Latar Belakang
Sumbangan terpenting postrukturalisme terhadap kebudayaan adalah
pergeseran paradigma dari pusat ke pinggiran. Studi kultural kemudian diarahkan
pada kompetensi masyarakat tertentu, masyarakat yang terlupakan, masyarakat
yang terpinggirkan, masyarakat marjinal. Teori sastra feminis, yaitu teori yang
berhubungan dengan gerakan perempuan, adalah salah satu aliran yang banyak
memberikan sumbangan dalam perkembangan studi kultural. Sastra feminis
berakar dari pemahaman mengenai inferioritas perempuan. Konsep kunci feminis
adalah kesetaraan antara martabat perempuan dan laki-laki. Teori feminis muncul
seiring dengan bangkitnya kesadaran bahwa sebagai manusia, perempuan juga
selayaknya memiliki hak-hak yang sama dengan laki laki.
Salah satu agenda kemanusiaan yang mendesak untuk segera digarap
adalah menjadikan kesetaraan laki-laki dan perempuan dalam sistem masyarakat.
Feminisme memperjuangkan dua hal yang selama ini tidak dimiliki oleh kaum
perempuan pada umumnya, yaitu persamaan derajat mereka dengan laki-laki dan
otonomi untuk menentukan apa yang baik bagi dirinya dalam banyak hal.
Kedudukan perempuan dalam masyarakat lebih rendah dari laki-laki, bahkan
mereka dianggap sebagai “the second sex”, warga kelas dua. Hal ini menunjukan
adanya semacam diskriminasi gender yang membandingkan antara laki-laki dan
perempuan. Istilah yang digunakan untuk mewadahi permasalahan ini adalah
Feminisme.
Feminisme Menurut Goefe (dalam Sugihastuti dan Suharto, 2002: 18)
adalah teori tentang permasalahan hak antara laki-laki dan perempuan disegala
bidang. Suatu kegiatan terorganisasi yang memperjuangkan hak-hak serta
kepentingan perempuan. hal ini sesebabkan karena perempuan selalu mengalami
ketimpangan gender selama ini. Feminisme berupaya menggalai identitas wanita
yang tertutupi hegemoni patriarkat. Identitas diperlukan sebagai dasar
memperjuangkan kesamaan hak dan membongkar akar dari segala ketertindasan
perempuan. Tujuan feminis adalah mengakhiri dominasi laki-laki dengan cara
menghancurkan struktur budaya, segala hukum dan aturan-aturan yang
menempatkan perempuan sebagai korban yang tidak tampak dan tidak berharga.
Hal ini diterima perempuan sebagai marginilisasi, subordinasi, stereotip, dan
kekerasan.
John Stuart Mill dan Harriet Taylor menyatakan bahwa untuk
memaksimalkan kegunaan yang total (kebahagiaan / kenikmatan) adalah dengan
membiarkan setiap individu mengejar apa yang mereka inginkan, selama mereka
tidak saling membatasi atau menghalangi di dalam proses pencapaian tersebut.
Mill dan Taylor yakin bahwa jika masyarakat ingin mencapai kesetaraan seksual
atau keadilan gender, maka masyarakat harus memberi perempuan hak politik dan
kesempatan, serta pendidikan yang sama dengan yang dinikmati oleh laki-laki
(Tong, 1998 : 23).
Teori feminisme menfokuskan diri pada pentingnya kesadaran
mengenaipersamaan hak antara perempuan dan laki-laki dalam semua bidang.
Teori ini berkembang sebagai reaksi dari fakta yang terjadi di masyarakat, yaitu
adanya konflik kelas, konflik ras, dan, terutama, karena adanya konflik gender.
Feminisme mencoba untuk mendekonstruksi sistem yang menimbulkan kelompok
yang mendominasi dan didominasi, serta sistem hegemoni di mana kelompok
subordinat terpaksa harus menerima nilai-nilai yang ditetapkan oleh kelompok
yang berkuasa. Feminisme mencoba untuk menghilangkan pertentangan antara
kelompok yang lemah dengan kelompok yang dianggap lebih kuat. Lebih jauh
lagi, feminisme menolakketidakadilan sebagai akibat masyarakat patriarki,
menolak sejarah dan filsafat sebagai disiplin yang berpusat pada laki-laki (Ratna,
2004 : 186).
Rumusan Masalah
Berdasarkan Latar Belakang yang telah dipaparkan maka rumusan
masalah yang diangkat dalam makalah ini adalah:
1. Apakah Pengertian Teori Feminisme ?
2. Apa saja Aliran-Aliran Feminisme ?
3. Apa yang di Maksud dengan Kritik Feminisme dan Ragamnya?
3.2 Saran
Feminisme harus berani melihat permasalahan secara konseptual. Jika
perempuan banyak diteliti menggunakan teori yang tidak relevan bagi generasi
mendatang, maka feminisme tidak akan banyak membantu kemajuan perempuan.
Jika feminisme berpolitik dan bergulat dengan praksis tetapi masih mengadopsi
konseptual feminisme yang hegemonik maka feminisme akan mengalami jalan
buntu. Karena itu penulis menyarankan agar perjuangan feminisme tidak saja
direalisasikan di dalam politik praksis tetapi juga bergulat dengan konseptualisasi
teori feminisme sehingga dapat memperbaiki serta menambah kekurangan yang
terjadi dalam ranah praksis.
DAFTAR PUSTAKA
Ratna, Nyoman Kutha. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra. Yogyakarta
:Pustaka Pelajar, 2004.
Welleck, Rene dan Austin Warren. Teori Kesusastraan, terj. Melani Budianta.
Jakarta : Gramedia, 1990.