Husnawati Zahrah
Bahasa dan Sastra Arab – Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang
16310009@student.uin-malang.ac.id
ABSTARCT
The purpose of this study is to describe the patriarchal crisis in the Turkish film
Mustang based on the perspective of Julia Kristeva using the concept of an
imaginary father and the concept of abjection. The Turkish film Mustang
includes films that dare to represent many forms of patriarchal crises in society.
The Mustang film tells of the helplessness of women releasing social grasp in a
assertive environment that is strongly tied to patriarchal culture in general. The
type of this research is qualitative research. Data collection techniques used are
watching techniques, listening, reading, and note taking techniques. To analyze
data, researchers used the Miles and Huberman techniques, which consisted of
four stages, namely: data collection, data reduction, data exposure, and
conclusion drawing. The results of this study are: 1) the four forms of patriarchal
crisis representation in the Mustang film with the imaginary father's theory,
namely patriarchal motherhood, female phallic, mother phallus, and mother's
love; 2) the patriarchal crisis with a review of the abjection theory found sexual,
educational, legal, cultural, religious, psychological, and social segregation.
ABSTRAK
Tujuan penelitian ini adalah untuk memaparkan krisis patriarki dalam film
Turki Mustang berdasarkan perspektif Julia Kristeva menggunakan konsep
ayah imajiner dan konsep abjection. Film Turki Mustang termasuk film
yang berani merepresentasikan banyak bentuk krisis patriarki dalam
masyarakat. Film Turki Mustang ini menceritakan ketidakberdayaan
perempuan melepaskan genggaman social dalam lingkungan konsertif yang
terikat kuat dengan budaya patriarki secara umum. Adapun Jenis penelitian
ini adalah penelitian kualitatif. Teknik pengumpulan data yang digunakan
adalah teknik tonton, simak, baca, dan teknik catat. Untuk menganalisis
data, peneliti menggunakan teknik Miles dan Huberman, yang terdiri dari
empat tahap, yaitu: pengumpulan data, reduksi data, pemaparan data, dan
penarikan kesimpulan. Hasil dari penelitian ini adalah: 1) empat bentuk
representasi krisis patriarki dalam film Mustang dengan teori ayah
imajiner, yaitu patriarki abjek ibu, phallic wanita, phallus ibu, dan cinta ibu;
2) krisis patriarki dengan tinjauan teori abjection ditemukan segredasi
seks, pendidikan, hukum, budaya, agama, psikis, dan social.
1
Pendahuluan
Feminisme merujuk pengertian sebagai ideology pembebasan perempuan,
karena yang melekat dalam semua pendekatannya, adalah keyakinan bahwa
perempuan mengalami ketidakadilan karena jenis kelaminnya (Kasiyan, 2008, h.
73). Dalam pandangan Naomi Wolf, ‘feminisme’ adalah sebuah teori yang
mengisahkan harga diri pribadi dan harga diri seluruh kaum perempuan. Oleh
karena itu, ‘menjadi feminis’ mestinya serupa maknanya dengan menjadi manusia
(Wolf, 1997, h. 89).
Feminisme diawali oleh ketimpangan posisi perempuan disbanding laki- laki
dalam masyarakat (Rosyad, 2003, h. 51). Dipandang dari sudut social, feminism
muncul dari rasa ketidakpuasan terhadap system patriarki yang ada dalam
masyarakat (Selden, 1996, h. 139). Sejak awal, para feminis telah menyadari bahwa
image perempuan dalam film, iklan majalah, lukisan atau gambar, merupakan target
kritik mereka. Sebagai upaya untuk melawannya, feminis muncul sebagai gerakan
pembelaan atas hak-hak perempuan serta pembelaan terhadap dominasi laki-laki
dengan sistem patriarkhal, dimana perempuan dimarjinalkan perannya.
Konsep sosial yang berhubungan dengan pembedaan karakter psikologis dan
fungsi sosial antara perempuan dan laki-laki yang dikaitkan dengan anatomi jenis
kelaminnya (Mufid, 2009:281). Hal ini menjadi masalah yang krusial karena
stereotip yang dibentuk oleh gender dalam aplikasinya memiliki kecenderungan
menguntungkan jenis kelamin tertentu yakni laki-laki. Keuntungan tersebut dilihat
dari berbagai bentuk tatanan sosial dan budaya yang berlaku pada masyarakat yang
menganut budaya patriarki.
Banyak agenda dari budaya-budaya ini bahkan disebarluaskan melalui
media, salah satunya lewat film. Film merupakan salah satu media yang digunakan
oleh pengarang dalam menyampaikan gagasan-gagasannya. Mabruri mengatakan
bahwa film merupakan karya cipta manusia yang berkaitan erat dengan berbagai
aspek kehidupan (Mabruri, 2011:3). Film sebagai karya cipta merefleksikan
pandangan pengarang terhadap berbagai masalah yang diamati di lingkungannya.
Dengan demikian, realitas sosial yang disajikan melalui film merupakan
representasi atau gambaran tentang berbagai fenomena sosial yang terjadi atau
2
kejadian yang pernah terjadi di masyarakat, yang dihadirkan kembali oleh pembuat
film dan disajikan dalam bentuk dan pencitraan yang berbeda.
Oleh karenanya disadari atau tidak, selama ini perempuan telah dijadikan
bahan konsumsi publik, perempuan dalam film sekiranya telah menjadi korban
dalam kapitalisme global dari kaum industrialis yang sangat kuat ideologi
patriarkinya. Hal tersebut menjadikan terbentuknya suatu persepsi tertentu
mengenai perempuan dalam superstruktur masyarakat kita. Maka media perfilman
selama ini telah sangat berperan terkait dengan pembentukan dana peningkatan
image perempuan. Maka berbagai permasalahan yang menimpa kaum perempuan
saat ini, diyakini akibat hegemoni budaya patriarki yang mondominasi semua lini
kehidupan tersebut.
Aquarini mengatakan bahwa film feminis menampilkan citra perempuan
yang berangkat sebagai korban dari struktur masyarakatnya sendiri tetapi
kemudian bangkit dan menjadi luar biasa dalam artian memperoleh kekuasaan dan
kendali tertentu atas hidupnya. Sehingga melalui proses identifikasi, seorang
perempuan dapat menemukan artikulasinya yang direpresi di dalam dunia yang
dialaminya melalui film (Aquarini, 2006, h. 337). Salah satunya film yang
menceritakan tentang feminism yang merepresentasikan perempuan sebagai
korban budaya patriarki adalah film Turki Mustang karya Deniz Gamze Erguven
yang diproduksi tahun 2015.
Film Turki Mustang merupakan film yang dipilih oleh Prancis sebagai wakil
mereka di kategori Best Foreign Language Film pada ajang 88th Academy Awards.
Film tersebut ditayangkan dalam sesi Directors' Fortnight di Festival Film Cannes
2015 dimana film tersebut memenangkan Europa Cinemas Label Award. Film
tersebut memenangkan Lux Prize 2015. Film tersebut terpilih untuk ditayangkan
dalam sesi Special Presentations di Festival Film Internasional Toronto 2015. Film
tersebut juga dinominasikan pada Golden Globe Award untuk Film Berbahasa Asing
Terbaik. Film Mustang memiliki banyak misi terkait diversity dan liberty yang
semuanya terasa menarik. Dari masalah gender, cinta, agama hingga budaya yang
justru tampak seperti penjara, semua dikemas oleh film Turki Mustang dengan
penyampaian yang sangat tajam.
3
Film tersebut mengusung cerita tentang lima orang saudari yang mulai
menginjak usia remaja. Mereka adalah Lale, Nur, Ece, Selma, dan Sonay. Mereka
tinggal bersama nenek dan pamannya sepeningggal orang tua mereka di
lungkungan yang super kolot dan konservatif. Seperti remaja pada umumnya,
mereka sedang senang-senangnya bergaul dan mencoba hal-hal baru. Sayangnya,
hal yang mereka anggap wajar itu justru jadi petaka dan kemaharan dari nenek dan
pamannya. Mereka pun dipaksa putus sekolah dan dilarang pergi keluar rumah.
Rumah pun dikelilingi pagar besi bagai penjara. Konflik mulai muncul tatkala solusi
tersebut ternyata tidak sepenuhnya bisa diterima oleh gadis-gadis ini.
Film ini bicara tentang feminisme, kebebasan, serta kritik budaya patriarki
yang memang menjadi momok bagi kebebasan perempuan masa kini. Erguven
dengan jeli menampilkan hal-hal yang cukup ekstrim sebagai konsekuensi akan
budaya tersebut, seperti pemaksaan kehendak, seksualitas di tengah masyarakat
yang normatif, hingga bunuh diri. Semua digambarkan dengan wajar tanpa terkesan
dilebihkan.
Berdasarkan paparan di atas, film “Mustang” merupakan film yang menarik
untuk diteliti terkait representasi patriarki. Peneliti tertarik untuk mencari bentuk
representasi krisis patriarki yang terdapat dalam film Turki Mustang. Dalam
penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif, serta dengan
menggunakan pendekatan sosioligi sastra terkait feminisme yang dikemukakan
oleh Julia Kristeva.
Teori Julia Kristeva sangat cocok diterapkan dalam menganalisis krisis
patriarki yang ada dalam film Mustang karena dalam teori ini dijelaskan bahwa
konsep patriarki diposisikan sebagai latar belakang masyarakat. Selain itu, kristeva
turut menyanggah pemikiran kaum patriarki dengan pemikiran- pemikirannya. Ia
menghadirkan konsep Abjeksi sebagai karakter perempuan yang harus diterima
dan dijauhkan dari sifat jijik terhadap tubuh perempuan seperti yang selama ini
terjadi (Madan, 2011, h. 191).
Berkaitan dengan penelitian krisis patriarki, peneliti menemukan beberapa
penelitian yang berkaitan dengan penelitian yang akan peneliti paparkan pada
penelitian ini, yaitu: Fanny Gabriella Adipoetra, 2016, Representasi Patriarki dalam
Film “Batas”. Penelitian ini termasuk jenis penelitian kualitatif yang bersifat
deskriptif. Metode yang digunakan adalah metode semiotika Charles S Pierce.
4
Teknik pengumpulan data menggunakan teknik pustaka dan alat pengumpul data
adalah peneliti sendiri sebagai instrument kunci. Teknik analisis data yang
digunakan adalah metode padan. Teori yang digunakan untuk menganalisis film
adalah milik Kamla Bhasin. Hasil penelitian ini menyatakan film ini menyampaikan
sebuah harapan, namun hanya untuk kaum laki-laki. Perempuan tetap tidak
memiliki kesempatan yang sama dengan laki-laki. Sehingga film ini melanggengkan
ideologi patriarki. (Fanny, 2016, h. 1).
Azlina Asaari dkk, 2017, Susuk, wanita dan abjection dalam filem seram
kontemporari Melayu. Bagimana makna dan ideologi yang lahir dari pembinaan
hubungan antara wanita, susuk dan genre filem seram. Jenis penelitian ini kualitatif
deskriptif. Analisis tekstual teori feminis psikoanalisis terutamanya konsep
Abjection Julia Kristeva. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kedua-dua filem ini
mampu mencabar ideologi patriarki yang menetapkan semua perkara di dalam
dunia ini adalah stabil dan perlu distabilkan. Maka dengan adanya susuk, ia
memberi ruang kepada wanita untuk mengganggu-gugat kestabilan sistem patriaki
ini. Susuk dan watak wanita dalam filem-filem seram ini membuktikan bahawa
ideologi dominan patriarki tidak sestabil seperti yang dikatakan (Azlina dkk, 2017,
h. 7)
Danik Fujiati, 2016, Seksualitas Perempuan dalam Budaya Patriarki.
Penelitian ini termasuk jenis penelitian kualitatif yang bersifat deskriptif. Teori yang
digunakan untuk menganalisis film adalah milik Julia Kristeva. Teknik pengumpulan
data menggunakan teknik pustaka dan alat pengumpul data adalah peneliti sendiri
sebagai instrument kunci. Teknik analisis data yang digunakan adalah metode
padan. Hasil penelitian ini menyatakan Kontrol patriarkhi terhadap seksualitas
perempuan, menjadikan mereka tidak lagi memiliki otoritas atas tubunya sendiri.
Kultur yang dibangun dalam pondasi masyarakat patriarkhi dengan kontrol atas
seksualitas perempuan mengancam eksistensi perempuan yang dianggap sebagai
liyan, sehingga menjadi akar masalah ketidakadilan gender. Kontribusi patriarki
atas control terhadap seksualitas perempuan menjadikan kaum perempuan
mengalami kondisi dimana, ketika ada masalah apapun yang menimpa tubuh
perempuan (biologis), maka hal tersebut terjadi karena kesalahan perempuan
sendiri. Ironis lagi, dalam masyarakat yang diwarnai oleh patriarkhisme, maka
penguasaan, dominasi dan diskriminasi baik di ranah publik maupun domestik atas
5
tubuh perempuan menjadi hal yang dianggap wajar oleh masyarakat, bahkan
negara (Danik, 2016, h. 26)
Setelah melakukan analisis dari tiga penelitian diatas, peneliti menemukan
ada beberapa persamaan dan perbedaan dengan penelitian yang akan peneliti teliti
pada penelitian ini. Adapun persamaan yang peniliti temukan adalah terdapat
dalam teori yang digunakan oleh peneliti sebelumnya, yaitu menggunakan teori
feminisme budaya patriarki. Sedangkan perbedaannya terdapat pada perspektif dan
objek yang dikaji oleh peneliti tersebut.
Berangkat dari beberapa pemaparan penelitian diatas, maka peneliti tertarik
untuk menganalisis krisis patriarki yang terepresentasikan dalam film Turki
Mustang berdasarkan perspektif feminisme Julia Kristeva. Adapun penulisan artikel
ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana representasi krisis patriarki dalam film
Turki Mustang berdasarkan perspektif feminism Julia Kristeva dengan konsep ayah
imainer dan abjection.
Ayah imajiner
Bagi Kristeva, anak dapat menghasilkan abjek ibu hanya melalui beberapa
agensi paternal. Kristeva mempertentangkan konsep ayah otoriternya Lacan dengan
gambaran ayah yang penuh cinta. Dalam Black Sun, Kristeva mengungkapkan
tentang dua wajah dari ayah yang sama yaitu wajah ayah imajiner yang penuh cinta
yang harus mampu mendukung fungsi paternal dan bergerak ke simbolik; dan
wajah ayah yang harus mampu pula mengambil tempat wajah oedipal ayah yang
keras. Ayah imajiner adalah bukan ayah sesungguhnya melainkan ayah yang berada
dalam tubuh maternal (Bowie, 1991, h. 72).
Ayah dalam masa pra-sejarahnya individu adalah ayah imajinernya Kristeva
yang merupakan kombinasi dari ibu dan ayah (kesatuan ayah-ibu). Hal ini bukan
perbedaan seksual tetapi memiliki karakteristik maskulin dan feminin. Kristeva
mengungkapkan bahwa tubuh maternal memiliki karakter sebagai ayah dengan
menunjukkan keberanian dan rela berkorban (Brooks 2011: 115).
Interpretasi Kristeva tentang konsep ayahnya Freud menjadi konsep ayah
yang penuh cinta dan dia mencela Lacan karena tidak melihat ayah yang penuh
cinta ini dalam konsepnya Freud (Tong, 1998, h. 288). Identifikasi dengan kesatuan
ini adalah kisaran identifikasi primer. Dalam hal yang dia sebut sebagai struktur
6
narsistik dan identifikasi ini menetapkan semua identifikasi berikutnya, termasuk
identifikasi ego (Tong, 2004, h. 46).
Kristeva mengklaim bahwa ayah imajiner mengijinkan identifikasi dengan
hasrat ibu terhadap phallus. Dengan kata lain, identifikasi dengan ayah imajiner
mengijinkan identifikasi dengan fungsi paternal sebagaimana dia sudah ada di
dalam ibu. Dan identifikasi dengan ayah imajiner ini juga memungkinkan anak
untuk abjek tubuh ibunya sehingga terpisah dari ibunya. Pemisahan dengan tubuh
ibu tidak bersifat tragis, karena didukung oleh ayah imajiner yang merupakan cinta
ibu sendiri. Cinta ibu memungkinkan transferensi (pemindahan) dari tubuh ibu ke
hasrat ibu dan menyediakan dukungan yang diperlukan untuk transferensi ke situs
hasrat ibu. Perpindahan (transferensi) ke ayah imajiner mendorong perpindahan ke
situs hasrat ibu: hasratnya untuk Ayah, hasratnya terpuaskan, implikasinya dalam
fungsi paternal. Kesatuan ayah-ibu, kemudian adalah kombinasi ibu dan hasratnya
(Fromm, 2007, h. 93).
Dalam skenario Kristeva, suami adalah ibu phallic untuk wanita, sementara
istri adalah ibu yang mengijinkan pria untuk tetap menjadi seorang anak. Dalam
cerita oedipal tradisional, resolusi pria menemukan ibunya dalam diri istrinya,
sementara wanita menemukan ayahnya di dalam diri suaminya. Bergerak dari
pendapat Lacan tentang cerita oedipal, Kristeva menyetujui bahwa wanita
menemukan ibunya di dalam diri suaminya. Dia akhirnya menjadi phallus
(kepuasan) untuk ibunya dalam person suaminya (yang bergelimang makanan).
Kemudian oedipalnya berharap, menjadi phallus ibunya, seperti kepuasan pria
dalam perkawinan (Becker, 2003, h. 45).
Perempuan seperti pria, membutuhkan pasangan agar menemukan kembali
ibunya yang hilang: ibu adalah ‘pedestal‘ (tumpuan) dari pasangan, karena
pasangan menyediakan penyatuan kembali dengan ibu. Fantasi kesatuan ayah-ibu,
fantasi keutuhan adalah fantasi penyatuan kembali dengan ibu. Kristeva
mengendalilkan bahwa ayah imajiner yang penuh cinta sebagai disposisi lama
tentang fungsi paternal yang mendahului simbolik, fase cermin dan ayah oedipal
(Goodnow, 2010, h. 129).
Kristeva melihat krisis paternitas sebagai akibat kurangnya cinta dan bukan
kurangnya hukum. Jika yang terjadi hanya simbolik atau ayah oedipal maka tidak
ada jalan bagi anak untuk memisahkan dari tubuh ibu abjeknya, tidak ada
7
kemampuan untuk melarikan diri dari abjek ibu (Fromm, 2007, 119). Wacana
tentang batasan seseorang menjadi kosong jika tidak mendapat dukungan dari
identifikasi primer dengan ayah imajiner yang penuh cinta. Dukungan ayah imajiner
yang penuh cinta akan mengantarkan anak masuk ke dalam bahasa, tanpa
dukungan tersebut maka seorang anak akan masuk ke dalam kehidupan sosial
dengan murung dan berduka. Proses menjadi subjek mengharuskan seorang anak
mengabjekkan ibunya tetapi proses ini harus didukung ayah imajiner - cinta ibu -,
tanpa dukungan tersebut maka yang muncul adalah emptiness. Anak akan berada
diantara antara drives dan simbol tanpa batas yang jelas (Robertus, 2013, h. 82).
Cinta bagi Kristeva bukan biologis dan bukan hasrat. Cinta adalah domain
imajiner yang bergerak antara biologis dan hasrat, antara tubuh maternal dan
simbolik. Cinta ibu memanggil anak kembali ke tubuh maternal, menggerakkannya
menuju hasrat maternal, menuju simbolik dari other. Cinta ibu mendukung gerakan
ke Simbolik melalui idealisasi cinta yang merupakan fungsi dari ayah imajiner. Jadi
cinta ibu adalah pihak ketiga imajiner (Fromm, 2007, h. 123). Gerakan antara tubuh
maternal yang diabjekkan dan imajiner ayah atau cinta ibu yang menyediakan
insentif bagi anak untuk menempatkan kembali tuntutannya pada tubuh ibu dengan
hasrat dalam bahasa – menyarankan tiga istilah sebelumnya tentang segitiga
psikoanalisis tradisional. Level imajiner pra-simbolik dimana Kristeva
menggambarkannya sebagai ‘subjek‘ narsistik hasil dari identifikasi transferensial
dengan ayah imajiner, benih ego ideal yang mendukung pemisahan dari abjek ibu.
Situasi oedipal yang digambarkan Kristeva lebih dulu beroperasi antara subjek
narsis (anak), abjek ibu (tubuh ibu), dan ayah imajiner (cinta ibu) (Tong, 2004, h.
71).
Konsep abjection
8
Christina Siwi Handayani memperkenalkan Kristeva dalam kaitannya dengan
psikoanalisis Lacan dan Freud dan nasib perempuan. Pemikiran Kristeva tentang
abjeksi (abjection) menjelaskan bagaimana penindasan terhadap perempuan
berlangsung selama ini. Menolak tubuh ibu adalah cara utama kita menjadi subyek
dalam budaya patriarkal, sementara lewat cara ini pula perempuan
mengembangkan seksualitas (Robertus, 2013, h. 26).
Kristeva meminjam ide Mary Douglas sehingga abjeksi menghasilkan hal
yang lebih besar, dimensi sosial dalam istilah larangan ritual didasarkan pada kode
biner dan menghasilkan pemisahan dan segregasi gender, klas, ras, umur, bahasa
atau budaya. Dia juga mengklaim bahwa ‘pembunuhan ibu‘ adalah kepentingan kita
karena untuk menjadi subjek (dalam budaya patriarkal) kita harus menolak tubuh
ibu. Akan tetapi, karena wanita tidak bisa menolak tubuh ibu yang mengidentifikasi
mereka sebagai perempuan, mereka mengembangkan seksualitas yang terdepresi.
Oleh karena itu, kita memerlukan tidak hanya wacana baru tentang keibuan tetapi
juga wacana tentang hubungan antara ibu dan anak perempuan (Gamble, 2010, h.
64).
Kristeva menyarankan kalau penolakan yang salah adalah salah satu sebab
dari penindasan perempuan. Dalam budaya patriarkal, perempuan telah direduksi
ke dalam fungsi ibu; atau dengan kata lain, perempuan telah direduksi menjadi
fungsi reproduksi. Penolakan yang salah tempat ini adalah salah satu cara
penindasan dan penurunan harkat perempuan dalam budaya patriarkal (Robertus,
2013, h. 38).
Argumen Kristeva (mengikuti Freud dan Lacan) bahwa wanita lebih dekat
dengan semiotik, karena subjektivitas individual terbentuk dalam hubungan dengan
ibu. Maka identifikasi wanita yang dekat dengan ibu dan keibuan menciptakan pada
diri wanita hubungan dengan bahasa semiotik atau metabahasa yang lebih bersifat
ambivalen. Apabila kastrasi menunjukkan adanya perjanjian simbolik, di manakah
tempat wanita pada tatanan bahasa? Jawabannya bagi para wanita adalah bahwa
wanita harus menumbangkan bahasa simbolik, tatanan masyarakatnya dan fungsi
kebapakannya. Ia menuntut agar kita menemukan wacana yang lebih dekat pada
tubuh dan emosi, padahal keduanya ditekan oleh kontak dengan masyarakatnya
(Gamble, 2010, h. 81).
9
Kristeva menuntut wacana baru tentang keibuan yang mengakui
kepentingan fungsi ibu dalam pengembangan subjektivitas dan dalam budaya. Dia
juga berargumen kalau kita tidak memiliki wacana yang cukup tentang keibuan.
Selain itu, Kristeva menyatakan kalau fungsi ibu tidak bisa dikurangi menjadi ibu,
feminin atau wanita. Dengan mengidentifikasi hubungan ibu dengan anak sebagai
fungsi, ia memisahkan fungsi untuk memenuhi kebutuhan anak akan cinta dan
nafsu. Sebagai seorang wanita dan ibu, seorang wanita mencintai dan memiliki
nafsu karena ia adalah makhluk sosial dan wicara. Sebagai seorang wanita dan ibu,
dia selalu didiskriminasi. Tetapi, jika dia memenuhi fungsi ibu, dia tidak
didiskriminasi. Analisis Kristeva menyatakan bahwa siapapun bisa memenuhi
fungsi ibu, perempuan atau lelaki (Fromm, 2007, h. 222).
Metodologi Penelitian
Dalam penelitian ini, terdapat beberapa jenis metodologi penelitian yang kita
gunakan diantaranya yaitu: jenis penelitian, sumber data, teknik pengumpulan data,
teknik validasi data, dan teknik analisis data. Yang mana akan dijelaskan sebagai
berikut:
a. Jenis penelitian
Jenis penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah penelitian
kualitatif yang bersifat deskriptif. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
prinsip-prinsip kerjasama yang ada dalam film Turki Mustang. Penelitian
kualitatif deskriptif merupakan jenis penelitian yang berusaha untuk mengamati
objek dalam lingkungan kehidupannya dan berusaha untuk memberi makna
terhadap rangkaian data yang dilihat dan didengarnya (Musfah, 2016, h.54).
Sedangkan menurut Bogdan dan Taylor penelitian kualitatif merupakan sebuah
metode penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis
atau lisan dari orang-orang dari perilaku yang telah di amati (Tohirin, 2012, h. 2).
Penelitian kualitatif yang digunakan dalam artikel ini hanya sampai pada
taraf diskripsi, yaitu menyajikan fakta secara sistematik sehingga lebih mudah
untuk dipahami, ada beberapa tujuan dari deskriptif ini yaitu: mengumpulkan
informasi yang menggambarkan keadaan yang terjadi secara rinci,
mengidentifikasi masalah, membuat perbandingan dan evaluasi, menentukan
10
apa yang dilakukan orang lain dalam menghadapi masalah yang sama
(Hasan,2002, h.22).
Dengan demikian penggunaan deskriptif untuk menggambarkan keadaan
sebagai penggambaran kejadian ataupun situasi yang terjadi dalam film Turki
Mustang untuk kemudian dianalisis berdasarkan metode, teori dan kemampuan
peneliti. Data dalam penelitian ini terutama adalah data kualitatif, yaitu data yang
kurang bersifat kuantum (bilangan) melainkan lebih bersifat kategori substantif
yang kemudian diinterpretasikan dengan rujukan, acuan atau referensi secara
ilmiah. Hal ini dilakukan sebab tujuan penelitian kualitatif adalah berupaya
memahami situasi tertentu (Lexy, 2002, h. 79)
b. Sumber data
Sumber data yang diperoleh dalam penelitian ini terdiri dari dua
bagian, yaitu terdiri dari data primer dan data sekunder. adapun penjelasan
dari keduanya adalah sebagai berikut:
1. Data primer
Sumber data primer adalah suatu data yang dikumpulkann langsung
oleh peneliti dari sumber-sumber yang ada (Siswanto, 2012, h. 54-56).
Adapun sumber data primer yang digunakan dalam penelitian ini cuplikan-
cuplikan gambar (scane) beserta naskah subtitle arab dan Indonesia yang
ada dalam film Turki Mustang.
2. Data sekunder
Sumber data sekunder adalah data yang menjadi pendukung dari
sumber data primer dan yang diterbitkan oleh organiasi tertentu (Siswanto,
2012, h. 54-56). Adapun sumber data sekunder berupa buku-buku dan
artikel, situs internet yang berkaitan dengan fenomena budaya patriarki,
dan juga jurnal yang membahas tentang budaya patriarki dan teori yang
dipergunakan oleh peneliti.
c. Teknik pengumpulan data
Teknik pengumpulan data pada penelitian ini didasarkan pada
objeknya yakni diperoleh dari film Turki Mustang yang bersifat audiovisual.
Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan teknik tonton, simak
dan catat. Teknik ini digunakan untuk menjelaskan terkait bagaimana
pemerolehan data yang di inginkan oleh penelitian. Baik menjaring data,
11
peristiwa yang terjadi maupun variabel/poin penting yang terkandung
(Musfah, 2010, h.56). Adapun langkah-langkah yang dilakukan ialah sebagai
berikut:
1. Teknik tonton
Menurut Safran, menonton berasal dari kata “tonton” dan mendapat
imbuhan “me”. Menonton sama seperti melihat atau menyaksikan (Sukardi,
2003, h. 35). Adapun langkah-langkahnya yaitu:
a) Peneliti melakukan kegiatan menonton, gunanya untuk melihat dan
mendengarkan percakapan yang terjadi pada film Turki Mustang dari
awal sampai selesai dan teknik menonton ini dilakukan secara berulang-
ulang.
b) Peneliti melanjutkan dengan menonton sambil memahami setiap scane
yang merepresentasikan budaya patriarki dalam Film Turki Mustang.
Kemudian setelah benar-benar memahami apa yang dimaksudkan oleh
film tersebut, peneliti mencoba memadupadankan dengan teori yang
digunakan peneliti.
2. Teknik simak
Teknik Simak merupakan metode yang digunakan untuk memperoleh
data dengan menyimak penggunaan bahasa, dinamakan metode simak
karena cara yang digunakan untuk memperoleh data yaitu dengan cara
menyimak penggunaan bahasa (Mahsun, 200, h.29). Teknik ini dilakukan
dengan menyimak dan memahami setiap bahasa yang ada dalam film Turki
Mustang. Dengan metode simak, peneliti berusaha menyimak dengan baik
dan menemukan poin-poin penting yang terdapat dapat film Turki Mustang.
Adapun langkah-langkahnya yaitu:
a) Terlebih dahulu seorang peneliti menonton, kemudian tidak hanya
menonton penelitipun secara tidak langsung menyimak film tersebut
b) Dengan demikian, teknik simak ini dilakukan oleh peneliti untuk dapat
memperhatikan bahasa yang ada dalam film tersebut
c) Dalam teknik simak ini, peneliti memeperhatikan detailnya percakapan
dan maksud yang disampaikan dalam film tersebut
12
d) Kemudian seorang peneliti mengidentifikasi setiap scane yang secara
dominan menampilkan krisis patriarki terhadap perempuan dalam film
tersebut berdasarkan perspektif Julia Kristeva.
e) Lalu peneliti dapat menarik kesimpulan dengan kegiatan yang dilakukan
3. Teknik catat
Setelah melakukan teknik tonton dan simak, kemudian hal yang
dillakukan dalam penelitian ini yakni peneliti mlakukan teknik catat. Teknik
ini ialah sebuah metode menulis pokok hal yang berkenaan dengan teori
yang dikembangkan oleh peneliti pada objek kajian. Penggunaan teknik ini
sangat fleksibel. Setelah melakukan teknik simak, peneliti kemudin
mencatat untuk menyedikan data yang valid (Muhammad, 2010, h.214).
Langkah-langkah yang dilakukan oleh peneliti yaitu:
a) Peneliti melakukan teknik catat, yakni dengan mencatat poin-pon yang
terkait dengan teori dalam buku catatan
b) Setalah mencatat, kemudian poin-pon tersebut dikaitkan dengan teori
yang tersambung dengan objek kajian
c) Lalu kegiatan selanjutnya yang dilakukan ialah peneliti merangkum
semua informasi yang telah dilakukan dalam teknik pengumpulan data
pada penelitian ini.
d. Teknik validasi data
Teknik validasi data dalam penelitian ini dilakukan dengan
menggunakan teknik ”triangulasi” yaitu tindakan menguji suatu temuan
dengan temuan lain selagi tidak berlawanan atau asal adanya kesesuaian
antara satu dengan yang lainnya. Teknik validasi data ini digunakan agar data
yang diperoleh benar-benar objektif dan mengurangi tingkat kesalahan pada
data yang ditemukan, sehingga hasil dari penelitian ini bisa
dipertanggungjawabkan. Teknik validasi ini dapat disebut sebagai keabsahan
data, dengan memastikan bahwa data yang dipeoleh benar-benar valid dan
terpercaya. Teknik Validitas Data yakni perlunya dilakukan validitas data pada
sebuah penelitian adalah untuk menentukan keakuratan atau ketepatan data
primer (Siswantoro, 2005, h.76). Teknik validasi data ini terbagi menjadi tiga
yaitu:
1. Meningkatkan ketekunan
13
Meningkatkan ketekunan adalah cara pengujian derajat kepercayaan
data dengan jalan melakukan pengamatan secara cermat dan
berkesinambungan, melalui teknik ini kita dapat menemukan ciri-ciri dan
unsur-unsur dalam situasi yang sangat relevan dengan persoalan atau isu-
isu yang sedang kita cari (Prastowo, 2011, h.250). Adapun langkah-langkah
yang dilakukan akan dijabarkan sebagai berikut yaitu:
a) Peneliti membaca jurnal-jurnal yang berkaitan dengan feminisme Julia
kristeva
b) Peneliti membaca dan memahami teori feminisme Julia kristeva
c) Peneliti menghubungkan antara teori yang ada dengan jurnal-jurnal
yang diperoleh.
2. Triangulasi data
Teknik triangulasi merupakan teknik pemeriksaan keabsahan data
yang memanfaatkan sesuatu dari luar data untuk pengecekan sebagai
pembandingnya (Firdaus, 2018, h. 107). Ada empat jenis teknik triangulasi :
14
1) Peneliti mencari jurnal-jurnal yang berhubungan dengan teori,
dengan memperhatikan kata kunci yang akan dikaji dalam penelitian
ini.
2) Kemudian setelah melakukan kegiatan pada poin satu, peneliti
membaca dan memahami teori feminisme Julia kristeva yang dalam
penelitian ini terdapat teori ayah imajiner dan konsep abjection
(penindasan).
3) Peneliti membandingkan data-data yang diperoleh dengan penelitian
terdahulu, sehingga kemudian menemukan data yang sesuai dengan
kegunaan teori yang dipakai oleh peneliti.
3. Diskusi
Teknik ini dilakukan dengan cara mengekspos hasil sementara atau
hasil akhir yang kita dapat dalam bentuk diskusi dengan teman sejawat
(Prastowo, 2011, h.268-271). Adapun langkah – langkahnya adalah:
a) Peneliti berkumpul dengan teman sejawat, gunanya untuk memperoleh
pengetahuan yang sama terhadap teori dan objek yang digunakan pada kajian.
Setelah data diperoleh, peneliti mulai berdiskusi dengan teman sejawat, yaitu
Himmatun Nafisa, Apriliya Setyaningrum, Amilatul Khoiriyah dan Ihya Yusril Elyas
yang memiliki kompetensi serta pengalaman dalam bidang kepenulisan kemudian
mengaitkan informasi dengan teori yang peneliti gunakan. Topik pembahasan
diskusi ialah terkait dengan krisis patriarki dalam berbagai pandangan
b) Berdiskusi dengan ahli yang menguasi dan memahami tentang penelitian tersebut.
Peneliti melakukan konsultasi dengan M. Anwar Mas’adi, MA. selaku dosen
pengampu mata kuliah kajian Timur Tengah tentang bagaimana penulisan yang
benar dan kesesuaian antara objek kajian dengan teori yang digunakan untuk
mengkaji dalam penelitian ini.
e. Teknik analisis data
Teknik analisis data adalah proses mengatur urutan data atau
mengkategorikan sebuah data. Analisis data adalah proses mencari dan menyusun
secara sistematis data. Peneliti akan menyimak, menandai kata-kata yang
berkaitan dengan prinsip kerjasama yang disesuaikan dengan teori yang ada.
15
Teknik analisis data yang digunakan diperoleh dari perspektif Miles dan
Huberman dalam menganalisis data. Teknik analisis Miles dan Huberman terdiri
dari beberapa tahapan, yakni: pengumpulan data, reduksi data, penyajian data,
dan kemudian langkah akhir penarikan kesimpulan ( Musfah, 2016, h. 62).
Miles dan Hubermen memberikan rumusan analisis data dalam tiga
rangkaian kegiatan yang saling berkaitan satu sama lain, diantaranya:
1. Reduksi data, menjadikan data yang dikumpulkan menjadi terseleksi,
terfokus dan akurat sebab data yang tidak relevan akan dibuang dan
diganti dengan data yang baru dan dipercaya lebih akurat, dengan reduksi
data (Siswantoro, 2005, h. 68). Reduksi data buka berpengertia sebagai
pengurangan kualitas data, namun sebaliknya kegiatan reduksi data
bertujuan untuk meningkatkan kualitas data sesuai dengan tujuan
penelitian (Ratna, 2010, h.310). Adapun langkah-langkahnya sebagai
berikut:
a) Peneliti mengumpulkan data
b) Peneliti memilah-milah data sesuai dengan teori feminisme Julia
kristeva
c) Peneliti membuang data yang tidak diperlukan.
2. Penyajian data, yaitu dengan menampilkan kata-kata yang telah dipilih dan
menganalisis jenis metode (Siswantoro, 2005, h. 70). Penyajian data
merupakan proses interpretasi, proses pemberian makna, baik secara emik,
baik terhadap unsur-unsur maupun totalitas (Ratna, 2010, h.311). Adapun
langkah-langkahnya sebagai berikut:
a) Setelah peneliti mendapatkan data yang sesuai dengan tema dalam
langkah ini peneliti mulai menyajikan data-data tersebut.
b) Peneliti mengelompokkan data yang di dapat sesuai dengan tema
sehingga hasil penelitian ini mulai dapat dipahami.
3. Penarikan kesimpulan atau verifikasi kesimpulan yaitu menyimpulkan hasil
analisis terhadap penggunaan teori yang dipakai. Penarikan kesimpulan ini
ditentukan secara keseluruhan isi dalam penelitian tersebut yang diringkas
secara jelas dan akurat (Siswantoro, 2005, h. 75). Penarikan kesimpulan
dalam sebuah penelitian biasanya disertakan saran, dan bagian-bagian
16
tertentu yang memiliki hubungan yang relevansi dengan penelitian (Ratna,
2010, h. 311). Adapun langkah-langkahnya sebagai berikut:
a) Peneliti membaca kembali teori abjection feminisme Julia Kristeva
b) Peneliti mengidentifikasi, mengsikronkan serta mencatat bentuk dari
abjection feminisme Julia Kristeva
c) Setelah mengidentifikasi, peneliti menghitung jumlah percakapan yang
mengandung abjection feminisme Julia Kristeva
d) Peneliti menarik kesimpulan dari tujuan atas hasil penelitian ini.
Berdasarkan data pada tabel 1 tentang patriarki mengenai Ayah imajiner, maka
dapat kita ketahui bahwa krisis patriarki digambarkan dalam beberapa scane film Turki
Mustang. Berikut ini peneliti akan memaparkan bentuk krisis patriarki berdasarkan
teori ayah imajiner Jula Kristeva:
Ayah Imajiner
17
Ayah imajiner adalah bukan ayah sesungguhnya melainkan ayah yang berada
dalam tubuh maternal (Bowie, 1991, h. 72). Ayah ini adalah ayah imajiner pra-sejarah
sebagai dukungan bagi tempat hasrat ibu. Ayah imajiner adalah fungsi metaforis yang
memberi jalan bagi fungsi paternal; cinta memberi jalan bagi hasrat (Brooks 2011: 183).
Kristeva melihat krisis paternitas sebagai akibat kurangnya cinta dan bukan kurangnya
hukum. Jika yang terjadi hanya simbolik atau ayah oedipal maka tidak ada jalan bagi
anak untuk memisahkan dari tubuh ibu abjeknya, tidak ada kemampuan untuk
melarikan diri dari abjek ibu (Fromm, 2007, 119). Seperti percakapan di bawah ini:
Nenek Nihal : “Seluruh desa membicarakan perbuatan tidak senonoh
kalian. Kalian menggesek- gesekkan selangkangan di
leher anak laki- laki saat di pantai. Cucu- cucuku
bermastrurbasi, dasar anak cabul! ”
18
Paman Erol :”Dasar pelacur!” sembari menjambak rambut
keponakan- keponakan perempuannya.
Nenek Nihal :”Hentikan mereka cucu- cucuku! Ibu tahu mereka tidak
salah!” reflex menampar Erol (Film Mustang: 10.09,
10.29)
19
Abjection Nikah di bawah umur, KDRT
Hukum
Abjection (Penindasan)
PemikiranKristeva tentang abjeksi (abjection) menjelaskan bagaimana
penindasan terhadap perempuan berlangsung selama ini. Menolak tubuh ibu adalah
cara utama kita menjadi subyek dalam budaya patriarkal, sementara lewat cara ini
pula perempuan mengembangkan seksualitas (Robertus, 2013, h. 26). Kristeva
meminjam ide Mary Douglas sehingga abjeksi menghasilkan hal yang lebih besar,
dimensi sosial dalam istilah larangan ritual didasarkan pada kode biner dan
menghasilkan pemisahan dan segregasi gender, klas, ras, umur, bahasa atau budaya
(Gamble, 2010, h. 64). Hal ini tergambar pada beberapa data yang akan peneliti
paparkan:
Nenek mulai memamerkan kami. Satu persatu dari kamipun dinikahkan
dengan orang yang belum pernah kita kenal. Sebagaimana budaya Islam,
kami di ta’arufkan tanpa persetujuan dari kami (Film Mustang: 34.06)
20
Ibu Osman : “Dokter. Putraku baru saja menikah dan istrinya tidak
mengeluarkan darah.”
Dokter : “Selaput daramu masih utuh. Mungkin akan robek lain
kali. Dengan suamimu, atau saat melahirkan.”
Selma : “Entahlah. Aku lelah. Tak ada yang percaya aku masih
perawan.” (Film Mustang: 48.03, 49.28, 50.01)
Sonay : “Aku hanya mau menikah dengan Ekin. Atau aku akan berteriak.”
Nenek Nihal : “Baik. Baik, baik!” (Film Mustang: 36.19, 36.23)
Dialog tersebut berlangsung ketika Sonay menolak dijodohkan denga Osman. Dan
berakhir dengan persetujuan Sonay boleh menikah dengan Ekin dengan syarat Ekin
segera melamar. Akhirnya kedua remaja yang masih labil dan di bawah umur ini pun
menikah. Berdasarkan perspektif Kristeva, segredasi yang digambarkan ini masuk dalam
abjection hukum, begitu pula dengan gambaran ketika Selma mendapat perlakuan tidak
adil dari pihak keluarga laki- laki karena tidak mengeluarkan darah ketika malam
pertama mereka.
21
Lale : “Aku ingin minta izin Paman. Ada pertandingan perempatfinal Super
Liga pada Jum’at malam. Jadi, apa aku boleh ikut?
Paman Erol : “Kau tak boleh hadir di stadion dengan laki- laki.”
Lale : “Aku sudah tanya Nenek. Nenek tidak melarang. Nenek tahu aku
mengikuti pertandingan penyisihan. Ini musim terakhir.”
Paman Erol : “Tetap tidak boleh.” (Film Mustang: 23.00, 23.10, 23.15, 23.40)
Lale berputar balik kembali menemui kakak- kakak perempuannya di kamar mereka.
Dialog di atas merupakan penindasan dalam bentuk segradasi budaya dan sosial.
Karna pada umumnya sporter pertandingan sepak bola antara laki- laki dan perempuan
saling berdesakkan. Berdasarkan perspektif Kristeva dalam budaya patriarkal,
perempuan telah direduksi ke dalam fungsi ibu; atau dengan kata lain, perempuan telah
direduksi menjadi fungsi reproduksi. Penolakan yang salah tempat ini adalah salah satu
cara penindasan dan penurunan harkat perempuan dalam budaya patriarkal (Robertus,
2013, h. 38).
Simpulan
Berdasarkan pembahasan dalam film Turki Mustang tentang krisis patriarki
berdasarkan perspektif Julia Kristeva. Peneliti menemukan empat bentuk representasi
krisis patriarki dengan teori ayah imajiner, yaitu patriarki abjek ibu, phallic wanita,
phallus ibu, dan cinta ibu. Adapun krisis patriarki dengan tinjauan teori abjection
ditemukan segredasi seks, pendidikan, hukum, budaya, agama, psikis, dan social.
Setelah melakukan analisis, ternyata film Turki Mustang sangat relevan apabila di
teliti berdasarkan perspektif Julia Kristeva. Karena didalam film tersebut banyak sekali
peneliti temukan representasi krisis patriarki. Dalam teori feminisme Julia Kristeva
mampu membongkar bentuk dan sebab munculnya patriarki itu sendiri. Sehingga film
Turki Mustang ini dapat dijadikan bahan penggalian pembelajaran yang sangat luas dan
kaya mengenai krisis patriarki.
22
Daftar pustka
Adipoetra, Fanny Gabriella. 2016. Representasi Krisis Patriarki dalam Film “Batas”.
Jurnal e-Komunikasi Vol. 4. No. 1 Tahun 2016; 2- 11
Azlina Asaari, Jamaluddin Aziz & Sabariah Mohamed Salleh. 2017. Susuk, wanita
dan abjection dalam filem seram kontemporari Melayu. Jurnal
Komunikasi Malaysian (Journal of Communication) Vol. 33 No. 3; 70-88.
Andi, Prastowo. 2011. Memahami Metode Penelitian: Suatu Tinjauan Teoritis dan
Praktis. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media
Becker, Megan dan Leckrone. 2003. Teori Sastra dan Julia Kristeva. Bali: CV. Bali
Media Adhikarya.
Bowie, M. 1991. Lacan. Cambridge: Harvard University Press
23
Meleong, Lexy J. 2002. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakaya
Mufid, Muhammad. 2009. Etika dan Filsafat Komunikasi. Kencana: Jakarta
Muhammad. 2010. Metode penelitian bahasa. Jogyakarta: Ar- Ruzz Media
Musfah, Jejen. 2016. Tips Menulis Karya Ilmiah: Makalah, Penelitian, Skripsi, Tesis
dan Disertasi. Jakarta: Prenada Media Group
Prabasmoro, Aquarini Priyatna. 2006. Kajian Budaya Feminis Tubuh, Sastra, dan
Budaya Pop. Yogyakarta: Jalasutra
Raman, Selden. 1996. Teori Sastra Masa Kini. Yogyakarta: UGM Press
Ratna, Nyoman Kutha. 2010. Metode penelitian kajian budaya dan ilmu-ilmu sosial
humaniora pada umumnya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Rosyad. 2003. Posisi Perempuan dalam Feminis. Yogyakarta: Fajar Pustaka Baru
Sarup,Madan. 2011. Panduan Pengantar untuk Memahami Postrukturalisme &
Posmodernisme, terj. Mendhy Maginta Hidayat. Yogyakarta: Jalasutra.
Cetakan II
Siswanto, Victorianus Aries. 2012. Strategi dan langkah-langkah penelitian.
Yogyakarta: Graha Ilmu
Siswantoro. 2005. Metode penelitian sastra: analisis psikologis. Surakarta:
Muhammadiyah University Press.
Sukardi. 2003. Metodologi penelitian pendidikan kompetensi dan prakteknya.
Jakarta: Bumi Askara.
Tohirin. 2012. Metode Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan dan Bimbingan
Konseling. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada
Tong, Rosemarie Putman. 1998. Feminist Thought. Yogyakarta: Jalasutra.
Tong, Rosemarie Putnam. 2004. Feminism Thought: Pengantar Paling
Komprehensif Kepada Arus Utama Pemikiran Feminis.
terj.A.P.Prabasmoro. Yogyakarta: Jalasutra.
Wolf, Naomi. 1997. Gegar Gender; Kekuasaan Perempuan Menjelang Abad 21, Terj.
Omi Intan Naomi. Yogyakarta: Pustaka Semesta Press
24