Anda di halaman 1dari 12

POTRET HEGEMONI DALAM FILM “STORY OF KALE: WHEN

SOMEONE’S IN LOVE” (ANALISIS WACANA KRITIS FAIRCLOUGH)

Salsa Aliefia
Universitas Pendidikan Indonesia
Email: saliefia24@upi.edu

Abstrak
Ideologi hegemoni dapat membentuk perilaku dan sikap masyarakat berlandaskan pada
jenis kelamin, termasuk ketika memutuskan apa yang membedakan antara laki-laki dan
perempuan. Potret hegemoni yang dilakukan oleh laki-laki terhadap perempuan karena
adanya ideologi, dapat direpresentasikan melalui media film. Tujuan dari penelitian ini ialah
untuk mengungkapkan bagaimana hegemoni laki-laki yang terhadap perempuan
divisualisasikan pada film “Story of Kale: When Someone’s in Love” dengan analisis
wacana kritis fairclough. Pendekatan penelitian yang digunakan ialah metodologis dan
kualitatif deskriptif. Metode analisis data yang dipilih ialah dokumentasi. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa terdapat bentuk hegemoni yang dilakukan tokoh Argo dan Kale
terhadap Dinda yakni soal kuasa atas memutuskan pilihan dalam hidup Dinda.

Kata kunci: Film, wacana dialog, analisis wacana kritis fairclough, hegemoni, gender

PENDAHULUAN
Hegemoni yang dilakukan oleh laki-laki kepada perempuan termasuk ke dalam salah satu hal
yang sering sekali terjadi di dalam sistem masyarakat. Menempatkan laki-laki pada struktur
paling atas dalam kehidupan, bukan lagi hal yang aneh yang dapat terjadi. Hal tersebut terjadi
karena adanya konsep soal ideologi gender yang mengatur peran gender berdasarkan
perbedaan gender yang melekat pada laki-laki dan perempuan, yang terbentuk karena faktor
budaya di dalam suatu masyarakat. Mosse (1996) berpendapat bahwa gender sebagai paham
yang digunakan dalam analisis sosial, mengarah pada peran, tanggung jawab, sifat, perilaku,
hak, dan fungsi yang terdapat pada laki-laki dan perempuan sebagai potret dari budaya.
Masyarakat membentuk perilaku dan sikap berlandaskan pada jenis kelamin, termasuk ketika
memutuskan apa yang menjadi pembeda antara laki-laki dan perempuan. Pemikiran stersebut
sudah melekat secara turun temurun melalui proses sosialisasi baik dalam lembaga
pendidikan, keluarga, agama, dan masyarakat. Dalam pandangan Showalter, konsep gender
mulai dikenal pada awal tahun 1977, ketika sekelompok feminis di kota London
menggantinya dengan gender doscourse (wacana gender), mereka tidak lagi menggunakan
isu-isu lama seperti patriarchal atau sexist.
Hegemoni sendiri merupakan istilah dari Gramsci untuk mendeskripsikan sebuah
dominasi ide yang berupaya untuk menyetujui konsep kepatuhan. Asumsinya ialah kelas
yang mendominasi, menggabungkan persetujuan spontan dengan berbagai macam cara untuk
membuat kesepakatan untuk masyarakat.
Potret hegemoni laki-laki terhadap perempuan karena adanya ideologi, dapat
direpresentasikan melalui media film. Film merupakan suatu wadah yang dipakai untuk
mengekspresikan pesan-pesan kepada penikmatnya atau khalayak umum melalui media
cerita. Dapat juga artikan sebagai wadah ekspresi artistik bagi para penikmat seni dan
penikmat film untuk menyuarakan ide atau gagasan cerita yang dimilikinya (Wibowo, 2006).
Khalayak umum atau masyarakat dapat menikmati film tidak hanya melalui suara saja, tetapi
masyarakat juga bisa menikmatinya melalui bentuk visual yang ditampilkan. Melalui film,
amanat yang terkandung dalam sebuah cerita dapat disajikan secara langsung melalui film
yang dilihat. Oleh karena itu, film dapat dijadikan sebagai salah satu sarana yang dipakai
untuk menyampaikan akan suatu pesan yang ingin disampaikan oleh pembuat film kepada
penonton film.
Salah satu film yang memotret soal hegemoni laki-laki terhadap perempuan ialah film
“Story of Kale: When Someone’s in Love”. “Story of Kale” merupakan film Indonesia
bergenre romantis. Film tersebut dirilis pada tahun 2020. Ditulis oleh M. Irfan Ramly dan
Angga Dwimas Sasongko, kemudian disutradarai oleh Angga sendiri, “Story of Kale: When
Someone’s in Love” merupakan spin-off dari “Nanti Kita Cerita Tentang Hari Ini”. Produksi
spin-off dari tokoh Kale, karena karakter Kale dapat menciptakan rasa penasaran para
penonton NKCTHI soal apa yang terjadi masa lalunya. Penonton penasaran apa yang sudah
dilalui oleh Kale sehingga ia dengan tega menyakiti perasaan Awan (salah satu tokoh utama
film dalam film NKCTHI) pada salah scene ikonik dalam film tersebut. Dalam konferensi
pers yang diunggah di kanal Youtube Bioskop Online pada tanggal 21 Oktober 2020, Irfan
selaku penulis naskah, memaparkan bahwa film “Story of Kale” menampilkan hal-hal yang
familiar dan dekat yakni ketika sebuah dua orang ingin hubungan yang mereka jalin berjalan
dengan baik tetapi mereka malah saling menyakiti. Film tersebut diputar perdana di Bioskop
Online dan saat ini dapat ditonton di platform streaming online yakni Netflix.
Di dalam film tersebut, ditemukan bagaimana perempuan dikuasi oleh laki-laki bahkan
dalam soal mengambil keputusan untuk dirinya sendiri, seakan-akan mereka tidak berhak
memutuskan apa yang terbaik untuk mereka. Hegemoni laki-laki terhadap perempuan dalam
wacana-wacana dialog yang terdapat di film tersebut dapat dikaji melalui analisis wacana
kritis yang dipelopori oleh Norman Fairclough untuk ditelaah lebih jauh lagi. Fairclough
(1989) mengungkapkan bahwa analisis wacana kritis bukan hanya mengkaji soal teks dalam
wacana saja, tetapi juga mengkaji soal bagaimana keterkaitan antara elemen atau objek dari
proses sosial dengan wacana.
Terdapat penelitian terdahulu yang serupa dengan penelitian kali ini, yakni penelitian
dari Fauziyah dan Nasionalita, dengan judul penelitian “Counter Hegemoni Atas Otoritas
Agama pada Film (Analisis Wacana Kritis Fairclough Pada Film Sang Pencerah)” yang
dipublikasikan di jurnal INFORMASI: Kajian Ilmu Komunikasi pada tahun 2018. Penelitian
tersebut meneliti soal counter hegemoni terhadap otoritas agama dalam film “Sang
Pencerah”. Berikutnya, ditemukan penelitian dengan judul “Hegemoni Harian Fajar
Menjelang Pilpres 2019 (Studi Analisis Wacana Kritis, Norman Fairclough)” yang ditulis
oleh Pahlevi dan diunggah di jurnal Al-Khitabah pada tahun 2018. Pahlevi meneliti soal
bagaimana surat kabar Fajar menciptakan ideologi dalam wacana sebagai perangkat
hegemoni dalam priode 1 Agustus 2018 – 4 September 2018. Lalu, terdapat penelitian yang
ditulis oleh Tedjo, Luik, dan Aritonang yang diunggah di jurnal E-Komunikasi tahun 2021
dengan judul “Representasi Toxic Relationship dalam Film Story of Kale: When Someone’s
in Love”. Penelitian tersebut mengungkapkan soal gambaran dari toxic relationship dalam
film “Story of Kale” dengan menggunakan analisis semiotika.
Dari sebagian penelitian terdahulu, dapat diketahui persamaan dan perbedaannya dengan
penelitian kali ini. Pada penelitian pertama dan kedua, persamaan terlihat pada pisau analisis
yang dipakai, yakni analisis wacana kritis dari Fairclough. Sementara, perbedaan terlihat dari
objek kajian yang akan dianalisis, jika pada kedua penelitian tersebut objek yang dipiih ialah
wacana berita, penelitian kali ini objek yang digunakan ialah wacana dialog yang terdapat di
dalam film “Story of Kale”. Lalu, persamaan pada penelitian ketiga terdapat pada objek yang
dipilih yakni sama-sama digunakan film “Story of Kale”. Perbedaan terlihat pada teori kajian
yang digunakan, pada penelitian ketiga digunakan teori kajian semiotika, sedangkan teori
kajian yang dipakai pada penelitian kali ini ialah analisis wacana kritis. Perbedaan juga
terlihat pada topik yang dibahas, jika penelitian ketiga membahas mengenai representasi dari
toxic relationship, penelitian kali ini membahas topik yang lebih rinci lagi yakni mengenai
potret hegemoni yang dilakukan oleh laki-laki terhadap perempuan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengungkapkan bagaimana potret hegemoni laki-laki
yang dilakukan terhadap perempuan yang ditampilkan dalam film “Story of Kale: When
Someone’s in Love”. Penelitian ini dapat bermanfaat untuk memberikan gambaran
bagaimana hegemoni dapat dilakukan melalui wacana dialog yang bahkan tidak kita sadari,
wacana-wacana tersebut sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari.

METODE PENELITIAN
Pendekatan metode yang dipilih dalam penelitian ini ialah pendekatan teoritis serta
metodologis. Pendekatan teoritis berkaitan dengan kajian analisis wacana kritis fairclough,
yakni peneliti mengungkapkan potret hegemoni laki-laki terhadap perempuan yang terdapat
di dalam wacana dialog film “Story of Kale: When Someone’s in Love” melalui analisis teks,
praktik wacana, dan praktik sosiokultural. Sementara pendekatan metodologis yang dipakai
ialah pendekatan kualitatif deskriptif. Pendekatan kualitatif deskriptif dapat memaparkan
serta menguraikan wacana-wacana dialog yang menggambarkan soal hegemoni laki-laki
terdahap perempuan. Kedua pendekatan tersebut dipakai karena searah dengan tujuan
penelitian, yaitu mengungkapkan bagaimana potret hegemoni laki-laki yang dilakukan
terhadap perempuan
Kemudian, teknik pengumpulan data yang dipilih untuk mengkaji pada penelitian ini
adalah teknik dokumentasi. Teknik dokumentasi yang dilaksanakan melalui teknik membaca
serta teknik mencatat. Teknik tersebut digunakan karena objek penelitian ini ialah wacana
yang terdapat di dalam sebuah film.
Dokumentasi adalah proses menyatukan, memilih, menyusun, serta menghimpun data-
data atau informasi. Teknik dokumentasi dapat diterapkan dengan cara berikut ini:
1. Peneliti menonton film “Story of Kale: When Someone’s in Love” di platform
streaming online Netflix dan memerhatikan serta membaca semua wacana dialog yang
terdapat pada film tersebut. Hal tersebut bertujuan agar peneliti dapat memilih dan
menemukan wacana yang memotret hegemoni yang dituturkan oleh tokoh Kale dan
Argo terhadap Dinda.
2. Lalu, peneliti memilih dan menandai wacana dialog yang dituturkan oleh Kale dan
Argo terhadap Dinda.
3. Berikutnya, penelti mentranskrip wacana dialog tersebut menjadi wacana tulis yang
akan dikaji untuk ditemukan potret hegemoni laki-laki terhadap perempuan yang
terdapat di dalam film tersebut.
Analisis data yang dipilih ialah analisis model Miles dan Huberman dalam Sugiyono
(2013), mencakup reduksi data (memilih dialog di dalan film yang sesuai untuk digunakan
sebagai objek kajian), (2) penyajian data (mengungkapkan serta mendeskripsikan potret
hegemoni yang digambarkan dalam wacana dialog yang sudah dipilih dari film “Story of
Kale”), dan (3) Dilakukan pengambilan kesimpulan/verifikasi.
Lalu, metode penyajian informal digunakan sebagai metode dalam penyajian hasil.
Metode tersebut, merumuskan data yang berbentuk kata-kata biasa karena data hasil analisis
berupa penguraian kalimat. Sumber data penelitian adalah film. Data yang dipilih dalam
penelitian ini berbentuk uraian wacana dialog.

HASIL
Hegemoni ideologi tampak pada dalam teks-teks yang buat oleh baik oleh kelompok
yang dominan (berkuasa) maupun kelompok di luarnya (kelompok subaltern). Teks adalah
salah satu bagian dari praktik sosial yang dapat ditemukan di dalam publik atau masyarakat.
Hal tersebut biasa disebut dengan bagian. Sementara, keseluruhan adalah struktur masyarakat
yang dapat ditemukan di luar teks. Melalui perhatian keseluruhan, dilihat kembali susunan
ideologi yang telah didapat dari teks. Melalui sudut pandang ini, struktur kualitatif mengarah
kepada bagaimana hubungan teks dan pengarangnya dengan situasi historisnya.
Perkembangan diartikan dalam proses historis, yaitu usaha-usaha manusia membangun
masyarakat baru dan mengubah sejarah, suatu kondisi tertentu yang lebih menjamin elemen
kebebasan manusia. Totalitas terdiri dari semua kelompok, mulai dari kelompok dominan
atau berkuasa, hingga kelompok subaltern (Harjito, 2014).
Teks-teks yang mengandung hegemoni ideologi ditemukan juga pada wacana dialog film
“Story of Kale: When Someone’s in Love”, karena di dalam film sering kali ditampilkan
potret soal masalah sosial, tak terpungkiri soal ideologi hegemoni yang sudah melekat di
dalam masyarakat. Wacana tersebut dapat diungkapkan menggunakan analisis wacana kritis
Fairclough. Menurut Fairclogh dan Wodak, analisis wacana kritis memandang pemakaian
bahasa dalam tulisan maupun tuturan dan wacana ialah sebagai wujud dari praktik sosial,
mendeskripsikan wacana dalam praktik sosial dan menimbulkan sebuah keterkaitan
diaklektis antara situasi dengan diskurtif tertentu, struktur sosial serta intuisi yang
membuatnya.
Faircough memanfaatkan teori dari Louis Althuser dan Anthonio Gramsci. Fairclough
berupaya untuk mengungkapkan adanya potensi transformasi sosial dalam analisis wacana.
Fairclough memberikan model tiga dimensi dalam analisi diskursusnya yang mewakili tiga
bagian yang harus dianalisis, yaitu teks, berikutnya praktik diskursif, dan praktik
sosiokultural.
Sinopsis Film “Story of Kale: When Someone’s in Love”
Tokoh Kale yang dimainkan oleh Ardhito Pramono yang bertemu dengan seorang
perempuan bernama Dinda yang dimainkan oleh ketika ia sedang manggung. Kale
merupakan seorang penyanyi, sedangkan Dinda ialah manager dari sebuah band bernama
Arah yang saat itu juga sedang menggung bersamaan dengan Kale. Saat pertemuan pertama,
Kale menolong Dinda ketika Dinda dipukuli oleh pacarnya yaitu Argo. Lambat laun, Dinda
pun putus dengan Argo, karena itu Dinda sering bertemu dengan Kale. Kale dan Dinda sudah
saling mengerti sifat masing-masing. Hari-hari berikutnya berjalan dengan baik. Akhirnya,
Kale memberanikan diri untuk menyatakan perasaannya terhadap Dinda dan mengajaknya
untuk berpacaran. Dinda pun menerima ajakan Kale untuk berpacaran. Pada awalnya mereka
menjalani hubungan yang baik dan bahagia. Namun, makin lama, Kale menunjukkan sifat
aslinya yang mirip dengan mantan Dinda yakni Argo. Kale sering meminta Dinda untuk
melaporkan semua kegiatan yang Dinda lakukan, jika tidak, ia akan marah. Kale juga
membuat keputusan-keputusan atas Dinda, seakan-akan Dinda tidak tahu apa yang terbaik
untuk dirinya. Kale juga melemparkan barang-barang ketika mengetahui Dinda bertemu
dengan laki-laki lain tanpa seizinnya.
Analisis Teks
Fairclough dalam (Eriyanto, 2001) memandang teks dari berbagai tingkatan. Sebuah teks
tidak hanya menggambarkan bagaimana suatu objek ditampilkan. Namun, juga soal
bagaimana keterkaitan antar objek yang didefinisikan.
Representasi Hegemoni Laki-laki Terhadap Perempuan
Penggunaan bahasa dapat melihat bagaimana seseorang atau kelompok tertentu ingin
digambarkan dengan suatu peristiwa atau tindakan (Eriyanto, 2011).
Dialog 1
Menit 2:24, A: Argo, D: Dinda
A: “Kalo kamu ga mau, bilang dong”
D: “Bukannya ga mau, tapi ga bisa”
A: [menarik tangan dinda] “Kalo gabisa kan bisa ngomong”
D: “Aku udah ngomong dua kali, tapi kamunya aja ga nyimak”
A: [berteriak] “Ya kasih tau lagi dong! Masa gara-gara aku ga nyimak, kamu ga
bilang gitu aja?”
D: “Jangan berantem di sini dong, malu diliatin orang”
A: “Kamu punya mulut kan?”
Representasi atau potret hegemoni terlihat pada teks yang ditebalkan. Dialog tersebut
terjadi saat Dinda sedang mengurusi bandnya, yakni Arah untuk tampil di panggung. Namun,
Argo sebagai pacar Dinda, menghampirinya dan memarahinya di depan banyak orang. Argo
menanyakan soal kesediaan Dinda untuk bertemu dengan neneknya. Dinda tidak bisa
menemui nenek Argo karena sedang mengurusi bandnya, Dinda pun sudah
mengomunikasikannya ke Argo, tetapi Argo memerintahkan Dinda untuk memberitahunya
lagi walau sudah diberitahu dua kali. Terlihat adanya dominasi dari Argo dalam hubungan
tersebut agar Dinda selalu mematuhi keinginannya salah satunya ialah bertemu dengan
neneknya walau Dinda tidak bisa. Namun, Argo tetap memaksanya. Representasi hegemoni
diperkuat lagi oleh wacana dialog berikutnya.
*D dan A masuk ke ruang istirahat Arah
A: “Guys, keluar bentar dong, gue mau ngobrol sama Dinda [anggota band Arah keluar
ruangan]”
A: [Menutup pintu ruangan dengan kencang]
D: “Go, sumpah gue ga enak banget sama anak-anak Arah, kamu suruh keluar kaya
gitu”
A: [Memegang rahang dinda dan menjatuhkannya] “Heh! Sama temen-temen kamu
bisa ga enak kan, sama keluarga aku kamu seenaknya! Eyang Ti itu cuma pengen
ketemu kamu, Din! Yang katanya calon istri, cucu kesayangannya! Mumpung dia
belom balik ke Kudus, ketemu sebentar, apa susahnya sih?!”
D: “Aku udah bilang, aku ga bisa. Aku bilang ampe dua kali, terus kamu bilang kita cari
waktu lain aja”
A: [Menyela omongan Dinda sembari berteriak] “Mana? Mana? Aku ga pernah
ngomong kaya gitu!”
D: “Kamu bilang kaya gitu”
A: [berteriak] “Aku ga pernah bilang kaya gitu! Kalo aku ngomong kaya gitu, aku ga
mungkin janjiin dia ketemu kamu, hari ini!”
A: “He! Dia itu nenek-nenek umur 75 tahun, cape-cape ke pasar, masak, buat siapa?!
[menempeleng kepala dinda] buat kamu, goblok!”
D: [terisak] “Aku minta maaf”
A: [memegang badan dinda] “Gausah nangis! Gausah nangis! Gausah nangis!
Pada teks yang ditebalkan, Argo menggunakan kalimat yang membuat Dinda merasa
bersalah. Ia memberitahu bahwa neneknya, yakni Eyang Ti, sudah mempersiapkan segalanya
untuk bertemu dengan Dinda. Padahal sebelumnya Dinda sudah bilang kalau ia memang
tidak bisa karena bertepatan dengan tampilnya band Arah, sebagai manager, tentu Dinda
harus mendampingi bandnya. Namun, Argo merasa dirinya mempunyai kuasa atas dinda,
hingga membuat Dinda merasa bersalah dan harus memenuhi keinginannya.
Dialog 2
Menit 7:28
A: “Kalo kamu mau hubungan ini tetap ada, sekarang juga kamu keluar dari
pekerjaan kamu. Aku ga pernah suka sama temen-temen kamu.”
D: “Ko jadi bahas itu sih Go?”
A: “Ya, kenapa? Kenapa emangnya? Aku ga pernah suka!”
A; [memegang badan dinda] “Heh! Eh! Rencana hari ini rusak karena apa? Karna
kerjaan kamu yang ga ada gunanya itu, goblok!”
D: “Tapi kamu ga bisa dong, nyuruh aku berenti dari kerjaan aku ini. Aku suka, aku
suka banget kerjaan ini dan masalah kita ga ada hubungannya sama temen-temen aku,
kan?”
A: “Bodoamat, bodoamat. Aku ga peduli.”
Berikutnya, representasi hegemoni terlihat ketika Argo menyuruh Dinda untuk keluar
dari pekerjaannya hanya karena ia tidak suka dengan teman-temannya. Argo berani bicara
seperti itu, karena ia merasa ia memiliki kuasa atas hidup Dinda, bahkan hingga memutuskan
untuk menentukan apa yang harus terjadi di hidup Dinda.
Dialog 3
Flashback. Menit 13.32
D: Dinda, K: Kale
D: “Le, aku udah gamau ada di hubungan ini.”
K: “Lah iya, isyarat apaan? Eh, ngomong dong, Din. Din.. Din.. aku ga ngerti apa yang
kamu omongin. Dinda! Dinda, Dinda, ini hubungan dua orang bukan cuma kamu
doang. Jadi, kalo ada apa-apa, ngomong dong.”
D: “Aku tau ini hubungan dua orang.”
K: “Kamu jangan bikin keputusan sendiri.”
D: “Aku tau ini hubungan dua orang, Le. Tapi aku kapan punya keputusan aku
sendiri, kalo yang dibelain harus hubungan ini terus? Aku ga pengen ada di sini lagi,
Le.”
K: “Din, satu setengah, satu seteng… satu setengah tahun kita bareng, Din. Ga ada
masalah yang ga bisa kita selesain. Semua masalah dateng, kita pasti punya jalan
keluarnya.”
D: “Ya, menurut aku, ini jalan keluarnya, Le.” [beranjak]
K: [Menarik tangan Dinda] “Din.. kamu inget gimana susahnya kita mulai hubungan
ini? Aku dijauhin temen-temen aku, keluar dari Band. Kamu yang diteror Argo
berbulan-bulan. Semua kita terima karena kita emang pengen ada di sini. Aku ga
ngerti. Aku ga ngerti kenapa kamu tiba-tiba minta putus? Sejak kapan punya ide kaya
gitu? aku ga pernah tau. Tapi aku tau persis kenapa kita ada di sini. Kita mau
membahagiakan satu sama lain, dengan semua kekurangan yang ada di hubungan
ini, aku ga pernah lupain itu. Kamu cuma lagi emosi aja, kok. Semua hubungan, itu
ada naik turunnya. Pasti, Din. Coba pikirin baik-baik. Kamu juga dulu ga mau kita
bikin projek bareng. Kamu bilang itu mau aku doang. Tapi kebukti kan pada saat itu
kamu emosi doang? Jadi ga mikir jernih. Kita bisa punya mini album. Kamu bisa
ngembangin bakat kamu yang ga pernah kamu bayangin itu. Ga puas dengan jadi
manajer aja. Semua yang kita alamin, kita lewatin, itu karena kita pikir baik-baik.
Kita bikin keputusannya sama-sama, Din. Aku dan kamu. Din.”
Wacana dialog tersebut terjadi pada flashback scene ketika Dinda ingin meninggalkan
Kale. Mereka sudah menjalani hubungan selama satu setengah tahun, tetapi Dinda sudah
tidak ingin lagi berada di hubungan tersebut. Representasi hegemoni telihat pada dialog yang
ditebalkan. Dinda sudah menyatakan bahwa kapan ia punya keputusan sendiri, jika dia harus
terus menerus memikirkan sebuah hubungan yang sudah membuat ia tidak nyaman lagi.
Namun, Kale justru memaksa Dinda untuk memikirkan hal tersebut dan malah membahas
apa-apa saja yang telah mereka lewati, padahal Dinda sudah memikirkan hal tersebut selama
berbulan-bulan. Terlihat dari dialog Kale, ia ingin membuat Dinda merasa bersalah atas
keputusan yang dia ambil.
Dialog 4
Menit 21.43
D: “Le, ini cuma soal aku yang mau ke ulang tahunnya Nina.”
K: “Kan kamu yang mulai”
D: “Terus gimana? Yaudah, aku mau jalanin proyek ini, tapi kita bisa, kan, cari hari
lain? Aku ga enak banget sama Nina, dia udah nelfon aku tiga kali buat mastiin aku
dateng.”
K: [Menyela] “Ya, kalo dia temen baik kamu, dia pasti tau, sebab kenapa kamu ga mau
dateng. Atau jangan-jangan Argo yang buat Nina ngomong kaya gitu? Apa kamu mau
aku temenin?”
D: “Hmm, kayanya bukan ide bagus, deh.”
K: “Hah? Kenapa?”
D: “Ya, nanti kalo kalian berantem lagi, gimana? Kasian, kan Nina-nya.”
K: “Ya, aku ga bakal berantem, kalo dia ga mulai duluan. Ya?”
D: “Aku berangkat aja, ya? Aku ga enak banget sama Nina.”
K: “Din.. Aku masih ga yakin, loh, itu keputusan yang tepat, loh, buat kamu. Ada
Argo di sana. Ya, lagian kita kan malem ini udah janji mau bikin projek bareng, mau
nyelesain lagu.”
D: “Terus gimana?”
K: [Memegang lengan Dinda] “Yaudah, gini deh. Kamu pilih aja, ya. Kamu mau
ngerjain projek di sini bareng aku atau kamu mau ke ulang tahunnya Nina, yang besar
kemungkinannya bakalan ada Argo di sana?”
D: “Ko kamu kaya Argo, sih sekarang?”
K: ”Oh. Aku ga kaya Argo, Din. Aku Cuma bantu kamu nentuin pilihan aja. Kamu
tinggal milih.”
Wacana dialog tersebut terjadi ketika Dinda sudah putus dengan Argo dan ia sering
bertemu dengan Kale. Kale mengajak Dinda ke studio musik untuk membuat projek bersama
yakni membuat sebuah lagu. Namun, tiba-tiba Dinda harus pergi ke ulang tahun adik
mantannya yaitu Nina. Representasi hegemoni terlihat ketika Kale justru berkuasa atas
pilihannya Dinda dan membuat Dinda bingung dengan keputusannya sendiri, padahal saat
itu, mereka belum memiliki hubungan apa-apa, dia juga mengelak bahwa ia hanya membantu
Dinda untuk membuat pilihan, seakan-akan Dinda tidak bisa memutuskan apa yang terbaik
untuknya. Kale memaksa Dinda untuk terus bersamanya membuat lagu dibanding pergi ke
ulang tahun Nina.
Dialog 5
Flashback. Menit 29:47
D: “Tadinya aku ga mau jelasin apa-apa. Aku Cuma mau pergi. Tapi apa yang aku
bilang tadi, harusnya udah cukup untuk bikin kamu ga minta penjelasan apa-apa lagi.
Le, maafin aku, ya? Harusnya kamu sadar, aku udah lama ga ada di sini.” [Dinda
beranjak pergi]
K: [mengunci pintu]
D: “Le, ga gitu caranya.”
K: “Ga.”
D: “Buka pintunya”
K: “Engga.”
D: “Buka pintunya atau aku teriak, mau?”
K: “Terserah, silahkan kamu teriak, silahkan. Undang semua orang ke sini, untuk
gebukin aku. Aku ga mau, aku ga mau kamu pergi.”
D: “Kuncinya!”
K: “Engga!!”
D: “Balikin kuncinya!”
Wacana dialog di atas merupakan lanjutan dari flashback scene yakni ketika Dinda ingin
meninggalkan Kale karena ia sudah tidak nyaman lagi berada di hubungan tersebut.
Representasi hegemoni terlihat ketika Kale justru berkuasa untuk mengambil segala
keputusan dan menolak keputusan dari Dinda. Ia pun mengunci pintu dan ia tidak ingin
membukakan pintu untuk Dinda, ia juga tidak ingin memberikan kunci kepada Dinda. Ia
memaksa Dinda untuk tidak pergi, padahal keputusan Dinda sudah Dinda pikirkan dengan
baik. Terlihat bahwa Dinda seperti tidak bisa dan tidak boleh menentukan pilihan hidupnya,
ia dipaksa untuk terus bersama Kale walau ia sudah tidak nyaman lagi.
Relasi
Eriyanto (2001) berpendapat bahwa tahap relasi berkaitan dengan bagaimana partisipan
ditampilkan di dalam teks. Partisipan pada film “Story of Kale: When Someone’s in Love”
ialah Kale, Dinda, dan Argo. Jika dilihat pada kutipan wacana dialog-dialog sebelumnya,
terlihat bahwa penulis naskah ingin menampilkan sosok Argo ialah sebagai laki-laki yang
suka bersikap kasar, yang akan memarahi perempuan jika keinginannya tidak dituruti. Ia juga
memaksa kehendaknya untuk memutuskan segala sesuatu yang berkaitan dengan Dinda
karena ia merasa ia berkuasa atas diri Dinda. Begitupun dengan Kale, karakter Kale yang
ditampilkan ialah sosok orang yang memiliki kuasa atas keputusan yang Dinda buat.
Sementara relasi penulis kepada karakter Dinda ialah penulis ingin menunjukkan bahwa
memang pada awalnya Dinda hanya menuruti kemauan Argo dan Kale, yang terus merasa
bingung dan bersalah atas keputusan yang ia buat. Namun, ada perkembangan karakter di
sana, akhirnya Dinda mampu melawan Kale untuk berani mengambil keputusan dalam
hidupnya sendiri.
Identitas
Pada tahap identitas, dijelaskan bagaimana identitas partisipan yang divisualisasikan
melalui teks. Penulis menampilkan identitas Argo sebagai orang yang memiliki bisnis jual
beli mobil. Hal tersebut dapat dilihat pada kutipan dialog berikut.
D: “Si Argo ini bisnisnya lagi ga bagus, Le. Jual-beli mobilnya lagi ga jalan dan aku
justru ga bisa jadi pacar yang baik buat dia. Tapi, dia kaya gitu karna sayang kok. Dan
kalo masalah tadi, emang aku yang salah. Aku tuh ga bilang.”
K: [Menyela] “Kalo sayang tuh ga nyakitin, Dinda. Dia mukulin kamu. Nyakitin kamu,
dia ga sayang sama kamu.”
Wacana dialog di atas terjadi sesudah pertengkaran Dinda dengan Argo. Kale menolong
Dinda ketika ia ingin dipukul oleh Argo. Sesudah itu, mereka bertemu dan mengobrol. Saat
itu Kale memberitahu bahwa Argo tidak sayang dengan Dinda. Namun, Dinda
menyangkalnya dengan mengatakan bahwa bisnis yang sedang dijalani oleh Argo sedang
tidak baik, karena itu ia memaklumi perbuatan Argo ke padanya.
Seanjutnya identitas Kale yang ditampilkan sebagai seorang penyanyi dan penulis lagu.
Awalnya ia tergabung di dalam sebuah Band sampai akhirnya ia memutuskan untuk
mengundurkan diri. Hal tersebut terlihat pada kutipan wacana dialog berikut.
D: “Ya, emang gitu. Kamu kan yang bilang, aku berbakat lah, aku bisa bikin musik lah,
bisa nyanyi lah, bisa bikin lagu. Aku biasa aja. Aku jadi manajer Band juga udah
seneng, ko.”
K: “Din. Aku tuh ninggalin Marco and The Company tuh, buat kamu, buat projek ini.
Aku dimusuhin anak-anak tuh, karna kamu, karna projek ini. Terus mereka sekarang tuh
udah jadi opening act-nya Padi. Kita di sini masih ribut soal hal kaya gitu.”
Kutipan wacana dialog di atas sekaligus menampilkan identitas dari Dinda bahwa ia
adalah seorang manajer Band dari Arah.
Discourse Practice
Selanjutnya pada tahap analisis praktik diskursif. Fairclough memandang bagaimana
teks dibuat dan dikonsumsi. Suatu praktik wacana akan menetapkan suatu produksi teks
(Eriyanto, 2001). Praktik diskursif ini membicarakan dari sisi individu pengarang dengan
memerhatikan pekerjaan yang dilakukan, latar belakang, proses pencarian ide, dan hubungan
dengan orang-orang yang berkaitan dengan produksi teks di dalam film.
Penulis naskah dari film “Story of Kale: When Someone’s in Love” ialah Mohammad
Irfan Ramli dan Angga Dwima Sasongko selaku sutradara. Irfan ialah penulis naskah juga
sutradara dalam perfilman Indonesia. Ia menulis naskah dari film “Nussa”, “Keluarga
Cemara”, “Nanti Kita Cerita Tentang Hari Ini”, dan sebagainya. Sebagai penulis dari film
“Story of Kale” ia mendapatkan nominasi dari kategori penulis naskah adaptasi terpilih pada
tahun 2020. Jika dilihat, film-film yang ia tulis memang berkaitan konflik skeluarga atau
konflik yang dekat dengan kehidupan sehari-hari masyarakat.
Berikutnya ialah Angga Dwimas Sasongko yang merupakan seorang sutradara perfilman
Indonesia yang merupakan lulusan dari Universitas Indonesia prodi hubungan masyarakat.
Selain aktif menjadi sutradara, ia juga merupakan seorang penulis naskah film, salah satunya
ialah film “Story of Kale”.
Dalam konferensi pers yang diunggah di kanal Youtube Bioskop Online pada tanggal 21
Oktober 2020, Irfan selaku penulis naskah, memaparkan bahwa film “Story of Kale”
menampilkan hal-hal yang familiar dan dekat yakni ketika sebuah dua orang ingin hubungan
yang mereka jalin berjalan dengan baik tetapi mereka malah saling menyakiti. Walau tidak
disebutkan secara eksplisit soal adanya potret hegemoni di dalam film tersebut, namun
hegemoni juga berkaitan dengan hal-hal yang familiar yang sering kita temukan.
Dalam produksi film “Story of Kale: When Someone’s in love” yang merupakan spin-
off dari tokoh Kale di film “NKCTHI” disebabkan karena karakter Kale dapat menciptakan
rasa penasaran para penonton NKCTHI soal apa yang terjadi masa lalunya. Penonton
penasaran apa yang sudah dilalui oleh Kale sehingga ia dengan tega menyakiti perasaan
Awan (salah satu tokoh utama film dalam film NKCTHI) pada salah scene ikonik dalam film
tersebut.
Socialcultural Practice
Fairclough melihat adanya sociocultural practice dapat menentukan bagaimana sebuah
teks diproduksi. Ideologi masyarakat memiliki peran dalam membentuk suatu teks dan suatu
teks tidak dapat dipisahkan dari ideologi masyarakat, maka ideologi yang dilihat akan
direalisasikan ke dalam sebuah teks yang diproduksi.
Konflik yang diangkat pada film “Story of Kale” merupakan konflik yang dekat dengan
kehidupan masyarakat yakni soal hegemoni laki-laki terhadap perempuan yang ditimbulkan
karena adanya gender. Masyarakat Indonesia masih memercayai bahwa status laki-laki
memang lebih tinggi dan laki-laki memiliki kuasa atas pilihan dan keputusan perempuan di
dalam sebuah hubungan.
Hegemoni merupakan istilah yang dipelopori oleh Gramsci untuk mendeskripsikan
sebuah pengendalian ide yang berusaha untuk merekayasa kepatuhan. Asumsinya ialah kelas
yang berkuasa perlu untuk menggabungkan apa yang disebut dengan “persetujuan spontan”
dengan bagaimana cara untuk membuat konsensus kepada masyarakat. Maka, film
merupakan salah satu wadah untuk menyampaikan suara dari pengarang yang mewakili
rakyat sebagai bentuk perlawanan dari ideologi hegemoni.
Hegemoni divisualisasikan dengan karakter dari Argo dan Kale yang membuat Dinda
merasa bersalah atas keputusannya sendiri. Mereka juga berkuasa dalam menentukan pilihan
hidup Dinda, seakan-akan Dinda tidak mengetahui apa yang terbaik buat dirinya sendiri.

PEMBAHASAN
Berdasarkan dengan penelitian yang sudah dilakukan oleh Fauziyah, Nasionalita yang
menganalisis hegemoni agama yang terdapat di dalam film Sang Pencerah dengan pisau
analisis wacana kritis fairclough, pada bagian analisis teks (representasi, identitas, dan relasi)
counter hegemoni ditemukan pada seluruh teks dialog film yang mereka analisis unsur
counter hegemoni selalu muncul pada setiap analisis teks. Pada teks tersebut, dapat diketahui
adanya tadingan pemahaman atau ideologi Ahmad Dahlan terhadap daerah di sekitarnya.
Sama seperti pada penelitian kali ini, gambaran hegemoni yang dilakukan oleh laki-laki
terhadap perempuan banyak ditemukan pada analisis teks dalam wacana dialog di dalam film.
Lalu, pada penelitian yang dibuat oleh Pahlevi soal hegemoni yang tergambar pada koran
Harian Fajar saat menjelang pilpres, hegemoni tergambarkan melalui wacana berita yang
dirinci menjadi representasi dalam anak kalimat, representasi dalam kombinasi anak kalimat,
representasi dalam rangkaian antar kalimat, identitas, dan relasi. Sementara pada penelitian
kali ini, peneliti tidak merinci representasi menjadi beberapa bagian, melainkan langsung
secara umum, karena objek yang digunakan merupakan dialog film yang biasanya penutur
memproduksi ujaran secara acak. Kemudian, pada penelitian yang dilakukan oleh Tedjo, dkk
yang menganalisis objek yang sama dengan penelitian kali ini, namun menggunakan pisau
analisis yang berbeda, yakni menggunakan semiotika, representasi toxic relationship terlihat
pada bahasa tubuh para tokoh bukan dari analisis teks wacana dialog. Di dalam penelitian
tersebut ditemukan beberapa ciri-ciri yang termasuk ke dalam toxic relationship seperti
tempramen, tidak jujur, mengekang, menyiksa dan ditemukan gambaran ideologi patriarki.
Sementara pada penelitian kali ini, representasi yang dilihat melalui analisis teks dan
berfokus pada penggambaran hegemoni.
Lalu, dalam penelitian yang dibuat oleh Pahlevi dan Nasionalita, membagi fokus
pembahasan pada kajian praktik wacana menjadi 3 pembahasan yakni kiblat, kafir, dan
counter hegemoni. Kemudian pada kajian praktik sosial, mereka memfokuskan pada level
situasional, institusional, dan sosial. Sementara pada penelitian kali ini, praktik wacana hanya
difokuskan pada kajian hegemoni laki-laki terhadap perempuan saja, dan praktik sosial juga
hanya sebatas hegemoni yang terjadi di dalam kehidupan sosial masyarakat. Lalu, pada
penelitian yang dilakukan Pahlevi tidak ditemukan adanya analisis praktik dan wacana dan
praktik sosial. Pahlevi hanya memfokuskan kajian pada analisis teks saja.

KESIMPULAN
Berdasarkan pemaparan hasil dan pembahasan mengenai hegemoni laki-laki terhadap
perempuan dalam film “Story of Kale: When Someone’s in Love” ditemukan protet
hegemoni dalam analisis teks wacana kritis yakni pada tahap representasi, terlihat
penggambaran laki-laki (Kale dan Argo) berkuasa atas keputusan yang ingin dibuat oleh
perempuan (Dinda) dan laki-laki berkuasa atas pilihan hidup perempuan. Kemudian pada
analisis relasi, penulis naskah ingin menampilkan sosok Argo ialah sebagai laki-laki yang
suka bersikap kasar, yang akan memarahi perempuan jika keinginannya tidak dituruti. Ia juga
memaksa kehendaknya untuk memutuskan segala sesuatu yang berkaitan dengan Dinda
karena ia merasa ia berkuasa atas diri Dinda. Begitupun dengan karakter Kale. Sementara
relasi penulis kepada karakter Dinda bahwa adanya perkembangan karakter yakni Dinda
mampu melawan Argo dan Kale untuk berani mengambil keputusan dalam hidupnya sendiri.
Selanjutnya pada analisis identitas, penulis menampilkan identitas Argo sebagai seorang
pebisnis yang bisnisnya sedang tidak berjalan dengan baik, Kale seorang penyanyi, dan
Dinda seorang manajer band.
Pada analisis discourse practice, Irfan selaku penulis naskah, memaparkan bahwa film
“Story of Kale” menampilkan hal-hal yang familiar dan dekat yakni ketika sebuah dua orang
ingin hubungan yang mereka jalin berjalan dengan baik tetapi mereka malah saling
menyakiti. Walau tidak disebutkan secara eksplisit soal adanya potret hegemoni di dalam
film tersebut, namun hegemoni juga berkaitan dengan hal-hal yang familiar yang sering kita
temukan.
Lalu, pada analisis socialcultural practice, ideologi masyarakat yang dipotret ialah
mengenai hegemoni laki-laki terhadap perempuan karena adanya perbedaan gender.
Masyarakat Indonesia masih memercayai bahwa status laki-laki memang lebih tinggi dan
laki-laki memiliki kuasa atas pilihan dan keputusan perempuan di dalam sebuah hubungan.

DAFTAR PUSTAKA
Andreas, K. (2020). "Story of Kale" Siap Dirilis tapi Nggak Tayang di Bioskop, Trus Nonton
Dimana?. Tersedia di: https://www.ussfeed.com/story-of-kale-siap-dirilis-tapi-nggak-
tayang-di-bioskop-trus-nonton-dimana/. Diakses tanggal 13 Mei 2022.
CNN Indonesia. (2020). Film Ardhito Pramono, Story of Kale Rilis 23 Oktober. Tersedia di:
https://www.cnnindonesia.com/hiburan/20201009112340-220-556439/film-ardhito-
pramono-story-of-kale-rilis-23-oktober. Diakses tanggal 11 Februari 2021.
Eriyanto. (2011). Analisis Wacana Pengkantar Analisis Teks Media. Yogakarta: LKIS.
Fairclough, N. (1989). Language and Power. London: Longman.
Fairclough, N. (2010). Critical Discourse Analysis The Critical Study of Language. UK :
Pearson Education Group.
Fauziah dan Nasionalita. (2018). Counter Hegemoni Atas Otoritas Agama Pada Film
(Analisis Wacana Kritis Fairclough Pada Film Sang Pencerah). Jurnal Kajian Ilmu
Komunikasi, 48(1), 79-93.
Gramsci, A. (1971). Selections from the Prison Notebooks. London: Lawrence and Wishart.
Indarto, B, dkk. (2022). Representasi Hegemoni Laki-laki Terhadap Perempuan dalam Iklan
Teh Sari Wangi Tahun 2021. Jurnal Audiens, 3(2), 150-159.
Juliza, M. (2018). Analisis Wacana Kritis Norman Fairclough Cerpen Jangan Panggil Aku
Katua Karya Yulhasni. Skripsi. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Medan:
Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara.
Mosse. (1996). Gender dan Pembangunan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Pahlevi, A.F. (2018). Hegemoni Harian Fajar Menjelang Pilpres 2019 (Studi Analisis
Wacana Kritis, Norman Fairclough. Jurnal Al-Khitbah, 5(2), 142-157.
Riandi. (2020). Cerita Aurelie Moeremans Bermain dalam Film Story of Kale. Tersedia di:
https://www.kompas.com/hype/read/2020/09/29/081400066/cerita-aurelie-moeremans-
bermain-dalam-film-story-of-kale. Diakses pada tanggal 13 Mei 2022.
Sugiyono. (2013). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Tedjo, J.A., dkk. (2021). Representasi Toxic Relationship dalam Film Story of Kale: When
Someone’s in Love. Jurnal E-Komunikasi, 9(2), 1-11.
Wibowo, I. (2006). Semiotika: Aplikasi Praktis bagi Penelitian dan Penulisan Skripsi
Ilmu Komunikasi. Jakarta: Universitas Prof. Dr. Mestopo.
Wihayanti, T. (2020). Sinopsis Film Story of Kale: When Someone's in Love, Tayang Hari Ini
di Bioskop Online. Tersedia di:
https://www.kompas.com/hype/read/2020/10/23/150512566/sinopsis-film-story-of-kale-
when-someones-in-love-tayang-hari-ini-di. Diakses tanggal 13 Mei 2022.

Anda mungkin juga menyukai