Abstrak
Islamofobia atau sikap antipati terhadap Islam yang berujung pada
diskriminasi kaum muslimin merupakan salah satu isu besar terutama
di dunia barat sejak tragedi WTC 911 terjadi. Sejak saat itu istilah
islamophobia marak digunakan dan membawa dampak negatif bagi
umat Islam seluruhnya, isu semacam ini dianggap oleh media sebagai
sesuatu wacana yang perlu diangkat. Penyampaian pesan mengenai isu
seperti ini bisa disampaikan melalui media film karena media tersebut
merupakan salah satu bentuk media massa paling populer yang bisa
menjangkau seluruh kalangan. Film Ayat Ayat Cinta merupakan suatu
film karya anak bangsa yang mengangkat persoalan islamofobia di
Eropa, khususnya di Skotlandia. Oleh karna itu, penulis tertarik untuk
mengkajinnya lebih lanjut. Penelitian ini menggunakan studi
deskriptif-kualitatif dengan pendekatan analisis semiotika
menggunakan teori signifier dan signified dari Ferdinand de Saussure.
Dengan mengetahui dan memahami situasi di Amerika terhadap Islam
atau kaum muslimin melalui tanda-tanda yang menunjukkan gejala
islamophobia baik yang bersifat tersurat maupun tersirat, diharapkan
kita dapat terhindar dari dampak negatifnya sehingga kita bisa
menerangkan kepada dunia bahwa Islam bukan agama yang yang
mengajarkann permusuhan tetapi sebuah agama yang membawa pesan
perdamaian.
Kata kunci: Islamofobia, film, semiotika, Ferdinand de Saussure
A. Pendahuluan
Dewasa ini, teknologi berkembang dengan begitu pesat.. Salah satu bentuk
kemajuan teknologi adalah hadirnya sarana hiburan berbasis teknologi yaitu film.
Definisi sederhana dari film dapat dilihat dari pernyataan Lorimer (1995:506) ia
menjelaskan film sebagai serangkaian gambar yang diproyeksikan ke layar untuk
menciptakan ilusi gerak yang memungkinkan orang untuk membawa diri mereka
ke dalam dunia imajiner. Selain itu, seiring perkembangan waktu, film bisa
dijadikan sebagai sarana sastra yang dapat merekam budaya yang dapat
menangani masalah sosial atau politik dan aspek masyarakat lainnya untuk
menggambarkan suatu issue yang sulit dikomunikasikan dengan cara lain.
Berdasarkan pengertian-pengertian tersebut, bisa sitarik kesimpulan bahwa film
adalah salah satu bagian dari varian karya sastra yang mengandung cerita, lakon,
sejarah, budaya, peristiwa, ilmu pengetahuan, dan lain-lain yang direkam dalam
bentuk video dan ditayangkan di bioskop, televisi, teater, atau siaran lainnya yang
dapat bertemakan berbagai issue (Ahmad et al., 2019).
Sebagaimana diungkapkan diatas bahwa film bisa menjadi sarana untuk kritik
masalah-masalah sosial, politik, maupun budaya ditambah banyaknya
permasalahan di dunia ini yang tak kunjung usai mengenai issue tersebut, maka
para penggiat film baik film nasional juga internasional saling berlomba untuk
mengungkapkan kritiknya menggunakan sarana film yang di garapnya.
Sebagai salah satu contoh, salah satu film Korea “parasite” bertemakan isu
kesenjangan sosial. Di dalam film Parasite, penceritaan tentang si kaya dan si
miskin berbeda dari banyak film lain dengan genre serupa. Inti dari cerita ini
bercerita tentang 2 keluarga, yaitu keluarga Park yang digambarkan kaya raya,
dan juga keluarga Kim yang hidup dalam kemiskinan dan tamemiliki pekerjaan,
mereka menantungkan hidupnya pada keluarga park untuk bisa mendapatkan
kerjaan sehingga dianggap parasitt. didalam industry film Bollywood, film “3
Idiots” tak lupa hadir sebagai kritik terhadap system pendidikan yang semrawut.
Di Indonesia sendiri film-film teng kritik sosial, budaya, politik hingga agama
banyak sekali ditemukan. Diantaranya; Negeri Tanpa Telinga (Kritik terhadap
pemerintah), Mirror Never Lies (Budaya), Dan Bumi Manusia (Kritik sosial)
mengenai isu agama, bisa kita temukan dalam film sang kyai (gambaran
pesantren), surga yang tak dirindukan (kritik hukum poligami) dan film-film
lainnya yang sampai sekarang masih bisa ditemukan di media manapun.
Jurnal ini, secara khusus mengkaji Issue tentang Islamophobia dalam film yang
diambil dari kisah yang disajikan pada novel karya rangga almaahendra dan
Hanum Raais yaitu Ayat Ayat Cinta 2 yang diangkat ke layarlebar. Produksi film
ini dilakukan oleh maxima pictures yag melakukan kegiatan shooting langsung dI
New York. Juga, isu yang diangkat dalam film ini menurut penuls sangat relevan
dengan keadaan dunia saat ini, yaitu tentang sikap anti-islam atau islamofobia di
amerika serikat. Istilah islamofobia ini berarti seuah kondisi dimana seseorang
memiliki rasa takut yang berlebihan yang berakibat pada tindakan diskriminasi
terhadap kaum muslimin baik indvidu maupun komunitas. Istilah ini memang
telah ada sejak sekitar tahun 1980-an, tetapi penggunaannya makin marak dan
populer sehabis pecahnya peristiwa serangan 11 September2001.
Film bukanlah sekedar cerita fiksi yang tak bermakna, lebih dari itu, dalam
sebuah film biasanya menyampaikan pesan, informasi, dan makna melalui
adegan-adegan yang ditampilkan. Semua hal dalam film menyiratkan suatu
petanda baik berupa gambar, dialog, gesture, warna, dan lain-lain. Hal tersebut
juga searas dengan kutipan ayatt Alqur’an yang mana tertulis dalam surah
AliImran ayat 190-191 yang menyebutkan bahwa semua ciptaan allah itu
memiliki makna, tetapi makna ini hanya akan bisa diketahuii oleh orang yang
selalu menggunakan akal atau pikirannya dan selalu memikirkan Allah (Asyraq,
2018).
Salah satu cara yang dapat menterjemahkan tanda tanda di dunia ini adalah
dengan menggunakan ilmu semiotika. Yang dimaksud dengan Semiotika yaitu
seluruh ilmu/studi tentang tanda dan bagaiman tanda tersebut bekerja.
Sebenarnya, suatu tanda menyiratkan sebuah makna yang bisa diketahui oleh
orang yang menganalisanya. Cara seorang individu menangkap suatu makna
bergantung pada bagaimana individu tersebut menghubungkanobjek (ide) dengan
tanda.
b. Islamophobia
Kata islamophobia merupakan suatu istilah baru yang sebenarnya sudah wah
ada sejak lama. Kalimat yang merujuk pada definisi islamophobia pertama
kali muncul dalam publikasi Edward said yang berjudul orientalism di akhir
tahun 70-an "sudah diketahui dengan umum bahwasanya duniabarat telah
sejak dahulu mengaitkan Islam dengan Citra buruk, sentimen jelek juga
stereotip negatif". Namun untuk istilah islamophobia sendiri muncul pertama
kali dalam sebuah diskusi kontemporer yang dipublikasikan pada tahun 1997
dalam sebuah buku 'islamophobia is a challenge for us all' kiranya sejak saat
itu istilah islamofobia ramai digunakan dan penggunaannya meningkat pesat
sejak tragedi 9/11 oleh media masyarakat sipil pemerintahan dan semua
kalangan di dunia terutama Inggris Perancis dan Amerika serikat (Khan,
2017).
Untuk mengetahui lebih lanjut tentang pengertian dari islamophobia ada
baiknya kita melihat definisi Runnymede (1997:2). Ia menyatakan bahwa
istilah islamofobia mengacu pada tiga fenomena:
Segala sikap yang mengacu pada tuduhan yang tidak berdasaar
terhadap umat muslim
Akibat dari sikap permusuuhan semacam itu, menyebabkan
diskriminasi yang tidak sepatutnya terhadap individu muslim juga
komunitas muslim lainnya.
Pengecualian terhadap umat Islam oleh pemerintah dari urusan politik
dan sosial (Bleich, 2011).
Saussure merupakan seorang ahli linguis dan sudah mengembangkan basic atau
landasan teory linguistic umum. Ia dikenal sebagai pendiri linguis modern.
Munculnya teori tanda dalam bidang linguistik dimulai ketika ia merasa bahwa
teori tanda-tanda linguistik harus ditempatkan pada dasar teori yang lebih umum.
Berpijak dari hal tersebut, ia kemudian mengajukan istilah 'semiologi'. Hal ini
diketahui setelah ditemukannya catatan kuliah mahasiswanya yang kemudian
catatan ini dibukukan dengan judul “'Course in General Linguistics'” yang sampai
saat ini terus di pelajari. Ini adalah kuipan dari buku tersebut:
Dialog Visual
Dialog Visual
Penanda Petanda
Fahri menawarkan bantuan Kata-kata kasar yang diucapkan oleh keira
kepada keira yang merupakan beserta tuduhan tak berdasarnya terhadap
tetangganya berupa tumpangan fahri menunjukkan streotip muslim di
mobil. Namun, Keira menolak skotlandia begitu buruk bahkan ketika
mentah-mentah tawaran itu menawarkan bantuan pun kecurigaan itu
karena ia menganggap fahri masih ada.
berniat buruk dan mengaitkan
hal itu dengan peristiwa
pengeboman dan terror yang
dilakukan oleh oknum umat
islam.
Penjelasan :
Melalui visual, dan gestur diatas, serta penanda (signifier) dan petanda
(signified) nya, akhirnya penulis bisa menyimpulkan suatu pemaknaan, yaitu :
amarah rakyat amerika terhadap umat islam belumlah surut. Tuduhan demi
tuduhan tak berdasar dilayangkan begitu saja dari kaum pembenci islam.
Adegan fahri menawarkan tumpangan pada Keira menunjukkan bahwa Fahri
adalah seseorang yang memiliki jiwa sosial yan tinggi yang begitu peduli
dengan tetangganya walaupun tetangga tersebut bersikap kasar. Ini sekaligus
menepis tudingan bahwa islam adalah agama yang membenci perdamaian.
Kedua, aksi penolakan dan ucapan keira yang begitu pedas merupakan
cerminan dari rasa curiga yang berlebihan kepada umat islam. Ucapan keira
yang memukul rata semua umat islam bahwa mereka selalu terbiasa berbuat
kejahatan atas nama Tuhan adalah sebuah streotip yang keji, tetapi hal ini tak
terjadi tanpa adanya alasan, kita tahu bahwa oknum teroris yang sebenarnya
selalu mengatasnamakan tuhan atas aksi biadabnya terutama saat seorang ia
melakukan aksi peledakan bom sembari mengucapkan takbir atau
bersembunyi di balik kata jihad. Aksi terorisme yang selalu mengatasnamakan
Islam inilah menjadi akar penyebab ketakutan non-Muslim terhadap Muslim.
Lagi dan lagi, islamophobia ini diakibatkan dari serangan terorisme pada
tragedy 9/11 yang merubah pandangan dunia terhadap islam secara dramatis
(Abdullah, 2015).
Dialog Visual
12.59
44.49
Penanda Petanda
Pagi hari ketika hulusi hendak Aksi vandalisme yang dilakukan oleh
memanaskan mobilnya untuk oknum yang tak diketahui tersebut
mengantar fahri dan misbah, ia merupakan suatu bukti bahwa umat islam
dikejutkan oleh bagian samping di eropa memang dimusuhi. Tulisan
mobil yang tiba-tiba ada tulisan monster dan devil merupakan symbol
monster. Aksi vandalism ini bahwa mereka memandang umat islam
dilakukan entah oleh siapa dan ia sebagai agama yang keji.
begitu marah.
Penjelasan:
Melalui visual, dan gestur diatas, serta penanda (signifier) dan petanda
(signified) nya, akhirnya penulis bisa menyimpulkan suatu pemaknaan, yaitu :
Aksi vandalism yang dilakukan oleh orang tak dikenal ini merupakan aksi
diskriminasi non-verbal yang di alami oleh umat islam dalam kesehariannya.
Kata monster sendiri merujuk pada makhluk yang bentuknya menyimpang
dari seharusnya dan berukuran besar sedangkan devil sendiri merujuk pada
makhluk yang paling dimurkai di muka bumi ini yaitu setan atau bahkan iblis,
intinya kedua kata ini merujuk pada kejahatan yang luar bisa dan mereka
menyamakan sifat dari kedua makhluk tersebut dengan islam.
Ini petanda bahwa islam dipandang sebagai agama yang menyeramkan bagi
orang-orang disana dan lagi-lagi itu karena aksi terorisme yang dilakukan oleh
oknum yang mengatasnamakan islam.
Dialog Visual
Dialog Visual
Penanda Petanda
Penjelasan :
Melalui visual, dialog, dan gestur diatas, serta penanda (signifier) dan petanda
(signified) nya, akhirnya penulis bisa menyimpulkan suatu pemaknaan, yaitu :
Sikap diskriminasi tak hanya dilakukan oleh orang biasa, tokoh agama yahudi
atau dikenal dengan Rabi pun demikian. Selain menunjukan sikap kasar dan
diskriminasi, mereka juga menunjukkan sikap intoleransi dan menganggap
bahwa fahri adalah pembawa sial dan pemicu peperangan (Amalek). Mereka
mengatakan hal seperti itu karena latar belakang fahri yang beragama islam
dan mereka membenci itu. Usiran yang mereka lakukan terhadap fahri dengan
kata kasar juga menunjukkan bahwa umat yahudi enggan memberikan tempat
kepad umat islam dan mereka sama sekali tidak menginginkan kaum
muslimin berada di dekat mereka.
6. Adegan fahri melakukan debat ilmiah dengan para akademisi di
university of edinburgh
Dialog Visual
Penanda Petanda
Istilah islamofobia ini akan terus mengakar dan menyebar di di dunia barat
apabila kita tidak merepresentasikan umat islam yang baik. Islam adalah cinta dan
kasih sayang, jadilah pribadi muslim yang toleran, hapuskan pemikiran radikal
dalam diri, bersosial-lah dengan baik sehingga nantinya dengan izin Tuhan istilah
islamofobia ini akan hilang dengan sendirinya dan diskriminasi terhadap islam
akan berakhir.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, S., Januarius, M., & Anggraeni, P. (2019). The Implementation of Transposition
Translation Procedures in English-Indonesian Translation of Epic Movie Subtitle.
ELT Forum: Journal of English Language Teaching, 7(2), 1–7.
https://doi.org/10.15294/elt.v7i2.28850
Al Mannan, M. F., & Shamrir Al-Af., S. M. (2017). The Role of Western Mainstream
Media: How Islam Is Being Branded As Promoter of Violence. PEOPLE:
International Journal of Social Sciences, 3(3), 424–439.
https://doi.org/10.20319/pijss.2017.33.424439
Asyraq, A. (2018). A Semiotic Analysis of the John Wick 1 Film Using Charles Sanders
Peirce ’s Semiotic Theory [Alauddin State Islamic University]. http://repositori.uin-
alauddin.ac.id/id/eprint/7324
Bleich, E. (2011). What is islamophobia and how much is there? theorizing and
measuring an emerging comparative concept. American Behavioral Scientist,
55(12), 1581–1600. https://doi.org/10.1177/0002764211409387
Boswell, M. (2020). Bake a treat and take it to a neighbor | Morning Ag Clips. Morning
AG Clips. https://www.morningagclips.com/bake-a-treat-and-take-it-to-a-neighbor/
Ferreira, N. M. (2019). Color Psychology: How Color Meanings Affect You & Your
Brand. Oberlo.Com. https://www.oberlo.com/blog/color-psychology-color-
meanings
Jarrets, C. (2018). Why is it rude to point? - BBC Science Focus Magazine. BBC Science
Focus Magazine. https://www.sciencefocus.com/science/why-is-it-rude-to-point/
Kamil, S., & Darojat, Z. (2019). Mosques and Muslim Social Integration: Study of
External Integration of the Muslims. Insaniyat: Journal of Islam and Humanities,
4(1), 37–48. https://doi.org/10.15408/insaniyat.v4i1.12119
Shakir, M. H. (2016). Al-Ma’idah-8, Surah The Table Spread with Food Verse-8 - The
Noble Qur’an (Compare all Quran Translations in English). En.Noblequran.Org.
http://en.noblequran.org/quran/surah-al-maidah/ayat-8/
Tabahi, S., & Khayr, L. (2021). Anti-Muslim Racism and U.S. Schools:
Recommendations for Practice, Policy, and Advocacy. Children & Schools, 43(1),
3–8. https://doi.org/10.1093/CS/CDAA033
Yakin, H. S. M., & Totu, A. (2014). The Semiotic Perspectives of Peirce and Saussure: A
Brief Comparative Study. Procedia - Social and Behavioral Sciences, 155(October),
4–8. https://doi.org/10.1016/j.sbspro.2014.10.247
BIODATA SINGKAT
Maya Aspia Azzahra (20) Lahir di Sukabumi 22 januari 2001. Mengenyam Pendidikan
dasar di SDN Citamiang lulus tahun 2013. Kemudian melanjutkan ke Mts Al Furqon
lulus tahun 2016. Selanjutnya melanjutkan ke MAN 2 kota Sukabumi dan lulus tahun
2019. Saat ini penulis berstatus sebagai mahasiswi aktif semester 4 di jurusan sastra
inggris Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung dan bertempat tinggal di
Jalan Marga Mulya tepatnya di pondok Pesantren Nailul Kirom Cinunuk Bandung.
sedangkan untuk domisili asli, penulis bertempat tinggal di Kadudampit, Sukabumi Jawa
Barat Indonesia.