Anda di halaman 1dari 6

Hilman Syihabuddin

1906237

Pendidikan Sosiologi 5B

Sosiologi Keluarga dan Gender

Feminisme, merupakan paham, kajian dan gerakan social yang bertujuan


untuk mengubah status subordinat perepmuan dalam masyarakat yang
mengutamakan perspektif laki-laki. Masyarakat yang mengutamakan kepentingan
laki-laki di atas kepentingan merupakan definisi dari masyarakat yang patriarkis.
(Weedon, 1987 dalam Hodgson-Wright, 2006:3).

Memang kebanyakan orang memahami feminisme ini sebagai perjuangan


untuk mengakhiri penindasan terhadap perempuan, sejalan dengan Jenainati dan
Groves dan Ross. Mereka melihat feminism sebagai semua usaha yang bertujuan
untuk memperbaiki kondisi perempuan. {ADDIN CSL_CITATION
{"citationItems":[{"id":"ITEM-1","itemData":{"abstract":"Feminisme merupakan
aliran pemikiran yang berkembang hampir secara bersamaan diseantero dunia.
Berbarengan dengan munculnya aliran kritis, feminisme menjadi salah satu genre
pemikiran yang diasimilasikan dengan aliran pemikiran yang telah ada, misalnya
dengan liberalisme melahirkan Feminisme Liberal, Feminisme dengan aliran
pemikiran Marx, melahirkan Feminisme Marxis, Feminisme dengan aliran
pemikiran pasca kolonialisme (postkolonial) melahirhan aliran pemikiran
Feminime Postkolonial. Dengan demikian feminism sejatinya tidak berkembang
secara linear. Di Indonesia, Feminisme berkembang bersama dengan
perkembangan berbagai disiplin ilmu, misalnya ilmu sosal, sosiologi, politik, dll.
Dalam bidang hukum penganut positivisme hukum melihat kepastian hukum akan
tercapai bila hukum secara objektif mengidentifikasi, melegitimasi, dan mengubah
hak-hak sosial dalam masyarakat menjadi hak-hak hukum. Hukum akan
mewujudkan hal itu jika hukum mampu menerapkan metode terukur yang bebas
dari subjektivitas. Itulah mengapa salah satu doktrin utama positivisme hukum
adalah soal netralitas dan objektivitas hukum.","author":[{"dropping-
particle":"","family":"Siti Dana Panti Retnani","given":"","non-dropping-
particle":"","parse-names":false,"suffix":""}],"container-title":"Fakultas Hukum
Universitas Kristen Satya Wacana","id":"ITEM-1","issued":{"date-
parts":[["2012"]]},"page":"95-109","title":"Ffeminisme Dalam Perkembangan
Aliran Pemikiran Dan Hukum Indonesia","type":"article-
journal"},"uris":["http://www.mendeley.com/documents/?uuid=3a24152b-44c7-
4b47-93de-4f5e565e6518"]}],"mendeley":{"formattedCitation":"(Siti Dana Panti
Retnani, 2012)","plainTextFormattedCitation":"(Siti Dana Panti Retnani,
2012)","previouslyFormattedCitation":"(Siti Dana Panti Retnani,
2012)"},"properties":{"noteIndex":0},"schema":"https://github.com/citation-style-
language/schema/raw/master/csl-citation.json"}}Sehingga secara umum makna
feminisme ini dirumuskan sebagai keyakinan, gerakan dan usaha untuk
memperjuangkan kesetaraan posisi perempuan dan laki-laki dalam masyarakat
yang bersifat patriarkis. (Jenainatidan Groves, 2007:3)

Perlu menjadi catatan penting juga untuk kita bahwasannya feminism ini
bukanlah gerakan yang universal dengan konsep yang homogen yang mewakili
seluruh perempuan. Tong menekankan bahwa feminism merujuk kepada konsep
yang sangat luas dan majemuk, kata yang memayungi berbagai pendekatan,
pandangan, dan kerangka berpikir yang digunakan untuk menjelaskan penindasan
terhadap perempuan dan jalan keluar yang digunakan untuk meruntuhkan sebuah
penindasan. (Tong, 2009:1).

Melihat catatan perjalanan gerakan feminisme ini, feminisme dibagi ke


beberapa gelombang yang dikembangkan secara kronologis dalamupaya menarik
benang merah, dari mulai gelombang 1 sampai dengan gelombang 3. Adapun
dalam tulisan ini, penulis akan memfokuskan kepada gerakan feminisme di
gelombang ke-dua.

Feminisme gelombang kedua dimulai pada tahun 1960-an yang ditandai


dengan terbitnya The Femininde Mystique (Freidan, 1963), diikuti dengan
berdirinya NOW “National Organization for Woman pada tahun 1966 sekaligus
munculnya kelompok-kelompok conscious raising (CR) pada akhir tahun 1960-an
(Thompson, 2010).
Feminisme yang dinilai sebagai feminism paling kompak dalam paham
dan pergerakan ada pada gelombang 2 ini. Gerakan feminisme yang bertema besar
“women’s liberation” yang dianggap sebagaigerakan kolektif yang revolusionis.
Gelombang yang muncul sebagai reaksi ketidakpuasan perempuan atas berbagai
diskriminasi yang mereka alami meskipun emansipasi secara hokum dan politis
telah dicapai oleh feminism gelombang kedua lebih memusatkan diri pada isu-isu
yang mempengaruhi hidup perempuan secara langsung :

- Reproduksi,
- Pengasuhan anak,
- Kekerasan seksual,
- Seksualitas perempuan, dan
- Masalah domestisitas.

Apabila kebanyakan orang membicarakan tentang gerakan feminism


radikal dan identic dengan aliran kiri, aliran kedua ini lah yang sering disebut
emikian. Feminisme radikan yang berakar reaksi para feminis yang merasa tidak
terfasilitasi dalam feminism liberal NOW karena perbedaan ras, kelas, dan protes
terhadap kekejaman Amerika dalam perang Vietnam. {ADDIN CSL_CITATION
{"citationItems":[{"id":"ITEM-1","itemData":{"DOI":"10.23887/jish-
undiksha.v2i1.1408","ISSN":"2303-2898","abstract":"Tulisan ini mengulas
perkembangan feminisme barat dari abad ke delapan belas hingga abad ke dua
puluh satu saat feminisme memasuki era postfeminisme untuk mengungkapkan
perubahan feminisme dari waktu ke waktu merupakan perkembangan yang
menunjukkan kemampuan feminisme untuk menyesuaikan diri dengan tuntutan
situasi dan kondisi yang dialami perempuan. Dalam garis besar, feminisme dapat
dibagi menjadi empat tonggak perkembangan, yakni feminisme awal, feminisme
gelombang pertama, feminisme gelombang kedua, dan feminisme gelombang
ketiga dan/atau postfeminisme. Secara umum keempatnya memiliki tujuan yang
sama yakni untuk memperjuangkan subjektivitas perempuan Masing-masing
gelombang memiliki penekanan perjuangan yang berbeda dan setiap gelombang
berikutnya merupakan revisi dari gelombang sebelumnya. Dikotomi feminisme
gelombang ketiga dan/atau postfeminisme merupakan perkembangan yang paling
majemuk dan menimbulkan banyak kontroversi karena postfeminisme merupakan
persinggungan antara feminisme dan postmodernisme yang berkembang menjelang
pergantian milennium yang berpadu dengan kebutuhan internal dalam feminisme
sendiri. Kemajemukan dalam perkembangan feminisme terakhir ini harus
dipandang sebagai kekayaan dan kelebihan karena itu berarti feminisme semakin
terbuka terhadap perbedaan dan perubahan.","author":[{"dropping-
particle":"","family":"Suwastini","given":"Ni Komang Arie","non-dropping-
particle":"","parse-names":false,"suffix":""}],"container-title":"Jurnal Ilmu Sosial
dan Humaniora","id":"ITEM-1","issue":"1","issued":{"date-
parts":[["2013"]]},"page":"198-208","title":"Perkembangan Feminisme Barat Dari
Abad Kedelapan Belas Hingga Postfeminisme: Sebuah Tinjauan
Teoretis","type":"article-
journal","volume":"2"},"uris":["http://www.mendeley.com/documents/?uuid=938
94cdb-5e44-4399-8d97-
3e4ef00f733a"]}],"mendeley":{"formattedCitation":"(Suwastini,
2013)","plainTextFormattedCitation":"(Suwastini,
2013)","previouslyFormattedCitation":"(Suwastini,
2013)"},"properties":{"noteIndex":0},"schema":"https://github.com/citation-style-
language/schema/raw/master/csl-citation.json"}}

Konsep radikal yang identic dengan istilah Consciousneess raising dengan


paham the personal is political. Paham yang percaya bahwa kekuasaan patriarki
bekerja pada institusi-institusi personal seperti pernikahan, pengasuhan anak dan
kehidupan seksual (Genz dan Brabon, 2009: 48).

Menurut aliran kedua ini, para perempuan telah dipaksa oleh patriarki untuk
bersikap apolitis, mengalah dan lemah lembut. Mereka menentang kontes-kontes
kecantikan karena menganggap kontes kecantikan tersebut sebagai sarana untuk
mencekoki perempuan denggan standar kecantikan yang melemahkan posisi
perempuan.

Salah satu ciri utama feminism gelombang kedua adalah mereka


merumuskan teori yang mampu memayungi semua perjuangan feminis. Dalam
pandangan Thornham, buku The second Sex (1956) dari Simone de Beauoir
menjadi salah satu acuan utama feminism tahun 1970an. Simone de Beauvior
menentang determenisme bilogis dalam fisiologi, determinisme dorongan bawah
sadar dalam psikoanalisa Freud dan determinisme subordinasi ekonomi dalam toeri
Marx (Phoca dan Wright, 1999; Thornham, 2006).

Teori-teori di atas mendorong internalisasi konsep perempuan sebagai yang


liyan (the Other) dan perempuan menjadi wanita karena konstruksi-konstruksi
social yang patriarkis tersebut (de Beauvior, 1956). Perempuan harus merebut
kesempatan untuk mencapi kesetaraan dalam hal ekonomi dan social agar
perempuan menjadi subjek yang setara dengan laki-laki.

Oebdaoat de Beauvior ini dikembangkan oleh Betty Freiden, Kate Millet,


dan Shulamith Firestone di Amerika. Mereka percaya bahwa satu-satunya jalan
untuk menjadi perempuan yang setaradengan laki-laki, perempuan harus
meninggalkan jebakan rumah tangga dan semua ‘’Feminime Mystique’’ yang
mengikat perempuan dalam konstruksi yang mensubordinasinya (Freidan, 1963).

Conscious rising (pencerahan akan kondisi tertindasnya perempuan oleh


patriarki) merupakan alternative terbaik untuk menyadarkan perempuan dari
keterkungkuan mereka (O’Reilly dan Porter, 2005). Tetapi lebih radikal lagi
pendapat dari Kate Millet dan Firestone, mereka mengembangkan kajian sastra,
film, dan budaya untuk melawan penindasan terstruktur melalui control identitas,
sementara Firestone mengikuti ajaran Marxis dan mengajak perempuan menguasai
alat-alat reproduksi. (Tong, 2009).

Memang, sebagian peneliti setuju bahwa penindasan perempuan utamanya


dilakukan secara ideologis dalam psychology of feminityi diinternalisasikan oleh
perempuan melalui pencekokan ideology yang terstruktur, psikologi feminitas ini
kemudian diwujudkan dalam perilaku seksual yang privat dan pengabdian pada
keluarga.

Secara umu,. Memang toeri-teori feminis gelombang kedua ini dianggap


‘’setengah ramalan setengah utopia’’. Terlepas dari rasa solidaritas yang terbangun
antar feminis gelombang kedua, selalu ada perbedaan a ntara perempuan dari
berbagai kelas, ras, dan etnis. Karena itulah, pencarian terhadap feminism yang
mampu mewakili seluruh perempuan merupakan sebuah utopia karena memang
feminisme berakar dari berbagai isu yang berbeda dan karenanya memiliki sejarah
dan perkembangan yang majemuk. (Whelehan, 1995; Gubar, 2000; Tong, 2009;
Budgeon, 2011).

Drama perdebatan berkenaan dengan feminism gelombang kedua ini


berakhir pada tahun 1975 yang kemudian pada akhir tahun 1980-an, feminism
berkembang secara divergen kea rah feminism gelomang ketiga yang bersamaan
dengan lahirnya postfeminisme yan g kontroversial.

Referensi :

{ADDIN Mendeley Bibliography CSL_BIBLIOGRAPHY }

Anda mungkin juga menyukai