KAJIAN PUSTAKA
I. 1 Kerangka Teori
I. 1. 1 Komunikasi
I. 1. 2 Komunikasi Massa
Komunikasi massa adalah salah satu bentuk komunikasi, dimana ada pesan
yang disampaikan ke khalayak banyak dan jarak yang cukup jauh, sehingga hanya
memungkinkan untuk melibatkan indra penglihatan dan pendengaran saja. Bentuk
dari komunikasi massa ini bisa berbagai macam, siaran radio, tayangan televisi
maupun film layar lebar, atau melalui media cetak seperti Koran dan majalah.
Media massa ini diperuntukan untuk menyampaikan sesuatu yang sifatnya
serentak dan cepat, namun lebih sulit untuk mendapatkan feedback dari
komunikator, dan ketepatan pesan cukup rendah karena mendapatkan cukup
banyak noise atau disebut juga gangguan dalam penyampaian pesan, seperti latar
belakang budaya, suasana saat pesan itu disampaikan, dan berbagai macam
gangguan lainnya (Mulyana, 2010).
I. 1. 3 Media Komunikasi
Pesan disampaikan dalam berbagai cara, cara tersebut bisa kita katakan
dengan media komunikasi. Media komunikasi adalah bentuk saluran bagaimana
pesan tersebut disampaikan, pemilihan media sendiri ditentukan juga dengan
tujuan dari komunikasi dilakukan, dengan tujuan memberikan pesan kepada satu
orang saja, maka media yang digunakan cenderung sederhana, seperti berbicara
secara langsung, melalui pesan singkat, surat, maupun telfon genggam. Untuk
tujuan komunikasi yang lebih luas, yaitu untuk disampaikan kepada banyak orang,
dengan latar belakang dan lokasi yang berbeda, tentunya menggunakan media
yang berbeda pula. Pola aktifitas masyarakat mempengaruhi bagaimana media
tersebut digunakan, karena penggunaan media dilandasi dengan kebutuhan dari
seseorang itu sendiri yang juga dipengaruhi oleh lingkungan sosialnya. awal mula
media yang banyak digunakan adalah majalah, surat kabar, dan kemudian
berkembang menjadi media yang inkonvesional seperti internet. dalam teori ‘Uses
and gratifications’, memberikan definisi bahwa penggunaan media mencakup isi
media yang bisa berupa berita, drama, film dan lain-lain, dalam jenis media cetak
maupun elektronik, kemudian terpaan media dan situasinya, akan berbeda ketika
situasi penontonnya adalah di dalam ruangan sendirian ataupun diluar bersama
orang ramai. (Imran, 2013)
2
budaya popular, yaitu budaya yang meghasilkan standard baru melalui budaya.
(Hereyah, 2011).
Media massa juga memiliki fungsi sebagai hiburan yang bisa masuk ke
setiap lapisan masyarakat. Media massa memiliki jangkauan yang sangat luas
untuk setiap lapisan masyarakat itu memberikan peluang untuk menyebarkan
budaya populer untuk menjadi lebih global. Namun pada dasarnya Setiap individu
memiliki keinginan untuk menampilkan Siapa dirinya sebenarnya dengan adanya
budaya populer mulai banyak muncul masyarakat yang memperjuangkan
kebebasan untuk menunjukkan Siapa dirinya tanpa memikirkan aturan moral dan
lingkungan sekitarnya. (Tanudjaja, 2007)
I. 1. 5 Film
Film adalah paduan yang seimbang di antara seni sastra, seni musik,
bahkan sen komedi di dalamnya, menjadi sebuah bentuk hiburan yang menyajikan
cerita mengenai suatu peristiwa yang merupakan suatu karya dari pikiran kreatif
3
seseorang ataupun beberapa orang. Film merupakan suatu hiburan sekaligus
media komunikasi yang mampu menjangkau setiap lapisan masyarakat, dan
semakin luas ketika dunia digital ikut berkembang (Mudjiono, 2011), memberikan
akses untuk setiap orang menonton film yang diinginkan. Di dalam film, terdapat
pesan yang berbentuk tanda, lambang maupun symbol mengenai sebuah pikiran,
informasi, kepercayaan, maupun himbauan, pesan ini tersirat melalui berbagai
macam unsur yang terkandung di dalam film. Namun simbol ini hanya berhasil
bila setiap komunikan yang menonton film tersebut memiliki pemahaman yang
sama dengan simbol yang disampaikan sehingga keadaan bisa dikatakan
komunikatif. Unsur yang dimaksud di dalam film ini, adalah (Estu Miyarso,
2011);
o Visual Gerak
Yaitu simbol dan tanda yang berupa penampilan visual, baik ekspresi, tingkah
laku, perbuatan yang mengandung nilai estetika artistik dan dramatis.
o Audio
Unsur audio merupakan tanda berupa dialog dan intonasi yang memperjelas pesan
maupun informasi yang dikomunikasikan. Suara musik sebagai latar dari cerita
yang memiliki peran menciptakan suasana sesuai dengan yang diharapkan oleh
pengkaryanya.
o Jalan Cerita
Bagaimana jalan cerita berjalan adalah pesan dari keseluruhan film, maknanya
universal bagi penontonnya, maksudnya, penonton lah yang memaknai film
tersebut sesuai dengan pikiran mereka masing-masing. Melalui rangkaian visual
dan audio dari awal sampai akhir film yang dibatasi dengan durasi film, penulis
menyampaikan pesan sebab dan akibat dari awal film hingga akhir film.
o Setting
Setting adalah dimana gambar diambil dan menjadi objek visual dari setiap
adegan, membawa pesan suasana dan keadaan dari suatu lokasi yang akan
mempengaruhi bagaimana penonton menerima pesan visual gerak. Karena sebuah
setting membangun suasana yang mendukung visual gerak dan audio, serta
memperjelas jalan cerita dan pergantian scene dari sebuah film.
4
o Properti
Dalam sebuah film, properti meliputi kostum dan tatarias dari pemain film,
kemudian perlengkapan, alat maupun benda yang mendukung dramatisasi dari
sebuah scene, properti mendukung visual dari film terlihat lebih alami dan terlihat
mendukung. Selain itu, properti juga termasuk peralatan yang dibutuhkan saat
shoot, baik untuk mic, pencahayaan, maupun kamera untuk merekam.
o Efek
Setelah proses shooting, tentu saja film akan memasuki tahap editing,
meruntutkan setiap potongan rekaman menjadi alur film yang diinginkan serta
memasukan setiap audio dan kemudian efek, efek ini adalah gambar, suara,
cahaya, transisi, atau bahkan animasi yang deprogram di computer sehingga film
memiliki kesan dramatis dan mengarahkan emosi dari penontonnya kelak.
Film, sebagai sebuah hiburan juga merupakan bagian dari industry kreatif,
yang memiliki pengaruh besar terhadap berkembangnya ekonomi kreatif. Film
adalah benda yang memiliki nilai ekonomi cukup tinggi jika diukur dari jumlah
peminatnya di Indonesia. bahkan ekonomi kreatif dianggap sebagai era yang baru
setelah ekonomi pertanian, industri, dan lain-lain. (Idola Perdini Putri, 2017) .
5
sedemikian rupa, isu sensitif seperti misalnya SARA, LGBT, politik jika diangkat
menjadi film cenderung lebih banyak mengundang perhatian masyarakatnya.
I. 1. 7 Semiotika
6
I. 1. 8 Teori Semiotika menurut Charles Sanders Peirce
Gambar II-1
7
berbeda dengan pada saat hal tersebut disampaikan secara lemah lembut dan
halus.
Sinsign: yaitu eksistensi sesungguhnya suatu benda atau peristiwa yang ada
pada tanda, sebagai contoh, kata ‘keruh’ pada ‘air sungai yang keruh’
menandakan bahwa ada hujan pada hulu sungai.
Legisign: adalah norma yang terkandung dalam sebuah tanda berkaitan
dengan cara hidup individu, seperti lampu merah menunjukan merah yang
artinya pengendara harus berhenti dan menunggu (Sobur, 2013).
Interpretan, peirce mengklasifikasikan kembali menjadi 3 bagian, yaitu;
Rheme: tanda yang memberikan peluang untuk seseorang menafsirkan
berdasarkan beberapa pilihan, seperti mata merah bisa berarti orang tersebut
ingin menangis, marah, atau sakit mata.
Dicent sign/dicigint: tanda yang menyatakan sesuai kenyataan, seperti tanda
tikungan tajam pada rambu berarti beberapa meter didepan aka nada tikungan
tajam.
Argument: yaitu tanda yang langsung memberikan alasan tertentu atau
penilaian seseorang berdasarkan apa yang ia tangkap dalam suatu peristiwa.
Contohnya, seseorang mengatakan ‘gelap’ ketika semua lampu mati di malam
hari, yang artinya kondisi memang sedang gelap gulita.
Film adalah bentuk simbol dari sebuah pengalaman, atau pikiran dari
orang-orang yang ada di balik pembuatan tersebut, seperti penulis naskah dan
sutradara. Pikiran tersebut bisa berupa pengalaman hidup yang dirasakan ataupun
imajinasi dari kepalanya sendiri. Maka film tersebut menjadi media komunikasi
bagi penulis naskah dan sutradara tersebut. Di dalam sebuah film, setiap tanda
baik melalui penampilan, visualisasi dari pemeran, dialog, audio, maupun jalan
cerita menggambarkan sesuatu baik secara umum maupun spesifik. Dengan tujuan
masyarakat dapat memahami apa maksud dari dibuatnya film ini, walaupun setiap
lapisan masyarakat memiliki latar belakang yang berbeda dan menjadikan
persepsi yang juga berbeda dalam mengerti apa yang digambarkan dari sebuah
film tersebut, namun penulis dan sutradara jelas memberikan visualisasi dari
8
pikiran mereka kedalam bentuk film dan setiap unsur yang dikandung dalam film
tersebut. Gambaran yang ada di dalam film, bisa berasal dari sebuah kebudayaan
dan fenomena yang melatarbelakangi dibuatnya film ini, fakta sosial adalah bekal
awal dari terbentuknya ide untuk membuat film.
Menurut Hall, film adalah salah satu media dalam menggambarkan
peristiwa, karena setiap adegannya akan terkonstruk dengan sendirinya di kepala
para penonton dan secara otomatis, penonton akan memberikan makna sesuai
sudut pandangnya masing-masing (Hall, 1997). Maka ilmu semiotika, membantu
kita dalam menangkap berbagai simbol dan makna tersembunyi dari sebuah film.
I. 1. 10 Tanda
Komunikasi adalah suatu proses simbolik. Maksud dari kalimat ini adalah,
lambang ataupun simbol adalah sesuatu yang digunakan untuk menunjukan
sesuatu. Lambang tersebut bisa dalam bentuk kata-kata verbal, perilaku, maupun
objek tertentu yang disepakati bersama, dan dengan kemampuan individu, bahasa
tersebut bisa terus berkembang. Lambang sendiri tidak memiliki makna, namun
individu lah yang memberikan makna terhadap suatu lambang, dalam artian bebas
diartikan seperti apa tanpa batasan yang kemudian mencapai kesepakatan.
Bagaimana suatu suku, seperti jawa atau sunda misalnya, memiliki bahasa daerah
mereka masing-masing adalah suatu bentuk bahwa suatu hal melambangkan
sesuatu sesuai kesepakatan daerahnya masing-masing dan tidak sama antar satu
sama lain. Tak hanya bahasa, namun segala hal disekitar kita merupakan simbol
dari sesuatu baik secara langsung maupun tidak langsung.
Sesuatu dianggap sebagai tanda apabila suatu hal tersebut memiliki pola
tertentu yang dapat berulang dan diprediksi, dengan kata lain disebut juga
sintagmatik. Kemudian bentuknya berbeda dengan tanda yang sudah ada, yaitu
paradigmatic. Dalam sebuah struktur bahasa, ‘apel’, ‘jeruk’, mengacu pada salah
satu jenis buah dengan menggunakan pola yang sesuai dengan ejaan bahasa
Indonesia, sedangkan ‘qwef’ tidak mengacu pada apapun karena tidak sesuai
dengan pola bahasa yang digunakan di Indonesia.
9
adalah kesukaan masyarakat dengan status ekonomi menengah ke bawah. Selain
makanan, penampilan fisik juga merupakan simbol yang lebih kompleks, pakaian
rapih, kemeja, jas, celana kain merupakan simbol dari laki-laki maskulin yang
bekerja di kantor, brewok dan kumis sebagai bentuk maskulinitas. Jaket jeans,
kaos, menandakan jiwa yang muda, cenderung digunakan anak band. tempat
tinggal juga memberikan simbol tertetu, dimana tempat tinggalnya, bagaimana
bentuk rumahnya, furniture dan ornament seperti apa yang ada dirumahnya semua
melambangkan hal tertentu. (Mulyana, 2010)
I. 1. 11 Makna
I. 1. 12 Homofobia
10
laki, hal ini juga dipengaruhi oleh agama mayoritas di Indonesia, Islam dan
Kristen, yang keduanya sama-sama menolak keras hubungan sesama jenis. Latar
belakang budaya tersebut menciptakan pola pikir masyarakat, yang akhirnya
memandang LGBT adalah sebuah aib dan perilaku tidak terpuji. Dengan
lingkungan yang seperti itu, keberadaan LGBT cukup dibenci, terutama pada
masyarakat yang tabu akan hal tersebut, atau masyarakat dengan kepercayaan
yang cukup kuat. (Wieringa, 2019)
Homofobia pertama muncul di tahun 1969 oleh George Weinberg, kata ini
digunakan untuk menggambarkan diskriminasi, dan rasisme yang terjadi kepada
kaum LGBT, setiap tindakan kebencian yang berasal dari kaum heteroseksual
kepada pelaku LGBT. Homofobia bisa muncul dari hati tanpa disadari oleh
seseorang, rasa benci dan jijik tanpa alasan akibat apa yang sudah dikonsumsi
sejak kecil dimana pemahaman mengenai LGBT adalah hal yang terlarang.
Kemudian mempengaruhi pada sikap seseorang saat melihat pelaki LGBT,
muncul perilaku menghakimi dan menghina pada pelaku atau bahkan organisasi
LGBT itu sendiri. (Herek, 1999) Siswa di menengah pertama atau menengah akhir
lebih tampak akan homofobia dan ketidaksukaannya pada kaum LGBT, temuan
ini dilatar belakangi dari struktur sekolah dan budaya yang tertanam (Chotim,
2019)
11
Budaya terbentuk dari komunikasi, dan komunikasi pun terbentuk akibat budaya,
bagaimana individu berkumpul dan hidup bersama, kemudian muncul bahasa
vokal, sistem etika, sistem hubungan sosial, dan bekerjasama dalam memodifikasi
lingkungannya. (Danesi, 2004)
12
pemberitaan mengenai prestasi gay sementara berita negatif terus muncul di
media.
Penolakan terhadap keberadaan LGBT di Indonesia terus muncul di media
massa, baik di sisi pemerintahan, akademisi, maupun orang awam pun selalu
menyatakan sikap penolakan terhadap LGBT, banyak ujaran kebencian dan
provokasi yang muncul di media sosial. Media massa memberikan stigma bahwa
LGBT adalah penyebab dari munculnya HIV, AIDS, dan harus dikembalikan
menjadi “normal” dalam arti menjadi heteroseksual. Sehingga kaum LGBT
banyak menutup diri dan menyembunyikan ‘kelainannya’. Meski juga banyak di
antaranya menunjukan kepada publik bahkan menjadi public figure. (Niko, 2016)
I. 1. 15 Pretty Boys
13
Derry Maryadi. Pemain lain sebagai tokoh pelengkap dan pendamping dari film
ini seperti Danilla Riyadi (sebagai Asti). Imam Darto, Roy Marten, dan banyak
lagi. Diproduksi oleh The Pretty Boys Pictures, sebuah production House yang
didirikan Vincent dan Desta sendiri dengan bekerja sama dengan Anami Film.
Cerita ini berawal dari masa kecil Anugerah dan Rahmat, bersahabat sejak
kecil, dengan Rahmat yang tumbuh tanpa orang tua, dan Anugerah yang memiliki
konflik maskulinitas dengan ayahnya, seorang pensiunan tentara. Sang ayah
sangat membenci perilaku Anugerah yang sering menjadi pembawa acara, baik
acara kecil di kampungnya ataupun menjadi artis, pertengkaran besar terjadi
menjadi pemicu sang anak untuk berangkat ke Jakarta bersama Rahmat,
sahabatnya. Di Jakarta, kehidupan tidak semulus yang diharapkan, dengan cita-
cita untuk menjadi pembawa acara, Anugerah dan Rahmat justru terjebak menjadi
staff dan juru masak disebuah restoran kecil dengan bos yang menyebalkan,
disanalah mereka bertemu Asti, yang kemudian menjadi bagian dari kisah cinta
dalam persahabatan ini.
Suatu ketika muncul kesempatan untuk tampil di televisi, sebagai
penonton bayaran, di adegan ini mulai bermunculan konflik berat yang
menyangkut maskulinitas dan homofobia, Anugerah dan Rahmat yang tidak
pernah bertemu dengan orang-orang dibalik layar kaca kini kaget melihat betapa
banyaknya gay di stasiun televisi. Kemudian mereka terlibat dalam adegan di
acara TV dimana mereka menjadi penonton bayarannya, dan kemudian diberikan
tawaran untuk menjadi co-host di acara tersebut, dengan syarat mereka harus
berdandan dan berpenampilan seperti homoseksual. Dengan manajer Roni, dan
14
host acara tersebut, Koko, yang diceritakan sebagai homoseksual asli. Sejak saat
itu, film ini banyak dibubuhi oleh dialog komedi yang sedikit menyentil kaum
Gay.
Di masyarakat, film ini cukup kontroversial. Karena membahas isu
transgender dan membahas tuntutan dunia televisi, melalui wawancara, Imam
Darto mengatakan bahwa mereka ingin mengangkat isu dibelakang layar, dimana
seseorang yang tampil didepan televisi harus mengikuti tuntutan penonton. Dan
isu transgender ini menjadi jembatan, mereka mengakui adanya fakta sosial
dimana ketika bekerja di belakang layar, menjadi transgender adalah hal yang
cukup membantu ketika tampil, mereka lebih menarik perhatian masyarakat
sehingga banyak laki-laki biasa yang akhirnya harus berpenampilan seperti
seorang transgender, walaupun terdapat gejolak di dalam hatinya tidak ingin
menjadi seperti itu. (Putsanra, 2019)
I. 2 Penelitian Terdahulu
15
Islam Indonesia menggunakan teori
2018 Roland Barthes,
Fokus Penelitian
Fokus penelitian ini adalah menganalisis semiotika film ‘Pretty Boys’ karya
Tompi yang merepresentasikan gejala homofobia. Homofobia di Indonesia
merupakan perilaku yang berupa suatu tindak kekerasan baik verbal maupun non
verbal kepada pelaku LGBT, penelitian ini mendalami analisis semiotika oleh
Charles Sanders Peirce, dengan fokus mengidentifikasi perilaku homofobia yang
ada pada objek penelitian, yaitu film “Pretty Boys” karya Tompi. Perilaku
tersebut ada pada pemain film tersebut,benda yang terdapat pada setting film
tersebut, ataupun kejadian yang ada pada adegan film tersebut.
16
Penelitian ini perlu untuk diteliti, karena tidak banyak film menggambarkan
sikap homofobia secara gamblang, dan tokoh utama yang juga menjadi
homoseksual namun bukan karena pilihannya, melainkan tuntutan pekerjaan. Film
ini memberikan kesan bahwa Homofobia adalah sifat yang normal dan wajar
untuk dilakukan, sedangkan pada kenyataannya perilaku homofobia dapat
mengarah kepada bullying atau perpeloncoan yang megganggu hak hidup individu
yang lain. Film ini akan dianalisis dengan menggunakan kajian Analisis semiotika
menurut Charles Sanders Peirce.
17
18