Anda di halaman 1dari 13

Si Manis Jembatan Ancol 2019 : Figur Hantu Gambaran Budaya Patriarki

Mini Proposal Penelitian

Mata Kuliah :
Riset Kajian Media dan Budaya

Nama :
Rona Pea 071711533113

DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI


FAKULTAS ILMU SOSIAL & ILMU POLITIK
UNIVERSITAS AIRLANGGA
2020
Si Manis Jembatan Ancol 2019 : Figur Hantu Gambaran Budaya Patriarki
Proposal Penelitian Dalam Model Mosdell

Topik

1. Apa : Yang ingin diketahui adalah kode-kode teknis dan representasional


konvensional dari budaya patriarki pada pemeran figur hantu dalam dilm
Si Manis Jembatan Ancol 2019 menurut teori Semiotika John Fiske.

Outcome

1. Mengapa :
 sebagai salah satu figur hantu yang melegenda di masyarakat
Indonesia
 Figur Hantu ini kerap ditayangkan dalam film dengan berbagai versi
dan berbeda pemeran, namun di film Si Manis Jembatan Ancol 2019
akan menceritakan kisah figur hantu ke trek semula pada versi era
1973, berbeda dengan versi Si Manis Jembatan Ancol rilisan tahun
1993, 1994 dan 2008
 Film Si Manis Jembatan Ancol sempat menjadi trending topik google
Indonesia pada tanggal 26 Desember 2019
 Salah satu figur hantu perempuan yang memiliki kisah tragis, yakni
mengalami kekerasan perempuan
 Merupakan salah satu film hantu yang seara tersirat mengangkat cerita
mengenai kekerasan perempuan yang terjadi pada masa lampau.
2. Siapa (PenelitianTerdahulu)
 “Representasi Patriarki dalam Film Batas” oleh Fanny Gabriella
Adipoetra dari Universitas Kristen Petra Surabaya, 2016
 “Konstruksi Seksualitas Perempuan Dalam Film Horor Tali Pocong
Perawan” oleh Khariroh Asri N dari Universitas Muhamaddiyah
Yogyakarta, 2011
 “Representasi Motherhood Pada Karakter Hantu Perempuan Dalam
Film Pengabdi Setan” oleh Dany Dwi S dan Hapsari Dwinintyas S.
Dari Universitas Diponegoro, 2019

Metode

1. Bagaimana :
Metode Analisis Semiotik menggunakan 3 level pemaknaan dari John
Fiske :
a. Level Realitas
b. Level Representasi
c. Level Ideologi

2. Dimana : Pada Film Si Manis Jembatan Ancol 2019

3. Siapa : Analisis Tekstual, menganalisis kode-kode atau simbol kultur


patriarki yag ada pada film Si Manis Jebatan Ancol 2019

Signifikansi atau manfaat peneltian

1. Apa : Bermanfaat sebagai penelitian berbasis analisis semiotik pada film


yang sejenis
1.1 Latar Belakang Masalah
Penelitian ini membahas mengenai artikulasi kultur patriarki pada figur
hantu dalam film Si Manis Jembatan Ancol 2019 melalui kode-kode teknis,
representasional konvensional, dan ideologi dengan menggunakan pendekatan
kualitatif. Metode penelitian ini menggunakan metode analisis semiotik dari
John Fiske melalui three levels of social code untuk menganalisis kode-kode
yang ada didalam film tersebut. Melalui metode analisis semiotik John Fiske,
penelitian ini juga akan menggunakan kode-kode kultur patriarki sebagai
dasar untuk menganalisis penelitian.
Topik mengenai kultur patriarki dalam film Si Manis Jembatan Ancol
2019 menjadi menarik untuk diteliti karena film tersebut menampilkan sosok
hantu perempuan yang melegenda di kalangan masyarakat Indonesia. Sosok
mistis Si Manis Jembatan Ancol ini merupakan figur hantu perempuan yang
memiliki kisah tragis. Si Manis Jembatan Ancol telah beberapa kali difilmkan
dengan berbagai versi alur cerita. Pada film Si Manis Jembatan Ancol 2019
diceritakan bahwa figur hantu ini merupakan korban kekerasan yang ingin
membalas dendam kepada orang yang menyiksanya. Selama masa hidupnya
diceritakan bahwa sosok figur hantu di film ini kehidupannya dikontrol oleh
suaminya dan terlihat kurang bahagia. Disamping itu, latar tempat dari film
ini bernuansa tahun 1950-an yang mana unsur budaya patriarki pada waktu itu
sangat kental, yang mana di tahun 1950-an pernah terjadi gerakan dari
Gerwani (Gerakan Wanita Indonesia) yang menyuarakan hak perempuan
Indonesia yang tertindas karena budaya patriarki (Wieringa, 2002). Lebih
lanjut, figur hantu perempuan ini selama hidupnya juga digambarkan
mengalami kekarasan dan penindasan dari kaum laki-laki yang mana dalam
konteks ini terdapat adanya unsur budaya patriarki.
Patriarki merupakan suatu sistem otoritas laki-laki yang menindas kau
hawa mellaui institusi sosial, politik dan ekonomi (Munti, 2005). Sistem
patriarki menggambarkan adanya prower relation atara laki-laki dan
perempuan yang mana ditunjukan dengan adanya kontrol laki-laki terhadap
perempuan (Bhasin, 1996). Konsep maskulin dan feminin merupakan produk
yang diciptakan dari budaya patriarki. Menurut Bhasin (1996) terdapat
beberapa bidang kehidupan perempuan yang dikotrol oleh laki-laki pada
budaya patriarki yang meliputi day aproduktif dan tenaga kerja peremuan,
reproduksi perempuan, kontrol atas seksualitas prempuan, harta milik dan
sumber daya ekonomi dan gerak tubuh.
Beberapa penelitian sebelumnya yang membahas mengeai figur hantu
pada perfilman Indonesia dan budaya patriarki pada film juga pernah
dilakukan. Penelitian oleh Fanny Gabriella di tahun 2016 dari Universitas
Kristen Petra Surabaya dengan judul “Representasi Patriarki dalam Film
Batas” yang mana meniliti film bergenre drama dengan melihat kode-kode
kultur patriarki di dalamnya. Penelitian oleh Khariro Asri di tahun 2011 dari
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta dengan judul “Konstruksi
Seksualitas Perempuan Dalam Film Horor Tali Pocong Perawan” yang mana
meniliti film horor dengan melihat kode-kode unsur seksualitas pada filmnya.
Selanjutnya, penelitian dari Dany Dwi S. Dan Haosari Dwiningtyas S. di
tahun 2019 dari Universitas Diponegoro dengan judul “Representasi
Motherhood Pada Karakter Hantu Perempuan Dalam Film Pengabdi Setan”
yang mana meneliti film horor dengan melihat kode-kode unsur motherhood
yang ada di filmnya. Perbedaan penelitian terdahulu dengan sekarang ada pada
subjek penelitian dan metode analisisnya. Pada penelitian pertama
menggunakan subjek film drama dengan metode analisis semiotik dari C S
Pierce. Penelitian kedua dan ketiga sama menggunakan tema film horor
namun berbeda judul dengan penelitian yang dilakukan peneliti sekarang.
Pada penelitian kedua menggunakan metode analisis wacana Sara Mils,
sedangkan penelitian ketiga menggunakan metode analisis semiotik dari
Ferdinand de Saussure. Pada penelitian ini akan menggunakan subjek film
horor yang berjudul “Si Manis jembatan Ancol 2019” dengan menggunakan
metode analisis semiotik dari John Fiske.
1.2 Rumusan Maalah
Berdasarkan rumusan masalah di atas maka rumusan masalah dalam
penelitian ini :
1. Bagaimana budaya patriarki diartikulasikan pada figur hantu dalam
film Si Manis Jembatan Ancol 2019

1.3 Tujuan Penelitian


Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk membongkar artikulasi budaya
patriarki yang dialami oleh figur hantu dalam film Si Manis Jembatan Ancol
2019

1.4 Tinjauan Pustaka


1.4.1 Kode-Kode Kultural Patriarki
Menurut Munti (2005) patriarki merupakan suatu sistem otoritas dari
laki-laki yang menindas kaum hawa melalui institusi sosial, politik dan
ekonomi. Awalnya patriarki digunakan untuk menyebutkan kondisi
keluarga yang didominasi oleh kaum laki-laki. Namun sekarang istilah
patriarki digunakan untuk menyebutkan adanya power relation laki-laki
yang menguasai perempuan (Bhasin, 1996). Menurut Millet pada sexual
politis menekankan bahwa perbedaan perilaku anatara perempuan dan
laki-laki bukan berasal secara biologis, tetapi hasil kontruksi budaya
patriarki yang membentuk perilakunya. Adanya unsur personalitas seperti
maskulin dan feminim juga dicitaptakan hasil dari budaya patriarki.
Terdapat dua prinsip patriarki yakni laki-laki harus mendominasi
perempuan dan laki-laki yang lebih tua harus mendominasi yang lebih
muda. Terdapat beberapa bidang kehidupan perempuan yang dikontrol
laki-laki pada sistem budaya patriarki (Bhasin, 1996), yaitu :
1. Daya produktif dan tenaga kerja perempuan
Adanya kontrol laki-laki tehadap produktivitas perempuan. Laki-
laki lah yang menetukan peran perempuan terkait pekerjaannya,
seperti menyuruh untuk mengurus anak dan rumah, atau melarang
untuk bekerja. Selain itu, kontrol laki-laki pada perempuan ini
juga dilakukan diluar rumah.
2. Reproduksi perempuan
Laki-laki mengontrol kehidupan reproduksi perempuan yang
mana ia akan menentukan peran ibu bagi perempuan dan berapa
anak yang dia inginkan
3. Kontrol atas Seksualitas Perempuan
Laki-laki mewajibkan perempuan untuk memberikan pelayanan
seksual sesuai dengan keinginan dan kebuuthannya. Laki-laki jug
amengontrol seksualitas melalui pakaian, tindakan dan gestur
yang dilakukan perempuan.
4. Harta Milik dan Sumber Daya Ekonomi
Adanya kontrol laki-laki terhadap perempuan pada persoalan
ekonomi, seperti gaji, hak milik, warisan, dan sebagainya.
5. Gerak Perempuan
Laki-laki mengontrol gerak perempuan dengan melakukan
pembatasan apa yang akan dilakukan perempuan baik didalam
dan diluar rumah, seperti membatasi perempuan berinteraksi,
pemisahan yang ketat pada privasi dan publik, mobilitas dan cara
perempuan berperilaku.

1.4.2 Semiotik dalam Kajian Budaya dan Metode analisis Semiotik Dalam
Perspektif John Fiske
Semiotikan merupakan studi ilmu atau metode analisis yang mengkaji
sistem penandaan dalam suatu konteks gambar, skenario, teks, dan adegan
film menjadi sesuatu yang dapat dimaknai (Kurniawan, 2001). Sedangkan,
menurut Fiske (2007) semiotik merupakan studi mengenai tanda dan
bagaimana cara tanda tersebut bekerja. Pada teori semiotik, John Fiske
telah membuat metode analisis yang ideal untuk menganalisis penandaan
dari produk audio visual melalui three levels of social codes, sehingga
peneltii merasa bahwa metode ini dapat membantu peneliti untuk
menganalisis kode-kode kultur patriarki pada film Si Manis Jembatan
Ancol 2019. Metode analisis John Fiske dijelaskan pada bukunya yang
berjudul Television Culture yang mencetuskan tiga level pemaknaan yang
meliputi level realitas, level representasi, dan level ideologi.
Level realitas yaitu pemaknaan pada kode-kode tekni yang tampak di
dala frame, mulai dari penampilan fisik, pakaian yang dikenakan, riasan
wajah, keadaan lingkungan sekitar, perilaku, dialog yang diucapkan, gerak
tubuh, ekspersi wajah dan intonasi suara yang ditampilkan sang tokoh.
Level representasi yaitu pemaknaan lebih lanjut dari kode-kode teknis
pada level realitas dengan meninjau pergerakan kamera, seperti angle
pengambilan gambar, pencahayaan, editing, musik dan bunyi-bunyian
yang ada pada film. Level ideologi yaitu level pemaknaan paling akhir
karena melihat apakah terdapat kode atau simbol yang memuat unsur
ideologi tertentu.

1.4.3 Grammar of the Film


Pada dunia perfilman, sistem penandaan pada film ini dapat dilihat
melalui gambar, shot/angle kamera, pencahayaan, editing, musik dan
sebagainya (Thompson dan Bowen, 2009). Dalam bukunya yang berjudul
Grammar of the Shot, Thompson dan Bowen (2009) menyatakan bahwa
terdapat makna tertentu pada teknik pengambilan kamera, yaitu :
a. Extreme Long Shot, yang memiliki funsi untuk memberikan
gambaran terkait lokasi dan waktu pada latar film.
b. Very Long Shot, yaitu menampilkan figur tokoh terlihat dari
kejauhan
c. Medium Long Shot, yaitu memungkinkan penonton untuk melihat
secara detail figur sang tokoh atau atribut yang dipakainya.
d. Long Shot, yaitu memungkinkan penonton untuk melihat hubungan
antar obejk yang ad adi layar, serta datial lain dari tokoh seperti
ekspresi wajah dan atribut yang dipakainya.
e. Medium Shot, yaitu pengambilan gambar melalui sudut pandang
mata manusia secara normal, teknik ini memungkinkan penonton
untuk dapat melihat atribut yang dikenakan tokoh secar ajelas.
f. Medium Close-Up, memungkinkan penonton untuk melihat lebih
jelas ekspresi dan gestur tokoh
g. Close Up, teknik pengambilan gambar yang menampilkan objek
menjadi tampak detail dalam layar sehingga emungkinkan
penonton untuk melihat hal detail dalam gambar
h. Big Close Up, memungkinkan penonton untuk melihar emosi yang
diraskan tokoh
i. Extreme Close Up, teknik pengambilan gambar yang
memungkinkan penonton untuk melihat hal yang sangat mikro
menjadi sangat dekat, seperti objek telinga, mata dan sebagainya.

1.5 Metodologi Penelitian


1.5.1 Pendekatan dan Fokus Penelitian
Penelitian ini akan menggunakan pendekatan kualitatif, yang mana
peneliti akan mendeskripsikan bagaiamana kode-kode kultural patriarki
digambarkan dalam figur hantu dalam film Si Manis Jembatan Ancol
2019. Menurut Kriyantono (2006) pendekatan kualitatif merupakan
pendekatan yang interpretatif untuk menganalisis isi secara mendalam dan
detail untuk mendeskripsikan produk isi media, serta menghubungkannya
dengan konteks sosial. Sedangkan fokus penelitian ini adalah artikulasi
budaya patriarki pada tokoh hantu Si Manis Jembatan Ancol yang
digambarkan melalui narasi dialog dan adegan.

1.5.2 Metode Penelitian


Metode penelitian ini menggunakan metode analisis semiotik dari
John Fiske. Peneliti memilih metode analisis semiotik dari John Fiske
sebagai dasar untuk menganalisis karena metode ini dapat membantu
peneliti untuk menganalisis produk audio visual melalui tiga level kode
sosial yang digagasnya. Melalui metode ini, peneliti akan menganalisis
budaya patriarki pada figur hantu dari film Si Manis Jembatan Ancol
secara mendalam dengan melihat tiga level pemaknaan dari John Fiske
(2001), yaitu level realitas, level representasi dan level ideologi.

1.5.3 Objek Penelitian


Objek penelitian ini adalah film Si Manis Jembatan Ancol 2019.
Pada penelitian ini, film tersebut dianggap sebagai sebuah teks, yang mana
teks merupakan keseluruhan bentuk bahasa berupa tanda dan lambang
yang dapat dimaknai. Selain itu, teks juga meliputi bahasa atau kata-kata
verbal dan seluruh bentuk ekspresi komunikasi seperti citra, gambar,
warna, bentuk, efek suara, musik dan sebagainya (Graddol dalam
Eriyanto, 2001). Artikulasi dari kultur patriarki bisa diteliti dan dianalisis
lebih dalam menggunaan metode analisis semiotik dari John Fiske melalui
tiga level pemaknaan.

1.5.4 Unit Analisis


Unit analisis pada penelitian ini adalah kode-kode teknis,
representasional konvensional dan ideologi yang ada dalam film Si Manis
Jembatan Ancol 2019 sebagai suatu teks, yang mana kode-kode tersebut
mengartikulasikan kultur patriarki. Melalui tiga level pemaknaan dari John
Fiske, level realitas ditujukan untuk kode-kode teknis, level representasi
untuk kode-kode representasional konvensional, dan level ideologi untuk
kode-kode ideologi. Lebih lanjut tiga level pemaknaan dari John Fiske
(Fiske, 2001) yaitu :
1. Level realitas, yaitu meliputi kode atau simbol dari penampilan
fisik, pakaian, tata rias, lingkungan, perilau/kebiasaan, dialog,
gestur, ekspresi wajah dan intonasi suara.
2. Level representasi, yaitu meliputi kode atau simbol dari sudut
pandang kamera, seperti angle, shot, pencahayaan, editing dan
musik.
3. Level Ideologi, yaitu meliputi kod atau simbol yang berkaitan
dengan ideologi.

1.5.5 Pengumpulan Data dan Pengolahan Data


Pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan dengan cara
menonton film Si Manis Jembatan Ancol 2019 secara utuh. Selama
menonton film berlangsung, peneliti akan mencatat data yang ditemukan
dalam teks yang mengandung artikulasi kultur patriarki sebagai data
primer. Disamping itu, peneliti juga akan melaukan studi literatur
terdahulu yang membahas mengenai kutltur patriarki dari berbagai
referensi meliputi buku, artikel dan jurnal sebagai data sekunder.
Selanjutnya, data yang telah dikumpulkan akan diolah dengan mengambil
screenshot atau potongan gambar dari adegan yang memuat artikulasi
kultur patriarki. Kemudian peneliti akan membuat transkrip dari narasi
dialognya dan menganalisisnya lebih lanjut.

1.5.6 Analisis Data


Setelah mengambil data dari film Si Manis Jembatan Ancol 2019,
peneliti akan menganalisis hasil temuan data dari potongan gambar yang
memiliki keterkaitan dengan rumusan masalah, lalu membuat narasi dalam
teks. Potongan gambar yang memuat artkulasi kultur patriarki akan
dianalisis oleh peneliti sesuai dengan kode-kode kultural patriarki. peneliti
juga akan membandingkan gambar yang ada pada film dengan realitas
yang ada di dunia nyata sesuai dengan kode-kode kultural yang digunakan
peneliti. Analisis data akan mengacu menggunakan metode analisis
semiotika dari John Fiske yang meliputi tiga level pemaknaan yaitu, level
realitas, level representasi, dan level ideologi.

Daftar Pustaka

Adipoetra, Fanny G. (2016). Representasi Patriarki dalam Film Batas. Universitas


Kristen Petra Surabaya

Bhasin, K. (1996). Menggugat patriarki : pengantar tentang persoalan dominasi


terhadap kaum perempuan. Yogyakarta: Yayasan Bentang Budaya.

Eriyantono. (2001). Analisis Wacana : Pengantar Analisis Teks Media. Jakarta :


LkiS

Fiske, J. (2001). Television Culture. New York : Taylor & Francis e-Library.

Fiske, J. (2007). Cultural and Communication Studies : Suatu pengantar paling


Komprehensif. Yogyakarta : Jalasutra

Kriyantono, R. 2006. Riset Komunikasi : disertai contoh praktis riset media,


public relation, advertising, komunikasi organisasi, komunikais
pemasaran. Jakarta : Kencana Prenada Media Grup.

Munti, R. B. (2005). Demokrasi Keintiman : Seksualitas di Era Global.


Yogyakarta: LKiS.

Normalia, Khariroh A. (2011). Konstruksi Seksualitas Perempuan Dalam Film


Horor Tali Pocong Perawan. Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Saputra, D. D,. Sulistyani, H. D. (2019). Representasi Motherhood Pada Karakter


Hantu Perempuan Dalam Film Pengabdi Setan. Universitas Diponegoro
Thompson, R,. Bowen, C.J. (2009). Grammar of The Shot. Massachusetts : Focal
Press

Wieringa, S. (2002). Sexual politics in Indonesia. Springer.

Anda mungkin juga menyukai