Anda di halaman 1dari 26

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penelitian Sejenis

Sebelum peneliti melakukan penelitian ini, ada penelitian yang terlebih dahulu

yang dilakukan oleh para peneliti sebelumnya, adapun penelitiannya sebagai berikut:

1. Ahmad Toni dan Rafki Fachrizal, Mahasiswa Universitas Budi Luhur Fakultas

Ilmu Komunikasi tahun 2017. Dengan judul Studi Semiotika pada Film

Dokumenter “The Look of Silence: Senyap” Penelitian ini menganalisis tentang

representasi pelanggaran HAM Procedural Rights yang terdapat dalam Film

Dokumenter Senyap. Kesimpulan yang didapat dari penelitian ini adalah bahwa

kehadiran adegan yang mewakili pelanggaran hak prosedural film "The Look Of

Silence: Senyap” Pelanggaran digambarkan melalui adegan merekonstruksi

pembunuhan yang dilakukan oleh mantan pelaku tragedi G30S. Kemudian, film

ini bisa menjadi perspektif baru. ke masyarakat di sisi lain kejadian G30S.

2. Suwarto, Mahasiswa Universitas Bhayangkara Indonesia Fakultas Ilmu Sosial dan

Politik tahun 2015. Dengan judul “Analisis Semiotika Gambar Peringatan Bahaya

Merokok pada Semua Kemasan Rokok di Indonesia”. Penelitian ini menggunakan

metode semiotika Charles Sanders Pierce yang menganalisis tentang makna

gambar bahaya peringatan merokok pada lima gambar peringatan bahaya merokok

yang beredar di Indonesia. Dipilih lantaran dianggap paling efektif untuk menekan

6
pembelian rokok dan memberitahu dampak penyakit akibat merokok. Kesimpulan

Penelitian ini adalah untuk dapat dipahami dan dicerna semua orang, sebuah hasil

jurnalistik foto harus mampu memunculkan point of interest dari suatu

pembingkaian objek, sehingga komposisinya dapat membuat orang tertarik untuk

memahami ikon, ideks, dan symbol dari ide pesan tanpa harus menginterpretasikan

secara mendalam.

3. Thia Rahma Fauziah, Mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia tahun 2016.

Dengan judul penelitian “Representasi Sensualitas Perempuan dalam Iklan”.

Dimana penelitian ini menggunakan metode semiotika milik Roland Barthes untuk

mendeskripsikan bagaimana representasi sensualitas perempuan dalam iklan

Parfum Cassablanca melalui 18 cuplikan scene-scene yang diambil dari iklan

parfum Cassablanca. Dan mengungkap ideology yang dianut dalam iklan parfum

Cassablanca. Kesimpulan yang didapat dari penelitian ini adalah iklan parfum

Cassablanca memiliki dua ideologi, yaitu feminisme dan materialisme.

Selanjutnya iklan parfum Cassablanca dianggap merepresentasikan strata sosial

masyarakat kelas menengah dimana sensualitas perempuan sudah menjadi

konsumsi public dan tubuh perempuan sudah menjadi hal yang layak untuk

ditampilkan.

2.2 Pengertian Komunikasi

Stuart mengatakan akar kata dari komunikasi berasal dari kata communico

yang berarti berbagi. Kemudian berkembang menjadi communis yang berarti

7
membuat kebersamaan atau membangun kebersamaan antara dua orang atau lebih.

(Nurudin, 2017:8)

Sehingga dapat disimpulkan bahwa komunikasi adalah proses pertukaran

pesan antara dua orang atau lebih yang bertujuan untuk mencapai pemahaman

bersama.

2.3 Konteks Komunikasi

Komunikasi yang berlangsung tidak hanya berada dalam suatu ruang hampa,

melainkan adanya pengaruh dari suatu konteks atau situasi tertentu. Konteks disini

merujuk pada semua factor yang ada di luar orang-orang yang berkomunikasi,

seperti: aspek bersifat fisik, aspek psikologis, aspek sosial, dan aspek waktu. Adapun

pakar komunikasi yang mengklarifikasikan komunikasi berdasarkan tingkatanya,

yaitu jumlah orang-orang yang terlibat dalam komunikasi. Maka munculah,

komunikasi intrapribadi, antarpribadi, komunikasi kelompok, komunikasi publik, dan

komunikasi massa (Mulyana, 2016: 77). Dalam penelitian ini saya hanya akan

membahas mengenai Komunikasi Massa.

2.3.1 Komunikasi Massa

Terdapat beberapa definisi mengenai komunikasi massa yang dikemukakan

oleh para ahli. Menurut Nurudin (dalam Pengantar Komunikasi Massa, 2007: 02),

mendefinisikan bahwa komunikasi massa adalah studi ilmiah yang mempelajari

8
tentang media massa beserta pesan yang dihasilkan, pembaca/pendengar/penonton

yang akan coba dicapainya dan efek terhadap masing-masing dari mereka.

Komunikasi Massa adalah komunikasi yang menggunakan media massa, baik

cetak (surat kabar, majalah) atau elektronik (radio, televisi) berbiaya relative mahal,

yang dikelola oleh suatu lembaga atau orang yang dilembagakan, yang dutujukan

kepada sejumlah besar orang yang tersebar di banyak temaot, anonim dan heterogen

(Mulyana, 2016:83)

Menurut Josep A.Devito komunikasi massa mempunyai dua definisi, Pertama,

komunikasi massa ditunjukkan kepada khalayak yang sangat banyak (massa). Kedua,

komunikasi massa adalah komunikasi yang disalurkan oleh pemancar-pemancar

berupa audio dan atau visual (televisi, radio, surat, kabar, majalah, film, buku, dan

pita) (Nurudin, 2007:12)

Berdasarkan definisi yang disampaikan oleh para ahli komunikasi yang telah

disampaikan diatas dapat disimpulkan bahwa komunikasi massa adalah suatu pesan

atau informasi yang disampaikan secara bersamaan dalam waktu yang sama melalui

media massa kepada khalayak dengan jumlah yang sangat banyak.

2.4 Media dalam Komunikasi Massa

Komunikasi massa menggunakan Media sebagai alat untuk menghubungkan

antara sumber dengan penerima yang sifatnya terbuka, di mana setiap orang dapat

melihat, mendengar bahkan membaca pesan tersebut (Cangara, 2003: 24-25).

9
Sehingga media mempunyai peranan penting dalam komunikasi massa, dengan

bantuan media pesan akan tersebar secara menyeluruh kepada khalayak yang

berjumlah besar serta beraneka ragam dengan waktu yang bersamaan.

Perkembangan media dalam komunikasi massa dapat dibilang sangat cepat.

Media komunikasi massa tersebut menunjuk pada media modern seperti majalah,

koran, tabloid, buku (media cetak); televisi dan radio (media elektronik); internet

(media baru); dan media film (film bioskop bukan film negatif yang dihasilkan

kamera) (Nurudin, 2007: 05).

2.4.1 Surat Kabar

Menurut Age (dalam Ardianto dan Lukiati, 2007: 98) surat kabar sebagai

lembaran tercetak yang berisi tentang laporan atau berita secara kontemporer

mempunyai fungsi utama dan sekunder. Fungsi utama meliputi, menginformasikan

kepada pembaca, mengomentari suatu berita lalu mengembangkannya menjadi fokus

berita, serta menyediakan informasi tentang barang dan jasa yang dimuat di

dalamnya. Sedangkan fungsi sekunder seperti, digunakan sebagai kampanye proyek

kemasyarakatan, memberikan hiburan, serta melayani pembaca sebagai agen

informasi dalam memperjuangkan hak.

Sedangkan menurut karlinah surat kabar merupakan salah satu media

komunikasi modern yang memungkinkan berjuta-juta orang diseluruh dunia saling

10
menghubungi hingga di pelosok-pelosok dalam waktu yang relatif singkat bagaikan

desa global (dalam Ardianto dan Lukiati, 2007: 98).

Surat Kabar merupakan media komunikasi cetak yang dapat meghubungkan

semua orang dengan jumlah yang banyak di seluruh dunia melalui informasi yang

diberikan dengan waktu yang cukup singkat.

2.4.2 Film

Film merupakan salah satu teknologi modern yang termasuk sebagai media

dalam komunikasi massa. Dikatakan sebagai salah satu media komunikasi massa

karena menggunakan saluran (media) dalam menghubungkan antara komunikator dan

komunikan secara massal, tersebar dimana-mana, dan menimbulkan efek tertentu

(Vera, 2014: 91).

Secara etimologis, film adalah gambar bergerak, sedangkan menurut beberapa

pendapat menyatakan bahwa film adalah susunan gambar yang ada dalam seluloid

kemudian diputar dengan menggunakan teknologi proyektor yang menawarkan nafas

demokrasi dan bisa ditafsirkan dalam berbagai makna (dalam Prakoso, 1977: 22 ).

Film sendiri adalah “…karya cipta seni dan budaya yang merupakan salah satu media

komunikasi massa audiovisual yang dibuat berdasarkan asas sinematografi yang

direkam pada pita seluloid, pita video, piringan video, dan bahan hasil penemuan

teknologi lainnya dalam segala bentuk, jenis, dan ukuran melalui proses kimiawi,

proses elektronik, atau proses lainnya, dengan atau tanpa suara, yang dapat

11
dipertunjukkan atau ditayangkan dengan sistem proyeksi mekanik, elektronik, dan

sistem lainnya (UU No 8 tahun 1992).”

Dari beberapa pendapat yang dikemukakan oleh para ahli diatas dapat ditarik

kesimpulan bahwa film merupakan media hiburan pertama yang dapat menampilkan

sebuah rekaman cerita baik itu fiksi maupun non-fiksi dalam bentuk audio dan visual.

Perkembangan teknologi yang semakin lama semakin kompleks, membuat

film sebagai media penyampaian pesan banyak menarik sejumlah besar perhatian dari

khalayak. Media film yang dimaksud adalah film yang pertunjukannya dilakukan di

gedung-gedung bioskop serta di dalam prosesnya film mempunyai fungsi dan sifat

mekanik atau nonelektronik, rekreatif, edukatif, persuasif atau non informatif. Film

lebih dahulu muncul menjadi media hiburan dibandingkan dengan siaran radio dan

televisi, sehingga menonton film di bioskop menjadi aktivitas populer di kalangan

orang Amerika pada tahun 1920-an hingga 1950-an (Ardianto dan Lukiati, 2007:

40&134).

2.4.3 Televisi

Televisi merupakan media komunikasi yang lebih unggul dibanding dengan

media yang lain. Hal tersebut disebabkan karena hampir seluruh masyarakat

mempunyai televisi di dalam rumahnya, sehingga tayangan yang diberikan

mempunyai pengaruh besar terhadap kehidupan manusia. Tayangan tersebut berupa

hiburan, berita maupun iklan.

12
Dalam perkembangannya televisi mengalami peningkatan secara dramatis,

terutama ditandai dengan adanya televisi kabel. Transmisi program televisi kabel

membuat tambahan saluran televisi bagi pemirsa, dengan dapat menjangkau ke

seluruh pelosok negeri melalui bantuan satelit dan diterima langsung pada layar

televisi di rumah, semakin marak lagi dengan hadirnya Direct Broadcast Satellite

(DBS) hingga pada tahun 1948 televisi juga mengalami perubahan dari televisi

eksperimen menjadi televisi komersial di Amerika (Ardianto dan Lukiati, 2007: 125).

Menurut LaQuey (dalam Ardianto dan Lukiati, 2007: 143) menyatakan bahwa

ada beberapa hal yang membedakan antara internet dengan teknologi tradisional yaitu

tingkat interaksi dan kecepatan yang dapat dinikmati pengguna dalam penyampaian

pesannya. Tidak ada media yang dapat memberikan penggunanya kemampuan untuk

berkomunikasi secara seketika dengan ribuan orang di luar sana.

Internet juga memberikan dampak baru dalam perkembangan televisi yang

saat ini dapat dinikmati oleh khalayak kapan saja, di mana saja, dalam keadaan

apapun melalui Live Streaming dengan kinerja internet. Tidak hanya siaran televisi,

film pun saat ini dapat diakses melalui internet, walaupun harus menunggu beberapa

hari setelah kemunculannya di bioskop.

2.5 Film Sebagai Medium Komunikasi Massa

Definisi film berbeda di setiap Negara; di Perancis ada pembedaan antara film

dan sinema. “Filmis” berarti berhubungan dengan film dan dunia sekitarnya,

13
misalnya sosial politik dan kebudayaan. Sedangkan di Yunani film dikenal dengan

istilah cinema, yang merupakan singkatan dari cinematigraphie , jika dijabarkan

cinema berarti gerak, tho atau phytos adalah cahaya, dan graphie adalah melukis

gerak dengan cahaya. Ada juga istilah lain berasal dari bahasa Inggris yaitu, movies;

berasal dari kata move, artinya gambar bergerak atau hidup. (Vera, 2014)

Film Sebagai Media Massa Komunikasi yang menggunakan media massa

disebut komunikasi massa (Effendy, 2002:50). Pada dasarnya komunikasi massa

adalah komunikasi melalui media massa (media cetak dan elektronik). Media massa

dalam cangkupan pengertian komunikasi massa adalah surat kabar, majalah, radio,

televisi dan film (Suherdiana, 2008).

Dalam kehidupan sehari-hari media massa memainkan peran yang sangat

penting.. Media bukan hanya sumber informasi dan hiburan, melainkan juga

dijadikan sarana komunikasi. Begitu sulit membayangkan dunia tanpa media seperti

film yang sebagian besar digunakan setiap harinya. Media dipercaya dapat membantu

mengembangkan pengetahuan penikmatnya.

2.5.1 Karakteristik Film

Film sendiri mempunyai kriteria agar sesuatu tersebut dapat dikatakan sebuah

film. Oleh karena itu, karakteristik film adalah sebagai berikut:

a. Layar yang luas dan lebar

14
Film dan televisi sama-sama menggunakan layar, namun film layarnya

berukuran lebih luas meskipun sekarang ada televisi layar lebar atau disebut LED.

Pada umumnya layar film yang luas telah memberikan keleluasaan penontonnya

untuk melihat adegan-adegan yang disajikan. Apalagi dengan adanya kemajuan

teknologi, layar film bioskop pada umumnya sudah tiga dimensi, sehingga penonton

seolah-olah melihat kejadian nyata dan tidak berjarak.

b. Pengambilan gambar

Pengambilan gambar atau shot dalam film memungkinkan dari jarak jauh atau

extreme long shot dan panoramic shot, yakni pengambilan pem,andangan secara

menyeluruh, shot tersebut dipakai untuk memberi kesan artistik dan suasana yang

sesungguhnya, sehingga memberi kesan yang lebih menarik. Pengambilan-

pengambilan gambar yang pas dapat menambah atmosfer tersendiri bagi penonton

dan akan merasakan berada dalam film tersebut. Seperti contohnya The Shining karya

Stanley Kubrick yang lebih memusatkan pengambilan gambar dalam menambah

sensasi horor kepada penonton. Karena Stanley mampu membuat penonton ketakutan

akan film The Shining yang mempunyai hal menarik yaitu film horror yang

berceritakan tentang hantu, tetapi tidak ada hantu yang dimunculkan dalam filmnya.

c. Konsentrasi penuh

Dalam keadaan bioskop yang penerangannya dimatikan, nampak di depan kita

ada sebuah layar luas dengan gambar-gambar cerita film tersebut. Hal ini membuat

15
khalayak terbawa alur suasana yang disajikan oleh film tersebut. Beda halnya apabila

pencahayaan di dalam ruangan tetap dinyalakan. Hal tersebut malah membuat

penonton menjadi tidak terlalu fokus terhadap film dan jadi memperhatikan yang ada

di sekitarnya. Ini menyebabkan pesan dan atmosfer film tersebut kurang terasa.

d. Identifikasi psikologis

Pengaruh film terhadap jiwa manusia tidak hanya sewaktu atau selama

menonton film tersebut, tetapi akan membuat dalam kurun waktu yang lama seperti

peniruan berpakaian atau model rambut. Bahkan secara tidak sadar menyamakan diri

kita sebagai salah seorang pemeran dalam film tersebut,h al ini bisa disebut imitasi

dan menurut ilmu jiwa sosial, gejala seperti ini disebut sebagai identifikasi psikologis.

2.5.2 Jenis – jenis Film

Pada dasarnya film dikategorikan menjadi 2 jenis utama, yaitu film cerita atau

disebut juga fiksi dan film noncerita, disebut juga nonfiksi. Film cerita atau fiksi

adalah film cerita yang dibuat berdasarkan kisah fiktif. Film fiktif dibagi menjadi dua,

yaitu film cerita pendek dan film cerita panjang. Perbedaan yang paling spesifik dari

keduanya adalah pada durasi. Film cerita pendek berdurasi di bawah 60 menit,

sedangkan film cerita panjang berdurasi 90 – 120 menit bahkan lebih. (Vera, 2014).

Film nonfiksi contohnya adalah film documenter, aitu film yang menampilkan

tentang dokumentasi sebuah kejadian, baik alam, flora, fauna ataupun manusia.

Perkembangan film berpengaruh pula pada jenis film dokumenter, muncul film

16
dokumenter lain yang disebut docudrama, dimana terjadi reduksi realita demi tujuan-

tujuan estetis, agar gambar dan cerita lebih menarik. (Effendy, 2009:3 dalam Vera,

2014)

Genre adalah klasifikasi pada sebuah film yang memiliki ciri tersendiri, dalam

film fiksi atau film cerita terdapat banyak genre, diantaranya adalah sebagai berikut:

a. Film Drama

b. Film Laga (action)

c. Film Komedi

d. Film Horor

e. Film Animasi

f. Film science fiction

g. Film Musikal

h. Film Kartun

2.6 Struktur Pesan

Di dalam proses berkomunikasi, pesan merupakan salah satu unsur ysng

sangat penting. Tidak semua pesan dapat dilihat, karena pesan bersifat abstrak,

sehingga untuk membuat semuanya mudah dipahami dengan baik diciptakannya

sejumlah lambang komunikasi, seperti bahasa lisan, bahasa tulis, suara, gerak, dan

sebagainya. Tujuannya agar dapat memperjelas abstraknya pesan komunikasi. Bahasa

17
lisan dan tulisan termasuk dalam komunikasi verbal, sedangkan gerak-gerik, suara,

isyarat tangan, ekspresi wajah, sentuhan, warna merujuk pada komunikasi nonverbal.

Pesan dapat digolongkan menjadi dua menuru maknanya, pertama bersifat konotatif

(makna kiasan atau bukan sebenarnya), dan kedua adalah denotatif (makna

sesungguhnya atau sebenarnya) (Nurudin, 2017: 46).

Berbicara tentang pesan akan berkaitan dengan bahasa, di mana bahasa

dianggap sebagai suatu sistem simbol atau verbal. Bahasa verbal adalah sarana

utama untuk menyatakan maksud dari pemikiran dan perasaan. Wujud dari bahasa

verbal adalah kata-kata yang merepresentasikan berbagai aspek realitas setiap

individu. Selain menggunkan pesan verbal, manusia juga dapat menggunakan

komunikasi tanpa menggunakan kata-kata, hanya dengan memberikan sebuah isyarat

saja yang termasuk dalam pesan nonverbal. Pesan nonverbal menjadi sebuah

pendukung yang dapat dipercaya dalam proses komunikasi, karena pesan tersebut

dapat dijadikan sebagai ukuran kesungguhan seseorang dalam berbicara. Kode

nonverbal dapat dibagi menjadi beberapa jenis (Mulyana, 2016:351), sebagai berikut:

a. Bahasa Tubuh (kinesics)

Gerakan atau posisi yang dilakukan oleh tubuh manusia, dari setiap anggota

tubuh, mulai kepala hingga kaki yang dapat memberikan sebuah isyarat. Bahasa

tubuh tersebut terdiri dari isyarat tangan, postur tubuh, ekspresi muka.

b. Sentuhan

18
Studi yang mempelajari sentuk-menyentuh adalah haptika (haptics).

Menyentuh dapat mengandung berbagai arti mulai dari keakraban, kasih sayang,

kekuasaan, status, dan berbagai makna lainnya tergantung dengan budaya di dalam

masyarakat. Terdapat 5 kategori sentuhan, sebagai berikut.

1. Fungsional-profesional, sentuhan bersifat dingin, berorientasi bisnis.

2. Sosial-sopan, mempunyai sifat membangun, memperteguh pengharapan, serta

aturan, dan praktik sosial.

3. Persahabatan-kehangatan, merujuk pada sentuhan yang menandakan afeksi atau

hubungan akrab.

4. Cinta-keintiman, merujuk pada sentuhan yang menyatakan keterikatan emosional

atau ketertarikan.

5. Rangsangan seksual, sentuhan yang motifnya bersifat seksual, tidak otomatis

bermakna cinta atau keintiman.

c. Parabahasa

Parabahasa, atau vokalika (vocalics), merujuk pada aspek-aspek suara selain

ucapan yang dapat dipahami. Dimana setiap suara mengkomunikasikan emosi serta

pikiran seseorang. Misalnya, kecepatan berbicara, nada (tinggi maupun rendah),

intensitas suara, intonasi, dialek, suara terputus-putus, suara yang gemetar, siulan-

siulan, tawa, erangan, tangis, gerutuan, gumaman, desahan, dan sebagainya.

d. Penampilan Fisik

19
Penampilan fisik seseorang dapat memberikan persepsi yang berbeda-beda,

baik dari busana, maupun ornament-ornamen lain yang digunakannya. Selain itu,

banyak pula orang yang memberi makna tertentu dilihat dari karakteristik fisik

seseorang yang bersangkutan, seperti bentuk tubuh, warna kulit, bentuk rambut,

maupun hal-hal yang lainnya.

e. Bau-Bauan

Bau-bauan yang muncul dari tubuh seseorang dapat mengkomunikasikan sifat

seseorang, kepercayaan, dan bahkan selera makan. Wewangian mengirim kesan lebih

mendalam ke otak menurut Harry Darsono (dalam Mulyana, 2016:403)

f. Orientasi Ruang dan Jarak Pribadi

Setiap budaya punya cara khas dalam mengkonseptualisasikan ruang,

proksemika (proxemics) merupakan bidang studi yang membahas persepsi manusia

mengenai ruang (pribadi dan sosial) dalam berkomunikasi, hal tersebut dapat

ditunjukan dengan adanya ruang yang menandakan status, serta cara mengatur ruang

dan posisi duduk akan mencerminkan pribadi seseorang.

g. Konsep Waktu

Waktu dapat menentukan diri manusia. Waktu merupakan interpretasi dari

pesan yang akan menunjukkan sebagian dari jati diri seseorang. Pola hidup manusia

dalam waktu dapat ditentukan oleh budayanya, karena waktu berhubungan erat

20
dengan perasaan hati manusia. Bidang studi yang mempelajari tentang waktu adalah

Kronemika (chronemics).

g. Diam

Seseorang menggunakan keheningan dalam berkomunikasi. Banyak makna

yang dapat diperoleh dari diamnya seseorang tanpa memberikan reaksi apapun. Diam

dapat berarti marah, memberikan kesempatan, sakit, dan lain-lain.

h. Warna

Warna merupakan bentuk komunikasi yang dapat menggambarkan suasana

hati, cita rasa, afiliasi politik, dan sebagainya, seperti wajah yang tegang

menandakan marah, atau wajah yang merona dapat berarti malu, atau sedang demam.

Warna hijau yang sering dikaitkan dengan Islam dan Muslim karena dipercayai

sebagai wana surga.

i. Artefak

Artefak tidak hanya merujuk pada peninggalan sejarah, namun benda apa saja

yang dihasilkan oleh manusia dan dipandang mempunyai nilai yang tinggi. Benda

tersebut dapat berupa aksesoris, perabotan rumah, dan benda-benda lain yang dapat

memberikan makna.

Bahasa film dapat dilihat dari teks yang ada di dalalmnya, baik verbal maupun

nonverbal. Bahasa yang terdapat di dalam film dapat dibedakan menjadi dua, yaitu

21
audio berupa dialog, musik, dan lain-lain, dan visual berupa, ekspresi pemeran, latar

belakang tempat dan sebagainya.

Film sebagai medium komunikasi audio dan visul mempunyai cara tersendiri

dalam mengkomunikasikan pesannya, melalui teks-teks di dalam alur cerita yang

diangkat atau ditampilkan. Teks sendiri mengacu pada pesan, dan merupakan

kumpulan tanda-tanda yang telah dibangun oleh pengang teks (kata-kata/ dialog,

gambar, suara, dan/ gerakan). Teks dalam film tersebut digambarkan melalui tokoh-

tokoh dalam memerankan suatu karakter. Sehingga pesan dalam film dapat

digambarkan dengan pengarang teks sebagai komunikator dengan menyampaikan

pesannya kepada penonton melalui media film.

2.7 Film Dua Garis Biru

Film Dua Garis Biru adalah film besutan Ginatri S. Noer yang menceritakan

tentang sepasang kekasih bernama Bima dan Dara yang masih duduk di bangku

SMA. Pada usia yang masih belia yaitu 17 tahun dimana mereka belum siap secara

fisik dan mental, mereka melakukan hubungan seksual diluar nikah, yang

mengakibatkan mereka harus menerima kenyataan bahwa dara hamil dan keduanya

dihadapkan pada kehidupan yang tak terbayangkan bagi anak seusia mereka,

kehidupan sebagai orang tua.

2.8 Teori Semiotika

22
Semiotika merupakan teori yang mempelajari tentang tanda-tanda. Semiotika

mengkaji tentang tanda dalam suatu konteks skenario, gambar, teks dan adegan di

film menjadi sesuatu yang dapat dimaknai. Dipelopori oleh dua orang, yaitu ahli

linguistic Swiss, Ferdinand De Saussure (1857-1913) dan seorang filosof pragmatism

Amerika, Charles Sanders Pierce (1839-1914). Kedua tokoh ini mengembangkan

ilmu semiotika secara terpisah tanpa mengenal satu sama lain. (Vera, 2014)

Saussure menyebut ilmu yang dikembangkannya sebagai semiologi

(semiology), dimana menurut Saussure, didasarkan pada anggapan bahwa segala

perbuatan dan perilaku manusia atau selama berfungsi sebagai tanda, harus terdapat

makna dibaliknya. Dimana ada tanda disitu ada sistem. Sedangkan Pierce menyebut

ilmu yang dibangunnnya semiotika (semiotics). Bagi Pierce yang merupakan seorang

ahli filsafat dan logika, pemahaman manusia dilakukan melalui tanda. Artinya

manusia hanya dapat memahami lewat tanda. (Saussure dalam Nawiroh Vera, 2014)

Pada pertemuan Vienna Circle yang berlangsung di Universitas Wina pada

1922, sekelompok sarjana menyajikan karya berjudul “International Encyclopedia”.

Semiotika dikelompokkan menjadi tiga cabang ilmu tentang tanda.

1. Semantics, yang mempelajari bagaimana sebuah tanda berkaitan dengan yang

lain.

23
2. Syntatics, yang mempelajari bagaimana sebuah tanda berkaitan dengan tanda

yang lain. Sebuah tanda memiliki arti bila dikaitkan dengan tanda lainnya

sehingga membentuk formasi yang disebut dengan tata bahasa.

3. Pragmatics, yang mempelajari bagaimana tanda digunakan dalam kehidupan

sehari-hari. Arti dari suatu tanda adalah tergantung dari kesepakatan sehari-hari

komunitas. (Little John, 2002)

Daniel Chandler mengatakan “The sortest definition is that it is the study of

sign” (definisi singkat dari semiotika adalah ilmu tentang tanda-tanda). Ada juga

yang menyatakan , “The study of how a society poduces meanings and values in a

communication sistem called semiotics from the Greek term semion “sign”.” Studi

tentang bagaimana masyarakat memproduksi makna dan nilai – nilai dalam sebuah

sistem komunikasi disebut semiotika, yang berasal dari kata seemion, istilah Yunani,

yang berarti “tanda”. Disebut juga sebagai semiotikos, yang berarti “teori tanda”.

Menurut Paul Cobey kata dasar semiotika diambil dari kata dasar Seme (Yunani)

yang berarti “penafsir tanda” (Rusmana, 2005:4 dalam Vera, 2014:2)

Tanda itu tidak terbatas pada bahasa akan tetapi terdapat pula pada hal-hal

yang bukan bahasa. Kehidupan sosial merupakan suatu bentuk tanda, dengan kata

lain kehidupan sosial apapun bentuknya merupakan suatu sistem tanda tersendiri.

Kehidupan sosial seringkali digambarkan dalam tayangan film. Dengan demikian

tanda yang tersirat dalam film dapat diterima oleh penonton kedalam kehidupannya.

24
Berdasarkan lingkup pembahasannya, semiotika dibedakan atas tiga macam,

yaitu sebagai berikut:

1. Semiotika Murni (Pure)

Pure Semiotic membahas tentang dasar filosofis semiotika, yaitu berkaitan

dengan metabahasa, dalam arti hakikat bahasa secara universal. Misalnya,

pembahasan tentang hakikat bahasa sebagaimana dikembangkan oleh Saussure dan

Pierce.

2. Semiotika Deskriptif (Descriptive)

Descriptive Semiotic adalah lingkup semiotika yang membahas tentang

seniotika tertentu, misalnya sistem tanda tertentu atau bahasa tertentu secara

deskriptif.

3. Semiotika Terapan (Applied)

Applied Semiotic adalah lingkup semiotika yang membahas tentang penerapan

semiotika pada bidang atau konteks tertentu, misalnya kaitannya dengan sistem tanda

sosial, sastra, komunikasi, periklanan dan lain sebagainya. (Kaelan, 2009:164 dalam

Vera, 2014:4)

Berdasarkan penggunaannya, semiotic dikelompokkan dalam berbagai

bidang, seperti dikemukakan Eco (1976, lihat juga van Zoest, 1933, dalam Rahayu

Hidayat) diantaranya adalah sebagai berikut:

a. Semiotik Tanda Hewan

25
b. Semiotik Tanda Penciuman

c. Semiotik Dalam Komunikasi Dengan Indera Perasa: ciuman, pelukan, pukulan,

tepukan pada bahu.

d. Semiotik Pencicipan

e. Paralinguistik: Jenis suara sebagai tanda kelamin, usia, kesehatan, suasana hati,

dan sebagainya.

f. Semiotik komunikasi visual: rambu lalu lintas, graffiti, seni rupa, iklan, komik,

sinema, arsitektur, koreografi, dan lain-lain. (Vera, 2014)

2.9 Semiotika Charles Sanders Pierce

Charles Sanders Pierce adalah seorang ilmuan dibidang matematika dan fisik,

Lahir pada 10 September 1839 di Cambridge, Massachusetts. Dan meninggal pada 19

April 1914 di Millford, Pennsylvania. Walaupun pierce adalah seorang ilmuan di

bidang matematika, namun Pierce lebih dikenal sebagai sebagai filsuf dan ahli

semiotika yang sangat berperan dalam perkembangan ilmu pengetahuan baik itu ilmu

eksak maupun ilmu sosial. Banyak gagasan mengenai konsep-konsep dan teori milik

Pierce yang digunakan oleh para akademisi yang menganalisis fenomena yang ada di

masyarakat menggunakannya sebagai rujukan.

Pierce adalah salah satu tokoh yang mengembangkan ilmu semiotika.

Konsepnya menegnai tanda kerap dijadikan rujukan untuk menginterpretasi tanda

yang ada di dunia ini. Pierce beranggapan bahwa semiotika bersinonim dengan

tanda. Tanda akan dimaknai sebagai tanda hanya apabila ia berfungsi sebagai tanda.

Fungsi esensial tanda menjadikan relasi yang tidak efisien menjadi lebih efisien, baik

26
itu dalam komunikasi orang dengan orang lain dalam pemikiran dan pemahaman

manusia tentang dunia. Tanda menurut Pierce adalah sesuatu yang dapat ditangkap,

representative dan interpretatif.

Teori dari Pierce merupakan Grand Theory dalam semiotika. Gagasannya

bersifat menyeluruh, deskripsi struktural dari semua sistem penandaan. Pierce ingin

mengidentifikasi pertikel dasar dari tanda dan menggabungkan kembali semua

komponen dalam Struktur tunggal.

Pierce mendefinisikan semiotika sebagai studi tentang tanda dan segala

sesuatu yang berhubungan dengannya, yaitu cara berfungsinya, hubungannya dengan

tanda-tanda lain, pengirimannya, dan penerimanya oleh mereka yang

mempergunakannya. (Vera, 2014:2)

Bagi Pierce semiotika adalah suatu tindakan (action), pengaruh (influence),

atau kerjasama tiga subjek, yaitu sign (representament), objek (object) dan

interpretan (interpretant). Yang dimaksud sebjek pada semiotika Pierce ini bukanlah

subjek manusia, melainkan tiga entitas yang sifatnya abstrak sebagaimana yang telah

disebutkan diatas, yang tidak dipengaruhi kebiasaan berkomunikasi secara konkret.

Pierce melihat bahwa tanda (representament) sebagai bagian yang tidak terpisahkan

dari objek referensinya serta pemahaman subjek atas tanda (interpretant).

2.10 Semiotika Film

 Secara etimologis semiotik berasal dari kata Yunani semeion yang berarti

“tanda”. Tanda itu sendiri didefinisikan sebagai sesuatu yang atas dasar konvensi

sosial yang terbagun sebelumnya, dapat dianggap mewakili sesuatu yang lain.

27
Sedangkan secara terminologis, semiotics dapat diartikan sebagai ilmu yang

mempelajari sederetan objek-objek, peristiwa-peristiwa, seluruh kebudayaan tanda

(Eco, 1979:6 &16, dalam Alex Sobur, 2003).

Film dibangun dengan banyak tanda. Tanda-tanda itu termasuk berbagai

sistem tanda yang bekerjasama dengan baik dalam upaya mencapai efek yang

diharapkan. Yang paling penting dalam film adalah gambar dan suara: kata yang

diucapkan (ditambah dengan suara-suara lain yang serentak mengiringi gambar-

gambar) dan musik film. Sistem semiotika yang lebih penting lagi dalam film adalah

digunakannya tanda-tanda ikonis, yaitu tanda-tanda yang menggambarkan sesuatu

( Sobur, 2003:128)

Ada banyak jenis analisis semiotika dalam film, diataranya adalah:

a. Kartun dalam Film Kartun

Ada banyak sekali definisi mengenai kartun, seperti yang terdapat do

Ensiklopedi Indonesia yang dikutip oleh Setiawan G. Sasongko dalam bukunya yang

berjudul “Kartun Sebagai Media Dakwah”, kartun didefinisikan sebagai gambaran

yang bersifat humoristis, kadang hanya bersifat lucu dan menarik, kadang dengan

tujuan mencela atau mencemooh keadaan sosial atau seseorang. Namun lebih

ditekankan lagi, bahwa kartun lebih merupakan pencerminan ciri-ciri kemanusiaan

pada umumnya secara karikatural. (Sasongko, 2005:9 dalam Vera, 2014)

b. Representasi

Representasi berasal dari bahasa Inggris, representation, yang berarti

perwakilan, gambaran atau penggambaran. Secara sederhana, representasi dapat

28
diartikan sebagai gambaran mengenai suatu hal yang terdapat dalam kehiduoan yang

digambarkan melalui suatu media.

Menurut Chris Barker adalah konstruksi sosial yang mengharuskan kita

mengeksplorasi pembentukan makna tekstual dan menghendaki penyelidikan tentang

cara dihasilkannya makna pada beragam konteks. Representasi dan makna budaya

memiliki materialitas tertentu. Mereka melekat pada bunyi, prasati, objek, citra, buku,

majalah, dan program televise. Mereka diproduksi, ditampilkan, digunakan, dan

dipahami pada konteks sosial tertentu (Barker, 2004:9). Yasraf Amir Piliang

(2003:28) menjelaskan, representasi pada dasarnya adalah sesuatu yang hadir, namun

menunjukkan sesuatu di luar dirinyalah yang coba dihadirkan. Representasi tidak

menunjuk kepada dirinya sendiri, namun kepada yang lain

c. Ideologi

Menurut Frans Magnis Suseno, ideologi dimaksud dengan keseluruhan sistem

berpikir, nilai-nilai dan sikap dasar rohaniah sebuah gerakan kelompok sosial atau

individu. Ideologi dapat dimengerti sebagai suatu sistem penjelasan tentang eksistensi

suatu kelompok sosial, sejarahnya dan proyeksinya ke masa depan, serta

merasionalkan suatu bentuk hubungan kekuasaan (Suseno, 1991:230 dalam Vera,

2014)

29
2.11 Teori Makna

Makna adalah suatu masalahfilsafat tertua dalam umur manusia. Konsep

makna telah menarik perhatian disiplin komunikasi, psikologi, sosiologi, antropologi

dan linguistic. Itu sebabnya, beberapa pakar komunikasi sering menyebut kata makna

ketika merumuskan definisi komunikasi, Stewart L. Tubbs dan Sylvia Moss

mengatakan “Komunikasi adalah proses pembentukan makna diantara dua orang atau

lebih”. Judy C. Pearson dan Paul E. Nelson pula mengatakan bahwa “Komunikasi

adalah proses memahami dan berbagi makna” (Sobur, 2003:128)

Menurut Muhadjir perlu terlebih dahulu membedakan pemaknaan secara lebih

tajam tentang istila-istilah yang hamper berhimpit antara apa yang disebut (1)

terjemahan atau translation, (2) tafsir atau interpretasi, (3) ekstrapolasi dan (4) makna

atau meaning. (Sobur, 2003:256)

30
2.12 Kerangka Pemikiran

Gambar 1.1

Kerangka Pemikiran

Interpretant

Teori Semiotika Charles Sanders Pierce

Representament Object

Representasi Kehamilan Diluar Nikah pada Film


Dua Garis Biru

31

Anda mungkin juga menyukai