau hiperagresif.
3. Sosiologis. Institusi utama patriarki adalah keluarga. Ini adalah cermin dan
hubungan dengan masyarakat yang lebih luas. Seperti “oaring tua laki-laki (ayah)
merupakan kepala keluarga”. Patriarki memberi ayah hampir seluruh kepemilikan
atas istri dan anak-anak, termasuk kekuasaan kekerasan fisik dan seringkali
bahkan pembunuhan dan penjualan. Oleh karena gambaran ini, laki-laki
merupakan penguasa dalam sosial atau politik dan perempuan merupakan pesuruh
didalamnya.
4. Kelas. Dalam masyarakat di mana status bergantung pada keadaan ekonomi,
sosial, pendidikan dan kelas, perempuan berada di bawah laki-laki dikarenkana
perempuan tidak memiliki kekuasaan. sistem kasta yang memasukkan kelas Salah
satu efek utamanya dalam patriarki adalah mempertentangkan satu perempuan
dengan perempuan lainnya, di masa lalu menciptakan antagonisme yang hidup
antara pelacur dan ibu rumah tangga, dan di masa kini antara perempuan karier dan
ibu rumah tangga. perempuan cenderung melampaui stratifikasi kelas yang biasa
dalam patriarki, karena apa pun kelas kelahiran dan pendidikannya, perempuan
memiliki asosiasi kelas permanen yang lebih sedikit daripada laki-laki
5. Ekonomi dan pendidikan. Salah satu cabang pemerintahan patriarki yang paling
efisien terletak pada ekonomi atas rakyat perempuan. Dalam patriarki tradisional,
perempuan sebagai pribadi tanpa kedudukan hukum, tidak diizinkan memiliki
kehidupan ekonomi yang sebenarnya karena mereka tidak dapat memiliki atau
memperoleh penghasilan atas hak mereka sendiri. Di negara-negara kapitalis
modern, perempuan juga berfungsi sebagai tenaga kerja cadangan, terdaftar di masa
perang dan ekspansi dan diberhentikan di masa damai dan resesi. Perempuan
mendapat upah yang lebih sedikit dibandingkan laki-laki meskipun perempuan
memiliki pendidikan yang lebih tinggi karena patriarki mendorong
ketidakseimbangan dalam temperamen manusia menurut garis jenis kelamin.
6. Paksaaan. Sistem hukum patriarki yang merampas kendali perempuan atas tubuh
mereka sendiri mendorong mereka melakukan sesuatu yang illegal. Kekuatan
patriarki ini bertumpu pada bentuk kekerasan seperti KDRT. Terutama kekerasan
yang bersifat seksual dan diwujudkan paling lengkap dalam tindakan perkosaan.
Angkat yang tercatat atas kasus pemerkosaan hanya sedikit dibandingkan
kenyataannya, dikarenakan “rasa malu” perempuan akan hal tersebut dan
intimidasi masyarakat yang akhirnya akan menyalahkan perempuan akibatnya
menghalangi perempuan dari gagasan penuntutan perdata dalam keadaan publik
di pengadilan.
7. Mitos dan agama (Antropologis). Bukti dari antropologi, agama, dan mitos sastra
semuanya membuktikan karakter keyakinan patriarkal tentang perempuan yang
pada dasarnya memiliki derajat lebih rendah. Politik seksual juga diabadikan oleh
kelompok gender maskulin melalui mitos dan keyakinan agama. Millet menyatakan
bahwa dalam pandangan antropologi, semuanya diatur oleh politik patriarki dengan
asumsi bahwa perempuan lebih rendah kelasnya. Seperti dalam mitos “Menstruasi”
yang dinilai sebagai kutukan, hal ini yang membuat kaum patriarkal semakin
percaya hal tersebut.
8. Psikologis. wanita harus menerima karakteristik personal yang inferior, mereka
harus merendahkan diri, menjadikan diri mereka bawahan, merayu pria, menerima
standar ganda seksual, dan lainnya. Kecenderungan reifikasi ini membuat
perempuan lebih sering menjadi objek seksual. Perempuan terus-menerus
berkewajiban untuk mencari kelangsungan hidup atau kemajuan melalui
persetujuan laki-laki sebagai pemegang kekuasaan. Meskipun beberpaa hal
diubah, efek kumulatif dari agama dan adat masih sangat kuat dan memiliki
konsekuensi psikologis yang sangat besar.
D. Politik Seksual
Feminisme radikal merupakan feminisme gelombang dua. Di dalam feminisme radikal
terdapat slogan yang berbunyi “the personal is political” yang artinya politik dapat menjangkau
segala hal mengenai perempuan sampai ke ranah privat dengan cara terselubung atau terbuka.
Ini dilakukan untuk mencapai tujuan bahwa laki-laki dapat berkuasa diatas perempuan
(Kuswidarti, 2016). Kate Millet (1970) menuliskan “...sex is a status category with political
implications” yang artinya seks adalah kategori status dengan implikasi politik.
Kate Millet berpendapat bahwa seks ialah politk, dikarenakan paradigma anatara laki-
laki dan perempuan didalam kekuasaan. Dalam bukunya Kate Millet (1970) menyatakan
bahwa politik tidak hanya selalu merujuk pada kata rapat, pemimpin atau rapat melanikan
pengaturan kekuatan dalam hubungan seperti seorang yang mengatur orang lain dalam sebuah
kelompok (Fajri & Kirana, 2020). Kata "politik" di sini ketika berbicara tentang jenis kelamin
terutama karena kata seperti itu sangat berguna dalam menguraikan sifat sebenarnya dari status
secara historis dan saat ini (Crow, 2000).
Dalam politik seksual mengizinkan superioritas laki-laki dengan memandang bahwa
laki-laki merupakan kaum superior sedangkan perempuan merupakan kaum inferior (Fajri &
Kirana, 2020). Politik seksual memperoleh persetujuan melalui "sosialisasi" dari kedua jenis
kelamin ke politik patriarki sehubungan dengan temperamen, peran, dan status seperti
superioritas laki-laki menjamin status superior pada laki-laki dan inferior pada perempuan
(Crow, 2000)

Anda mungkin juga menyukai