Anda di halaman 1dari 21

Controversial public issues related with stories visualized in films

Representasi Isu Transgender dalam Film “The Danish Girl”

Sekar Kembang Kesumaningrum


19/443126/SP/28990
kesumaningrum@gmail.com

ABSTRAK
Gender dan seksualitas merupakan sebuah identitas yang seharusnya
menjadi sesuatu yang luar biasa bagi seseorang. Hanya saja, pada sebagian orang,
kedua hal tersebut yang mereka dapatkan ketika lahir justru malah bertentangan
dengan kondisi yang mereka rasakan dalam diri mereka sesungguhnya. Hal ini
kemudian mendorong seseorang untuk melakukan pencarian jati diri dan
memungkinkannya untuk mengubah gender dan/atau seksualitas yang mereka
miliki. Perubahan gender ini bisa berupa perubahan dalam hal identitas dan ekspresi
gender yang berdasarkan American Psychological Association (APA) dinamakan
sebagai kelompok trasgender. Belakangan ini, transgender menjadi salah satu isu
yang marak diperbincangkan masyarakat dunia. Keberadaannya yang cukup
kontroversial membuat sebagian orang tertarik untuk mengangkat isu ini sebagai
topik pembahasan. Salah satu bentuk dari pengangkatan isu transgender ini ke ranah
publik yaitu melalui visualisasi dalam film. Tidak banyak film yang berani
mengangkat isu ini ke ranah publik, tapi terdapat satu film yang begitu berani
mengangkat isu kontroversial ini dengan memvisualisasikan kehidupan seorang
pionir transgender, Lili Elbe, yaitu “The Danish Girl”. Diperankan Eddie
Redmayne dan Alicia Vikander, film dengan tema transgender ini berhasil
memasuki empat nominasi Oscar 2016. Dengan demikian, penelitian kali ini fokus
kepada pembahasan mengenai representasi isu transgender dalam film “The Danish
Girl”.
Kata kunci: film, transgender, kontroversial, semiotika

PENDAHULUAN
Eksistensi seorang individu di dunia pada dasarnya dapat diidentifikasikan
salah satunya berdasarkan gender dan seksualitas yang ada dalam diri masing-

1
Controversial public issues related with stories visualized in films

masing. Menurut American Psychological Association (APA), gender dan


seksualitas merupakan dua hal yang sangat berbeda. Menurutnya lagi, seksualitas
didapatkan tepat ketika seseorang lahir, yaitu mengarah pada status biologis
seseorang yang menyebabkan seseorang tersebut dikategorikan sebagai laki-laki
atau perempuan. Sedangkan gender, APA mendefinisikannya sebagai perilaku
sosial seseorang yang mengonstruksi peran atau kebiasaan seseorang yang
membuat orang lain menganggapnya sebagai seorang laki-laki atau perempuan.
Tidak sampai di situ, perbedaan gender dan seksualitas terus dikaji lebih
lanjut hingga memunculkan istilah-istilah seperti orientasi seksual, identitas gender,
dan ekspresi gender. Ketiga hal tersebut merupakan tiga hal yang pasti dimiliki
seorang individu sebagai bentuk representasi terhadap apa yang ia rasakan dalam
dirinya sendiri. Pada dasarnya, jika ditilik dari poin sebelumnya, memiliki ketiga
hal tersbut merupakan sesuatu yang sangat normal. Hanya saja, pada beberapa
orang di dunia, orientasi seksual, identitas gender, dan ekspresi gender yang
dimiliki atau dilakukan bisa dikatakan menyimpang dari apa yang seharusnya atau
lebih tepatnya berbeda dari orang kebanyakan.
“Penyimpangan” tersebut kemudian dirumuskan dalam sebuah istilah yaitu
LGBT (Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender). Istilah LGBT ini sebenarnya
bukan lagi istilah yang baru muncul belakangan ini. LGBT telah digunakan sejak
tahun 1990-an (Sinyo, 2014) menggantikan sebutan “komunitas gay” karena LGBT
dianggap lebih banyak mewakili “penyimpangan-penyimpangan” gender dan
seksualitas yang ada. Hal ini dikarenakan LGBT mewakili kelompok; 1) Lesbian,
yaitu perempuan yang menyukai sesama perempuan; 2) Gay, laki-laki yang
menyukai sesama laki-laki; 3) Biseksual, laki-laki atau perempuan yang menyukai
dua jenis kelamin berbeda secara bersamaan; dan 4) Transgender, yaitu seseorang
dengan identitas dan ekspresi gender yang tidak sesuai dengan seksualitas yang
didapatkan ketika lahir (American Psychologycal Association, 2011).
Apabila dilihat dari definisi masing-masing kelompok LGBT, kelompok
transgender merupakan kelompok yang paling berbeda jika dibandingkan dengan
ketiga kelompok lainnya. Hal ini berkaitan dengan tiga istilah mengenai gender dan
seksualitas yang terdapat dalam diri seorang individu. Ketika lesbian, gay, dan
biseksual berbicara mengenai orientasi seksual berupa preferensi jenis kelamin

2
Controversial public issues related with stories visualized in films

yang dicintai, transgender memisahkan diri untuk berbicara mengenai identitas dan
ekspresi gender, yang mana lebih mengarah pada perilaku dan kebiasaan seorang
individu tersebut. Tak hanya itu, seorang transgender tidak mesti memiliki
penyimpangan juga dalam orientasi seksualnya. Seorang transgender bisa saja
memiliki orientasi seksual yang sesuai dengan kodratnya, namun seorang
transgender juga bisa memiliki orientasi seksual yang menyimpang, seperti gay,
lesbian, atau bahkan biseksual.
Perbedaan inilah yang menjadikan isu transgender menjadi semakin
menarik sebagai topik untuk diperbincangkan. Terlebih lagi, belakangan ini isu
LGBT tampak sedang naik daun. Isu tersebut marak hadir dari kalangan pengguna
media sosial, seperti Instagram, Twitter, Youtube, dan lain-lain. Beberapa kaum
LGBT pengguna media sosial saat ini sudah mulai berani berbicara mengenai
identitasnya yang bisa dibilang sedikit “berbeda”. Sebagai contoh dari media sosial
Twitter, saya sempat menemukan sebuah cuitan dari salah satu akun yang bercerita
mengenai pengalamannya dengan pasangan sesama jenisnya. Dengan semakin
terbukanya kaum LGBT, kelompok transgender juga secara otomatis terbawa arus
tersebut. Mereka semakin terbuka pada khalayak luas yang mengakibatkan isu
tersebut akhir-akhir ini seolah sudah bukan merupakan hal yang begitu tabu lagi di
kalangan sebagian masyarakat.
Salah satu penyebab sebagian masyarakat sudah mulai akrab terhadap isu
transgender antara lain yaitu karena isu ini telah beberapa kali diselipkan dalam
berbagai adegan film di dunia. Film “The Danish Girl” menjadi salah satu film yang
berani mengangkat isu kontroversial ini ke ranah publik. Perihal diterima atau
tidaknya isu yang film ini coba angkat oleh publik, itu masalah nomor dua, yang
terpenting yaitu film ini tampaknya berusaha menyampaikan sebuah pesan tersirat
mengenai kaum transgender yang tidak seharusnya didiskriminasi oleh masyarakat.
Film “The Danish Girl” bercerita mengenai seorang pionir transgender
bernama Einar Wegener yang dimainkan oleh Eddie Redmayne yang “berubah”
seutuhnya menjadi seorang wanita bernama Lili Elbe. Sepak terjang Lili dan Einar
menghadapi kondisi yang tidak mereka mengerti sangat dibantu dan dipermudah
oleh istri Einar, Gerda yang dimainkan oleh Alicia Vikander. Film ini juga sedikit
banyak mengangkat romansa kisah cinta pernikahan yang sangat rumit antara

3
Controversial public issues related with stories visualized in films

sepasang kekasih yang sama-sama dianugerahi talenta melukis itu, Einar dan
Gerda. Akan tetapi, keseluruhan kisah yang dibawakan film ini tetap pada
perjuangan seorang Einar terhadap petualangan dalam mencari jati dirinya yang
sesungguhnya. Hal ini dikarenakan ia merasa tidak cocok dengan gender dan
seksualitas laki-laki yang dimilikinya sehingga ia mengekspresikan gendernya
secara berbeda dari laki-laki pada umumnya.

RUMUSAN MASALAH
Dalam menuliskan esai ini, penulis ingin mengetahui jawaban dari
pertanyaan “bagaimana film “The Danish Girl” merepresentasikan isu
transgender?”.

KERANGKA TEORI
1. Komunikasi Publik
Komunikasi publik merupakan penyampaian pesan yang ditujukan
pada publik atau orang banyak (Panuju, 2018). Pesan yang disampaikan
dalam suatu komunikasi publik bisa berupa isu kontroversial, kepentingan
politik, kampanye, propaganda, edukasi, komedi, dan lain sebagainya yang
ditujukan untuk memersuasi atau memengaruhi publik terhadap suatu isu
atau fenomena. Menurut seorang pakar ilmu komunikasi dari Universitas
Indonesia, Prof. Dr. Harsono Suwardi, komunikator dalam komunikasi
publik tidak melulu harus seseorang dengan latar belakang tertentu.
Menurutnya, semua orang tanpa terkecuali bisa menjadi seorang
komunikator publik.
Meskipun semua orang tanpa terkecuali bisa berperan sebagai
publik komunikator, untuk membuat pesan bisa tersampaikan dengan
sempurna tetap diperlukan ilmu mengenai cara yang tepat dalam melakukan
komunikasi publik. Cara tersebut tertuang dalam sebuah konsep persuasi
yang terdapat pada teori retorika Aristoteles. Aristoteles membagi retorika
pada tiga jenis: retorika forensik (forensic rhetoric), retorika epideiktik
(epideictic rhetoric), dan retorika deliberatif (deliberative rhetoric).
Retorika forensik berkaitan dengan keadaan ketika para pembicara

4
Controversial public issues related with stories visualized in films

mendorong munculnya rasa bersalah atau tidak bersalah, retorika epideiktik


adalah wacana yang berhubungan dengan pujian atau tuduhan, dan retorika
deliberatif merujuk pada saat ketika pembicara harus menentukan suatu
tindakan yang harus diambil—sesuatu harus atau tidak boleh dilakukan
(Lynn & Richard, 2007).
Aristoteles juga menyebutkan bahwa retorika merupakan alat
persuasi. Maksudnya, dalam menyampaikan pesannya pada publik, seorang
publik komunikator harus memerhatikan tiga pilar komunikasi:
etika/kredibilitas (ethos), berfungsi meyakinkan audiens melalui
kredibilitas komunikator dan menunjukkan pada audiens bahwa pesan yang
dibawa komunikator memang layak untuk didengar; emosi (pathos),
digunakan komunikator untuk mendapatkan simpati dari audience supaya
audiens bisa merasakan apa yang diinginkan komunikator; dan terakhir,
logika (logos), berarti komunikator menyertakan fakta-fakta empiris yang
bisa menambah keyakinan audiens terhadap pesan yang sedang
disampaikan. Pemahaman publik terhadap isi pesan merupakan kunci dari
keberhasilan persuasi. Dengan demikian, komunikator publik perlu
kepiawaian dalam menyambungkan titik-titik dalam kepala audiens yang
masih terputus.

2. Film
Secara sederhana, film diartikan sebagai sebuah tayangan gambar
bergerak. Menurut Barsam (2007), film didefinisikan sebagai serangkaian
gambar bergerak yang diproyeksikan dalam layar dengan objek diletakkan
pada posisi berurutan sehingga bisa menghasilkan efek optik. Film
menyajikan pertunjukan gambar bergerak secara jelas dan gamblang
sehingga efek optik yang dihasilkan bisa diterima dengan baik oleh
penonton.
Secara teoritis, film memiliki dua unsur pembentuk, yaitu unsur
naratif dan unsur sinematik (Pratista dalam Amanda, 2016). Kedua unsur
ini memiliki keterikatan yang membuat kedua unsur ini tidak bisa
dipisahkan satu dengan yang lainnya. Untuk bisa menghasilkan unsur

5
Controversial public issues related with stories visualized in films

sinematik, seorang pembuat film membutuhkan unsur narasi terlebih


dahulu. Kebalikannya, untuk mewujudkan unsur narasi tersebut, pembuat
film kemudian membuat unsur sinematik.
Unsur naratif dalam film merupakan bahan materi film, kaitannya
dengan aspek jalan cerita, tema, naskah, dan penokohan. Sedangkan unsur
sinematik kaitannya dengan segala macam aspek produksi film tersebut.
Cakupan unsur sinematik berupa suara, editing, pencahayaan, riasan wajah,
framing, durasi gambar, akting para aktor, warna, dan lain sebagainya.
Untuk membangun sebuah film yang utuh serta mewujudkan tujuan
film itu sendiri yaitu tersampaikannya pesan yang berusaha disampaikan,
film membutuhkan suatu perpaduan yang harmonis dari unsur-unsur
pembentuk film tersebut. Dengan demikian, keberhasilan film dalam
menyampaikan pesan ditandai dengan pemahaman penonton terhadap film
yang ia tonton.

2.1. Film dalam Komunikasi Publik


Berdasar pada pendapat Harsono Suwardi bahwa siapa saja tanpa
terkecuali bisa menjadi komunikator publik, saya berpendapat bahwa
tidak hanya sosok manusia yang bisa menjadi komunikator publik.
Menurut saya, film juga dirasa bisa mengambil peran sebagai
komunikator publik. Hal ini berdasar pada makna dan isi yang terdapat
pada film itu sendiri.
Film pada dasarnya termasuk kategori saluran komunikasi massa.
Hal ini berkaitan dengan definisi komunikasi massa menurut Michael
W. Gamble dan Teri Kwal Gamble (1986). Mereka menyatakan bahwa;
(1) komunikator dalam komunikasi massa mengandalkan teknologi dan
media modern (surat kabar, majalah, televisi, film, dll.) untuk
menyebarkan pesan pada khayalak luas dan tersebar; (2) komunikator
dalam komunikasi massa mencoba berbagi pengertian dengan jutaan
orang yang tidak saling mengenal; (3) pesan dalam komunikasi massa
adalah milik publik; (4) komunikasi massa dikontrol oleh gatekeeper

6
Controversial public issues related with stories visualized in films

(penapis informasi); dan (5) feedback atau umpan balik dalam


komunikasi massa bersifat tertunda.
Dengan demikian, film dalam komunikasi massa hanya berperan
sebagai saluran komunikator, berbeda halnya dengan film dalam
komunikasi publik yang saya definisikan sebagai komunikator. Alasan
saya beranggapan demikian yaitu karena film bisa menyuarakan atau
mebawakan isu tertentu kepada publik. Film juga bisa memengaruhi
pola pikir publik terhadap isu yang dibawanya tersebut.
Dengan masuknya film ke dalam kategori komunikator publik,
audiens yang disebut-sebut sebagai komunikan dalam komunikasi
publik dalam hal ini berupa penonton film tersebut. Sama halnya dengan
teori retorika Aristotles yang digunakan sebagai acuan seorang
komunikator publik dalam memersuasi audiens, film juga memiliki
acuannya sendiri dalam melaksanakan tindak persuasi. Bahkan,
kesulitan yang dihadapi film bisa dikatakan lebih sulit dibandingkan
dengan kesulitan yang dihadapi seorang komunikator publik. Hal ini
dikarenakan terdapat aspek-aspek yang terkandung dalam film yang
tidak mungkin dimiliki seorang komunikator publik, seperti teknik
pengambilan gambar, suara, urutan scene, sinematografi, dan lain
sebagainya.

3. Transgender
Transgender merupakan sebuah istilah yang digunakan terhadap
seseorang dengan identitas gender, ekspresi gender, atau kebiasaan yang
tidak cocok jika diasosiasikan dengan seksualitas yang ia dapatkan ketika
lahir (American Psychological Assosiation, 2011). Sebagian orang
‘mengubah’ identitas dan ekspresi gender mereka dikarenakan merasa tidak
cocok dengan seksualitas yang dianugerahkan kepada mereka. Beberapa
juga merasa bahwa dirinya lebih diterima di lingkungan yang
mendukungnya untuk menjadi seorang transgender. Sebagian lainnya
mengubah gender mereka hanya karena ingin memainkan peran baru dalam

7
Controversial public issues related with stories visualized in films

dunia ini, merasa bahwa dirinya tidak selayaknya berada dalam posisi yang
diberikan padanya (Stryker, n.d.).
Kelompok transgender mengalami proses ‘perubahan’ tersebut
dengan berbagai cara. Cara mereka menyadari bahwa diri mereka berbeda
juga tidak sama antara satu dengan lainnya. Mereka bisa saja mulai merasa
diri mereka berbeda ketika diri mereka mulai tidak nyaman berada dalam
gendernya saat itu. Ada juga yang mulai mengetahuinya justru dengan
merasa nyaman ketika mencoba sesuatu yang berbeda dari apa yang
seharusnya gendernya lakukan atau rasakan. Mereka yang merasa janggal
dengan dirinya tersebut kemudian mulai mencari dan mengeksplorasi lebih
jauh terhadap sesuatu yang membuatnya lebih nyaman (American
Psychological Association, 2011).
Selain perbedaan dari cara mengetahuinya, para transgender juga
memiliki perbedaan dalam hal respon terhadap diri mereka sendiri.
Mengetahui bahwa mereka berbeda tidak selalu menjadi sesuatu yang baik.
Ada yang merasa nyaman atau tenang setelah mengetahui bahwa mereka
berbeda, tapi ada juga yang merasa malu, takut, bingung, atau bahkan
depresi karena tidak tahu apa yang harus dilakukan. Pada tahap ini, seorang
transgender memerlukan pertolongan khusus dari seorang ahli untuk
membantu dalam melakukan pemulihan diri.

METODE
Metode yang digunakan untuk menganalisis representasi transgender pada
film “The Danish Girl” yaitu metode analisis semiotika. Semiotika merupakan ilmu
tentang tanda-tanda, yang mana dalam menganalisis sebuah isu dalam film sangat
diperlukan. Hal ini dikarenakan film merupakan tayangan gambar bergerak yang
sarat akan berbagai macam tanda-tanda yang mengarah pada isu atau pesan yang
berusaha disampaikan pada penonton. Dengan demikian, metode analisis semiotika
dirasa paling tepat untuk digunakan dalam tulisan kali ini.
Untuk menjawab berbagai pertanyaan mendalam mengenai semiotika,
dilakukanlah studi terhadap permasalahan ini. Dengan dilakukannya studi
mengenai semiotika, berbagai definisi mengenai hal ini mulai bermunculan. Salah

8
Controversial public issues related with stories visualized in films

satu definisi mengenai semiotika yang pertama kali muncul yaitu semiotika
diartikan sebagai ilmu yang mempelajari sistem-sistem, aturan-aturan, dan
konvensi-konvensi yang memungkinkan tanda-tanda tersebut memiliki makna atau
arti (Preminger, dkk., 1971).
Selanjutnya, definisi semiotika mulai berkembang berdasarkan sudut
pandang ilmu yang didalami. Salah satunya yaitu definisi semiotika menurut
Saussure dalam Leeuwen (2005) yang memaknai semiotika sebagai ilmu yang
mempelajari tentang tanda-tanda dalam kehidupan sosial. Selanjutnya Leeuwen
(2005) menambahkan bahwa dalam semiotika sosial sumber semiotik merupakan
preferensi karena hal itu bisa menghindari kesan bahwa ‘apa maksud di balik tanda
ini’ merupakan sesuatu yang telah ditentukan sebelumnya dan tidak dipengaruhi
oleh penggunaannya. Dalam perkataan tersebut, Leeuwen berusaha menjelaskan
bahwa sumber semiotik tidak terbatas pada berbicara, menulis, dan menggambar.
Hampir segala sesuatu yang dibuat dan dilakukan bisa diselesaikan melalui
berbagai jalan berbeda dan hal ini diperbolehkan, namun masih tergantung pada
kondisi sosial dan budayanya. Hal ini dikarenakan interpretasi terhadap semiotika
juga tidak hanya bergantung pada makna yang sebelumnya telah dimaksudkan.
Untuk bisa memhami lebih dalam mengenai representasi transgender dalam
film “The Danish Girl”, tulisan ini menggunakan analisis semiotika Charles Sander
Pierce. Alasan analisis semiotika milik Charles Sander Pierce digunakan dalam
tulisan ini yaitu karena analisis ini menekankan pada tanda-tanda yang dihasilkan
oleh para pelaku cerita. Dalam hal ini, tanda-tanda yang ingin ditekankan dari
pelaku cerita yaitu tanda-tanda dari para pelaku yang menggambarkan transgender
dalam film “The Danish Girl”.
Charles Sander Pierce berpendapat bahwa tanda selalu terdapat dalam
hubungan triadik, yaitu:
1. Ground yang kemudian terbagi lagi menjadi tiga, yaitu; (1) qualisign,
kualitas tanda; (2) sinsign, eksistensi aktual pada peristiwa atau benda; dan
(3) legisign, norma pada tanda.
2. Object yang juga terbagi menjadi tiga, yaitu; (1) ikon, hubungan antara
tanda dengan objek; (2) indeks, hubungan tanda dan petanda yang sifatnya

9
Controversial public issues related with stories visualized in films

kausalitas; dan (3) simbol, hubungan tanda dan petanda yang bersifat
arbitrer.
3. Interpretant, terbagi menjadi tiga, yaitu; (1) rheme, tanda untuk
menafsirkan seseorang berdasarkan pilihan, (2) dicent sign, tanda sesuai
dengan kenyataan, (3) argument, tanda yang memberi alasan tentang
sesuatu (Sobur dalam Amanda, 2016).

PEMBAHASAN
Film “The Danish Girl” adalah sebuah film karya sutradara Tom Hooper
sebagai film adaptasi dari novel karya David Ebershoff. Film ini juga merupakan
sebuah kisah nyata seorang wanita bernama Lili Elbe dalam menjalankan hidupnya
sebagai seorang transgender. Menariknya, dalam film ini dikisahkan bahwa Lili
Elbe ternyata pionir transgender atau dengan kata lain ia merupakan seorang wanita
transgender pertama di dunia.
Kisah dalam film ini diawali dengan kehidupan romantis Einar dan Gerda
layaknya sepasang kekasih barat yang sudah menikah pada umumnya. Pasangan ini
tampak bahagia pada awalnya, terlebih sepasang suami istri ini memiliki
kesenangan dan keahlian yang sama, melukis. Akan tetapi, kehidupan rumah tangga
Einar dan Gerda cukup terguncang setelah Gerda, sang istri, meminta suaminya,
Einar, untuk menjadi modelnya menggantikan model aslinya, Ulla, yang tidak bisa
hadir pada saat itu. Pada lukisan saat itu, Einar terpaksa menggantikan Ulla yang
berperan sebagai seorang balerina lengkap dengan gaun, sepatu, dan segala
aksesorinya.
Setelah kejadian itu, perubahan sedikit demi sedikit terjadi dalam diri Einar.
Perubahan pertama dalam diri Einar terasa ketika ia mulai menyukai dan bahkan
memakai pakaian wanita. Mengetahui suaminya menyukai pakaian wanita, Gerda
justru mendukung suaminya itu untuk mengeksplorasi lebih dalam mengenai hal-
hal berbau kewanitaan, seperti bersolek, mengenakan rambut palsu wanita, dan
memakai sepatu wanita. Bahkan, Gerda mengajarkan suaminya bagaimana
bertingkah laku layaknya seorang wanita tulen. Gerda juga tidak segan-segan
mengajak Einar pergi ke pesta bersamanya sebagai seorang wanita yang bernama

10
Controversial public issues related with stories visualized in films

Lili. Hanya saja, Gerda mengaku bahwa ‘wanita’ yang bersamanya itu merupakan
saudara sepupu dari suaminya.
Dengan beperan hampir seutuhnya sebagai wanita, Einar—yang pada saat itu
merupakan Lili—didekati seorang pria. Meskipun Lili awalnya menolak dan
merasa bahwa seksualitas dirinya masih menyukai seorang wanita, yaitu Gerda,
lama kelamaan Lili terpikat pada pria di pesta tersebut. Beberapa hari setelahnya,
Lili bahkan secara diam-diam bersolek sendiri lalu menghampiri pria tersebut di
kediamannya.
Perubahan-perubahan yang semakin lama semakin janggal membuat Gerda
ingin memusnahkan sosok Lili dalam diri suaminya itu. Akan tetapi, tindakan
Gerda ini sudah terlambat karena Lili tampaknya sudah semakin mengakrabkan diri
pada diri Einar. Dengan berubahnya Einar ini, kehidupan Gerda sebagai istrinya
tentu juga turut berubah. Kehidupan rumah tangga sepasang suami istri ini juga ikut
mengalami berbagai macam perubahan. Keinginan Einar yang semakin lama
semakin kuat untuk berubah seutuhnya menjadi seorang wanita, Lili, akhirnya
direstui oleh istri satu-satunya itu. Singkat cerita, keinginan Einar tersebut akhirnya
terwujud dan Einar seutuhnya berubah menjadi seorang wanita bernama Lili Elbe.
Berdasarkan sinopsis yang telah dijabarkan di atas, sudah cukup terlihat isu
apa yang coba diangkat dalam film berjudul “The Danish Girl” ini, transgender.
Dengan demikian, pembahasan kali ini akan mengarah pada isu transgender yang
diangkat film ini. Selanjutnya saya akan menyajikan beberapa gambar potongan
film ini yang sekiranya merepresentasi transgender untuk kemudian dianalisis
menggunakan analisis semiotika Charles Sander Pierce.
Scene 1. 00.12.42-00.13.24

Gambar 1 Gambar 2
Pada kedua potongan adegan gambar scene satu diceritakan Einar sedang
berperan sebagai model pengganti dalam lukisan Gerda. Gambar pertama bercerita

11
Controversial public issues related with stories visualized in films

mengenai Einar yang baru saja merasakan sedikit kejanggalan dalam dirinya tepat
ketika ia mengenakan gaun balerina tersebut. Selanjutnya, pada gambar kedua
tampak bahwa Einar sudah mulai menikmati perannya sebagai model pengganti
dalam lukisan istrinya.
Tanda:
Nonverbal: raut wajah Einar yang cenderung bingung terhadap apa yang sedang
dirasakannya serta kedua tangan Einar yang meraba-raba gaun balerina tersebut
secara takjub. Di akhir adegan, Einar memancarkan senyumnya dengan lebar seolah
sangat menikmati apa yang sedang ia lakukan.
Identifikasi ikon, indeks, dan simbol:
Ikon: Einar sedang menggantikan peran model dalam lukisan Gerda.
Indeks: adegan ini terjadi akibat model asli dalam lukisan Gerda berhalangan hadir
saat itu sehingga Gerda meminta suaminya untuk menggantikannya sementara.
Simbol: raut wajah, gerak gerik, dan tingkah laku Einar yang terlihat menikmati
peran tersebut.
Interpretant:
Permintaan Gerda kepada Einar untuk menggantikan modelnya sementara
merangsang gender berbeda yang terpendam dalam dirinya untuk muncul ke
permukaan. Hal tersebut tampak ketika Einar mulai meraba-raba gaun balerina
yang dikenakan padanya dengan cara yang sedikit lemah gemulai. Einar kemudian
semakin merasa nyaman terhadap hal tersebut yang ia tampakkan di akhir adegan.
Scene 2. 00.23.11-00.34.03

Gambar 3 Gambar 4

12
Controversial public issues related with stories visualized in films

Gambar 5 Gambar 6
Potongan gambar 3 menceritakan Gerda sedang merias wajah Einar. Karena
penasaran, Einar pun mencoba sendiri untuk merias wajahnya, sepasang suami istri
ini kemudian terlihat sama-sama senang terhadap hasil riasan tersebut. Selanjutnya,
cerita dilanjutkan pada gambar kedua yaitu Gerda membawa Einar ke sebuah pesta
dengan Einar menyandang identitas berbeda, Lili. Pada adegan tersebut Lili masih
tampak gugup untuk tampil di hadapan umum, namun Gerda terus memberinya
dukungan untuk tampil percaya diri.
Cerita Lili berada di pesta tersebut terus berlanjut pada potongan gambar
ke-5. Dalam potongan gambar tersebut, terdapat seorang pria yang sedang berusaha
mendekati Lili untuk dijadikan sebagai kekasihnya. Akan tetapi, masih terdapat
penolakan dari dalam diri Einar untuk menjadi Lili sepenuhnya sehingga ia masih
ragu untuk menerima pria tersebut sebagai kekasihnya.
Melihat suaminya didekati seorang pria, Gerda tampak tidak terima. Einar
yang baru tersadar bahwa istrinya memerhatikannya, sontak terkejut dan mimisan
seketika. Ia kemudian pergi meninggalkan pria itu lantas kembali ke rumah bersama
Gerda.
Tanda:
Verbal:
- Gambar 3: dialog antara Einar dan Gerda, “what do you think?” “better than
i even manage.”
- Gambar 4: dialog antara Einar dan Gerda “you won’t leave me, will you?”
“no, never.”
- Gambar 5: dialog dari pria yang menginginkan Lili menjadi kekasihnya, “I
feel i’d need to ask your permission before i kissed you,” yang kemudian
dijawab Lili, “i should go and find Gerda.”

13
Controversial public issues related with stories visualized in films

Nonverbal : Gerda pada gambar 6 dengan tatapan kecewa, marah, dan cemburu
terhadap Einar yang berusaha didekati seorang pria.
Identifikasi ikon, indeks, dan simbol:
Ikon: Einar berdandan seperti wanita dan pergi ke pesta bersama Gerda.
Indeks: Gerda menganggap Einar hanya penasaran terhadap lakon wanita dan ingin
mencicipi untuk memainkan perannya sehingga Gerda membantunya dan
mengajaknya ke pesta bersamanya. Akan tetapi, anggapan Gerda segera
dihancurkan ketika melihat Einar bersama pria lain.
Simbol: dialog antara Einar dan Gerda serta dialog antara Einar dengan pria di
pesta.
Interpretant:
Sebagai seorang istri, Gerda pada awalnya ingin memenuhi keinginan
suaminya. Akan tetapi, setelah ia melihat kejadian Lili dengan seorang pria di pesta,
ia menyadari bahwa apa yang ia lakukan tersebut salah. Einer tampak seperti terlalu
masuk ke dalam perannya sebagai seorang Lili.
Scene 3 00.47.50-00.51.03

Gambar 7
Potongan gambar 7 menceritakan Einar ditemani istrinya menemui seorang
dokter karena tidak mengerti apa yang terjadi di dalam dirinya. Pada adegan itu,
dokter menjelaskan kepada Gerda bahwa Einar ‘berbeda’ setelah dilakukan
pemeriksaan terhadap gender dan seksualitasnya. Gejala-gejala yang ia tunjukkan
mengarah pada perbedaan gender yang dimiliki Einar.
Selanjutnya, atas persetujuan istrinya, dokter melakukan sedikit pengobatan
dalam diri Einar menggunakan teknologi radiasi. Dengan dilakukannya hal
tersebut, diharapkan Einar kembali menjadi Einar seutuhnya. Akan tetapi, Einar
ternyata masih memiliki sosok Lili dalam dirinya.
Tanda:

14
Controversial public issues related with stories visualized in films

Verbal: Perkataan dokter terhadap Einar, “radiation is a miracle, Mr. Wagener. It


destroys the bad and saves the good.” Akan tetapi, jawaban Einar setelahnya
menghancurkan ekspektasi dokter dan Gerda, “you hurt Lili,” katanya.
Identifikasi ikon, indeks, simbol:
Ikon: Einar terbaring tak berdaya di ranjang rumah sakit sambil terbayang-bayang
sosok Lili.
Indeks: Einar merasa dokter telah menyakiti Lili dengan mengobatinya
menggunakan sinar radiasi.
Simbol: Perkataan Einar “you hurt Lili” pada dokter selepas pengobatan.
Scene 4 01.20.50-01.22.16

Gambar 8
Potongan gambar 8 menceritakan Einar yang hampir depresi atas apa yang
dialaminya. Lili dalam diri Einar justru semakin liar, kenginginannya untuk
menunjukkan eksistensinya semakin kuat. Menghadapi hal tersebut, Einar
membaca berbagai literatur dan menemui dokter lain untuk memastikan apakah
yang ia alami ini normal atau tidak. Akan tetapi, Einar masih belum mendapat
jawaban pasti sehingga semakin menambah beban dalam pikirannya.
Tanda:
Verbal: Perkataan Einar terhadap istrinya berupa “do you think im insanse?” dan
“the doctors can’t help me.”
Nonverbal: Einar duduk di samping jen dela sambil bertopang dagu dan melihat
ke arah luar jendela. Matanya berkaca-kaca dan lama kelamaan meneteskan air
mata.
Interpretant:
Belum tentu seseorang dengan identitas dan ekspresi gender yang cukup
berbeda bisa langsung menerimanya dengan gamblang. Ada sebagian orang yang
merasa bahwa perbedaan yang ada di dalam dirinya itu membuatnya frustrasi dan

15
Controversial public issues related with stories visualized in films

merasa tidak diterima di lingkungannya. Beruntung Einar memiliki penyemangat


yang sangat kuat, yaitu istrinya sendiri.
Scene 5 01.28.03-01.33.20

Gambar 9 Gambar 10
Pada potongan gambar ke 9 ini diceritakan Einar akhirnya memutuskan
untuk melakukan operasi kelamin karena merasa bahwa ia yang sekarang bukanlah
ia yang sebenarnya. Dengan ia memutuskan untuk melakukan operasi, ini berarti
Einar juga sudah memutuskan untuk mengubah identitasnya sepenuhnya menjadi
seorang Lili Elbe. Operasi ini dilakukan Einar tentu atas persetujuan dari sang istri.
Operasi yang dilakukan Einar ini merupakan operasi kelamin pertama di
dunia. Dengan demikian, begitu banyak resiko yang ditanggung Einar lantaran
peralatan kedokteran pada masa itu juga belum begitu lengkap dan memadai.
Beruntung, operasi pertama berjalan dengan lancar dan Einar sudah bisa merasakan
hidup sebagai seorang wanita, Lili, meskipun belum seutuhnya sebagaimana yang
terdapat pada potongan gambar 10.
Tanda:
Verbal:
- Gambar 9: Perkataan Einar pada Professor, “this is not my body, Professor,
please take it away.”
Nonverbal:
- Gambar 10: binar pada mata Einar yang menunjukkan bahwa ia menyukai
perubahan baru yang ada dalam dirinya.
Identifikasi ikon, indeks, simbol:
Ikon: perubahan Einar menjadi Lili melalui operasi kelamin.
Indeks: Einar merasakan ada kepuasan tersendiri dalam dirinya setelah melakukan
operasi kelamin.

16
Controversial public issues related with stories visualized in films

Simbol: Perkataan Einar “this is not my body, Professor, please take it away.” dan
binar pada mata Einar setelah melakukan operasi kelamin.
Interpretent:
Einar dan sang istri, Gerda, akhirnya bisa sama-sama menerima bahwa
terdapat perbedaan dalam diri Einar yang tidak bisa ia tolak keberadaannya. Dengan
demikian, Einar akhirnya melakukan operasi kelamin untuk berubah seutuhnya
menjadi seorang wanita, Lili. Keputusan berat ini menandakan bahwa Einar sudah
berhasil untuk berdamai pada dirinya sendiri.
Scene 6 01.45.36-01.47.23

Gambar 11
Potongan gambar ke-11 ini menceritakan Einar melakukan operasi kelamin
untuk yang kedua kalinya. Operasi ini lebih beresiko jika dibandingkan dengan
operasi yang pertama. Hal ini dikarenakan operasi kedua ini sebenarnya
membutuhkan teknologi yang lebih canggih lagi yang mana pada saat itu belum ada
teknologi yang benar-benar memadai.
Tanda:
Nonverbal: raut wajah tegang pada semua tokoh yang masuk ke dalam adegan
tersebut, menunggu jawaban pasti apakah operasi itu akan berhasil atau tidak.
Identifikasi ikon, indeks, dan simbol:
Ikon: Einar menjalankan operasi kelamin untuk yang kedua kalinya.
Indeks: motivasi Einar dalam melakukan hal ini yaitu karena keinginannya yang
sangat kuat untuk mengubah seksualitasnya menjadi wanita seutuhnya.
Simbol: keberanian Einar dalam melanjutkan operasi ini walaupun sudah
mengetahui resiko yang akan ditanggungnya. Dilihat dari raut wajah Einar yang
tampak sangat tegang ketika operasi hendak dilakukan.
Interpretent:

17
Controversial public issues related with stories visualized in films

Keinginan Einar untuk menjadi Lili seutuhnya sudah sangat kuat sehingga
apa pun resiko yang akan ia tanggung ia tetap menerimanya.
Scene 7 01.48.59-selesai

Gambar 12 Gambar 13
Potongan adegan ini menceritakan Lili setelah melakukan operasi kelamin
kedua kalinya. Pada awalnya, Lili berhasil sadar dan menghirup udara segar di luar
rumah sakit bersama dengan istrinya. Akan tetapi, beberapa menit setelahnya Lili
mengembuskan napas terakhirnya.
Di menit-menit terakhirnya, Lili sempat bersyukur atas apa yang ada di
dalam dirinya sekarang. Ia bersyukur karena sudah bisa menjadi wanita seutuhnya.
Ia juga bersyukur lantaran istrinya sudah mau berada di sisinya meski tau harus
kehilangan suami satu-satunya.
Tanda:
Verbal: Perkataan Lili pada Gerda, “there’s nothing to be afraid of anymore.”
Interpretent:
Einar tampak sudah puas terhadap apa yang ia miliki saat itu, Lili. Meskipun
ia mengetahui kondisinya yang sudah tidak mampu bertahan lebih lama, Einar tetap
bersyukur karena masih diberi kesempatan untuk menjadi Lili seutuhnya.

PENUTUP
Setelah melihat dan memahami representasi transgender dalam film ‘The
Danish Girl”, mata saya mengenai isu transgender ini mulai terbuka. Transgender
merupakan sebuah istilah yang digunakan untuk menyebutkan seseorang dalam
kondisi identitas dan ekspresi gender yang berbeda. Keadaan ini bukanlah keadaan
yang bisa dipilih oleh setiap orang. Tidak seperti agama atau kepercayaan yang bisa
kita pilih suatu waktu, seseorang tidak bisa memilih mengenai gender dan
seksualitas yang ada di dalam tubuhnya itu.

18
Controversial public issues related with stories visualized in films

Sebagaimana yang terdapat dalam film “The Danish Girl”, Einar, sebagai
tokoh utama sekaligus pionir transgender di dunia, pada awalnya merasa
kebingungan atas apa yang terjadi pada dirinya. Ia secara sadar merasa bahwa
dirinya merupakan seorang laki-laki, dilihat dari pernikahannya dengan Gerda dan
pakaian yang ia kenakan di awal film. Akan tetapi, setelah Gerda secara tanpa sadar
memancing suaminya itu untuk mengeluarkan ‘sisi lain’ dari dalam diri Einar
dengan memintanya untuk menjadi model pengganti pada lukisan Gerda, sisi
wanita dalam diri Einar mulai perlahan-lahan muncul ke permukaan.
Dapat dilihat pula bahwa pada mulanya Einar hanya merasa takjub dengan
gaun balerina yang ia kenakan, tapi lama kelamaan ia mulai merasa nyaman
terhadap hal itu. Gerda yang merasa suaminya hanya penasaran dan ingin mencoba
berperan menjadi seorang wanita pun memuaskan hasrat Einar dengan cara merias
wajahnya dan mengajaknya ke pesta sebagai seorang wanita, Lili. Akan tetapi, hal
tersebut tidak dirasakan oleh Einar, ia justru semakin nyaman dengan kondisi
tersebut. Einar kemudian mulai mencari tahu mengenai jati dirinya sebenarnya.
Bahkan, ia sempat hampir depresi karena tidak tahu lagi apa yang harus ia lakukan
ditambah lagi tekanan dari berbagai pihak yang masih belum bisa menerima
perbedaan dari dalam diri Einar itu. Beruntung, Einar memiliki istri yang sangat
tulus dan ikhlas dalam menghadapi suaminya itu.
Dari pemaparan tersebut, bisa diketahui bahwa pengalaman pencarian jati
diri Einar menuju Lili tidaklah mulus. Einar pada awalnya tidak menginginkan dan
tidak mengerti kenapa ia harus menjadi wanita seperti itu. Waktu yang kemudian
menjawab pertanyaan Einar dan Gerda mengenai siapa diri Einar yang
sesungguhnya, apakah Einar memang merupakan Einar atau Einar yang sebenarnya
adalah Lili.
Akan tetapi, tekanan yang dihadapi Einar dalam proses pencarian jati
dirinya itu diperparah dengan tekanan dari luar diri Einar. Masih terdapat orang
yang tidak menghargai dan tidak bisa menerima perbedaan yang ada dalam diri
Einar itu. Hal ini menggambarkan mengenai kenyataan yang sering kali terjadi saat
ini.
Boleh, memang, untuk tidak setuju dan tidak pro terhadap isu transgender.
Hanya saja, jika menilik dari sisi kemanusiaan, setiap manusia menginginkan untuk

19
Controversial public issues related with stories visualized in films

diperlakukan sama sebagaimana kita memperlakukan orang ‘normal’. Padahal,


menurut saya pribadi, mereka yang berbeda belum tentu bisa dikatakan tidak
normal. Mereka hanya berbeda dan hanya itu. Perbedaan ini juga sama sekali tidak
menjadi alasan bagi mereka untuk diperlakukan berbeda pula.
Sebagaimana yang dilakukan Gerda, istri Einar. Gerda, meskipun tidak
menginginkan suaminya berbeda yang mana jika ia turuti kemauan suaminya untuk
mengubah seksualitasnya itu berarti ia akan kehilangan sosok seorang suami, ia
tetap berusaha untuk sabar dan mendukung keputusan suaminya itu. Ia sempat
beberapa kali berusaha dengan berbagai cara untuk mengembalikan suaminya
menjadi Einar yang dahulu ia kenal, namun percobaan-percobaan tersebut tidak ada
yang berhasil.
Menurut saya, itulah yang seharusnya dilakukan kita sebagai manusia dalam
memperlakukan kelompok transgender. Berdasarkan film “The Danish Girl” ini,
kelompok transgender hanya butuh dukungan. Mereka tampaknya juga tidak begitu
yakin terhadap apa yang menimpa mereka. Dukungan dan bantuan dibutuhkan oleh
mereka, kelompok transgender. Dalam hal ini bukan berarti saya mendukung
gerakan transgender, tapi saya mendukung sisi kemanusiaan yang seharusnya kita
lakukan sebagai manusia dalam memperlakukan mereka yang berbeda itu. Hal ini
dikarenakan pada dasarnya kelompok transgender juga manusia yang butuh
diperhatikan, mereka juga manusia yang ingin diperlakukan baik sebagaimana kita
ingin diperlakukan begitu oleh orang lain.
Film “The Danish Girl” mengajarkan saya untuk tidak terlalu terburu-buru
dalam menilai sesuatu. Dalam mengetahui representasi isu transgender dalam film
ini juga membuat saya harus mencari berbagai macam referensi mengenai apa
sebenarnya transgender itu dan bagaimana seseorang bisa terjebak di dalamnya.
Dengan begitu, saya respek terhadap mereka yang terlanjur mengubah gender dan
seksualitasnya. Akan tetapi, bagi mereka yang belum terjun terlalu dalam pada hal
tersebut, dalam artian masih bingung dalam mencari jati dirinya, saya memilih
untuk mengusahakan terlebih dahulu supaya mereka bisa kembali pada diri mereka
dengan seksualitas yang teridentifikasi pada diri mereka tepat ketika mereka
dilahirkan, sebagaiman Gerda mengusahakan suaminya untuk kembali menjadi
Einar yang ia kenal.

20
Controversial public issues related with stories visualized in films

DAFTAR PUSTAKA
Amanda, M, Z. (2016). Makna Persahabatan dalam Film “High School Musical
3” (Skripsi program sarjana, London School of Public Relations, Jakarta,
Indonesia).
American Psychological Association. (2011). Answers to Your Questions About
Transgender People, Gender Identity, and Gender Expression. Diakses dari
situs: https://www.apa.org/topics/lgbt/transgender.pdf
Atkin, Albert. (2010). Pierce’s Theory of Signs. Diakses dari situs:
https://plato.stanford.edu/entries/peirce-semiotics/
Barsam, Richard. (2007). Looking at Movies: an Introduction to Film. New York:
W.W. Norton & Company, Inc.
Gamble, M. & Gamble, T. (1986). Introducing Mass Communication. New York:
McGraw-Hill Book Company.
Healthline. (n.d.). Is There a Difference Between Transgender and Transsexual?.
Diakses dari situs: https://www.healthline.com/health/transgender/difference-
between-transgender-and-transsexual
History vs Hollywood. (n.d.). The Danish Girl (2015). Diakses dari situs:
http://www.historyvshollywood.com/reelfaces/danish-girl/
Leeuwen, T. V. (2005). Introducing Social Semiotics. New York: Routledge.
Panuju, Redi. (2018). Pengantar Studi (Ilmu) Komunikasi: Komunikasi sebagai
Kegiatan, Komunikasi sebagi Ilmu. [e-book]. Diakses dari situs:
https://books.google.co.id/books?id=fDa2DwAAQBAJ&printsec=frontcover
&dq=redi+panuju&hl=jv&sa=X&ved=0ahUKEwiS9N_b363mAhXIT30KHb
HQDbAQ6AEIZDAI#v=onepage&q=redi%20panuju&f=false
Preminger, Alex., dkk. (1974). Princeton Encyclopedia of Poetry and Poetics.
Princeton: Princeton University Press.
Sinyo. (2014). Anakku Bertanya Tentang LGBT. Jakarta : PT. Elex Media.
Komputindo.
Stryker, Susan. (n.d.). Transgender History. [e-book]. Diakses dari situs:
https://books.google.co.id/books?id=KLRuDgAAQBAJ&printsec=frontcover
&dq=transgender+pdf&hl=en&sa=X&ved=0ahUKEwig8vfM-
qHmAhUz73MBHQkTA1UQ6AEINjAC#v=onepage&q=transgender%20pdf
&f=false
Turner, H. Lynn, West, Richard. (2008). Pengantar Teori Komunikasi, Edisi 3.
Jakarta: Salemba Humanika.
White, Bali. (2017). Lesbian, Gay, Bisexual, Transgender – What’s the
Difference?. Diakses dari situs:
https://www.edi.nih.gov/blog/communities/lesbian-gay-bisexual-transgender-
%E2%80%93-what%E2%80%99s-difference
Yansyah, R., & Rahayu, R. (2018). Globalisasi Lesbian, Gay, Biseksual, Dan
Transgender (Lgbt): Perspektif Ham Dan Agama Dalam Lingkup Hukum Di
Indonesia. Law Reform, 14(1), 132. https://doi.org/10.14710/lr.v14i1.20242

21

Anda mungkin juga menyukai