Anda di halaman 1dari 18

PERSEPSI MAHASISWA UNIVERSITAS PARAMADINA TERHADAP FILM “CEK

TOKO SEBELAH”

DISUSUN UNTUK MEMENUHI UJIAN AKHIR SEMESTER 6

MATA KULIAH : Riset Kualitatif

DOSEN : Tri Wahyuti

OLEH :

KAREN AULIA AZHAR


115106005

ILMU KOMUNIKASI
2018
BAB I
1.1 Latar Belakang

Komunikasi merupakan sebuah aktivitas yang tidak bisa dipisahkan dengan berbagai bidang,
salah satunya di bidang perfilman. Film adalah suatu media komunikasi massa yang sangat
penting untuk mengkomunikasikan tentang suatu realita yang terjadi dalam kehidupan sehari –
hari, Film memiliki realitas yang kuat salah satunya menceritakan tentang realitas masyarakat.
Film merupakan gambar yang bergerak (Moving Picture). Film di artikan sebagai hasil budaya
dan alat ekspresi kesenian. Film sebagai komunikasi massa merupakan gabungan dari berbagai
tekhnologi seperti fotografi dan rekaman suara, kesenian baik seni rupa dan seni teater sastra dan
arsitektur serta seni musik. Film adalah fenomena sosial, psikologi, dan estetika yang kompleks
yang merupakan dokumen yang terdiri dari cerita dan gambar yang diiringi kata-kata dan musik.
Sehingga film merupakan produksi yang multi dimensional dan kompleks. Kehadiran film di
tengah kehidupan manusia dewasa ini semakin penting dan setara dengan media lain.
Keberadaannya praktis, hampir dapat disamakan dengan kebutuhan akan sandang pangan. Dapat
dikatakan hampir tidak ada kehidupan sehari – hari manusia berbudaya maju yang tidak
tersentuh dengan media ini. (Effendi 1986; 239)

Definisi film menurut Kridalaksana (1984:32), yaitu:

1. lembaran tipis, bening, mudah lentur yang dilapisi dengan lapisan antihalo, dipergunakan
untuk keperluan fotografi.
2. alat media massa yang mempunyai sifat lihat dengar (audio – visual ) dan dapat mencapai
khalayak yang banyak.

Definisi film menurut Lliliweri yaitu, merupakan media elektronik paling tua daripada media
lainnya, apalagi film telah berhasil mempertunjukkan gambar-gambar hidup yang seolah- olah
memindahkan realitas ke atas layar besar. Keberadaan film telah diciptakan sebagai salah satu
media komunikasi massa yang benar – benar disukai bahkan sampai sekarang. Lebih dari 70
tahun terakhir ini film telah memasuki kehidupan umat manusia yang sangat luas lagi beraneka
ragam. (lliliweri, 1991:153)
Gagasan untuk menciptakan film adalah dari para seniman pelukis. Dengan ditemukannya
cinematography telah minimbulkan gagasan kepada mereka untuk menghidupkan gambar –
gambar yang mereka lukis. Dan lukisan – lukisan itu bias menimbulkan hal yang lucu dan
menarik, karena dapat disuruh memegang peran apa saja, yang tidak mungkin diperankan oleh
manusia. Si tokoh dalam film kartun dapat dibuat menjadi ajaib, menghilang menjadi besar atau
menjadi kecil secara tiba – tiba. (Effendy, 2000 : 211 – 216)

Berkembangnya industri perfilman di Indonesia ditandai dengan makin banyaknya produksi


film tanah air. Setiap tahunnya, perkembangan film di Indonesia semakin pesat, masyarakat kini
disuguhkan film – film berkualitas mulai dari genre komedi hingga politik. Walaupun sebagian
besar genre perfilman Indonesia masih didominasi oleh film berjenis komedi, horror, dan roman.

Tumbuh dan berkembangnya film juga sangat bergantung pada teknologi dan paduan unsur
seni sehingga menghasilkan film yang berkualitas (McQuail,1997:110). Berdasarkan sifatnya
film dapat dibagi menjadi beberapa bagian, yaitu:

 Film Cerita (Story Film)


Film yang mengandung suatu cerita, yang lazim dipertunjukan di gedung – gedung
bioskop yang dimainkan oleh para bintang sinetron yang tenar. Film jenis ini
didistribusikan sebagai barang dagangan dan diperuntukan untuk semua publik.
 Film Berita (News Film)
Film mengenai fakta, peristiwa yang benar – benar terjadi, karena sifatnya berita maka
film yang disajikan pada publik harus mengandung nilai berita (News value).
 Film Dokumenter (Documenter Film)
Film documenter pertama kali diciptakan oleh John Giersonyang mendefinisikan bahwa
film dokumenter adalah “Karya cipta mengarah kanyataan (Creative treatment of
actuality) yang merupakan kenyataan – kenyatan yang menginterprestasikan kenyataan.
Titik fokus dari film dokumenter adalah fakta atau peristiwa yang terjadi, bedanya
dengan film berita adalah film berita harus mengenai sesuatu yang mempunyai nilai
berita atau newsvalue.
 Film Kartun (Cartoon Film)
Film kartun (cartoon film) dibuat untuk konsumsi anak-anak dan berbagai umur. Film ini
memfokuskan ke dalam alur cerita yang ceria, penuh pesan, dan menarik.
Setelah bertahun – tahun dipengaruhi oleh film Barat, para penonton mulai menunjukan apresiasi
terhadap perfilman di Indonesia.

Keberadaan film di tengah kehidupan masyarakat memberikan beberapa nilai fungsi


tertentu. Film dibuat dengan latar belakang produksi yang sangat rumit. Dari proses pre –
production sampai kepada post – production melibatkan banyak orang dengan fungsi yang
berbeda. Film dikonsep sedemikian rupa, dengan pemilihan pemain, lokasi, kostum, musik dan
unsur lainnya. Di samping mencapai suatu nilai profit bisnis, film juga berfungsi untuk
mentransmisikan suatu pesan dari si pembuat film kepada khalayak luas. Dengan fungsi
mentransmisikan pesan, menempatkan film dalam sebuah proses komunikasi. Salah satu bentuk
komunikasi yang mentransmisikan pesan kepada khalayak dalam jumlah yang luas pada saat
yang bersamaan disebut dengan komunikasi massa. Dalam bentuk komunikasi ini tidak ada
kontak langsung antara si pengirim dan penerima pesan. Pesan berisi tentang ide cerita yang
disampaikan dalam film. Pesan akan ditujukan kepada receiver yaitu penonton film. Film
memiliki kemampuan untuk mengantarkan pesan secara unik. Dapat dilihat begitu banyak jenis
film, diantaranya dokumenter, horor, drama, action, petualangan, komedi, kriminal , fantasi,
musikal, animasi, dan lainnya. Tiap konsep film akan sesuai dengan konsep pesan yang akan
disampaikan. Dalam hal ini teknologi film yang membawa pesan yaitu isi dari film itu sendiri.
Pesan dikemas dengan audio dan visual, film mampu bercerita banyak hal dalam waktu yang
singkat. Selanjutnya, mengenai media untuk mengakses film, berkaitan dengan teknologinya,
masyarakat mempunyai keleluasaan dalam memilih teknologi media mana yang sesuai dengan
kebutuhannya. Misalnya, beberapa orang lebih memilih menonton di bioskop daripada menonton
film melalui DVD atau internet. Ada juga masyarakat yang saat ini lebih memilih menggunakan
mobile phone untuk menonton film. Dalam teori technology determinsm memberikan pandangan
bahwa teknologi memberikan pengaruh terhadap masyarakat dalam proses mengkonsumsi film.

Perkembangan video art adalah solusi logis yang lahir dari pensiasatan mahalnya
teknologi film yang mendesak film art, sekaligus menunjukkan bagaimana inovasi teknologi bisa
mendorong munculnya aliran seni baru, atau, betapa besarnya andil pekerja seni terhadap
perkembangan teknologi. Pekerja seni tertarik pada media baru sebagai alat yang kapasitas dan
batasannya ingin mereka coba sendiri. Keuntungan video terletak pada faktor ketersediaan dan
reproduksinya yang irit. Format film termahal, yakni format 35-mm, tidak bisa dibeli oleh
pembuat film eksperimental dari kalangan klas miskin (underground) dan karena itu hanya
dikuasai perusahaan-perusahaan produksi film besar. Setelah perang dunia ke-II pembuat film
eksperimental terutama kali membuat film dengan format 16mm.

Pada tahun 1965 Kodak mengembangkan format amatir super-8. Meskipun di tahun 70-
an dan 80-an terjadi booming gerakan super-8, film video yang secara kualitatif termasuk media
kelas rendahan masih tetap bertahan. Aspek yang menarik menyangkut berbagai jenis seni rupa
media ini adalah, bahwa sebagian besar teknologi yang digunakan awalnya berasal dari
perkembangan militer. Video misalnya, dikembangkan untuk pengawasan penerbangan,
komputer untuk membaca sandi/kode pihak musuh dan untuk mengevaluasi secara lebih cepat
data-data radar, dan internet untuk memperbaiki kemungkinan- kemungkinan komunikasi
militer.

Film atau motion pictures ditemukan dari hasil pengembangan prinsip – prinsip fotografi
dan proyektor. Film yang pertama kali diperkenalkan kepada public Amerika Serikat adalah The
Life of an American fireman dan film The Great Train Robbery yang dibuat oleh Edwin S Porter
pada tahun 1903. tetapi film The Great Train Robbery yang masa putarnya hanya sebelas menit
dianggap film cerita pertama, karena telah menggambarkan situasi secara ekspresif, serta peletak
dasar teknik editing yang baik.

Tahun 1906 sampai 1916 merupakan periode paling penting dalam sejarah perfilman di
Amerik Serikat, karena pada decade ini lahir film Feature, lahir pula bintang film dan pusat
perfilman yang kita kenal dengan Holllywood. Periode ini juga disbut dengan The age of Griffith
karena David Wark Griffith-lah yang telah membuat film sebagai media yang dinamis. Diawali
dengan film The Adventures of Dolly (1908) dan puncaknya film The Birth of a Nation (1915)
serta film Intolarance (1916). Griffith mempelopori gaya beraktig yang lebih alamiah, organisasi
cerit yang makin baik, dan yang paling utama mengangkat film menjadi media yang memiliki
karakteristik unik, dengan gerakan-gerakan kamera yang dinamis, sudut pengambilan gambar
yang baik, dan teknik editing yag baik. Pada periode ini pula perlu di catat nama Mack Sennett
dan Keystone Company- nya yang telah membuat film komedi bisu dengan bintang legendaris
Charlie Chaplin.
Apabila film permulaannya adalah film bisu, maka pada tahun 1927 di Broadway Amerika
Serikat muncul film bicara pertama meskipun belum sempurna (Ardianto, 2004:134).

Industri film adalah industri binis. Predikat ini telah menggeser anggapan orang yang
masih meyakini bahwa film adalah karya seni, yang di produksi secara kreatif dan memenuhi
imajinasi orang-orang yang bertujuan memperoleh estetika (keindahan) yang sempurna.
Meskipun pada kenyataannya adalah bentuk karya seni, industri film adalah bisnis yang memberi
keuntungan, kadang-kadang menjadi mesin uang yang sering kali, demi uang keluar dari kaidah
artistik film itu sendiri. (Ardianto, 2004:134)

McLuhan memberikan konsep medium is the message, yang artinya bahwa teknologi
yang menjadi media pembawa pesan. Dalam hal ini teknologi film yang membawa pesan yaitu
isi dari film itu sendiri. Pesan dikemas dengan audio dan visual, film mampu bercerita banyak
hal dalam waktu yang singkat. Selanjutnya, mengenai media untuk mengakses film, berkaitan
dengan teknologinya, masyarakat mempunyai keleluasaan dalam memilih teknologi media mana
yang sesuai dengan kebutuhannya.

Khalayak menonton film terutama untuk hiburan. Akan tetapi dalam film terkandung
fungsi informatif, maupun edukatif bahkan persuasif. Film nasional dapat digunakan sebagai
media edukasi untuk pembinaan generasi muda dalam rangka nation and character building.
Fungsi edukasi dapat dicapai apabila film nasional memproduksi film-film sejarah yang objektif
atau film dokumenter atau film yang diangkat dari kehidupan sehari-hari secara berimbang

Pengertian efektifitas secara umum menunjukan sampai seberapa jauh tercapainya suatu
tujuan yang terlebih dahulu ditentukan. Hal tersebut sesuai dengan pengertian efektifitas menurut
Hidayat (1986) yang menjelaskan bahwa: “Efektifitas adalah suatu ukuran yang menyatakan
seberapa jauh target (kuantitas,kualitas dan waktu) telah tercapai. Dimana makin besar
presentase target yang dicapai, makin tinggi efektifitasnya”.
Sedangkan pengertian efektifitas menurut Schemerhon John R. Jr. (1986:35) adalah
sebagai berikut: “Efektifitas adalah pencapaian target output yang diukur dengan cara
membandingkan output anggaran atau seharusnya (OA) dengan output realisasi atau
sesungguhnya (OS), jika (OA) > (OS) disebut efektif”.
Salah satu film lokal yang menembus hingga lebih dari 2,5 juta penonton adalah film
“Cek Toko Sebelah”. Film yang di produseri oleh Chand Parwez Servia ini merupakan film
terlaris di akhir Tahun 2016. Film Cek Toko Sebelah ini mengisahkan Erwin (Ernest Prakasa)
seorang pemuda yang memiliki karir cukup baik, ia juga telah memiliki kekasih yang cantik
bernama Natalie (Gisella Anastasia). Kesehatan ayah Erwin, Koh Afuk (Chew Kin Wah), kurang
begitu baik. Sang ayah berencana untuk mewariskan toko sembakonya untuk Erwin, yang juga
anak kesayangannya.

Dilain sisi, Yohan (Dion Wiyoko) yang merupakan kakak Erwin, menjadi marah karena
dilangkahi. Sebagai anak paling besar yang merasa lebih perhatian pada kedua orang tuanya,
Yohan yakin ia dan istrinya, Ayu (Adinia Wirasti), adalah yang paling berhak meneruskan toko
tersebut. Namun apa yang ia harapkan berbading terbalik dengan kenyataan, Koh Afuk sulit
mempercayai Yohan yang selalu memberontak.

Film Cek Toko Sebelah merupakan sebuah film komedi yang disutradarai oleh stand up
comedian Ernest Prakasa. Selain menyutradarai, Ernest juga akan menuliskan naskah cerita dan
membintangi film tersebut. Selain Ernest, film garapan Starvision ini juga akan dibintangi oleh
Dion Wiyoko, Gisella Anastasia, Adinia Wirasti dan aktor dari Malaysia, Chew Kin Wah.

Saya memilih film Cek Toko Sebelah karena film ini baru saja dirilis akhir tahun 2016
dan terbilang cukup eksis di kalangan khalayak, khususnya mahasiswa/i. Setelah diliris, film Cek
Toko Sebelah cukup booming di berbagai kalangan. Alur cerita yang cukup seru dan tidak
membosankan karena disuguhkan komedi – komedi yang fresh dari para pemain stand up
comedy. Selain komedi, film Cek toko Sebelah juga mempunyai pesan yang sangat menyentuh
seperti saat anak kedua pemilik toko yang dihadapkan dengan dua pilihan yaitu melanjutkan
kerjanya di luar negri atau meneruskan toko milik ayahnya. Dan juga ketika sang anak
pertamanya yang iri terhadap adiknya yang dapat melanjutkan toko ayahnya. Unsur romantisme
juga tertuang di film ini. Dan yang paling terpenting adalah bagaimana sang ayah akhirnya dapat
berlaku adil kepada dua anaknya dan tidak meng – underestimate seseorang terhadap apa yang
telah dilakukan orang itu.
Di era teknologi digital saat ini, berkembang produksi film baru yang disebut dengan film
independen. Dengan teknologi kamera digital memacu anak muda yang mempunyai ketertarikan
pada dunia film, dapat memproduksi film namun dengan peredaran film yang masih terbatas.
Biasanya film independen ini ditampilkan pada ajang festival film. Ini akan memacu pembuatan
karya film yang inovasi dan sisi kreatif serta lebih jujur, bukan hanya sekadar faktor komersial.
Penelitian ini focus terhadap seberapa besar efektifitas penyampaian film Cek Toko Sebelah
setelah khalayak luas menonton dan apakah benar film efektif sebagai media penyampaian
pesan. Dan penelitian ini bersifat kualitatif.

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan penjelasan yang sudah diuraikan pada latar belakang masalah, maka dapat
diidentifikasikan permasalahan dalam penelitian sebegai berikut:

1. Apakah selama ini film efektif dalam menyampaikan suatu pesan terhadap khalayak?
2. Seberapa peduli khalayak dengan pesan dan makna Film Cek Toko Sebelah?
3. Apakah setelah menonton Film Cek Toko Sebelah khalayak mendapat pelajaran berharga
dari isi pesan film tersebut?

1.3 Rumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah diatas, maka peneliti merumuskan masalah dalam penelitian,
yaitu seberapa besar efektifitas penyampaian film Cek Toko Sebelah setelah khalayak luas
menonton dan apakah benar film efektif sebagai media penyampaian pesan.

1.4 Tujuan Penelitian

Berdasarkan uraian penjelasan latar belakang masalah diatas, maka tujuan penelitian ini sebagai
berikut:

1. Mengetahui seberapa besar efektivitas film sebagai media penyampaian pesan terhadap
khalayak luas.
2. Mengetahui seberapa antusias penonton dalam mengaplikasikan isi pesan film dalam
kehidupan sehari.
1.5 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan tidak hanya memiliki manfaat bersifat akademis saja tetapi juga
mempunyai manfaat yang bersifat praktis, maka dalam penelitian ini diharapkan sebagai berikut:

1. Secara Teoritis
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi atau masukan bagi
perkembangan ilmu komunikasi dan menambah kajian ilmu komunikasi khususnya ilmu
kepenyiaran (broadcasting) untuk mengetahui bagaimana film efektif sebagai media
penyampaian pesan.
2. Secara Praktis
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi pihak yang
memproduksi film dalam menentukan alur cerita sehingga pesan dapat tersampaikan
secara efektif terhadap khalayak.
BAB II

PENDEKATAN TEORITIS

2.1 Tinjauan Pustaka


2.1.1 Film Sebagai Media Komunikasi Massa
Film sebagai media komunikasi massa memang tidak lepas dari hubungan antara film
dan masyarakat itu sendiri. Menurut Nurudin (2007:13) Menurut paradigmanya, alat
komunikasi massa dibagi menjadi dua jenis yaitu paradigma lama (film, surat kabar,
majalah, tabloid, buku, radio, televisi, kaset/CD) dan paradigma baru (surat kabar,
majalah, tabloid, internet, radio, televisi).

Film lahir di penghujung abad ke-19 sebagai bentuk dari perkembangan teknologi
yang diciptakan oleh Thomas Alva Edison dan Lumiere Bersaudara yang kemudian
disebut gambar bergerak (motion picture) alias film. Film juga semakin mengekalkan
apa yang telah dilakukan manusia selama beribu-ribu tahun, yakni menyampaikan
kisah, yang diceritakan tentu saja perihal kehidupan. Eric Sasono menulis,
dibandingkan media lain, film memiliki kemampuan untuk meniru kenyataan sedekat
mungkin dengan kenyataan sehari-hari (Irwansyah, 2009 : 12).

2.1.2 Pengertian dan Unsur Pembentuk Film


Dikutip Himawan pratista (2008:1), film secara umum dapat dibagi atas dua unsur,
yaitu unsur naratif dan unsur sinematik. Dua unsur tersebut saling berinteraksi dan
berkesinambungan satu sama lain untuk membentuk sebuah film. Masing-masing
unsur tersebut tidak akan dapat membentuk film jika hanya berdiri sendiri. Bisa kita
katakan bahwa unsur naratif adalah bahan (materi) yang akan diolah, sementara unsur
sinematik adalah cara (gaya) untuk mengolahnya. Dalam film cerita, unsur naratif
adalah perlakuan terhadap cerita filmnya. Sementara unsur sinematik atau juga sering
di istilahkan gaya sinematik merupakan aspek-aspek teknis pembentuk film. Unsur
sinematik terbagi menjadi empat elemen pokok yakni, mise-en scene, sinematografi,
editing dan suara. Masing-masing elemen sinematik tersebut juga saling berinteraksi
dan berkesinambungan satu sama lain untuk membentuk gaya sinematik secara utuh.
Unsur naratif berhubungan dengan aspek cerita atau tema film. Setiap film cerita
tidak mungkin lepas dari unsur naratif. Setiap cerita pasti memiliki unsurunsur seperti
tokoh, masalah, konflik, lokasi, waktu serta lainya. Seluruh elemen tersebut
membentuk unsur naratif secara keseluruan. Elemen-elemen tersebut saling
berinteraksi serta berkesinambugan satu sama lain untuk membentuk sebuah jalinan
peristiwa yang memiliki maksud dan tujuan. Seluruh jalinan peristiwa tersebut terikat
oleh sebuah aturan yakni hukum kausalitas, (logika sebab-akibat). Aspek kausalitas
bersama unsur-unsur dan waktu adalah elemenelemen pokok pembentuk naratif.
Sedangkan unsur sinematik lebih ke aspek-aspek teknis dalam produksi sebuah film.
Mise-en-scene adalah segala hal yang berada di depan kamera. Film memiliki banyak
jenis termasuk film cerita pendek yang berdurasi di bawah 60 menit, film cerita
pendek banyak dijadikan batu loncatan untuk kemudian memproduksi cerita panjang.
Sedangkan film cerita panjang memiliki durasi 60 menit lazimnya berdurasi 90-100
menit (Effendy, 2002:13).

2.1.3 Jenis – Jenis Film


Menurut Himawan Pratista (2008: 4-8), film dibedakan menjadi tiga jenis, yakni:
1. Film Dokumenter:
Film dokumenter berhubungan dengan orang-orang, tokoh, peristiwa dan
lokasi yang nyata. Film dokumenter tidak menciptakan suatu peristiwa atau
kejadian namun merekam peristiwa yang sungguh-sungguh terjadi atau
otentik. Tidak seperti film fiksi, film dokumenter tidak memiliki plot namun
memiliki struktur yang umumnya didasarkan oleh tema atau argumen dari
sineasnya. Film dokumenter juga tidak memiliki tokoh protagonis dan
antagonis konflik, serta penyelesaian seperti halnya film fiksi. Struktur
bertutur film dokumenter umumnya sederhana dengan tujuan agar
memudahkan penonton untuk memahami dan mempercayai fakta-fakta yang
disajikan.
2. Film Fiksi:
Film fiksi terikat oleh plot. Dari sisi cerita, film fiksi sering mengunakan
cerita rekaan di luar kejadian nyata serta memiliki konsep pegadeganan yang
telah dirancang sejak awal. Struktur cerita film juga terikat hukum kausalitas.
Cerita biasanya juga memiliki karakter protagonis dan antagonis, masalah dan
konflik, penutupan, serta pola pembangunan cerita yang jelas. Film fiksi yang
berada di tengah-tengah dua kutub, nyata dan abstrak, sering kali memikiki
tendensi ke salah satu kutubnya, baik secara naratif maupun sinematik.
3. Film Eksperimental :
Film eksperimental merupakan jenis film yang sangat berbeda dengan dua
jenis film lainya. Para sineas eksperimental umumnya bekerja di luar industri
film utama (mainstream) dan bekerja pada studio independen atau perorangan.
Mereka umumnya terlibat penuh dalam seluruh produksi filmnya sejak awal
hingga akhir. Film eksperimental tidak memiliki plot namun tetap memiliki
struktur. Struktur sangat dipengaruhi oleh insting subjektif sineas seperti
gagasan, ide, emosi, serta pegalaman batin. Film eksperimental juga
umumnya tidak bercerita tentang apapun bahkan kadang menentang
kausalitas. Film-film eksperimental umumnya berbentuk abstrak dan tidak
mudah dipahami.

2.1.4 Persepsi Khalayak


2.1.4.1 Konsep Persepsi

Dalam kehidupan sehari-hari memahami perilaku orang lain itu merupakan hal yang sangat
penting karena akan menunjukkan persepsi terhadap sesuatu atau objek untuk memberikan
makna. Begitu pun dengan khalayak, setiap menonton televisi mempunyai persepsi terhadap
acara yang ditontonnya. Acaraacara yang ditayangkan televisi diterima oleh khalayak yang
didasari karena adanya persepsi mereka akan tayangan televisi tersebut. Menurut DeVito (1997)
persepsi adalah suatu proses dimana kita menjadi sadar akan banyaknya stimulus (rangsangan)
yang mempengaruhi indera kita. Persepsi mempengaruhi stimulus atau pesan yang kita serap dan
apa makna yang kita berikan pada mereka ketika mereka mencapai kesadaran. Adapun
pengertian persepsi menurut Baron dan Byrne dalam Syarief (2007) yaitu persepsi merupakan
suatu proses memilih, mengorganisir, dan menginterpetasi informasi dikumpulkan oleh
pengertian seseorang dengan maksud untuk memahami dunia sekitar. Sementara menurut
Sarwono (1999) menjelaskan pula bahwa persepsi dalam pengertian psikologis adalah proses
pencarian informasi untuk dipahami.

Alat yang digunakan untuk memperoleh informasi tersebut adalah indera dan untuk
memahaminya menggunakan kesadaran atau kognitif seseorang. Pengertian lain, persepsi
merupakan suatu proses yang dilakukan individu dalam mengorganisasikan dan menafsirkan
kesankesan indera agar memberikan makna. Dengan demikian, persepsi adalah kesan atau
pandangan individu terhadap objek untuk memberikan makna. Proses persepsi dibutuhkan untuk
mengetahui sampai sejauh mana minat, persepsi, opini khalayak terhadap tayangan film. Persepsi
akan tayangan film disebabkan oleh variabel yang dibentuk oleh individu akan kemasan
tayangan tersebut. Kemasan tayangan film tersebut biasanya berupa isi cerita, aktor/aktris yang
berlakon, dan tanggal rilis film. Persepsi yang dihasilkan oleh khalayak setelah menonton
tayangan film terlepas disebabkan karena adanya faktor – faktor karakteristik yang dimiliki oleh
khalayak seperti usia, jenis kelamin, pendidikan, pendapatan, dan pekerjaan.

2.1.4.2 Faktor – Faktor yang Berhubungan Dengan Persepsi Khalayak

Menurut Rakhmat (2004) faktor – faktor yang menentukan persepsi ada dua macam, yaitu:

a. Faktor fungsional, berasal dari kebutuhan, pengalaman masa lalu, dan hal – hal
lain yang disebut sebagai faktor – faktor personal. Persepsi bukan ditentukan oleh
jenis atau bentuk stimuli tetapi karakteristik orang yang memberikan respons
stimuli itu.
b. Faktor struktural, berasal semata – mata dari stimuli fisik dan efek – efek syaraf
yang ditimbulkannya pada sistem syaraf individu Menurut DeVito (1997) terdapat
enam proses yang mempengaruhi persepsi seseorang terhadap sesuatu, yaitu:
1) Teori kepribadian implicit
2) Primasi – resensi
3) Aksentuasi perseptual
4) Ramalan yang terpengaruhi dengan sendirinya
5) Konsistensi
6) Stereotipe
Proses – proses ini sangat mempengaruhi apa yang kita lihat dan apa yang tidak kita lihat, apa
yang kita simpulkan dan apa yang tidak kita simpulkan tentang orang lain. Proses ini membantu
menjelaskan mengapa kita membuat perkiraan tertentui dan tidak membut perkiraan yang lain
tentang orang. Keenam proses ini merupakan pula penghambat kita dalam menentukan persepsi
maupun berinteraksi dengan orang lain. Persepsi khalayak dalam menonton film ditentukan oleh
tiga faktor utama, yaitu orang yang berpresepsi (khalayak siaran), objek atau stimulus yang
diterima (tayangan film), dan faktor lingkungan (suasana menonton dan cara menonton).
Persepsi tersebut ditentukan oleh karakteristik khalayak sendiri maupun karakteristik film yang
diproduksi. Dalam menonton tayangan film pasti timbul adanya persepsi terhadap kriteria dari
tayangan tersebut, baik isi cerita, variasi cerita, pemain yang berperan dalam acara tersebut,
kemasan cerita, pembawa acaranya, bahkan tanggal rilis film tersebut. Persepsi yang dihasilkan
oleh khalayak setelah menonton tayangan film tidak terlepas dari adanya faktor – faktor
karakteristik yang dimiliki oleh khalayak tersebut, seperti usia, jenis kelamin, pendidikan,
pendapatan, dan pekerjaan.
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Dalam penelitian kualitatif ini menekankan pada sumber wawancara dari informan yang relate
dengan penelitian.

Penelitian kualitatif menurut Sugiyono, bahwa metode penelitian kulitatif adalah metode
penelitian yang berlandaskan pada filsafat post – positivism. Hal ini digunakan untuk meneliti
pada kondisi obyek yang alamiah, (sebagai lawannya eksperimen) dimana peneliti adalah
sebagai instrument kunci dalam pengambilan sampel sumber data dilakukan secara purposive
(tetap) dan snowbaal.

Selain itu metode kualitatif ini menggunakan teknik pengumpulan dengan trianggulasi
(gabungan), analisis data bersifat induktif (kualitatif), dan hasil penelitian kualitatif lebih
menekankan makna dari pada generalisasi. Menurut Lofland dalam Moleong (2007:165), sumber
data utama dalampenelitian kualitatif adalah kata – kata dan tindakan yang didapat dari informan
melalui wawancara, selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain – lain. Untuk
mendapatkan data dan informasi maka informan dalam penelitian ini ditentukan secara purposive
atau sengaja dimana informan telah ditetapkan sebelumnya. Informan merupakan orang – orang
yang terlibat atau mengalami proses pelaksanaan dan perumusan program dilokasi penelitian.
3.2 Jenis Data

Data yang dikumpulkan dari penelitian ini berasal dari dua sumber, yaitu:

a. Data Primer
Data yang diperoleh langsung dari lapangan baikmelalui observasi maupun melalui
wawancara dengan pihak informan. Metode pengambilan data primer dilakukan dengan
cara wawancara langsung dengan Mahasiswa/i Universitas Paramadina yang sudah
menonton Film “Cek Toko Sebelah”.
b. Data Sekunder
Data pendukung yang diperoleh dari sumber tambahan (bukan dari subyek penelitian)
yang memiliki keterkaitan dengan penelitian ini. Sumber – sumber penelitian ini dapat
diperoleh melalui buku, artikel, jurnal, dokumen, maupun internet yang dapat mendukung
pelaksanaan penelitian ini.

3.3 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling utama dalampenelitian, karena tujuan
utama dari penelitian adalah mendapatkan data. MenurutSugiyono (2007:209) bila dilihat dari
segi cara atau teknik pengumpulan data,maka teknik pengumpulan data dapat dilakukan dengan
observasi, wawancara,angket dan dokumentasi. Namun dalam penelitian ini teknik pengumpulan
datayang dilakukan oleh peneliti adalah dengan melalui dua metode, yaitu:

a. Metode Wawancara
Esterberg dalam Sugiyono (2007:211), mendefinisikan wawancara sebagaipertemuan
dua orang atau lebih untuk bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab, sehingga
dapat dikonstruksikan makna dalam suatu topik tersebut. Dengan wawancara, maka
peneliti akan mengetahui hal-hal yang lebih mendalam tentang informan dalam
menginterpretasikan situasi danfenomena yang terjadi, dimana hal ini tidak bisa
ditemukan melalui observasi. Dalam melakukan wawancara, peneliti menyiapkan
instrumen penelitian berupa pertanyaan – pertanyaan tertulis untuk diajukan, dan
mencatat apa yang dikemukakan oleh informan, oleh karena itu jenis jenis wawancara
yang digunakan oleh peneliti termasuk kedalam jenis wawancara terstruktur.
b. Dokumentasi
Dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu. Dokumen bisaberbentuk
tulisan, gambar, atau karya – karya monumental seseorang (Sugiyono, 2007:213).
Hasi penelitian dari observasi atau wawancara akan lebih kredibel kalau didukung
oleh dokumen – dokumen yang bersangkutan.

3.4 Pertanyaan Wawancara dengan Mahasiswa/i (Informan)

Berikut adalah lampiran pertanyaan wawancara dengan informan:

1. Apakah anda pernah menonton Film “Cek Toko Sebelah” sebelumnya?


2. Menurut anda bagaimana alur cerita Film “Cek Toko Sebelah”?
3. Menurut anda bagaimana kualitas acting para actor dan kualitas film itu sendiri?
4. Apa alasan anda tertarik untuk menonton Film “Cek Toko Sebelah”?
5. Menurut anda apakah Film “Cek Toko Sebelah” bisa menjadi media penyampaian pesan
ke khalayak?
6. Jika iya, pesan apa yang anda terima setelah menonton Film “Cek Toko Sebelah”?
7. Jika tidak, menurut anda apa sebab Film “Cek Toko Sebelah” tidak bisa menjadi media
penyampaian pesan ke khalayak?
Daftar Pustaka

Effendy, Onong Uchjana. 1986. Televisi Siaran, Teori dan Praktek. Bandung : Alumni.

Effendy, Onong Uchjana.. 2000. Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi. Bandung : PT. Citra
Aditya Bakti.

Ardianto, Elvinaro dan Lukiati Komala Erdinaya. 2004. komunikasi Massa Suatu Pengantar. PT
Remaja Rosdakarya, Bandung.

McQuail, Dennis. 1997.Teori Komunikasi Massa Suatu Pengantar. Jakarta: Erlangga.

Liliweri, Alo. 2004. Dasar-Dasar Komunikasi Antarbudaya. Pustaka Pelajar, Yogyakarta

McLuhan, M. (1964). Understanding Media: The Extensions of Man. Bergen Field, NJ: New
American Library

http://www.landasanteori.com/2015/10/pengertian-film-definisi-menurut-para.html

https://filmbor.com/cek-toko-sebelah/

https://seleb.tempo.co/read/news/2017/02/06/219843477/cek-toko-sebelah-2-5-juta-penonton-
ini-kata-ernest-prakasa

http://kuliahkomunikasi.com/?p=23

https://dansite.wordpress.com/2009/03/28/pengertian-efektifitas/

https://id.wikipedia.org/wiki/Film_sebagai_Media_Komunikasi_Massa

Jurnal Ilmu Komunikasi (volume 6, no. 1, Juni 2009); Cult Film dan Analisa Semiotika Film
Pada Nagabonar Jadi 2

Anda mungkin juga menyukai